DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
LAWANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Kepala Ruang Bangau
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
karunia-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan makalah seminar keperawatan jiwa yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Masalah Utama Resiko Perilaku
Kekerasan”
Penulisan dan penyajian makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas praktek
Keperawatan Jiwa serta memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan jiwa.
Proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu
dalam kesempatan ini, penyusun menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
2. Kepala Bidang Perawatan RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat LawangBeserta Staf
3. Para Dosen dan Pembimbing Praktek Klinik Keperawatan Jiwa Poltekkes
Kemenkes Malang
4. Kepala Ruang Bangau RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang beserta Seluruh
Perawat Ruangan
5. Pasien di Ruang Bangau RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
6. Rekan-rekan mahasiswa kelompok 1
Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan atau kekurangan
baik dari segi bahasa maupun isi. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan adanya
masukan dan kritikan dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………………….
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.............................................................................................
2. Tujuan Penulisan..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Marah.........................................................................................
2. Pengertian Perilaku Kekerasan....................................................................
3. Etiologi........................................................................................................
4. Patofisiologi...............................................................................................
5. Pathways......................................................................................................
6. Manifestasi klinis.........................................................................................
7. Mekanisme Koping......................................................................................
8. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...........................................................
BAB III STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
1. Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan Pertemuan Ke I........................
2. Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan Pertemuan Ke II.......................
3. Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan Pertemuan Ke III.....................
BAB IV TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian....................................................................................................
B. Analisa Data................................................................................................
C. Daftar Masalah Keperawatan......................................................................
D. Pohon Masalah.............................................................................................
E. Diagnosa Keperawatan................................................................................
F. Rencana Keperawatan.................................................................................
G. Catatan Keperawatan..................................................................................
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan..................................................................................................
2. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
Tujuan Khusus
1. PENGERTIAN MARAH
Gejala Marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau
perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:
1. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi danpernapasan
meningkat, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-
kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
2. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi
wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar.
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.
b. Verbal
1. Mengancam
2. Mengumpat dengan kata-kata kotor
3. Suara keras
4. Bicara kasar, ketus
c. Perilaku
1. Menyerang orang
2. Melukai diri sendiri/orang lain
3. Merusak lingkungan
4. Amuk/agresif
4. PATOFISIOLOGI
Dalam pohon masalah di jelaskan bahwa yang menjadi core promblem adalah
perilaku kekerasan. Menurut Berkoiwitz dan Harnawati (dalam Direja, 2011) Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan penyebabnya adalah harga diri rendah,
perilaku kekerasan sebagai core problem dan resiko menciderai diri sendiri atau orang
lain dan lingkungan sebagai akibat.
5. PATHWAYS
6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kelliat dan Sinaga (1996) menyatakan bahwa manifestasi klinik dari
perilaku kekerasan :
1) Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat kulit muka merah,
pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi meningkat, pupil dilatasi, frekuensi
BAK meningkat.
2) Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi muka
tampaktegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka berdebat, klien memaksanakan
kehendak.
3) Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif menarik diri, bermusuhan
sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara keras dan kasar.
Perilaku Kekerasan
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
7. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain:
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang
tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.
3. Fokus Intervensi
Menurut Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) yang di susun oleh Tim
Pengembangan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) RSJ Marzuki Mahdi
Bogor(1997), meliputi :
Diagnosa Keperawatan Pertama, resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. Tujuan Umum (TUM), klien tidak
menciderai diri, orang lain atau lingkungan.
Tujuan Khusus (TUK) Pertama : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat membina hubungan saling percaya, mau membalas
salam, klien mau menjabat tangan, klien mau menyebutkan nama, klien mau
tersenyum, klien mau kontak mata, klien mau mengetahui nama perawat, klien mau
menyediakan waktu untuk kontak mata. Intervensi yang ditetapkan : Bina hubungan
saling percaya, seperti beri salam atau panggil nama klien, sebutkan nama klien,
sebutkan nama perawat sambil jabat tangan, jelaskan maksud hubungan interaksi,
jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat, beri rasa aman dan sikap empati, lakukan
kontak singkat tapi sering.
TUK kedua : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Kriteria
Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel, kesal (dari diri sendiri, dari lingkungan atau orang lain).
Intervensi yang ditetapkan : Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya,
bantu klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel/kesal.
TUK ketiga : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel,
observasi tanda perilaku kekerasan pada klien, simpulkan bersama klien tanda-tanda
jengkel/kesal yang dialami klien. Intervensi yang ditetapkan : Anjurkan klien
mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah/jengkel, observasi tanda perilaku
kekerasan pada klien, simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami
klien.
TUK keempat : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan, klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyebabkan masalah atau
tidak. Intervensi yang ditetapkan : Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan klien, bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai.
TUK kelima : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Kriteria
Evaluasi : Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien. Intervensi
yang ditetapkan : Bicarakan akibat/ kekerasan dari cara yang dilakukan klien, bersama
klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien, tanyakan pada klien apakah
ia ingin cara baru yang sehat.
TUK keenam : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon
terhadap kemarahan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat melakukan cara berespon terhadap
kemarahan secara konstruktif. Intervensi yang ditetapkan : Tanyakan pada klien apakah
ia mengetahui cara lain yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang
sehat, diskusikan dengan klien cara lain yang sehat. Seperti, secara fisik : tarik nafas
dalam jika sedang kesal/marah memukul bantal, kasur atau olah raga atau pekerjaan
yang memerlukan tenaga. Secara Verbal : katakan bahwa anda sedang
kesal/tersinggung/jengkel, “Saya kesal, anda berkata seperti itu, saya marah karena
tidak memenuhi keinginan saya”. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara
marah yang sehat, latihan manajemen perilaku kekerasan. Secara spiritual : anjurkan
klien sembahyang/berdoa atau ibadah lain : meminta kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran, mengadu pada Tuhan tentang kekerasan/kejengkelan.
TUK ketujuh : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan. Fisik : tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman. Verbal :
mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti. Spiritual : sembahyang, berdoa
atau ibadah. Intervensi yang ditetapkan : Bantu klien memilih cara yang paling tepat
untuk klien, bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang terpilih, bantu klien untuk
mensimulasi cara tersebut (role play), beri reinforcement positif atas keberhasilan klien
mensimulasikan cara tersebut, anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah
dipelajari saat jengkel atau marah, diskusikan dengan klien manfaat cara yang telah
digunakan, beri pujian atas keberhasilan pasien.
TUK kesembilan : Klien dapat menggunakan obat secara benar (sesuai program
pengobatan). Kriteria Evaluasi : Klien dapat menyebutkan obat-obat yang diminum dan
kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek), klien dapat minum obat sesuai program
pengobatan. Intervensi yang ditetapkan : Jelaskan jenis obat-obat yang diminum klien
pada klien dan keluarga, diskusikan manfaat minum obat dan kerugian minum obat
tanpa seijin dokter, jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada
botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum), ajarkan klien minta obat dan minum
obat tepat waktu, anjurkan klien melapor pada perawat atau dokter jika merasakan efek
yang tidak menyenangkan, beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. A DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG BANGAU
RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. A
Umur : 53 th
Alamat : Bunulrejo-Blimbing-Malang
Pendidikan : SMA
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Pekerjaan : Karyawan pabrik
No.RM : 123***
Tanggal MRS : 12 Februari 2018
Tanggal Pengkajian : 8 Mei 2018
Penjelasan :
Klien mengatakan saat bekerja dulu, klien pernah mengalami aniaya fisik oleh
teman kerja. Klien saat itu dipukul, namun klien diam. Setelah di biarkan ternyata
tetap seperti itu, akhirnya klien mulai memberontak dan balas dendam kepada
temannya dengan marah dan sesekali memukul.
DX Kep : Post Trauma Fisik
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
23
Keterangan: 33
3
: Meninggal : Laki-laki
: Meninggal : Klien
Pola asuh : saat kecil sampai dewasa cara mengasuh klien dengan sabar dan tidak
pernah dimarahi.
Pola komunikasi : Apabila klien melakukan suatu perkara yangtidak benar klien
sering dimarahi dan keluarga jarang bicara dengan klien sehingga klien lebih
sering diam sendirian didalam kamar.
Pola pengambilan keputusan : bila klien mengalami suatu permasalahan klien
cenderung diam karena keluarga jarang bicara dengan klien
DX Kep : Koping keluarga inefektif
Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Klien mengatakan menyukai bagian matanya karena bisa untuk melihat dan
klien tidak menyukai telinganya dikarenakan klien sering mendengar
sesuatu yang tidak jelas menjadikan iya sulit tidur.
b. Identitas Diri
Klien mengatakan dirinya seorang laki-laki yang bernama Sdr. A, berusia
23 tahun, tinggal di Mojokerto dan klien mengatakan bangga menjadi laki-
laki.
c. Peran
Sebelum klien sakit iya bekerja untuk keperluannnya sendiri tetapi setelah
sakit iya menjadi malas kerja karena gampang capek.
Peran saat dirawat : hanya tidur,
d. Ideal Diri
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan jika sudah keluar rumah sakit
jiwa, klien ingin bekerja di pabrik seperti sebelum sakit dan klien berharap
bisa kumpul dengan keluarganya.
e. Harga Diri
Klien merasa tidak berguna denngan keadaannya dank lien merasa tidak
ada yang menyukainya.
Diagnosa Keperawatan :HDR Situasional
Hubungan Sosial
a. Orang Klien yang berarti/terdekat : Orang yang paling terdekat dan paling
berarti bagi klien adalah kakaknya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok
Klien mengatakan saya merasa malas berinteraksi dengan orang lain
karena saya tidak ada minat sehingga saya lebih suka menyendiri.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan malas berbicara dengan temanya karena yang di ajak
mengobrol sering tidak nyambung, sehingga klien lebih sering menyendiri.
Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Klien beragama islam dan menyakin bahwa Allah itu
satu dan segala hal sudah di atur oleh Allah
b. Kegiatan ibadah: klien mengatakan saat dirumah iya sangat rajin beribadah
tetapi semenjak di rumah sakit iya jarang melakukan sholat.
Diagnosa Keperawatan :gangguan pemenuhan spiritual
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum: cukup, kooperatif, tenang, pakaian rapi.
2. Tanda Vital:
TD :110/70 mmHg,
Nadi : 82x/menit,
Suhu : 36 ºC.
RR : 20 x/menit.
Aspek pengetahuan
Klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang
kurang tentang penyakitnya saat ini
Diagnosa Keperawatan: Kurang pengetahuan tentang penyakit yang di
derita.
X. DAFTAR MASALAH
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Resiko bunuh diri
3. Isolasi sosial: Menarik diri
4. Perubahan proses pikir
Pperawat : mengulang Sp 1 – 4
P : Perkenalan nama saya P: memandang klien P: perawat merasa klien K: mengerti dengan Memperkenalkan diri dapat
adalah erine fibriani, sambil tersenyum dan harus diberi pendekatan kedatangan perawat menciptakan rasa percaya pada klien
biasa dipanggil erine, menjulurkan tangan dan dijelaskan maksud terhadap perawat
saya mahasiswa kepada klien kedatangan perawat
poltekkes malang
yang praktek di
ruangan camar ini
selama 2 minggu dan
saya akan merawat
mas.
K: iya. . .
K: klien mau berjabat
tangan dan menyebut
nama.
P: nama mas siapa?
Umurnya berapa? P: memandang klien P: perawat ingin tahu nama K: klien bisa menerima Dengan mengenal nama klien dan
Berasal dari mana? sambil tersenyum klien dan merasa klien kedatangan perawat pasien sudah mengenal perawat maka
K: A, 22 tahun, jombang memulai bisa lebih dekat akan memudahkan proses interaksi
K: menyebutkan nama, dengan perawat dan
umur dan alamat butuh lagi waktuuntuk
lebih mengenal dan dekat
dengan perawat
P:lebih senang dipanggil P: memandang klien P: ingin melanjutkan K: sudah mengerti dengan Dapat mengetahui panggilan kesukaan
apa? Mas apa pak? sambil tersenyum komunikasi dan interaksi kedatangan perawat dan pasien
K: mas saja K: klien mau memandang lebih dalam merasa mulai kenal
perawat dan dengan perawat
menjawab pertanyaan
perawat
P: bagaimana kabar mas P: memandang klien P: mencoba menggali kondisi K: klien menjawab Menunjukkan perhatian sehingga bisa
pada pagi hari ini? sambil tersenyum klien dan merasa pertanyaan dengan menjalin rasa percaya
K: baik K: ekspresi wajah datar pertanyaan dijawab singkat
P: apa yang terjadi dengan benar
sehingga mas dibawa P: memandang klien P: mencoba menggali K: menduga-duga arah Mengetahui kedatangan pasien ke RSJ
kesini penyebab klien dibawa pertanyaan dan mulai sehingga memudahkan dalam
K : saya hampir bunuh K: ekspresi wajah datar ke RSJ lawang dan berfikir dan merasa merumuskan masalah keperawatan
diri mas naik atap merasa senang dengan tidak terganggu oleh
rumah karena cinta tanggapan klien perawat
saya ditolak
P : saya senang bisa P: memandang klien P : ingin membantu klien K: mampu menjawab Kontrak berikutnya harus mendapat
berkenalan dengan sambil tersenyum mengenal halusinasinya. pertanyaan yang persetujuan klien.
mas hari ini, diberikan perawat
bagaimana kalau kita
berbincang-bincang
untuk lebih saling
mengenal.
P :apakah mas P : menatap klien P : ingin mengetahui isi K: mampu menjawab semua Dapat mengetahui isi halusinasi
mendengar suara – halusinasi pertanyaan perawat.
suara tanpa wujud?
K : Kadang – kadang. K : menjawab singkat
P : Apa yang dikatakan P : memandang klien P : memandang klien sambil K : merasa pertanyaan Isi halusinasinya merupakan isi yang
suara itu? tersenyum. mendapat respon dari menyebabkan gangguan jiwa.
K : Cuma suara angin dan K : memperhatikan klien
air perawat
P : kapan suara itu P : memandang klien P : ingin mengetahui waktu K : menjawab dengan Dapat mengetahui waktu halusinasi
datang? sambil tersenyum halusinasi singkat. datang.
K : malam hari K : menjawab.
P : apa yang mas lakukan P : memperhatikan klien P : ingin mengetahui cara K : menjawab cara untuk Mengontrol halusinasi yang tepat
jika suara itu datang? yang di gunakan klien mengontrol halusinasi. dapat mengurangi dan mempercepat
dalam mengontrol proses kesembuhan.
K : menghardik K : menjawab dengan halusinasi
singkat
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PERTEMUAN 1
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS : Klien merasa mendengar suara-suara bisikan angin dan air sering
muncul saat klien sedang sendirian dan saat malam hari sehingga klien
sering merasa bingung dan tidak bisa tidur
DO : - Klien menyendiri
- diajak berbicara menatap lawan bicara pandangan kosong
- ekspresi muka murung
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
3. Tujuan
Tujuan umum: Klien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya
Tujuan khusus
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya
2). Klien dapat mengenal halusinasinya
3). Klien dapat menghardik halusinasi
4. Tindakan Keperawatan
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasinya
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasinya
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Orientasi
Salam terapiutik
“Selamat pagi ....?” perkenalkan nama saya ......, saya senang di
panggil Erine, saya mahasiswi Poltekkes ...., disini saya praktek ...
minggu yang akan merawat.....? Nama ....siapa?.....Senang di panggil
apa? Bagaimana perasaan......hari ini? apa yang ....rasakan saat ini?,
Baiklah ...., bagaimana kalau kita berbincang bincang tentang suara
yang selama ini .....dengar? Diamana kita duduk? disini (tempat tidur)
atau halaman belakang, berapa lama? bagaimana kalau 15 menit?
Kalau masih kurang bisa kita tambahkan lagi.
Fase kerja
“Apakah ....mendengar suara tampa wujud?, terdengar seperti apa
suara itu?, apakah mas mendengar suara itu terus menerus / sewaktu
waktu? Pada saat apa suara itu mas dengar? Berapa kali sehari mas
alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar.....? Apakah ada waktu
tersendiri .....?Apakah yang ....rasakan saat mendengar suara itu?
Apakah yang ....lakukan jika mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara suara yang mas dengar hilang? Bagaimana kalau kita
belajar cara cara untuk mencegah suara suara itu muncul? Cara
pertama yaitu dengan menghardik suara tersebut mas, yang kedua
dengan cara bercakap cakap dengan orang lain, ketiga melakukan
kegiatan sesuai jadwal dan yang keempat minum obat secara teratur.
Bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu, yaitu dengan menghardik,
caranya begini….., saat suara suara itu muncul, langsung .....tutup
telinga dan bilang, pergi..pergi…saya tidak mau dengar,saya tidak mau
dengar kamu suara palsu..begitu mas di ulang ulang sampai suara itu
tidak terdengar lagi.
Coba ......peragakan !!nah ,,,begitu mas !coba lagi .... !! iya bagus
....sudah bisa,,.
Fase terminasi
1). Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan .....setelah peragaan latihan tadi?”
2). Evaluasi obyektif
“ Kalau suara itu muncul lagi, coba ....usir suara tersebut !
3). Rencana tindak lanjut
“ Bagaimana kalau kita buat jadwal latihan, ....mau jam berapa
latihannya?
4). Kontrak
“ Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara suara dengan cara yang ke dua? Kapan ....?
Bagaimana kalau besok jam 11.00 selama 15 menit ....setuju? Dimana
tempat kita besok berdiskusi .....? Baiklah sampai bertemu besok lagi
ya .....!!
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PERTEMUAN 2
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS : Klien masih mendengar bisikan angin dan air
DO : - Klien menyendiri diatas kasur
- ekspresi muka murung
- menatap lawan bicara pandangan kosong
2. Diagnosa Keperawatan
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan masih mendengar suara - suara
DO : - Klien menyendiri
- ekspresi murung
- menatap lawan bicara pandangan kosong
2. Diagnosa Keperawatan
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan mendengar suara – suara bisikan angin dan air
DO : - Klien menyendiri di atas kasur
- Ekspresi klien murung
2. Diagnosa Keperawatan
Arah gelisah
Pada halusinasi dengar karakteristiknya yaitu:
Mendengar suara-suara atau bisikan,
paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai
ke percakapan lengkap antara dua orang
atau lebih tentang orang yang
mengalami halusinasi
Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang dapat membahayakan.
Berdasarkan tanda dan gejala dari teori yang ditemukan di atas, pasien
memiliki tanda gejala gangguan persepsi sensori halusinasi. Hal ini
membuktikan pasien mengalami halusinasi khususnya yaitu halusinasi
pendengaran.
Faktor Factor predisposisi adalah factor resiko yang Faktor klien mengalami
predisposisi mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang gangguan persepsi
dapat dibangkitkan oleh individu untuk sensori halusinasi
mengatasi stress. Factor predisposisi dapat adalah klien tidak
meliputi: memiliki riwayat
Faktor perkembangan gangguan jiwa.
Faktor sosio kultur biokimia
Faktor psikologis, dan
Faktor genetik
Berdasarkan faktor predisposisi yang ada. Hal ini sudah membuktikan
klien memiliki faktor yang memang dimiliki oleh klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi
Sumber Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan Kemampuan personal
koping strategi seseorang. Individu dapat mengatasi : jika ada masalah klien
stress dan ansietas dengan menggunakan tidak mau bercerita
sumber koping yang ada di lingkungan. kepada siapapun dan
Dukungan social dan keyakinan budaya dapat lebih banyak di pendam
membantu seseorang dapat mengintegrasikan sendiri.
pengalaman yang menimbulkan stress dan Dukungan sosial :
mengadopsi strategi koping yang efektif klien tidak pernah
bercerita tentang
masalahnya kepada
pasien lain tetapi
kadang temannya
bertanya tetapi tidak di
jawab.
Keyakinan positif :
Klien memiliki
kemauan untuk sembuh
dan cepat pulang.
Dapat disimpulkan bahwa klien memiliki keyakinan positif yang dapat
memotivasi klien untuk melakukan usaha untuk sembuh
Mekanisme Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang Mekanisme koping
koping diharapkan pada pengendalian stress, upaya yang di gunakan Sdr. A
penyelesaian masalah secara langsung dan adalah maladaptive.
mekanisme pertahanan lain yang digunakan Terbukti klien berbicara
untuk melindungi diri. dengan satu klien saja
yang ada di ruangan,
dan klien menghindar
dari klien yang lainnya.
Mekanisme koping pasien adalah maladaptive
Dari pengkajian yang telah di lakukan, gangguan yang paling menonjol adalah
gangguan persepsi sensori halusinasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien Sdr.A dengan gangguan persepsi sensori halusinasi. Dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat persamaan antara teori dasar gangguan persepsi sensori
halusinasi dengan pasien kelolaan gangguan persepsi sensori halusinasi
baik secara definisi, tanda dan gejala, sumber koping, mekanisme koping.
2. Membina hubungan saling percaya dengan klien gangguan persepsi
sensori halusinasi merupakan tindakan utama yang harus dilakukan oleh
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori halusinasi
3. Melatih klien berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain secara terus
menerus penting dilakukan untuk mengatasi gangguan persepsi sensori
halusinasi
5.2 Saran
Dari kesimpulan diatas kami menyarankan sebagai berikut:
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi
hendaknya hubungan salin percaya dilakukan secara bertahap, mulai dari
perawat kemudian perawat lain serta pada klien lainnya
2. Kontrak yang dibuat bersama klien hendaknya dilakukan secara konsisten
3. Memberikan reinforcement positif setiap melakukan kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN
(Basic Course). Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna, dkk. 2009. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
Keliat, Budi Anna, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Stuart, Gail W & Laraian. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta EGC