Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN SINGKAT

PRAKTIKUM ILMU TEKNIK KIMIA I

NAMA PERCOBAAN : SEDIMENTASI


HARI/TGL PERCOBAAN : ............................................... 2018
KELOMPOK : ..... (.........................)
NAMA PRAKTIKAN/NIM : MHD DEDI ANGGREAWAN/150405060

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
ABSTRAK
Sedimentasi adalah pengendapan (settling) partikel-partikel dari suspensi. Pada
sedimentasi partikel-partikel dipisahkan dari fluida akibat gaya gravitasi yang
bekerja pada pertikel-pertikel tersebut. Percobaan ini terdiri dari percobaan dengan
tujuan masing-masing yaitu untuk melaksanakan proses pemisahan secara mekanik,
memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi, dan untuk
mengestimasi kecepatan settling partikel. Bahan-bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah aquadest, isopropanol dan semen Holcim, sedangkan peralatan
utama yang digunakan antara lain gelas ukur 1 liter, penggaris, batang pengaduk,
ayakan 100 dan 140 mesh dan stopwatch. Adapun prosedur singkatnya adalah bahan
dibuat sesuai dengan konsentrasinya, yaitu 45 gr/l dan 55 gr/l diaduk hingga
homogen maka penghitungan waktu dimulai dimana setiap interval waktu 2 menit
dicatat tinggi antarmuka antara cairan jernih dan suspensi keruh. Pengambilan data
selesai pada saat tinggi antarmuka telah konstan. Percobaan diulangi dengan
konsentrasi dan ukuran partikel yang lain. Hasil yang diperoleh yaitu konsentrasi
bahan yang digunakan berbanding lurus dengan lama waktu pengendapan. Laju
pengendapan lebih cepat terjadi dengan pelarut aquadest daripada pelarut
isopropanol. Diketahui juga bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
pengendapan partikel adalah konsentrasi, berat jenis, ukuran partikel, temperatur, dan
bentuk partikelnya.

Kata kunci: Sedimentasi, suspensi, waktu pengendapan, pemisahan, konsentrasi.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sedimentasi yang merupakan pengendapan partikel dari suspensi merupakan
masalah yang sering ditemui dalam praktik teknik kimia. Terutama ketika kita
hendak memisahkan partikel-partikel dari alur fluida sehingga fluida tersebut bebas
dari kontaminan partikel, lalu untuk memulihkan partikel-partikel sebagai produk
(seperti pemulihan fasa terdispersi pada ekstraksi cair-cair), serta untuk memisahkan
partikel-partikel menjadi fraksi-fraksi dengan ukuran atau densitas yang berbeda
dengan cara menyuspensikan partikel-pertikel tersebut kedalam sesuatu fluida.
Transpor sedimen merupakan salah satu fenomena alam yang sering dijumpai
pada berbagai macam saluran terbuka, sungai-sungai alam dan reservoar (waduk).
Dalam bidang rekayasa keairan, studi transpor sedimen dengan segala fenomenanya
merupakan suatu hal yang sangat penting, diperlukan dalam merencanakan,
merancang dan mengoperasikan bangunan air dan pembuangan (Yusuf, 2012).
Karena pentingnya pemahaman tentang proses sedimentasi dengan mengingat
aplikasinya yang begitu luas dalam bidang industri maka perlu dilakukan suatu
percobaan sedimentasi dengan tujuan untuk melaksanakan proses pemisahan secara
mekanik dan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
sedimentasi, serta mengestimasi kecepatan settling partikel.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah dari percobaan Sedimentasi ini adalah :
1. Bagaimana bahan yang akan di percobakan akan mengendap di dalam wadah
yang telah disediakan dengan masing-masing variasi konsentrasi dan ukuran
partikel.
2. Bagaimana sedimentasi itu dapat berlangsung.
3. Bagaimana perbandingan yang terjadi pada ukuran partikel yang berbeda untuk
variasi konsentrasi dan waktu.
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan Sedimentasi adalah:
1. Untuk mengetahui cara melaksanakan proses pemisahan secara mekanik.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi.
3. Untuk mengetahui mengestimasi kecepatan settling partikel.

1.4 Manfaat Percobaan


Manfaat yang dapat diperoleh praktikan dari percobaan ini adalah:
1. Dapat mengetahui bagaimana terjadinya proses sedimentasi.
2. Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sedimentasi.
3. Dapat mengaplikasikan sedimentasi dalam industri.

1.5 Ruang Lingkup Percobaan


Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan kondisi ruangan:
Tekanan udara : 760 mmHg
Suhu : 30 °C
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah semen Holcim,
isopropanol dan aquadest. Alat yang digunakan adalah ayakan 100 mesh dan 140
mesh, gelas ukur, neraca, penggaris, senter, stopwatch dan batang pengaduk.
Pada percobaan Sedimentasi dilakukan pada gelas ukur 1 liter dengan variasi
konsentrasi masing-masing yang akan dilakukan yaitu 45 gr/liter dan 55 gr/liter
dengan waktu pengambilan datanya adalah setiap 2 menit hingga hasil yang
diperoleh konstan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam
pengolahan air bersih (IPAM), maupun dalam pengolahan air limbah (IPAL). Ada
empat kelas atau jenis pengendapan partikel secara umum yang didasarkan pada
konsentrasi dari partikel yang saling berhubungan. Kriteria ini secara langsung
mempengaruhi konstruksi dan disain sedimentasi. Empat jenis Pengendapan tersebut
adalah masing-masing terjadi pada pengolahan air bersih maupun pengolahan air
limbah.
Pertama adalah discrete settling adalah pengendapan yang
memerlukan konsentrasi suspended solid yang paling rendah, sehingga analisisnya
menjadi yang paling sederhana. Di dalam discrete settling, partikel secara individu
mengendap dengan bebas dan tidak mengganggu atau tidak mencampuri
pengendapan dari partikel lainnya. Contoh aplikasi dari discrete settling adalah grit
chambers.
Jenis pengendapan kedua adalah flocculant settling. Pada flocculant settling
inilah konsentrasi partikel cukup tinggi terjadi pada penggumpalan (agglomeration).
Peningkatan rata-rata massa partikel ini menyebabkan partikel karam lebih cepat.
Flocculant settling banyak digunakan pada primary clarifier.
Jenis yang ketiga adalah hindred settling. Di dalam hindred settling, atau zone
settling, konsentrasi partikel adalah tidak terlalu tinggi (cukup) kemudian partikel
bercampur dengan partikel lainnya dan kemudian mereka karam bersama-sama.
Hindred settling sebagian besar digunakan di dalam secondary clarifiers.
Jenis terakhir adalah compression settling. Compression settling berada pada
konsentrasi yang paling tinggi pada suspended solid dan terjadi pada jangkauan yang
paling rendah dari clarifiers. Pengendapan partikel dengan cara memampatkan
(compressing) massa partikel dari bawah. Tekanan (compression) terjadi tidak
hanya di dalam zona yang paling rendah dari secondary clarifiers tetapi juga di
dalam tangki sludge thickening. Secara aktual sedimentasi terdiri dari rectangular
dan circular. Bak single-rectangular akan lebih ekonomis dibandingkan dengan
bak circular pada ukuran yang sama; bagaimanapun, jika banyak tangki diperlukan,
unit rectangular dapat dibangun dengan dinding pada umumnya dan menjadi yang
paling hemat (Syahputra, 2006 ).

Gambar 2.1 Primary Clarifier


(Syahputra, 2006)

Adapun jenis-jenis dari sedimentasi adalah sebagai berikut :


2.1.1 Discrete Particle Settling
Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh
karakteristik air dan partikel yang bersangkutan dan dapat diterangkan dengan
rumus-rumus sederhana dalam mekanika fluida. Yang dimaksud dengan discrete
particle adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun
berat selama partikel tersebut mengendap. Proses pengendapan partikel berlangsung
semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan
akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang ( aliran laminar ).
Akibat beratnya sendiri, partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari
rapat masa air akan bergerak vertikal ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang
tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force)
sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat
efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara
konstan dan disebut terminal settling velocity.
Gaya berat partikel dalam air (impelling force) merupakan resultan antara gaya
berat partikel dan gaya apung (buoyant force).
Fi = Fv – Fb ………………………………………(1)
dengan : Fi = gaya berat efektif partikel dalam air,
Fv = gaya berat partikel,
Fb = gaya apung.
Apabila Fv = ρs . g . Vp dan Fb = ρv . g . Vp, maka :
Fi = ( ρs – ρw ). g . Vp ………………………… (2)
dengan : ρs = rapat masa partikel,
ρw = rapat masa air,
g = percepatan gravitasi bumi,
Vp = volume partikel
Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air dipengaruhi
oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan
kekentalan air.
Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air dipengaruhi
oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan
kekentalan air.
Fd = ½ . CD . Ap . ρ . Vs2 …………………………… (3)
dengan : Fd = gaya hambatan,
Ap = luas proyeksi partikel,
Vs = kecepatan gerak partikel,
CD = koefisien hambatan.
Koefisien drag merupakan fungsi dari bentuk partikel dan bilangan Reynolds
(Re).
CD = 24/Re ………………………………….....……..(4)
Re = ( dp . ρw . Vs ) / µ ……………………………(5)
dengan : dp = diameter partikel,
µ = angka kekentalan dinamis.
Hubungan antara bentuk partikel, bilangan Reynolds dan koefisien drag dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.2 Koefisien drag dari spheres, disk dan silinder
( Geankoplis, 1993 )

Proses pengendapan berlangsung dengan kecepatan konstan dan keadaan ini


dicapai apabila Fi = FD, sehingga :
2 g (ρs-ρw) Vp
Vt = √ C . ρ ...................................................................................(6)
D w Ap
Dengan menganggap bahwa partikel yang diendapkan berbentuk bola, maka :
Vp 4⁄3 π (d⁄2)3 2 dy
= = ....................................................................... (7)
Ap π (d⁄2)2 3

selanjutnya :

4 g ρs-ρw
Vt =√[ ][ ] dy...............................................................................(8)
3 CD ρw

Dengan mensubstitusikan persamaan (4) dan (5) ke persamaan(8), maka


diperoleh :
g
Vt = (ρs-ρw) dp2................................................................................(9)
18 μ

Persamaan (9) ini disebut hukum stoke mengenai terminal settling velocity atau
kecepatan pengendapan.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka kolam pengendapan dirancang
berdasarkan ukuran butir yang paling dominan. Apabila kecepatan pengandapan
partikel tersebut vt , maka semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan
sama atau lebih besar dari vt akan diendapakan pada dasar kolam. Dengan demikian
apabila luas permukaan kolam A, maka besarnya laju pemisahan partikel dari aliran
air adalah :
Q = A . vt ……………………………………………………..….…….. (10)
Selanjutnya : vt = Q / A dan disebut laju pembebanan permukaan (surface
loading rate atau overflow rate ). Jadi laju pembebanan permukaan setara dengan
kecepatan pengandapan (Syahputra, 2006).

2.1.2 Flocculant Settling


Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai partikel
mandiri (discrete particle) tetapi sering membentuk gumpalan (flocculant particle)
selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel membentuk
gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat
pengendapannya.
Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan terjadi
tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi oleh
beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient
kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengaruh dari
variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan sedimentasi.
Karakteristik dari pengendapan partikel flok, dapat ditentukan dengan
percobaan yang menggunakan sebuah kolom pengendapan. Untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan digunakan kolom dengan tinggi 3 m dan diameter 150 mm, kolom
pengendapan dilengkapi dengan keran pengambil sampel air dengan jarak vertikal
0,6 m. Dengan hati-hati kolom diisi dengan larutan suspensi sehingga diperoleh
distribusi ukuran butir yang cukup seragam pada sepanjang kolom dan dijaga agar
partikel mengendap dalam suasana tenang (Syahputra, 2006).
Pengambilan sampel air dilakukan berdasarkan variasi waktu dan kedalaman
air. Untuk selanjutnya sampel air dianalisis kandungan partikelnya. Fraksi partikel
yang mengendap selanjutnya diplotkan dengan variasi waktu dan keadaan, seperti
disajikan pada gambar berikut:
Gambar 2.3 Kolom Pengendapan dan Kurva Pengendapan untuk Partikel Flokulan
(Syahputra, 2006)

2.1.3 Hindered Settling


Ketika konsentrasi suatu partikel dalam suatu suspensi ditingkatkan, maka
partikel-partikel akan menjadi sangat dekat satu sama lain sehingga menyebabkan
waktu pengendapan secara bebas partikel-partikel tersebut menjadi berkurang karena
cairan harus melewati daerah sempit di antara partikel-partikel bersebelahan yang
tumpang-tindih sehingga waktu pengendapannya lebih lama. Fenomena di mana
percepatan endapan partikel yang dihambat disebut dengan hindered settling.
Bentuk paling umum dari hindered settling adalah ketika konsentrasi partikel
begitu tinggi maka keseluruhan suspensi akan lama berada dalam satu zona yang
disebut zona settling. Zona ini sangat mudah untuk dikenali karena sangat jelas
terlihat. Gambar 2.4 memperlihatkan beberapa zona sedimentasi pada kolom batch-
settling. Selanjutnya setelah beberapa waktu bagian atas dari kolom akan mulai
membentuk suatu zona jernih yang bebas dari partikel. Zona ini akan terus
bertambah tingginya seiring proses pengendapan. Selain itu pada bagian bawah dari
suspensi juga akan mulai terbentuk zona endapan dari partikel yang semakin lama
semakin tinggi keatas sampai proses sedimentasi selesai.
Gambar 2.4 Test Kolom Settling pada Suspensi untuk Menentukan Beberapa Zona
Pengendapan
(Syahputra, 2006)

Aplikasi yang penting dari hindered settling adalah dalam mendesain sebuah
kolam sedimentasi untuk proses lumpur aktif. Hindered settling juga berperan besar
dalam proses penjernihan air.
Untuk menentukan hubungan antara kecepatan settling (Vp) dengan
konsentrasi volumetrik (Vs) pada hindered settling biasanya menggunakan
persamaan empiris dan analitik. Terdapat beberapa rumus untuk hubungan tersebut.
Persamaan Richardson menunjukkan bahwa:
Vp = Vs * En
Dimana Vp adalah kecepatan settling, Vs adalah konsentrasi volumetrik,
E = (1-c), merupakan lubang pori pada suspensi, c adalah total volum suspensi yang
ditempati oleh partikel dan n adalah indeks dari bilangan reynold dan ukuran dari
partikel (Syahputra, 2006).
2.1.4 Compression Settling
Konsentrasi partikel yang sangat tinggi dapat menimbulkan zona pengendapan
partikel yang mencapai batas lantai kolam pengendapan. Dimana masing-masing
partikel terus saling bersentuhan. Kelanjutan dari pengendapan dapat dicapai hanya
dengan pemberian kompresi yang akan mereduksi jumlah cairan .
Tipe pengendapan ini disebut compression settling. Yang diilustrasikan dengan
bagian paling bawah dari zona settling pada gambar 2.4 dimana endapan pada bagian
bawah mengalami kompresi dibawah berat partikel diatasnya.
Salah satu aplikasi dari compression settling adalah digunakan dalam proses
pengentalan dengan gravitasi (Syahputra, 2006).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan


Pengendapan partikel dalam air dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1. Ukuran partikel
Semakin besar semakin cepat mengendap dan semakin banyak yang terendapkan.
2. Kelarutan endapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fasa padat keluar dari
larutan. Endapan berupa kristal dan koloid. Endapan terbentuk jika larutan
menjadi jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan juga dipengaruhi oleh
sifat dan konsentrasi zat lain. Ada perbedaan mencolok antara efek ion sekutu (ion
sejenis) dengan ion asing. Ion sekutu adalah suatu ion yang merupakan salah satu
bahan endapan. Pada perak nitrat misalnya, baik ion perak maupun ion nitrat
merupakan ion sekutu. Kelarutan endapan dalam air akan berkurang jika dalam
larutan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan. Penambahan
kation atau anion yang sama akan mengurangi konsentrasi ion pengendapan
sehingga endapan ion garam akan bertambah.
3. Struktur morfologi dan kemurnian endapan
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung pada laju
pembentukan inti dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti dinyatakan
dengan jumlah inti yang terbentuk persatuan waktu. Semakin tinggi laju
pembentukan inti semakin banyak pula kristal yang terbentuk.Ukuran dan bentuk
partikel akan mempengaruhi ratio permukaan terhadap volume partikel.
4. Keadaan koloid
Dalam analisa kualitatif, kadang-kadang terjadi ketidakmunculan suatu zat sebagai
endapan ketika pereaksi terdapat dalam konsentrasi. Konsentrasi partikel
mempengaruhi pemilihan tipe bak sedimentasi.
5. Temperatur
Temperatur mempengaruhi viskositas dan berat jenis cairan (Setyoko, 2011).

2.3 Metode dalam Sedimentasi


2.3.1 Sedimentasi Hydraulic Water
Pemisahan partikel berdasarkan perbedaan densitas dan dapat dipercepat
melalui medium zat alir yang bergerak.
2.3.2 Sedimentasi Cara Batch
Sedimentasi batch terjadi berdasarkan gaya gravitasi dan sangat tergantung
pada selang waktu operasi untuk memisahkan antara padatan dan fluidanya
(Mahayana, 2012).

2.4 Aplikasi Sedimentasi


2.4.1 Pengolahan Limbah Timbal (Pb) Pada Industri Aki Dengan Metode
Elektrokoagulasi
Daerah aliran sungai merupakan daerah tampungan yang penting dalam daur
hidrologi yang berasal dari kegiatan industri, pertanian, pertambangan,
perkebunan, kehutanan dan perkotaan. Dari kegiatan yang cukup padat ini
dapat mengakibatkan pencemaran yang menghasilkan limbah organik seperti
limbah rumah tangga, industri dan logam berat (Pb, Zn, Hg, Cd dan Cr). Salah satu
sumber pencemaran saat ini adalah timbal (Pb). Industri aki merupakan salah
satu industri yang menghasilkan limbah Pb dalam jumlah yang paling banyak.
Pb sebagai salah satu unsur yang termasuk dalam kelompok logam berat
dalam konsentrasi tertentu sangat berbahaya terhadap manusia dan lingkungan hidup.
Pb banyak dipergunakan dalam industri aki, dimana penggunaan Pb
dalam skala yang besar dapat mengakibatkan polusi baik di daratan maupun
perairan. Pb yang masuk dalam perairan dalam bentuk limbah akan mengalami
pengendapan yang dikenal dengan istilah sedimen. Usaha penanganan terhadap
limbah logam berat Pb ini telah banyak dilakukan.
Pengolahan limbah Pb dapat dilakukan dengan berbagai macam metode,
salah satunya adalah dengan metode elektrokoagulasi. Proses elektrokoagulasi
merupakan gabungan dari proses elektrokimia dan proses flokulasi-koagulasi.
Proses ini diduga dapat menjadi pilihan metode alternatif pengolahan limbah
radioaktif dan limbah bahan berbahaya dan beracun cair fase air mendampingi
metode-metode pengolahan yang lain yang telah dilaksanakan.
Keuntungan proses elektrokoagulasi untuk mengolah limbah adalah pada
proses ini tidak ada penambahan zat kimia. Proses elektrokoagulasi meliputi
beberapa tahap yaitu proses equalisasi, proses elektrokimia (flokulasi-koagulasi)
dan proses sedimentasi. Berikut adalah tahapan-tahapan yang akan dipersiapkan
untuk pengolahan limbah Pb pada industri aki:
a. Pembuatan Rangkaian Bak Penampungan
Bak penampung didesain dengan ukuran yang cukup untuk menampung debit
limbah cair dari pabrik. Bak penampung dibuat agar debit limbah cair yang
disalurkan dari bak ini menuju peralatan koagulasi tetap konstan. Hal tersebut
bertujuan menjaga alat dapat bekerja secara optimal. Bak sebaiknya dibuat dengan
beton dengan ketebalan dinding sebesar 30 cm dengan bagian atas tertutup. Ke dalam
bak dimasukkan selang pompa yang akan mengalirkan limbah cair menuju bak
elektrokoagulasi. Bak elektrokoagulasi dibuat dengan ukuran yang sesuai
dengan jenis alat yang digunakan. Bak dibuat dengan salah satu dindingnya
dibuat lebih rendah atau dibuat cekungan untuk mengalirkan limbah yang telah
diolah menuju bak sedimentasi.
Bak sedimentasi merupakan bak dengan ukuran yang paling luas. Hal ini
bertujuan untuk menampung endapan yang semakin besar. Dinding bak dibuat
lebih rendah dari dinding elektrokoagulasi. Salah satunya dindingnya dibuatkan
cekungan untuk mengalirkan luapan air dari bak menuju pasir saring. Aliran
air yang telah melewati pasir saring dapat langsung dialirkan menuju ke
lingkungan luar.
Pompa
a
A B C D
sedimentasi

Keterangan:
A = Bak penampung
B = Bak Koagulasi
C = Bak Sedimentasi
D = Penyaring (filter)
b. Pemasangan Peralatan
Peralatan pompa dipasang di atas bak penampung. Pompa dapat menyalurkan
limbah cair dari bak penampung menuju bak elektrokoagulasi dengan debit 1,5
liter/menit. Alat elektrokoagulasi dipasang pada bak koagulasi sedemikian rupa.
Alat dihubungkan dengan sumber listrik.
c. Pengerjaan
Proses koagulasi limbah cair dilakukan ketika telah ditampung cukup
limbah cair dalam bak penampung. Cairan dialirkan menuju bak
elektrokoagulasi dengan debit 1,5 liter/menit. Elektrokoagulator dihidupkan
ketika bak telah penuh. Biarkan alat terus hidup selama ada aliran limbah dari
bak penampung menuju bak elektrokoagulasi (Herman, 2011).
BAB III
BAHAN DAN PERALATAN

3.1 Peralatan Percobaan


Peralatan yang dibutuhkan dalam percobaan ini adalah
1. Gelas Ukur
Fungsi: sebagai wadah sampel yang akan disedimentasikan
2. Batang pengaduk
Fungsi: untuk mengaduk campuran air dan sampel pada wadah
3. Stopwatch
Fungsi: untuk menentukan waktu operasi sedimentasi
4. Ayakan 100 mesh dan 140 mesh
Fungsi: untuk mengayak sampel
5. Neraca analitik
Fungsi: untuk menimbang massa sampel yang digunakan
6. Senter
Fungsi: untuk menerangi endapan saat pengukuran tinggi endapan
7. Penggaris
Fungsi: untuk mengukur ketinggian endapan

3.2 Bahan Percobaan


Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
1. Semen Holcim
Fungsi: sebagai sampel yang akan di sedimentasikan
2. Aquadest
Fungsi: untuk melarutkan semen Holcim
3. Isopropanol
Fungsi: untuk melarutkan semen Holcim
3.3 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan dari percobaaan ini adalah:
1. Diayak sampel semen yang akan ditimbang dengan ukuran 100 dan 140
Mesh.
2. Ditimbang sampel dengan ukuran 45 dan 55 gr
3. Bahan yang telah ditimbang disuspensikan dalam gelas ukur yang berisi 12
cm aquadest dan diaduk hingga tercampur seragam.
4. Campuran dibiarkan tenang dan perhitungan waktu dimulai dengan interval
2 menit.
5. Dicatat tinggi antarmuka antara cairan jernih dan suspensi keruh.
6. Pengambilan data dihentikan jika telah tercapai waktu percobaan yang
diinginkan atau tinggi antarmuka telah konstan.
7. Percobaan diulangi untuk konsentrasi dan pelarut yang berbeda.
3.4 Flowchart Percobaan

Mulai

Diayak sampel semen yang akan ditimbang dengan ukuran 100 dan 140 Mesh

Ditimbang sampel dengan ukuran 45 dan 55 gr

Disuspensikan dalam gelas ukur yang berisi 12 cm


aquadest dan diaduk hingga tercampur seragam

Campuran dibiarkan tenang dan perhitungan waktu dimulai dengan interval 2 menit

Dicatat tinggi antarmuka antara cairan jernih dan suspensi keruh

Ya

Tidak
Apakah tinggi antarmuka
telah konstan ?

Ya

Apakah ada medium Ya


pelarut lain ?

Tidak

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Sedimentasi


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran 100 Mesh
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran
100 Mesh

z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 4,7 6,9 10 11
4 2,9 3,9 8,9 9,8
6 2,5 3,3 7,0 8,7
8 2,5 2,9 5,1 7,6
10 2,5 2,9 3,2 6,4
12 - 2,9 2,2 5,6
14 - - 2,2 4,3
16 - - 2,2 3,0
18 - - - 2,3
20 - - - 2,3
22 - - - 2,3
4.1.2 Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran 140 Mesh
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran
140 Mesh

z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 6,1 7,8 11,3 10
4 3,4 4,7 9,9 9,4
6 2,7 3,6 8,5 8,3
8 2,4 3,2 7,2 7,0
10 2,4 3,0 5,8 5,8
12 2,4 3,0 4,6 4,7
14 - 3,0 3,0 3,5
16 - - 3,0 2,9
18 - - 3,0 2,9
20 - - - 2,9
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Tinggi Antarmuka (z) dengan Waktu Pengendapan (t)
Tinggi Antarmuka (Cm) 14 Co=45 gr/L Semen Holcim
dengan Pelarut Aquadest
12 Waktu 2 Menit Ukuran 100
10 Mesh
Co=55 gr/L Semen Holcim
8 dengan Pelarut Aquadest
Waktu 2 Menit Ukuran 100
6 Mesh
Co=45 gr/L Semen Holcim
4 dengan Pelarut Isopropanol
Waktu 2 Menit Ukuran 100
2 Mesh
Co=55 gr/L Semen Holcim
0 dengan Pelarut Isopropanol
0 5 10 15 20 25 Waktu 2 Menit Ukuran 100
Mesh
Waktu Pengendapan (Menit)

Gambar 4.1 Hubungan Tinggi Antarmuka (z) terhadap Waktu Pengendapan (t)
dengan Ukuran 100 Mesh
Gambar 4.1 menunjukkan hubungan tinggi antarmuka (z) terhadap waktu
pengendapan (t). Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa tinggi antarmuka berbanding
terbalik dengan waktu pengendapan. Sampel yang digunakan adalah semen holcim
dengan ukuran partikel 100 mesh, sedangkan medium pelarutnya adalah aquadest
dan isopropanol. Pada pelarut aquadest, sampel dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan ukuran partikel 100 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi antarmuka
berturut-turut adalah 12,0; 4,7; 2,9; 2,5; 2,5 dan 2,5 cm, sedangkan pada konsentrasi
awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut adalah 12,0; 6,9; 3,9; 3,3; 2,9; 2,9
dan 2,9 cm. Pada pelarut isopropanol, sampel dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan ukuran partikel 100 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi antarmuka
berturut-turut adalah 12,0; 10,0; 8,9; 7,0; 5,1; 3,2; 2,2; 2,2 dan 2,2 cm, sedangkan
untuk konsentrasi awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut adalah 12,0;
11,0; 9,8; 8,7; 7,6; 6,4; 5,6; 4,3; 3,0; 2,3; 2,3 dan 2,3 cm.
14 Co=45 gr/L Semen Holcim

Tinggi Antarmuka (Cm)


dengan Pelarut Aquadest
12 Waktu 2 Menit Ukuran 140
10 Mesh
Co=55 gr/L Semen Holcim
8 dengan Pelarut Aquadest
6 Waktu 2 Menit Ukuran 140
Mesh
4 Co=45 gr/L Semen Holcim
dengan Pelarut Isopropanol
2 Waktu 2 Menit Ukuran 140
0 Mesh
0 5 10 15 20 25
Waktu Pengendapan (Menit)

Gambar 4.2 Hubungan Tinggi Antarmuka (z) terhadap Waktu Pengendapan (t)
dengan Ukuran 140 Mesh
Gambar 4.2 menunjukkan hubungan tinggi antarmuka (z) terhadap waktu
pengendapan (t). Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa tinggi antarmuka berbanding
terbalik dengan waktu pengendapan. Sampel yang digunakan adalah semen holcim
dengan ukuran partikel 140 mesh, sedangkan medium pelarutnya adalah aquadest
dan isopropanol. Pada pelarut aquadest, sampel dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan ukuran partikel 140 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi antarmuka
berturut-turut adalah 12,0; 6,1; 3,4; 2,7; 2,4; 2,4 dan 2,4 cm, sedangkan pada
konsentrasi awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut adalah 12,0; 7,8; 4,7;
3,6; 3,2; 3,0; 3,0 dan 3,0 cm. Pada pelarut isopropanol, sampel dengan konsentrasi
awal Co=45 gr/L dengan ukuran partikel 140 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi
antarmuka berturut-turut adalah 12,0; 11,3; 9,9; 8,5; 7,2; 5,8; 4,6; 3,0; 3,0 dan 3,0
cm, sedangkan untuk konsentrasi awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut
adalah 12,0; 10,0; 9,4; 8,3; 7,0; 5,8; 4,7; 3,5; 2,9; 2,9 dan 2,9 cm.
Tinggi bidang batas endapan fluida yang butiran tidak sama dipengaruhi
waktu, dimana semakin lama waktunya maka semakin rendah tinggi bidang batas
endapan dan proses sedimentasi berakhir bila tinggi bidang batas endapan mencapai
nilai yang konstan (Mahayana, 2012).
Partikel padat yang berbentuk bola atau mendekati bola atau sebagai gumpalan
akan lebih cepat mengendap apabila dibandingkan dengan partikel yang berbentuk
pipih atau jarum. Partikel yang diameternya sangat kecil yaitu beberapa mikron akan
mengendap sangat lambat. Bila partikel-partikel padat tersebut membentuk flok
maka akan mengendap lebih cepat. Sedimentasi massa partikel padat yang tergumpal
atau flok adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan asumsi-asumsi
perhitungan dalam endapan setelah gumpalan atau flok itu sendiri terendapkan.
Lapisan dasar flok ditekan oleh lapisan flok lainnya yang mengendap di atasnya dan
berlangsung dengan kekuatan yang lemah. Endapan yang dihasilkan terdiri dari
kerapatan atau densitas yang berbeda (Haryati, 2010).
Adapun nilai densitas aquadest pada 29 °C adalah 0,99596 gr/cm3
(Geankoplis, 1993) dan densitas etanol 70 % pada 29 °C adalah 0,79 gr/cm3 (Dow,
2012). Temperatur berpengaruh terhadap kecepatan pengendapan. Semakin tinggi
temperatur kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan sebaliknya jika
temperatur rendah kecepatan pengendapan akan lambat (Anita, 2009).
Dengan menggunakan pelarut isopropanol lebih cepat mengendap
dibandingkan dengan menggunakan pelarut aquadest. Hal ini disebabkan oleh
semakin besar selisih perbedaan nilai densitas dari partikel dan medium maka
semakin besar pula laju pengendapannya (Anita, 2009).
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa hasil
percobaan sesuai dengan teori yang ada, dimana tinggi antarmuka (z) semakin
berkurang dengan bertambahnya waktu pengendapan (t). Hal ini terjadi karena pada
saat tinggi antarmuka semakin berkurang, maka akan menunjukkan peningkatan
banyaknya partikel yang mengendap terhadap waktu pengendapan.
4.2.2 Hubungan Laju Pengendapan (V) terhadap Konsentrasi Padatan (CL)

1.8 Co=45 gr/L Semen Holcim


Laju Pengendapan (Cm/menit) dengan Pelarut Aquadest
1.6 Waktu 2 Menit Ukuran 100
Mesh
1.4
Co=55 gr/L Semen Holcim
1.2 dengan Pelarut Aquadest
Waktu 2 Menit Ukuran 100
1 Mesh
0.8 Co=45 gr/L Semen Holcim
dengan Pelarut Isopropanol
0.6 Waktu 2 Menit Ukuran 100
0.4 Mesh
0.2
0
0 50 100 150 200 250 300
Konsentrasi Padatan (gr/L)

Gambar 4.3 Hubungan Laju Pengendapan (V) terhadap Konsentrasi Padatan (CL)
dengan Ukuran 100 Mesh
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan laju pengendapan (V) terhadap
konsentrasi padatan (CL). Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dengan konsentrasi
padatan yang semakin besar diperoleh laju pengendapan yang semakin kecil. Pada
sampel semen holcim dalam pelarut aquadest dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan konsentrasi padatan 40; 102,13; 165,52 dan konstan pada 192 gr/L diperoleh
laju pengendapan berturut-turut adalah 0; 1,031; 0,465 dan konstan pada 0,102
cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55 gr/L dengan konsentrasi padatan 50; 86,96;
153,85; 181,82 dan konstan pada 206,90 gr/L diperoleh laju pengendapan 0; 1,661;
1,080; dan konstan pada 0,293 cm/menit. Pada pelarut isopropanol dengan
konsentrasi awal Co=45 gr/L diperoleh konsentrasi padatan 40; 48; 53,93; 68,57;
94,12; 150 dan konstan pada 218,18 gr/L dan laju pengendapan 0; 0,867; 0,862;
0,757; 0,730; 0,653 dan konstan pada 0,203 cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55
gr/L dengan konsentrasi padatan 50; 54,55; 61,22; 68,97; 78,95; 93,75; 107,14;
139,53; 200 dan konstan pada 260,87 gr/L diperoleh laju pengendapan 0; 0,564;
0,567; 0,578; 0,585; 0,556; 0,577; 0,570; 0,417 dan konstan pada 0,276 cm/menit.
1.8 Co=45 gr/L Semen Holcim

Laju Pengendapan (Cm/menit)


dengan Pelarut Aquadest
1.6 Waktu 2 Menit Ukuran 140
1.4 Mesh
Co=55 gr/L Semen Holcim
1.2 dengan Pelarut Aquadest
1 Waktu 2 Menit Ukuran 140
Mesh
0.8 Co=45 gr/L Semen Holcim
dengan Pelarut Isopropanol
0.6 Waktu 2 Menit Ukuran 140
0.4 Mesh
Co=55 gr/L Semen Holcim
0.2 dengan Pelarut Isopropanol
Waktu 2 Menit Ukuran 140
0
Mesh
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Konsentrasi Padatan (gr/L)

Gambar 4.4 Hubungan Laju Pengendapan (V) terhadap Konsentrasi Padatan (CL)
dengan Ukuran 140 Mesh
Gambar 4.4 menunjukkan hubungan laju pengendapan (V) terhadap
konsentrasi padatan (CL). Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa dengan konsentrasi
padatan yang semakin besar diperoleh laju pengendapan yang semakin kecil. Pada
sampel semen holcim dalam pelarut aquadest dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan konsentrasi padatan 40; 78,69; 141,18; 177,78 dan konstan pada 200 gr/L
diperoleh laju pengendapan berturut-turut adalah 0; 1,419; 0,843; 0,532 dan konstan
pada 0,136 cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55 gr/L dengan konsentrasi padatan
50; 76,92; 127,66; 166,67; 187,50 dan konstan pada 200 gr/L diperoleh laju
pengendapan 0; 1,574; 0,870; 0,283; 0,139 dan konstan pada 0,071 cm/menit. Pada
pelarut isopropanol dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L diperoleh konsentrasi
padatan 40; 42,48; 48,48; 56,47; 66,67; 82,76; 104,35 dan konstan pada 160 gr/L dan
laju pengendapan 0; 0,656; 0,618; 0,561; 0,548; 0,510; 0,375 dan konstan pada 0,117
cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55 gr/L dengan konsentrasi padatan 50; 60;
63,83; 72,29; 85,71; 103,45; 127,66; 171,43 dan konstan pada 206,90 gr/L diperoleh
laju pengendapan 0; 0,584; 0,540; 0,525; 0,495; 0,490; 0,409; 0,339 dan konstan
pada 0,131 cm/menit.
Berdasarkan teori, kecepatan pengendapan menurun dengan meningkatnya
konsentrasi. Begitu pula dengan konsentrasi suspensi, dimana semakin besar
konsentrasi kecepatan pengendapan semakin kecil (Mustafa, 2012).
Kecepatan pengendapan merupakan kecepatan dimana gaya gravitasi tepat
diimbangi oleh gaya gesekan dari partikel yang bergerak melalui medium. Apabila
partikel dianggap berbentuk bola, maka kecepatan pengendapan dirumuskan sesuai
persamaan hukum Stokes :
2r2 g (d-dm)
v= (Anita, 2009)

dimana :
v = kecepatan pengendapan (cm/s)
g = percepatan gravitasi (cm/s2)
d = rapat massa partikel koloid (gr/cm3)
dm = rapat massa medium (gr/cm3)
r = jari – jari koloid (cm)
η = viskositas medium (Poise)
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa kecepatan pengendapan partikel
koloid menjadi semakin besar dengan bertambahnya jari-jari atau ukuran r,
bertambahnya selisih rapatan partikel d dan rapatan medium, berkurangnya
viskositas (kekentalan medium) dan naiknya percepatan gravitasi (Anita, 2009).
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, konsentrasi padatan pada
konsentrasi awal Co = 45 gr/L laju pengendapan lebih kecil daripada konsentrasi
padatan pada konsentrasi awal Co = 55 gr/L. Dalam hal ini, seharusnya laju
pengendapan untuk konsentrasi awal Co = 45 gr/L lebih besar daripada Co = 55 gr/L.
Hasil ini belum sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1. Pada saat pengadukan tidak dilakukan secara seragam, sehingga suspensi yang
terbentuk tidak merata dan menyebabkan adanya gumpalan partikel yang
menyebabkan bertambahnya laju pengendapan.
2. Pemakaian aquadest yang kurang bersih sehingga adanya kontaminan yang dapat
mengganggu laju dari pengendapan.
3. Pada saat pengayakan ada partikel tepung terigu yang lolos, sehingga ukuran
partikel menjadi tidak seragam yang dapat mempengaruhi laju pengendapan.
4. Ketidaktelitian saat pengukuran tinggi antarmuka aquadest karena sampel yang
berwarna putih agak sulit dilihat secara visual.
4.2.3 Pengaruh Jenis Medium Pelarut terhadap Laju Pengendapan

1.2
Laju Pengendapan 1
(Cm/menit)
0.8 Co=45 gr/L Semen
Holcim dengan Pelarut
0.6 Aquadest Waktu 2 Menit
Ukuran 100 Mesh
0.4 Co=45 gr/L Semen
0.2 Holcim dengan Pelarut
Isopropanol Waktu 2
0 Menit Ukuran 140 Mesh
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu Pengendapan (Menit)

Gambar 4.5 Pengaruh Jenis Medium Pelarut terhadap Laju Pengendapan


pada Konsentrasi Awal Co = 45 gr/L
Gambar 4.5 menunjukkan pengaruh jenis medium pelarut terhadap laju
pengendapan. Pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa jenis pelarut yang berbeda pada
konsentrasi awal sampel yang sama mempengaruhi laju pengendapan. Pada sampel
semen holcim dalam pelarut aquadest dengan ukuran 100 mesh dan konsentrasi awal
Co=45 gr/L pada waktu 0; 2; 4; 6; 8 dan 10 menit diperoleh laju pengendapan 0;
1,031; 0,465 dan konstan pada 0,102 cm/menit. Sedangkan pada konsentrasi awal
Co=55 gr/L dengan ukuran 140 mesh dalam pelarut isopropanol pada waktu 0; 2; 4;
6; 8; 10; 12; 14; 16 dan 18 menit diperoleh laju pengendapan 0; 0,656; 0,618; 0,561;
0,548; 0,510; 0,375 dan konstan pada 0,117 cm/menit.
Jenis medium pelarut memberikan perbedaan densitas antara pelarut dengan
partikel yang terlarut. Adapun nilai densitas aquadest pada 29 °C adalah 0,99596
gr/cm3 (Geankoplis, 1993) dan densitas etanol 70 % pada 29 °C adalah 0,79 gr/cm3
(Dow, 2012). Berdasarkan teori, semakin besar perbedaan nilai densitas dari partikel
dan medium maka semakin besar pula laju pengendapannya (Anita, 2009).
Dari hasil yang diperoleh, percobaan adalah belum sesuai dengan teori dimana
laju pengendapan untuk pelarut isopropanol lebih kecil daripada pelarut aquadest.
Dalam hal ini seharusnya laju pengendapan oleh pelarut isopropanol lebih besar
daripada dengan pelarut aquadest karena densitas etanol yang lebih kecil dari
aquadest. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh:
1. Pada saat pengadukan tidak dilakukan secara seragam, sehingga suspensi yang
terbentuk tidak merata dan menyebabkan adanya gumpalan partikel yang
menyebabkan bertambahnya laju pengendapan.
2. Pemakaian aquadest yang kurang bersih sehingga adanya kontaminan yang dapat
mengganggu laju dari pengendapan.
3. Pada saat pengayakan ada partikel tepung terigu yang lolos, sehingga ukuran
partikel menjadi tidak seragam yang dapat mempengaruhi laju pengendapan.
4. Ketidaktelitian saat pengukuran tinggi antarmuka karena sampel yang berwarna
putih agak sulit dilihat secara visual.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan Sedimentasi, maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Semakin tinggi waktu pengendapan (t) maka tinggi permukaan (z) akan
semakin berkurang.
2. Pada pelarut aquadest dan pelarut isopropanol, waktu yang diperlukan untuk
mencapai tinggi antarmuka (z) yang konstan akan semakin lama seiring dengan
naiknya konsentrasi padatan awal (Co).
3. Semakin kecil selisih antara densitas pelarut dan partikel maka semakin cepat
waktu pengendapan (t)
4. Semakin besar konsentrasi padatan (CL) maka laju pengendapan (V) akan
semakin menurun.
5. Dari sampel yang digunakan diperoleh suatu hubungan antara laju
pengendapan (V) dengan waktu (t), dimana laju pengendapan akan berkurang
dengan bertambahnya waktu.

5.2 Saran
Setelah dilakukan percobaan Sedimentasi, maka dapat dikemukakan beberapa
saran, yaitu:
1. Sebaiknya dilakukan variasi temperature terhadap pelarut yang digunakan
untuk dilihat adanya perbandingan.
2. Sebaiknya pencampuran sampel dilakukan dengan menggunakan srirrer agar
bercampur dengan sempurna.
3. Sebaiknya percobaan dilakukan dengan system yang mengalir sebagai
perbandingan.
4. Sebaiknya saat menuangkan sampel ke dalam wadah, jangan mengenai dinding
wadah sehingga berat sampel tidak berkurang.
5. Sebaiknya digunakan pewarna fluorosensi sehingga endapan lebih mudah
dilihat.
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Zulisma. Pengaruh Temperatur Terhadap Kecepatan Pengendapan Sludge


Dalam Crude Palm Oil Pada Continuous Settling Tank. Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara, Medan. 2009
Dow Chemical Company. 2012. Technical Data Sheet, Isopropanol.
http://www.dow.com.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations. Edisi ke-3.
New Delhi: Prentice-Hall, Inc.
Haryati, Sri. Studi Pengaruh Waktu Pengendapan dan Konsentrasi Awal Partikel
Padat Limbah Dari Outlet Flokulator Terhadap Efisiensi Pengendapan
Limbah Pada Sistem Utilitas PUSRI-III. Program Studi Teknik Kimia,
Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. 2010
Herman, Muhammad. 2011. Pengolahan Limbah Timbal Pada Industri Aki Dengan
Metode Elektrokoagulasi. http://www.scribd.com. Diakses tanggal 18
September 2015
Mahayana, Argoto. Penggunaan Tawas dan Kaolin Dalam Proses Sedimentasi
Tanah Liat. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Setia Budi,
Surakarta. 2012
Mustafa. Evaluasi Laju Sedimentasi Pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch Dengan
Penambahan Flokulan. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda.
2010
Setyoko, Wahid. 2011. Sedimentasi. http://www.scribd.com. Diakses tanggal 17
September 2015.
Syahputra, Beni. 2006. Praktikum Sedimentasi. Universitas Islam Sultan Agung :
Semarang.
LAMPIRAN A
DATA PERCOBAAN

A.1 Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran 100 Mesh
Tabel A.1 Data Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran
100 Mesh

z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 4,7 6,9 10 11
4 2,9 3,9 8,9 9,8
6 2,5 3,3 7,0 8,7
8 2,5 2,9 5,1 7,6
10 2,5 2,9 3,2 6,4
12 - 2,9 2,2 5,6
14 - - 2,2 4,3
16 - - 2,2 3,0
18 - - - 2,3
20 - - - 2,3
22 - - - 2,3
A.2 Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran 140 Mesh
Tabel A.2 Data Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran
140 Mesh

z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 6,1 7,8 11,3 10
4 3,4 4,7 9,9 9,4
6 2,7 3,6 8,5 8,3
8 2,4 3,2 7,2 7,0
10 2,4 3,0 5,8 5,8
12 2,4 3,0 4,6 4,7
14 - 3,0 3,0 3,5
16 - - 3,0 2,9
18 - - 3,0 2,9
20 - - - 2,9
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Menentukan Laju Pengendapan (V)


1. Dari data hasil percobaan, didapatkan 2 variabel, yaitu tinggi antarmuka (z) dan
waktu pengendapan (t).
2. Kedua variabel ini diplotkan dalam suatu grafik, yaitu grafik z vs t.
Contoh : Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim

15

10
z (cm)

Sampel Semen
Holcim Co=45 gr/L
5 dalam Pelarut
Aquadest Ukuran
100 Mesh
0
0 2 4 6 8 10 12

t (menit)

Gambar B.1 Tinggi Antarmuka vs Waktu untuk Sampel Semen Holcim dengan
Konsentrasi Co=45 gr/L dengan Pelarut Aquadest Ukuran 100 Mesh

3. Data yang sudah diplotkan dalam satu grafik ini kemudian dicari slope pada
setiap titik.
Contoh : Titik acuan saat t = 2 menit dan z = 4,7 cm

14
12
10
z’
z (cm)

8 Sampel Semen
6 Holcim Co=45
gr/L dalam Pelarut
4 Aquadest Ukuran
2 100 Mesh
0 t’
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
t (menit)

Gambar B.2 Slope pada Titik Acuan


d. Diperoleh titik slope z’ dan t’ untuk setiap kondisi. Data inilah yang digunakan
untuk mencari nilai v, yaitu:
z  6,7
v= = = 1,03077 cm/menit
t  6,5

B.2 Menentukan Konsentrasi Padatan (CL)


a. Medium Pelarut Aquadest
Ukuran = 100 Mesh
Co sampel = 45 gr/L
zo sampel = 12 cm
Sampel = Semen Holcim
Pada saat t = 2 menit dan zL = 4,7 cm
Co.Zo = CL.ZL
CL = COZO = 45.12 = 114,893 gr/L
ZL 4,7

b. Medium Pelarut Isopropanol


Ukuran = 100 Mesh
Co sampel = 45 gr/L
zo sampel = 12 cm
Sampel = Semen Holcim
Pada saat t = 2 menit dan zL = 10 cm
Co.Zo = CL.ZL
CL = COZO = 45.12 = 54 gr/L
ZL 10
LAMPIRAN E
FOTO PERCOBAAN

E.1 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Aquadest
Ukuran 100 Mesh

a b

Gambar E.1 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan


Pelarut Aquadest Ukuran 100 Mesh (a) Co = 45 gr/L dan (b) Co = 55 gr/L

E.2 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Aquadest
Ukuran 140 Mesh

a b

Gambar E.2 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Aquadest
Ukuran 140 Mesh (a) Co = 45 gr/L dan (b) Co = 55 gr/L
E.3 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Isopropanol
Ukuran 100 Mesh

a b

Gambar E.3 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan


Pelarut Isopropanol Ukuran 100 Mesh (a) Co = 45 gr/L dan Co = 55 gr/L

E.4 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Isopropanol
Ukuran 140 Mesh

a b

Gambar E.4 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut
Isopropanol Ukuran 140 Mesh (a) Co = 45 gr/L dan Co = 55 gr/L

Anda mungkin juga menyukai