Anda di halaman 1dari 4

TUGAS AIK

MENGINVESTIGASI UU YANG KHUSUS


BERKAITAN DENGAN UMAT ISLAM

NAMA : SANTI WITRI

NIM : 16171103

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

FAKULTAS ILMU HUKUM


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KOMPILASI HUKUM EKONOMI
SYARIAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PEADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 7 TAHUN 1982 TENTANG PERBANKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 THAN 1970 TENTANG PENGADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1991 TENTANG TERBIT KOMPILASI HUKUM ISLAM
DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS DAERAH
ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANGPERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 442 Tahun 2004 TENTANG SERTIFIKAT ATAS TANAH WAKAF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG ZAKAT PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ADMINISTRASI PENDAFTARAN


WAKAF UANG
PENGERTIAN ZAKAT
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam. Secara syari'ah, zakat merujuk pada
aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk
orang-orang tertentu menurut ketentuan-ketentuan Al-Qur’an.
Zakat secara bahasa dapat berarti ”kesucian”, ”tumbuh atau berkembang”,dan dapat
berarti ”keberkatan”. Menurut istilah zakat ialah kadar harta tertentu yang wajib
dikeluarkan oleh seseorang kepada yang berhak menerima (mustahik) dengan ketentuan
dan syarat syarat tertentu. Zakat mengandung arti kesucian, maksudnya jika harta itu
dikeluarkan zakatnya, maka harta yang dimiliki orang tersebut menjadi suci. Begitu pula
orangnya juga menjadi suci atau lepas dari dosa. Zakat mengandung arti tumbuh atau
berkembang, maksudnya jika zakat itu dilaksanakan dapat menjadikan suburnya harta
yang dimilliki, maupun suburnya bagi orang yang menerima. Zakat mengandung
arti keberkatan,maksudnya jika zakat itu dilaksanakan dapat memberi berkah terhadap
harta itu sendiri, orang yang zakat (muzakki) maupun orang yang menerima zakat
(mustahik).
Pengelolaan Zakat di Indonesia.
Sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap masalah zakat ini, pemerintah mendirikan
BAZIS (Badan Amil Zakat dan Sedekah). Lembaga ini diharapkan mampu mendorong
profesinalisme dalam pengelolaan ZIS. Bagi umat Islam pengeloaan ZIS yang profesional
akan memberikan beberapa manfaat antara lain :
o Pendistribusian ZIS lebih terorganisir dan benar-benar akan sampai kepada yang berhak.
o Pemerintah dapat melihat potensi masyarakat pembayar ZIS dan para penerimanya.
o Masyarakat yang tidak mampu akan terbantu ekonominya
Selain itu pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, Keputusan Menteri Agama RI no. 373 tahun 2003
dan Keputusan Dirjen Bimas Islam Urusan Haji no : D/291 tahun 2000 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Zakat.

PENGERTIAN WAKAF

 Wakaf adalah Sedekah Jariyah, yakni menyedekahkan harta kita untuk kepentingan
ummat. Harta Wakaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh
diwariskan. Karena wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta
manusia menjadi milik Allah atas nama ummat.

Dasar Hukum Wakaf

 Berdasarkan Al-Qur’an & Sunnah


 Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar.
Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk
menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
 Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar,
lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah
memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh
yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya
untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan
sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh
dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir
miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di
jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan
cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi
makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
 Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam
Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia
itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber,
yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan
anak soleh yang mendoakannya.”
 Berdasarkan Hukum Positif
 Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang
nomor 41 tahun 2004.

Syarat-syarat Wakaf

 Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif): Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama
orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka
untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang
yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak
secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang
lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
 Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf): Harta yang diwakafkan itu tidak sah
dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan
oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua,
harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga,
harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat,
harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau
disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
 Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih): Dari segi
klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu
ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu
kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu
maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya
seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang
yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang
boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir
zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh,
hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah
dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri
kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai