Anda di halaman 1dari 3

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita
stroke terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban
stroke baru setiap tahun, di mana sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan.
Menururt Riskesdas tahun 2013, di Indonesia prevalensi stroke mencapai angka 12,1 % per
1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Jawa Barat (16,6
per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Sulawesi Tenggara (5,2 per 1.000 penduduk).
Stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung koroner dan penyakit jantung
lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekankan
dinding arteri sampai pecah. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak
pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan, dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat
cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan
pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga
meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.

Masalah yang lazim muncul pada pasien dengan stroke hemoragic adalah Gangguan
menelan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri, kerusakan integritas kulit, resiko jatuh, hambatan
komunikasi verbal dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
Pada kasus ini hanya 3 masalah yang muncul yaitu Ketidakefektifan perfusi jaringan
cerebral, ketidakefektifan bersihan jalan napas dan hambatan mobilitas fisik. Dari ketiga
diagnosa yang kami tegakan pada kasus ini terdapat satu diagnosa keperawatan yang tidak
sejalan dengan konsep, menurut kami perbedaan ini wajar terjadi pada saat penegakan
diagnosa keperawatan. Karena prinsip penegakan diagnosa keperawatan adalah mengikuti
atau menurut PES. P (problem) adalah masalah yang ditemukan pada klien saat pengkajian,
E (Etiologi) adalah penyebab muncul nya masalah keperawatan berdasarkan hasil analisa
data, dan S (sindrom) adalah gejala yang tampak atau di dapatkan pada saat pengkajian. Jadi
penegakan diagnosa keperawatan bisa saja terjadi perbedaan dengan konsep yang ada, karena
di sesuaikan dengan data yang di dapat di lapangan.
Implementasi keperawatan yang diberikan semuanya disesuaikan dengan perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya. Pada kasus ini terdapat satu intervensi yang tidak efektif di
implementasikan karena alasan yang berhubungan dengan biaya, yaitu intervensi
memonitor hasil laboratorium elektrolit. Menurut kami ini wajar saja tidaki lakukan setiap
hari karena berhubungan dengan biaya, kemampuan setiap fasyankes satu dengan yang lain
berbeda dalam hal biaya, akan tetapi hal yang terpentiang ialah intervensi ini tetap aman atau
masih dalam kaidah keselamatan pasien walaupun tidak di implementasikan setiap hari.
Hasil evaluasi keperawatan , dari ketiga diagnosa yang muncul hanya satu diagnosa yang
teratasi sesuai perencanaan yang telah di buat, kami menilai hal ini wajar terjadi karena
setiap individu satu dengan yang lain berbeda, bisa saja target ini bisa tercapai pada satu
individu tetapi belum tentu terhadap individu (klien) yang lain, karena sifat manusia sebagai
mahluk biopsikososiospiritual. Faktor lain adalah karena terbatasnya waktu yang kami miliki
dalam mengimplementasikan intervensi yang telah di rencanakan.

B. Saran
1. Mahasiswa
Lebih proaktif, cepat dan tanggap dalam menghadapi segala situasi dan kondisi yang
dihadapi, melakukan analisa yang lebih dalam terhadap kesenjangan antara teori dengan
praktek dilapangan
2. Lahan Praktek
Lebih meningkatkan fasilitas dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
mendukung terselenggaranya pemberian asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

3. Institusi Pendidikan
Menyediakan Clinical Instructur dan Clinical Teacher yang berkualitas agar dapat
membimbing mahasiswa dalam proses pemberian asuhan keperawatan ataupun dalam
pembuatan/penyusunan laporan asuhan keperawatan khususnya, agar tercipta praktisi-
praktisi keperawatan yang berkualitas dan profesional.

Anda mungkin juga menyukai