Anda di halaman 1dari 3

TUGAS HUKUM INTERNASIONAL

Analisis “Reparation For Injuries Suffered in The Service of The United


Nations” dihubungkan dengan materi Subjek Hukum Internasional

KELOMPOK 4 :
Refi Febrianti (110110120093)
Tessa Matondang (110110120094)
Eishen Yosef (110110120095)
Lidya Sevenallina (110110120096)
Melati Nur Fajri (110110120097)
Jon Parulian Purba (110110120098)

Dosen:
Prof. Dr. Hj. Etty R Agoes S.H., LL.M.
Dr. Hj. Rika Ratna Permata, S.H., M.H
Davina Oktaviana, S.H., M.H.

Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
Bandung
Reparation for Injuries Case merupakan kasus yang melahirkan penegasan terhadap personalitas yuridik
organisasi internasional. Kasus ini terjadi pada tahun 1948 dan kemudian Mahkamah Internasional
(International Court of Justice/ICJ) memberikan advisory opinion pada tahun 1949.

Ringkasan Kasus
Pada tahun 1948, tepatnya tanggal 17 September, seorang mediator PBB bernama Count Folke
Bernadotte dan ajudannya Kolonel Serot, terbunuh dalam perjalanan dinas ke Yerusalem. Mereka dibunuh
oleh anggota dari kelompok Lehi, yang terkadang disebut dengan “Stern Gang”. Kelompok ini
merupakan organisasi radikal zionis yang telah melakukan beberapa serangan terhadap warga Inggris dan
Arab. Pembunuhan terhadap Bernadotte ini, telah disepakati oleh ketiga pemimpin kelompok Lehi, yaitu :
Yitzhak Shamir, Natan Yelli-Mor, dan Yisrael Eldad, dan direncanakan oleh kepala operasi Lehi di
Yerusalem, Yehoshua Zetler.

Empat orang yang dipimpin oleh Meshulam Makover, kemudian menyerang kendaraan yang
ditumpangi oleh Bernadotte, dan salah satu diantara mereka yaitu Yehoshua Cohen menembak
Bernadotte.

Fakta Hukum
Dari kasus tersebut, terdapat empat permasalahan hukum yang muncul :

1. Count Folke Bernadotte adalah pejabat sipil internasional yang bekerja untuk PBB
2. Count Folke Bernadotte adalah warga negara Swedia
3. Pembunuh Bernadotte, Yehoshua Cohen, adalah warga negara Israel
4. Pembunuhan terhadap Bernadotte terjadi di wilayah pengawasan Israel.

Permasalahan Hukum
Berkenaan dengan kasus di atas, Sekjen PBB Trygve Lie mempersiapkan memorandum, dan
disampaikan pada Sidang Majelis Umum PBB pada tahun 1948. Memorandum tersebut berisi 3
permasalahan pokok:
1. Apakah suatu negara mempunyai tanggung jawab terhadap PBB atas musibah atau kematian dari
salah seorang pejabatnya?
2. Kebijaksanaan secara umum mengenai kerusakan dan usaha-usaha untuk mendapatkan ganti rugi
3. Cara-cara yang akan ditempuh untuk penyampaian dan penyelesaian mengenai tuntutan-tuntutan.
Setelah mendengarkan memorandum dari Sekjen PBB, Majelis Umum kemudian meminta pendapat dari
ICJ, dengan mengajukan permasalahan hukum sebagai berikut:
1. Apakah PBB sebagai sebuah organisasi mempunyai kapasitas untuk dapat mengajukan gugatan
terhadap pemerintah de jure maupun de facto untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami
oleh :

 PBB;
 Korban atau orang-orang yang menerima dampak dari kejadian yang menimpa korban.
2. Apabila pertanyaan 1(b) dapat diterima, apakah tindakan yang harus dilakukan PBB untuk
mengembalikan hak Negara tempat korban menjadi warganya ?

Putusan ICJ
Terhadap permasalahan hukum yang diajukan oleh Majelis Umum, ICJ memberikan jawaban
sebagai berikut :
1. Untuk pertanyaan 1(a), ICJ secara mutlak sepakat bahwa PBB dapat melakukan hal tersebut
2. Untuk pertanyaan 1(b), ICJ memberikan pendapat dengan 11 suara melawan 4 bahwa PBB dapat
mengajukan gugatan meskipun pemerintah yang diminta pertanggungjawabannya bukanlah anggota
PBB
3. Untuk pertanyaan 2, ICJ memberikan pendapat dengan 10 suara melawan 5 bahwa apabila PBB
membawa gugatan karena kerugian yang dialami pejabatnya, tindakan tersebut hanya dapat dilakukan
apabila gugatannya didasarkan pada pelanggaran kewajiban kepada PBB.

Analisa Kasus
Terlepas dari analisis mendalam secara mendetail mengenai kasus ini, hal ini telah membawa
suatu perubahan yang besar terhadap organisasi internasional. Keputusan ICJ yang menetapkan bahwa
PBB dan organisasi internasional lainnya memiliki personalitas yuridis telah menjadikan kedudukan
organisasi internasional menjadi lebih kuat sebagai subjek subjek hukum internasional sehingga memiliki
hak-hak sebagai subjek hukum internasional.
Organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisai buruh
internasional (ILO) mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-
konvensi internasional yang merupakan seperti anggaran dasarnya.
Akan tetapi, pihak-pihak yang menjadi bagian dalam ICJ hanyalah negara sesuai dengan pasal
ICJ. Dan juga ditambah dengan keterikatan terhadap pernyataan dan keputusan sidang PBB itu sendiri
bahwa organisasi internasional hanya diberikan sebagai status peninjau (observer).

Anda mungkin juga menyukai