Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ni Nyoman Sri Wulandari

NIM : 1704552161
Mata Kuliah : Hukum Perjanjian Internasional
No Absen :
Tanggal : desember 2018
Tanda tangan :

SOAL!!
7. Proses reservation dapat dilakukan pada semua jenis perjanjian internasional (bilateral dan
multilateral). Apakah pernyataan tersebut tepat ? Jelaskan.
➢ Pernyataan tersebut tidak benar, karena dalam Pasal 2 ayat 1 huruf d dalam Vienna
Convention on the Law of Treaties tahun 1969 menyatakan “reservation” berarti “sebuah
pernyataan sepihak, yang dibuat oleh Negara, ketika menandatangani, meratifikasi,
menerima, menyetujui atau mengaksesi perjanjian dimana memiliki tujuan untuk
mengecualikan atau untuk memodifikasi efek hukum ketentuan tertentu perjanjian dalam
aplikasinya kepada Negara tersebut.”
➢ Sehingga dapat dikatakan Perjanjian Internasional yang bersifat bilateral, apabila terdapat
salah satu pihak mengajukan suatu pensyaratan, yang mana pensyaratan tersebut ditolak
oleh pihak yang lain, atau pihak lain menyatakan keberatan terhadap pensyaratan yang
diajukan, maka perjanjian tersebut akan batal. Oleh karena itu pensyaratan atau reservasi
dalam perjanjian bilateral sama sekali tidak mempunyai makna.
➢ Namun berbeda dengan Perjanjian Internasional bersifat multilateral, yaitu apabila suatu
negara mengajukan pensyaratan, dimana pensyaratan tersebut tidak disetujui atau ditolak
oleh satu atau beberapa negara peserta yang lain, maka akan timbul beberapa masalah
antara lain sejauh mana akibat hukum dari suatu pensyaratan atau reservasi dalam
hubungannya antar negara yang mengajukan pensyaratan dengan negara yang menerima
pensyaratan itu, dan dalam hubungannya antara negara yang mengajukan pensyaratan
dengan negara yang menolak pensyaratan tersebut.
3. Apakah konferensi APEC, OPEC, IMF maupun konferensi yang dibuat negara-negara
maupun organisasi internasional dapat dikategorikan perjanjian internasional ? Jelaskan
➢ APEC merupakan organisasi kerjasama regional di kawasan Asia-Pasifik yang
beranggotakan 18 negara. Didirikan pada tahun 1989. Tujuannya melakukan liberalisasi
perdagangan dan investasi, serta meningkatkan permanfaatan sumber daya alam dan kualitas
sumber daya manusia untuk meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia-Pasifik.
➢ OPEC merupakan organisasi negara-negara pengekspor minyak, didirikan pada bulan
september 1960. Tujuannya menghindarkan persaingan diantara negara pengekspor minyak
bumi, mengatur pemasaran minyak bumi dan menetapkan harga yang seragam dan
mengusahakan pemenuhan kebutuhan dunia akan minyak bumi.
➢ IMF adalah organisasi dunia yang bergerak dalam bidang keuangan internasional. Didirikan
pada tanggal 27 September 1945 dengan tujuan untuk mencapai stabilitas keuangan di
berbagai dunia dan mendorong kerjasama internasional di bidang ekonomi keuangan.
Sehingga konferensi APEC, OPEC dan IMF tidak dapat dikatagorikan sebagai perjanjian
internasional dikarenakan APEC, OPEC dan IMF merupakan Badan-badan Kerjasama
Internasional yang melibatkan negara-negara diseluruh dunia atau sebagaian besar dari
negara di dunia.

4. Berikan contoh perjanjian internasional (apapun namanya) yang bersifat terbuka dan yang
bersifat tertutup ?
➢ Perjanjian internasional multilateral (terbuka) merupakan perjanjian yang diadakan oleh
beberapa negara untuk mengatur kepentingan bersama antar peserta perjanjian tersebut.
Perjanjian ini dapat dilakukan oleh negara manapun yang telah sepakat untuk menjalin
kerjasama. Contohnya :
a. Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik ;
b. Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 tentang Laut Teritorial , Zona Bersebelahan,
Zee, Dan Landas Benua ;
c. Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang ;
d. ASEAN (Association of South East Asia Nations) atau Perbara (Perhimpunan Bangsa-Bangsa
Asia Tenggara) dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967. Pembentukan kerja sama ini ditandai
dengan Deklarasi Bangkok tanggal 8 Agustus 1967 ;
e. Perjanjian perdagangan antara cina dengan Negara-negara ASEAN ;
f. Perjanjian (PAKTA) Pertahanan antara Negara-negara dikawasan atlantik utara (Nato) ;
g. Perjanjian pengembangan ekonomi, hankam, dan sosial budaya antara Negara-negara
ASEAN.
➢ Perjanjian internasional bilateral (tertutup) merupakan perjanjian antara 2(dua) negara
untuk mengatur kebijakan kedua belah pihak. Perjanjian ini bersifat tertutup yang artinya
tidak ada negara lain yang berhak untuk ikut campur dalam perjanjian tersebut. Contohnya :
a. Perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC (Republik Rakyat Cina) pada tahun 1955
seputar penyelesaian “dwikenegaraan” ;
b. Perjanjian antara Indonesia dengan Muangthai seputar “Garis Batas Laut Andaman” di
sebelah utara Selat Malaka pada tahun 1971 ;
c. Perjanjian “Ekstradisi” antara Republik Indonesia dan Malaysia pada tahun 1974 ;
d. Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai pertahanan dan keamanan
kawasan kedua Negara pada tanggal 16 Desember 1995 ;
e. Perjanjian internasional antara Indonesia-Belanda mengenai penyerahan IRIAN BARAT
yang ditandatangani dikota New York pada tanggal 15 Agustus 1962.

8. Jelaskan apa penyebab perubahan dan ketidaksahan perjanjian internasional ?


➢ Dasar tidak sahnya perjanjian yang tersebut di dalam Konvensi Wina 1969 adalah :
a. Pengaruh dari pembatasan hukum nasional terhadap wewenang suatu Negara untuk
membuat perjanjian ;
b. Larangan hak wakil sesuatu Negara untuk bertindak dalam menyatakan kesepakatannya
untuk mengikatkan diri pada perjanjian ;
c. Kekeliruan dalam suatu perjanjian ;
d. Bujukan sesuatu Negara untuk membuat perjanjian dengan tindakan kecurangan dari
Negara lain ;
e. Kelicikan wakil sesuatu Negara yang meyatakan kesepakatan Negara untuk mengikatkan
diri pada perjanjian ;
f. Paksaan dari wakil sesuatu Negara untuk menyatakan kesepakatan Negara untuk mengikat
diri pada perjanjian ;
g. Paksaan sesuatu Negara untuk membuat perjanjian dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan ;
h. Perjanjian yang bertentangan dengan norma yang sudah baku dalam hukum internasional
(jus cogens).
➢ Pasal 16-53 tentang tidak sah nya suatu perjanjian terbagi 3 golongan :
a. Ketentuan-ketentuan mengenai wewenang untuk membuat perjanjian internasional
menurut hukum internasional ;
b. Ketentuan-ketentuan mengenai syarat-syarat untuk membuat perjanjian ;
c. Ketentuan-ketentuan mengenai kaidah-kaidah yang menentukan dalam hukum
internasional secara umum (jus cogens).

9. Hanya peperangan yang bisa mengakhiri suatu perjanjian internasional yang dibuat oleh
para pihak. Apakah pernyataan tersebut tepat ? Jelaskan.
➢ Pernyataan tersebut tidaklah benar. Berdasarkan Konvensi Wina 1969 berakhirnya suatu
perjanjian internasional jika :
a. Pembatalan sepihak oleh salah satu peserta atau pengunduran diri dari suatu perjanjian ;
b. Pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak ;
c. Perubahan yang fundamental pada keadaan yang bertalian dengan perjanjian ;

6. Jelaskan dengan contoh apa yang dimaksud dengan klausula rebus sic stantibus ?
➢ asas rebus sic stantibus yang dalam bahasa latinnya contractus qui habent tractum
succesivu et depentiam de future rebus sic stantibus intelliguntur, yang artinya bahwa
“perjanjian menentukan perbuatan selanjutnya untuk melaksanakannya pada masa yang
akan datang harus diartikan tunduk kepada persyaratan bahwa lingkungan dan keadaan di
masa yang akan datang tetap sama”.
Contohnya :
Terdapat pada kasus kesepakatan konferensi meja bundar (KMB) antar pemerintah Indonesia
dengan Belanda, berdasarkan asas pacta sunt servanda kedua belah pihak Indonesia dan
Belanda melaksanakan isi perjanjian, namun dengan seiring berjalannya waktu Indonesia
membatalkan perjanjian tersebut karena terjadi perubahan fundamental dalam tatanan
bernegara dan berbangsa, dimana Indonesia yang dalam isi perjanjian adalan negara serikat
atau Republik Indonesia Serikat (RIS) berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) karena melihat situasi dan kondisi bahwa negara kesatuanlah yang cocok bagi
Indonesia, sehingga Indonesia membatalkan isi perjanjian KMB dengan Belanda. Pemutusan
yang demikian mendapat persetujuan DPR tertanggal 22 Mei 1956 dan di muat dalam UU No
13 tahun 1956. Sehingga jika kita mengkaji contoh kasus tersebut dapat dikatakan asas rebus
sic stantibus dapat menjadi alasan untuk meniadakan asas pacta sunt servanda dalam
perjanjian internasional antar negara baik itu yang bersifat bilateral, multirateral, regional dan
lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai