2.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam
pengolahan air bersih (IPAM), maupun dalam pengolahan air limbah (IPAL). Ada
empat kelas atau jenis pengendapan partikel secara umum yang didasarkan pada
konsentrasi dari partikel yang saling berhubungan. Kriteria ini secara langsung
mempengaruhi konstruksi dan disain sedimentasi. Empat jenis Pengendapan tersebut
adalah masing-masing terjadi pada pengolahan air bersih maupun pengolahan air
limbah.
Pertama adalah discrete settling adalah pengendapan yang
memerlukan konsentrasi suspended solid yang paling rendah, sehingga analisisnya
menjadi yang paling sederhana. Di dalam discrete settling, partikel secara individu
mengendap dengan bebas dan tidak mengganggu atau tidak mencampuri
pengendapan dari partikel lainnya. Contoh aplikasi dari discrete settling adalah grit
chambers.
Jenis pengendapan kedua adalah flocculant settling. Pada flocculant settling
inilah konsentrasi partikel cukup tinggi terjadi pada penggumpalan (agglomeration).
Peningkatan rata-rata massa partikel ini menyebabkan partikel karam lebih cepat.
Flocculant settling banyak digunakan pada primary clarifier.
Jenis yang ketiga adalah hindred settling. Di dalam hindred settling, atau zone
settling, konsentrasi partikel adalah tidak terlalu tinggi (cukup) kemudian partikel
bercampur dengan partikel lainnya dan kemudian mereka karam bersama-sama.
Hindred settling sebagian besar digunakan di dalam secondary clarifiers.
Jenis terakhir adalah compression settling. Compression settling berada pada
konsentrasi yang paling tinggi pada suspended solid dan terjadi pada jangkauan yang
paling rendah dari clarifiers. Pengendapan partikel dengan cara memampatkan
(compressing) massa partikel dari bawah. Tekanan (compression) terjadi tidak
hanya di dalam zona yang paling rendah dari secondary clarifiers tetapi juga di
dalam tangki sludge thickening. Secara aktual sedimentasi terdiri dari rectangular
dan circular. Bak single-rectangular akan lebih ekonomis dibandingkan dengan
bak circular pada ukuran yang sama; bagaimanapun, jika banyak tangki diperlukan,
unit rectangular dapat dibangun dengan dinding pada umumnya dan menjadi yang
paling hemat (Syahputra, 2006 ).
selanjutnya :
4 g ρs-ρw
Vt =√[ ][ ] dy...............................................................................(8)
3 CD ρw
Persamaan (9) ini disebut hukum stoke mengenai terminal settling velocity atau
kecepatan pengendapan.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka kolam pengendapan dirancang
berdasarkan ukuran butir yang paling dominan. Apabila kecepatan pengandapan
partikel tersebut vt , maka semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan
sama atau lebih besar dari vt akan diendapakan pada dasar kolam. Dengan demikian
apabila luas permukaan kolam A, maka besarnya laju pemisahan partikel dari aliran
air adalah :
Q = A . vt ……………………………………………………..….…….. (10)
Selanjutnya : vt = Q / A dan disebut laju pembebanan permukaan (surface
loading rate atau overflow rate ). Jadi laju pembebanan permukaan setara dengan
kecepatan pengandapan (Syahputra, 2006).
Aplikasi yang penting dari hindered settling adalah dalam mendesain sebuah
kolam sedimentasi untuk proses lumpur aktif. Hindered settling juga berperan besar
dalam proses penjernihan air.
Untuk menentukan hubungan antara kecepatan settling (Vp) dengan
konsentrasi volumetrik (Vs) pada hindered settling biasanya menggunakan
persamaan empiris dan analitik. Terdapat beberapa rumus untuk hubungan tersebut.
Persamaan Richardson menunjukkan bahwa:
Vp = Vs * En
Dimana Vp adalah kecepatan settling, Vs adalah konsentrasi volumetrik,
E = (1-c), merupakan lubang pori pada suspensi, c adalah total volum suspensi yang
ditempati oleh partikel dan n adalah indeks dari bilangan reynold dan ukuran dari
partikel (Syahputra, 2006).
2.1.4 Compression Settling
Konsentrasi partikel yang sangat tinggi dapat menimbulkan zona pengendapan
partikel yang mencapai batas lantai kolam pengendapan. Dimana masing-masing
partikel terus saling bersentuhan. Kelanjutan dari pengendapan dapat dicapai hanya
dengan pemberian kompresi yang akan mereduksi jumlah cairan .
Tipe pengendapan ini disebut compression settling. Yang diilustrasikan dengan
bagian paling bawah dari zona settling pada gambar 2.4 dimana endapan pada bagian
bawah mengalami kompresi dibawah berat partikel diatasnya.
Salah satu aplikasi dari compression settling adalah digunakan dalam proses
pengentalan dengan gravitasi (Syahputra, 2006).
Keterangan:
A = Bak penampung
B = Bak Koagulasi
C = Bak Sedimentasi
D = Penyaring (filter)
b. Pemasangan Peralatan
Peralatan pompa dipasang di atas bak penampung. Pompa dapat menyalurkan
limbah cair dari bak penampung menuju bak elektrokoagulasi dengan debit 1,5
liter/menit. Alat elektrokoagulasi dipasang pada bak koagulasi sedemikian rupa.
Alat dihubungkan dengan sumber listrik.
c. Pengerjaan
Proses koagulasi limbah cair dilakukan ketika telah ditampung cukup
limbah cair dalam bak penampung. Cairan dialirkan menuju bak
elektrokoagulasi dengan debit 1,5 liter/menit. Elektrokoagulator dihidupkan
ketika bak telah penuh. Biarkan alat terus hidup selama ada aliran limbah dari
bak penampung menuju bak elektrokoagulasi (Herman, 2011).
BAB III
BAHAN DAN PERALATAN
Mulai
Diayak sampel semen yang akan ditimbang dengan ukuran 100 dan 140 Mesh
Campuran dibiarkan tenang dan perhitungan waktu dimulai dengan interval 2 menit
Ya
Tidak
Apakah tinggi antarmuka
telah konstan ?
Ya
Tidak
Selesai
z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 4,7 6,9 10 11
4 2,9 3,9 8,9 9,8
6 2,5 3,3 7,0 8,7
8 2,5 2,9 5,1 7,6
10 2,5 2,9 3,2 6,4
12 - 2,9 2,2 5,6
14 - - 2,2 4,3
16 - - 2,2 3,0
18 - - - 2,3
20 - - - 2,3
22 - - - 2,3
4.1.2 Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran 140 Mesh
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran
140 Mesh
z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 6,1 7,8 11,3 10
4 3,4 4,7 9,9 9,4
6 2,7 3,6 8,5 8,3
8 2,4 3,2 7,2 7,0
10 2,4 3,0 5,8 5,8
12 2,4 3,0 4,6 4,7
14 - 3,0 3,0 3,5
16 - - 3,0 2,9
18 - - 3,0 2,9
20 - - - 2,9
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Tinggi Antarmuka (z) dengan Waktu Pengendapan (t)
Tinggi Antarmuka (Cm) 14 Co=45 gr/L Semen Holcim
dengan Pelarut Aquadest
12 Waktu 2 Menit Ukuran 100
10 Mesh
Co=55 gr/L Semen Holcim
8 dengan Pelarut Aquadest
Waktu 2 Menit Ukuran 100
6 Mesh
Co=45 gr/L Semen Holcim
4 dengan Pelarut Isopropanol
Waktu 2 Menit Ukuran 100
2 Mesh
Co=55 gr/L Semen Holcim
0 dengan Pelarut Isopropanol
0 5 10 15 20 25 Waktu 2 Menit Ukuran 100
Mesh
Waktu Pengendapan (Menit)
Gambar 4.1 Hubungan Tinggi Antarmuka (z) terhadap Waktu Pengendapan (t)
dengan Ukuran 100 Mesh
Gambar 4.1 menunjukkan hubungan tinggi antarmuka (z) terhadap waktu
pengendapan (t). Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa tinggi antarmuka berbanding
terbalik dengan waktu pengendapan. Sampel yang digunakan adalah semen holcim
dengan ukuran partikel 100 mesh, sedangkan medium pelarutnya adalah aquadest
dan isopropanol. Pada pelarut aquadest, sampel dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan ukuran partikel 100 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi antarmuka
berturut-turut adalah 12,0; 4,7; 2,9; 2,5; 2,5 dan 2,5 cm, sedangkan pada konsentrasi
awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut adalah 12,0; 6,9; 3,9; 3,3; 2,9; 2,9
dan 2,9 cm. Pada pelarut isopropanol, sampel dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan ukuran partikel 100 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi antarmuka
berturut-turut adalah 12,0; 10,0; 8,9; 7,0; 5,1; 3,2; 2,2; 2,2 dan 2,2 cm, sedangkan
untuk konsentrasi awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut adalah 12,0;
11,0; 9,8; 8,7; 7,6; 6,4; 5,6; 4,3; 3,0; 2,3; 2,3 dan 2,3 cm.
14 Co=45 gr/L Semen Holcim
Gambar 4.2 Hubungan Tinggi Antarmuka (z) terhadap Waktu Pengendapan (t)
dengan Ukuran 140 Mesh
Gambar 4.2 menunjukkan hubungan tinggi antarmuka (z) terhadap waktu
pengendapan (t). Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa tinggi antarmuka berbanding
terbalik dengan waktu pengendapan. Sampel yang digunakan adalah semen holcim
dengan ukuran partikel 140 mesh, sedangkan medium pelarutnya adalah aquadest
dan isopropanol. Pada pelarut aquadest, sampel dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan ukuran partikel 140 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi antarmuka
berturut-turut adalah 12,0; 6,1; 3,4; 2,7; 2,4; 2,4 dan 2,4 cm, sedangkan pada
konsentrasi awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut adalah 12,0; 7,8; 4,7;
3,6; 3,2; 3,0; 3,0 dan 3,0 cm. Pada pelarut isopropanol, sampel dengan konsentrasi
awal Co=45 gr/L dengan ukuran partikel 140 mesh dan interval waktu 2 menit, tinggi
antarmuka berturut-turut adalah 12,0; 11,3; 9,9; 8,5; 7,2; 5,8; 4,6; 3,0; 3,0 dan 3,0
cm, sedangkan untuk konsentrasi awal Co=55 gr/L tinggi antarmuka berturut-turut
adalah 12,0; 10,0; 9,4; 8,3; 7,0; 5,8; 4,7; 3,5; 2,9; 2,9 dan 2,9 cm.
Tinggi bidang batas endapan fluida yang butiran tidak sama dipengaruhi
waktu, dimana semakin lama waktunya maka semakin rendah tinggi bidang batas
endapan dan proses sedimentasi berakhir bila tinggi bidang batas endapan mencapai
nilai yang konstan (Mahayana, 2012).
Partikel padat yang berbentuk bola atau mendekati bola atau sebagai gumpalan
akan lebih cepat mengendap apabila dibandingkan dengan partikel yang berbentuk
pipih atau jarum. Partikel yang diameternya sangat kecil yaitu beberapa mikron akan
mengendap sangat lambat. Bila partikel-partikel padat tersebut membentuk flok
maka akan mengendap lebih cepat. Sedimentasi massa partikel padat yang tergumpal
atau flok adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan asumsi-asumsi
perhitungan dalam endapan setelah gumpalan atau flok itu sendiri terendapkan.
Lapisan dasar flok ditekan oleh lapisan flok lainnya yang mengendap di atasnya dan
berlangsung dengan kekuatan yang lemah. Endapan yang dihasilkan terdiri dari
kerapatan atau densitas yang berbeda (Haryati, 2010).
Adapun nilai densitas aquadest pada 29 °C adalah 0,99596 gr/cm3
(Geankoplis, 1993) dan densitas etanol 70 % pada 29 °C adalah 0,79 gr/cm3 (Dow,
2012). Temperatur berpengaruh terhadap kecepatan pengendapan. Semakin tinggi
temperatur kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan sebaliknya jika
temperatur rendah kecepatan pengendapan akan lambat (Anita, 2009).
Dengan menggunakan pelarut isopropanol lebih cepat mengendap
dibandingkan dengan menggunakan pelarut aquadest. Hal ini disebabkan oleh
semakin besar selisih perbedaan nilai densitas dari partikel dan medium maka
semakin besar pula laju pengendapannya (Anita, 2009).
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa hasil
percobaan sesuai dengan teori yang ada, dimana tinggi antarmuka (z) semakin
berkurang dengan bertambahnya waktu pengendapan (t). Hal ini terjadi karena pada
saat tinggi antarmuka semakin berkurang, maka akan menunjukkan peningkatan
banyaknya partikel yang mengendap terhadap waktu pengendapan.
4.2.2 Hubungan Laju Pengendapan (V) terhadap Konsentrasi Padatan (CL)
Gambar 4.3 Hubungan Laju Pengendapan (V) terhadap Konsentrasi Padatan (CL)
dengan Ukuran 100 Mesh
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan laju pengendapan (V) terhadap
konsentrasi padatan (CL). Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dengan konsentrasi
padatan yang semakin besar diperoleh laju pengendapan yang semakin kecil. Pada
sampel semen holcim dalam pelarut aquadest dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan konsentrasi padatan 40; 102,13; 165,52 dan konstan pada 192 gr/L diperoleh
laju pengendapan berturut-turut adalah 0; 1,031; 0,465 dan konstan pada 0,102
cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55 gr/L dengan konsentrasi padatan 50; 86,96;
153,85; 181,82 dan konstan pada 206,90 gr/L diperoleh laju pengendapan 0; 1,661;
1,080; dan konstan pada 0,293 cm/menit. Pada pelarut isopropanol dengan
konsentrasi awal Co=45 gr/L diperoleh konsentrasi padatan 40; 48; 53,93; 68,57;
94,12; 150 dan konstan pada 218,18 gr/L dan laju pengendapan 0; 0,867; 0,862;
0,757; 0,730; 0,653 dan konstan pada 0,203 cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55
gr/L dengan konsentrasi padatan 50; 54,55; 61,22; 68,97; 78,95; 93,75; 107,14;
139,53; 200 dan konstan pada 260,87 gr/L diperoleh laju pengendapan 0; 0,564;
0,567; 0,578; 0,585; 0,556; 0,577; 0,570; 0,417 dan konstan pada 0,276 cm/menit.
1.8 Co=45 gr/L Semen Holcim
Gambar 4.4 Hubungan Laju Pengendapan (V) terhadap Konsentrasi Padatan (CL)
dengan Ukuran 140 Mesh
Gambar 4.4 menunjukkan hubungan laju pengendapan (V) terhadap
konsentrasi padatan (CL). Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa dengan konsentrasi
padatan yang semakin besar diperoleh laju pengendapan yang semakin kecil. Pada
sampel semen holcim dalam pelarut aquadest dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L
dengan konsentrasi padatan 40; 78,69; 141,18; 177,78 dan konstan pada 200 gr/L
diperoleh laju pengendapan berturut-turut adalah 0; 1,419; 0,843; 0,532 dan konstan
pada 0,136 cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55 gr/L dengan konsentrasi padatan
50; 76,92; 127,66; 166,67; 187,50 dan konstan pada 200 gr/L diperoleh laju
pengendapan 0; 1,574; 0,870; 0,283; 0,139 dan konstan pada 0,071 cm/menit. Pada
pelarut isopropanol dengan konsentrasi awal Co=45 gr/L diperoleh konsentrasi
padatan 40; 42,48; 48,48; 56,47; 66,67; 82,76; 104,35 dan konstan pada 160 gr/L dan
laju pengendapan 0; 0,656; 0,618; 0,561; 0,548; 0,510; 0,375 dan konstan pada 0,117
cm/menit. Pada konsentrasi awal Co=55 gr/L dengan konsentrasi padatan 50; 60;
63,83; 72,29; 85,71; 103,45; 127,66; 171,43 dan konstan pada 206,90 gr/L diperoleh
laju pengendapan 0; 0,584; 0,540; 0,525; 0,495; 0,490; 0,409; 0,339 dan konstan
pada 0,131 cm/menit.
Berdasarkan teori, kecepatan pengendapan menurun dengan meningkatnya
konsentrasi. Begitu pula dengan konsentrasi suspensi, dimana semakin besar
konsentrasi kecepatan pengendapan semakin kecil (Mustafa, 2012).
Kecepatan pengendapan merupakan kecepatan dimana gaya gravitasi tepat
diimbangi oleh gaya gesekan dari partikel yang bergerak melalui medium. Apabila
partikel dianggap berbentuk bola, maka kecepatan pengendapan dirumuskan sesuai
persamaan hukum Stokes :
2r2 g (d-dm)
v= (Anita, 2009)
9η
dimana :
v = kecepatan pengendapan (cm/s)
g = percepatan gravitasi (cm/s2)
d = rapat massa partikel koloid (gr/cm3)
dm = rapat massa medium (gr/cm3)
r = jari – jari koloid (cm)
η = viskositas medium (Poise)
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa kecepatan pengendapan partikel
koloid menjadi semakin besar dengan bertambahnya jari-jari atau ukuran r,
bertambahnya selisih rapatan partikel d dan rapatan medium, berkurangnya
viskositas (kekentalan medium) dan naiknya percepatan gravitasi (Anita, 2009).
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, konsentrasi padatan pada
konsentrasi awal Co = 45 gr/L laju pengendapan lebih kecil daripada konsentrasi
padatan pada konsentrasi awal Co = 55 gr/L. Dalam hal ini, seharusnya laju
pengendapan untuk konsentrasi awal Co = 45 gr/L lebih besar daripada Co = 55 gr/L.
Hasil ini belum sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1. Pada saat pengadukan tidak dilakukan secara seragam, sehingga suspensi yang
terbentuk tidak merata dan menyebabkan adanya gumpalan partikel yang
menyebabkan bertambahnya laju pengendapan.
2. Pemakaian aquadest yang kurang bersih sehingga adanya kontaminan yang dapat
mengganggu laju dari pengendapan.
3. Pada saat pengayakan ada partikel tepung terigu yang lolos, sehingga ukuran
partikel menjadi tidak seragam yang dapat mempengaruhi laju pengendapan.
4. Ketidaktelitian saat pengukuran tinggi antarmuka aquadest karena sampel yang
berwarna putih agak sulit dilihat secara visual.
4.2.3 Pengaruh Jenis Medium Pelarut terhadap Laju Pengendapan
1.2
Laju Pengendapan 1
(Cm/menit)
0.8 Co=45 gr/L Semen
Holcim dengan Pelarut
0.6 Aquadest Waktu 2 Menit
Ukuran 100 Mesh
0.4 Co=45 gr/L Semen
0.2 Holcim dengan Pelarut
Isopropanol Waktu 2
0 Menit Ukuran 140 Mesh
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu Pengendapan (Menit)
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan Sedimentasi, maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Semakin tinggi waktu pengendapan (t) maka tinggi permukaan (z) akan
semakin berkurang.
2. Pada pelarut aquadest dan pelarut isopropanol, waktu yang diperlukan untuk
mencapai tinggi antarmuka (z) yang konstan akan semakin lama seiring dengan
naiknya konsentrasi padatan awal (Co).
3. Semakin kecil selisih antara densitas pelarut dan partikel maka semakin cepat
waktu pengendapan (t)
4. Semakin besar konsentrasi padatan (CL) maka laju pengendapan (V) akan
semakin menurun.
5. Dari sampel yang digunakan diperoleh suatu hubungan antara laju
pengendapan (V) dengan waktu (t), dimana laju pengendapan akan berkurang
dengan bertambahnya waktu.
5.2 Saran
Setelah dilakukan percobaan Sedimentasi, maka dapat dikemukakan beberapa
saran, yaitu:
1. Sebaiknya dilakukan variasi temperature terhadap pelarut yang digunakan
untuk dilihat adanya perbandingan.
2. Sebaiknya pencampuran sampel dilakukan dengan menggunakan srirrer agar
bercampur dengan sempurna.
3. Sebaiknya percobaan dilakukan dengan system yang mengalir sebagai
perbandingan.
4. Sebaiknya saat menuangkan sampel ke dalam wadah, jangan mengenai dinding
wadah sehingga berat sampel tidak berkurang.
5. Sebaiknya digunakan pewarna fluorosensi sehingga endapan lebih mudah
dilihat.
DAFTAR PUSTAKA
A.1 Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran 100 Mesh
Tabel A.1 Data Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran
100 Mesh
z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 4,7 6,9 10 11
4 2,9 3,9 8,9 9,8
6 2,5 3,3 7,0 8,7
8 2,5 2,9 5,1 7,6
10 2,5 2,9 3,2 6,4
12 - 2,9 2,2 5,6
14 - - 2,2 4,3
16 - - 2,2 3,0
18 - - - 2,3
20 - - - 2,3
22 - - - 2,3
A.2 Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran 140 Mesh
Tabel A.2 Data Hasil Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Ukuran
140 Mesh
z (cm)
Waktu Pelarut Aquadest Pelarut Isopropanol
(menit) Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L Co = 45 gr/L Co = 55 gr/L
0 12 12 12 12
2 6,1 7,8 11,3 10
4 3,4 4,7 9,9 9,4
6 2,7 3,6 8,5 8,3
8 2,4 3,2 7,2 7,0
10 2,4 3,0 5,8 5,8
12 2,4 3,0 4,6 4,7
14 - 3,0 3,0 3,5
16 - - 3,0 2,9
18 - - 3,0 2,9
20 - - - 2,9
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
15
10
z (cm)
Sampel Semen
Holcim Co=45 gr/L
5 dalam Pelarut
Aquadest Ukuran
100 Mesh
0
0 2 4 6 8 10 12
t (menit)
Gambar B.1 Tinggi Antarmuka vs Waktu untuk Sampel Semen Holcim dengan
Konsentrasi Co=45 gr/L dengan Pelarut Aquadest Ukuran 100 Mesh
3. Data yang sudah diplotkan dalam satu grafik ini kemudian dicari slope pada
setiap titik.
Contoh : Titik acuan saat t = 2 menit dan z = 4,7 cm
14
12
10
z’
z (cm)
8 Sampel Semen
6 Holcim Co=45
gr/L dalam Pelarut
4 Aquadest Ukuran
2 100 Mesh
0 t’
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
t (menit)
E.1 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Aquadest
Ukuran 100 Mesh
a b
E.2 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Aquadest
Ukuran 140 Mesh
a b
Gambar E.2 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Aquadest
Ukuran 140 Mesh (a) Co = 45 gr/L dan (b) Co = 55 gr/L
E.3 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Isopropanol
Ukuran 100 Mesh
a b
E.4 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut Isopropanol
Ukuran 140 Mesh
a b
Gambar E.4 Foto Percobaan untuk Sampel Semen Holcim dengan Pelarut
Isopropanol Ukuran 140 Mesh (a) Co = 45 gr/L dan Co = 55 gr/L