Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis tubuh terhadap
suatu gangguan dari faktor eksternal. Respon inflamasi berhubungan erat dengan
proses penyembuhan, karena inflamasi menghancurkan agen penyebab jejas dan
menyebabkan rangkaian kejadian yan bertujuan untuk menyembuhkan atau
memperbaiki jaringan yang rusak. Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar, yaitu
inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah radang yang
berlangsung relative singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan
ditandai dengan perubahan askuler, eksudasi cairan dan protein plasma serta
akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi
inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflammasi kronis
adalah respon proliferasi dimana terjadi proliferasi fibroblast, endothelium
vaskuler, dan infiltrasi sel monokuler. Respon peradangan meliputi suatu
perangkat kompleks.
Setiap manusia pasti pernah mengalami peradangan pada tubuhnya. Saat
tergores benda tajam, saat terbentur, atau saat timbul jerawat. Hal itu
menumbulkan rasa yang tidak nyaman, seperti timbul rasa nyeri, luka memerah,
timbul benjolan, terasa panas dan tidak berfungsinya anggota tubuh yang terluka
seperti biasanya. Dari hal-hal yang muncul tersebut diatas memiliki berbagai
faktor yang menyebabkan inflamasi itu terjadi. Proses yang dijalani dari
pembentukkan luka sampai terjadi inflamasi tersebut juga patut kita selidiki. Kita
patut menyelidiki tentang apa itu inflamasi hingga penyebabnya agar kita dapat
meminimalisirn terjadinya inflamasi
1.2 Rumusah Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan inflamasi?


2. Apa yang menyebabkan terjadinya inflamasi?

1.3 Tujuan

1. Memberikan informasi mengenai apa yang dimaksud dengan inflamasi.


2. Memberikan informasi mengenai penyebabkan terjadinya inflamasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Inflamasi


Radang adalah reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cidera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung
(sekuester) baik agen pencidera maupun jaringan yang cidera itu.

Radang juga merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen


yang membahayakan jaringan atau mencegah agen ini menyebar lebih luas
sehingga mengakibatkan jaringan yang cedera diperbaharui atau di ganti dengan
jaringan baru.

Peradangan atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan asal. Inflamasi melaksanakan tugas
pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen
berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan
berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat
terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait serta dengan proses
perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim,
dan atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa.

Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan
oleh faktor eksternal. Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar.

1. Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relatif singkat, dari


beberapamenit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan
vaskular, eksudasicairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang
menonjol. Inflamasiakut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi
kronis.
2. Inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi
kronisadalah respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas,
endotheliumvaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma
dan makrofag). Respon peradangan meliputi suatu perangkat kompleks
yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular. (Siti. 2014)

2.2 Sel-Sel Radang

A. Sel polimorfonukleus netrofil (mikrofag) terdiri dari leukosit polimorfonukleus


(netrofil, eosinofil, basofil) :
1. Netrofil: Utama untuk fagositosis. Dibantu zat-zat anti, mempererat
kontak leukosit
2. Basofil: Pertahanan pertama karena dapat migrasi dengan segera dan
dalam jumlah yang besar. Tidak berdaya pada kuman-kuman tertentu
seperti tuberculosis
3. Eosinofil: Jumlahnya bertambah dalam keadaan alergi, asthma,
hipersensitif terhadap kedatangan parasit terutama cacing. Khemoktasis
dan fagositosis lebih rendah dari netrofil
B. Sel fagositik besar berinti bulat (makrofag)
1. Dalam darah: Monosit (sebagian juga dari jaringan)
2. Dalam jaringan: Makrofag, histiosit, sel kurrer, sel retikuendotel, sel
datia.
3. Sel kupffer: makrofag yang melapisi sinus-sinus pada hati, daya fagosit
sangat besar sehingga darah yang melalui hati steril
4. Sel retikuendotel: sel yang melapisi sinus-sinus kelenjar getah bening,
sumsum tulang dan limpa
5. Sel datia: sel besar berinti banyak, perubahan dari makrofag pada
keadaan-keadaan tertentu,Beberapa sel bersatu krn pembelahan inti
yang tidak disertai pembelahan protoplasma
6. Limfosit: dapat menghasilkan gammaglobulin (bag protein dari zat
anti), Meningkat pada radang menahun.
7. Sel plasma: tidak terdapat di dalam darah, membuat gamma globulin
yang berfungsi sebagai zat anti. (Adam. 1995)

2.3 Tanda-tanda Inflamasi


Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik: nyeri (dolor), panas
(kolor),kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa).
Secarahistologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi
arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah;
eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam
focusperadangan.

Tanda-tanda cardinal inflamsi :

1. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerahyang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan
demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut
hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena
peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan
diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamine (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
2. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 37°C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah
peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah
yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak
daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak
terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh,
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C,
hyperemia local tidak menimbulkan perubahan.
3. Dolor (nyeri)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan
berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine
atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan
pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang
meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan
rasa sakit.
4. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada
lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah
putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.
5. Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang.
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi
belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang. (Robbins, Stanley L dan Kumar, Vinay. 1995)
2.4 Penyebab Terjadinya Inflamasi
Inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin,
menyebabkan alergi, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi), Termal
(suhu), dan Mikroba (infeksi penyakit).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Radang adalah reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cidera


atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau
mengurung (sekuester) baik agen pencidera maupun jaringan yang cidera itu.
Inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin,
menyebabkan alergi, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi),
Termal (suhu), dan Mikroba (infeksi penyakit).
DAFTAR PUSTAKA

Syamsunir, Adam. 1995. Dasar-Dasar Patologi seri keperawatan. EGC, Penerbit


Buku Kedokteran, Jakarta.

Holisoh, Siti. 2014. Radang. http://sitiholisoh.blogspot.com/2014/07/makalah-


radang.html. Diakses pada tanggal 24 September 2018.

Irwansyah. 2011. Patologi Umum Radang. http://irwansyah-hukum.blogspot.com


/2011/09/makalah-patologi-umum-radang.html. Diakses pada tanggal 24
September 2018.

Robbins, Stanley L dan Kumar, Vinay. 1995. Buku Ajar Patologi I edisi 4. EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai