Anda di halaman 1dari 9

Komunikasi dan Empati

Adelita Ayu K (102013080)


Handy Hartanto (102013142)
Katarina Dewi Sartika (102013157)
Iren Christine Messakh (102013244)
Ivan Yoseph Saputra (102013272)
Amarce E. Yoteni (102013328)
Anthonius R.M Carlos Ora Adja (102013401)
Sinta Wulansari (102013429)
Amuza Lechimi Kanthan (102013530)
Syahmi Safiq Bin Azmei (102013534)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana


Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510.Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Komunikasi dibatasi oleh latar belakang sosial dan budaya. Semakin mirip latar
belakang sosial budaya, semakin efektiflah komunikasi. Dalam kenyataanya, tidak pernah
ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar yang dilahirkan dan diasuh
dalam keluarga yang sama, diberi makanan yang sama dan dididik dengan cara yang
sama. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa,
tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling
tertarik dan pada giliranya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih
efektif. Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang-orang yang berkomunikasi
lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak
memahami bahasa yang sama.4
Komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya latar belakang sosial budaya. Oleh
sebab itu diperlukan komunikasi empati, yaitu komunikasi untuk terlebih dahulu
mengerti orang lain, memahami karakter dan maksud atau peran orang lain. Dalam
berkomunikasi efektif dibutuhkan juga kemampuan analisis transaksional, kemampuan
ini berfungsi untuk menganalis kepribadian dan drama kehidupan seseorang. Komunikasi
empati dan komunikasi efektif menjadi landasan bagi seseorang untuk aktualisasi diri dan
mengembangkan komunikasi sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario Masalah
Pada waktu mengikuti kegiatan anak jalanan, mahasiswa berupaya melakukan
komunikasi dan empati pada seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, tidak sekolah,
pekerjaanya mengemis di lampu merah. Sering kucing-kucingan dengan polisi.

2.2 Rumusan Masalah


Komunikasi oleh mahasiswa terhadap anak laki–laki berusia 10 tahun yang tidak
bersekolah, dan bekerja sebagai pengemis di lampu merah.
2.3 Hipotesis

Mahasiswa menerapkan Analisis Transaksional dan Komunikasi Empati terhadap


anak jalanan berumur 10 tahun tersebut.

2.4 Analisis Masalah

Komunikasi Sosial

Analisis Komunikasi dengan Komunikasi


Transaksional Anak Jalanan Efektif

Komunikasi
Empati

3
2.5 PembahasanMasalah
2.5.1 Komunikasi
Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahas latin : communicatio. Istilah ini
berasal dari kata “communis” yang berarti “sama”. Sama yang dimaksudkan disini adalah
sama makna atau arti. Jadi komunikasi terjadi apabila informasi yang disampaikan oleh
komunikator (pemberi pesan) dan diterima oleh komunikan (penerima pesan) dimaknai
oleh kedua belah pihak secara sama.3
Komunikasi adalah proses interaksi penuh makna antara individu satu dengan yang
lain sehingga terjadi sebuah pemahaman.5

Berdasarkan definisi diatas, komunikasi terbagi atas 2 : Komunikasi verbal dan


Komunikasi nonverbal.

 Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi menggunakan kata-kata maupun berupa
tulisan.
Komunikasi verbal mencakup aspek-aspek berupa :
a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan
disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi
penting dalam berkomunikasi.
b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan
bicara dapat diaturdengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatic sehingga pesan
akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi
suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan
catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa
mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan
satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.

4
e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan
jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat
menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.

 Komunikasi Non Verbal


• Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal secara tidak sadar lebih banyak kita lakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Komunikasi non verbal terwakili oleh bahasa tubuh seperti;
• Isyarat tangan
• Gerakan kepala
• Ekspresi wajah
• Tatapan mata
• Penampilan fisik
• Busana
• Bau-bauan.4
Pada skenario B, Mahasiswa dapat melakukan pendekatan terhadap anak jalanan
melalui komunikasi efektif. Komunikasi verbal dapat dilakukan dengan bahasa yang
sederhana, menceritakan sedikit humor yang tidak menghina atau merendahkan anak
tersebut, tidak tergesa-gesa saat berbicara. Sementara komunikasi non verbal ditunjukan
dengan ekspresi wajah yang nyaman, penampilan fisik yang wajar, dan busana yang
sederhana.

5
2.5.2 Empati
Empati berasal dari BahasaYunani yang berarti "ketertarikan fisik". Dasar empati
adalah kasih sayang. Empati di definisikan sebagai respons afektif (peka akan perasaan
orang lain), kognitif (mengerti kebutuhan orang), dan psikomotor (perilaku yang peka
pada distress emosional orang lain).2

Pada skenario B, mahasiswa melakukan komunikasi empati dengan cara tidak


menyinggung perasaan dari anak jalanan. Tidak menyinggung perasaak, fisik, dan
mental, ditunjukan baik secara verbal maupun secara non verbal. Menanggapi perkataan
anak tersebut secara bijak.

2.5.3 Analisis Transaksional

Analisis transaksional adalah metode yang menyelidiki hubungan timbal balik


antara orang dengan menentukan bagian-bagian apa dari partner-partner hubungan itu
bermain. Teori analisa transaksional menjelaskan bahwa sifat dari suatu transaksi
dibentuk oleh keadaan ago atau begian ego (ego states) pada saat tertentu dari orang yang
sedang berinteraksi.
Unsur ego yang melekat dalam diri seseorang tidak terbatas oleh umur, terbagi
dalam 3 oknum, yaitu;
1. Orang tua (Parent)
Oknum orang tua dalam diri sesorang ditunjukan melalui perasaan dan perilaku
yang menyerupai peran-peran orang tua (dalam arti sesungguhnya) dan otoritas lainnya.
Persepsi, perasaan, dan reaksi-reaksi terhadap figur ini terprogram ke dalam kepribadian
dan menjadi satu bagian yang permanen. Oknum Parent bersifat proteksi, superior,
otoriter, dan kepuasan maupun bersifat megasuh, mencela, ataupun menghakimi ( jangan,
harus, ingat, awas, ...!!!dll).

2. Dewasa (adult)
Oknum dewasa mengelolah persoalan dengan berpangkal pada data dan fakta.
Bagian ini semacam “komputer” atau bagian yang mengolah data dan fakta untuk
membuat keputusan yang rasional. Bagian dewasa bersifat objektif, menganalisa,
berpikir, penguasaan diri dan berdasarkan realitas

6
3. Kanak-kanak (child)
Oknum child memiliki perasaan dan pola perilaku seperti yang dimiliki seseorang
anak. Oknum child mempunyai ciri-ciri “wajar” artinya dapat bertindak sendiri bebas
dari pengaruh bagian orang tua dan “adaptive” untuk memuaskan bagian orang tua dalam
diri manusia tersebut. Child bersifat bebas, immature, rasa ingin tahu besar, spontan,
malu-malu, kadang penurut dan pasif, kadang tidak bertanggung jawab & pemberontak.

Dalam skenario B, mahasiswa dapat melakukan analisis transaksional dengan cara


menanggapi komunikasi anak jalanan dengan oknum yang sesuai. Misalnya, jika anak
jalanan beroknum child => parent mahasiswa dapat menanggapinya secara positif dengan
oknum child => child ataupun parent-child. Jangan menanggapi anak tersebut dengan
oknum apapun secara negatif, karena dapat merusak komunikasi. Jangan menanggapi
dengan komunikasi terputus, misalnya anak jalanan berkomunikasi secara adult => adult,
ditanggapi dengan oknum parent => child.

2.5.4 Komunikasi sosial

Komunikasi sosial mengacu pada komunikasi untuk membangun konsep diri,


kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan
aktualisasi diri. Komunikasi sosial yang baik dapat ditingkatkan dengan melatih
komunikasi empati dan komunikasi efektif. Komunikasi efektif mempermudah seseorang
dalam memupuk hubungan, sehingga komunikasi sosial dapat menjadi lebih baik.
Komunikasi sosial dapat ditunjukan melalui kerja sama dengan masyarakat (Individu,
Kelompok, Desa, Kota, Negara, dan lain-lain).

Pada skenario B, perwujudan komunikasi sosial dilakukan oleh mahasiswa dengan


mengikuti kegiatan anak jalanan. Apabila didukung oleh komunikasi efektif dan
komunikasi empati, kebutuhan aktualisasi diri akan lebih terpenuhi.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Komunikasi merupakan interaksi sosial antar manusia sehingga terjadi sebuah


pemahaman baik, komunikasi efektif dapat diaplikasikan melalui komunikasi verbal
maupun non verbal. Tetapi tidaklah mudah untuk membuat komunikasi yang berjalan
dengan efektif, perbedaan budaya, status sosial-ekonomi dan keterbatasan bahasa
menghambat terjadinya komunikasi efektif. Untuk itu dibutuhkan empati, di mana
seseorang merasakan dan mengerti (menjadi sama) karakter, peranan, dan maksud dari
orang lain. Analisis transaksional membantu seseorang untuk lebih mengerti kepribadian,
cerita hidup, pengalaman, dan pemikiran dari orang lain sehingga seseorang dapat lebih
mudah melakukan komunikasi empati. Setelah berhasil berkomunikasi secara efektif
maka kebutuhan aktualisasi diri melalui komunikasi sosial akan lebih mudah diperoleh.

8
DAFTAR PUSTAKA
1. Baron, Byrne..Psikologi Sosial. Ed. 2. Jakarta: Erlangga. Hal 111.
2. Debra Roter,Judith A. Hall; Doctors Talking With Patients/Patients Talking With
Doctors: Improving communication in medical visits Ed.2nd; 2006; Westport;
Greenwood Publishing Group, Inc; Hal 12.
3. Mulyana, Deddy; Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar; 2009; Bandung; Penerbit PT
Remaja Rosdakarya. Hal 117
4. Mulyana, Deddy; Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar; 2009; Bandung; Penerbit PT
Remaja Rosdakarya. Hal 341-404
5. Soetjiningsih. 2008. Modul Komunikasi Pasien Dokter (Suatu Pendekatan Holistik).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Anda mungkin juga menyukai