Anda di halaman 1dari 13

HUKUM BISNIS

PERJANJIAN DAN KONTRAK

KELOMPOK 3

Ni Kadek Laksmi Vira Santhi 1707531063


Luh Putu Sita Dewi 1707531066
Putu Pradnya Sari 1707531067

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
A. PENGERTIAN PERJANJIAN & KONTRAK DAN DASAR HUKUMNYA, ASAS
PERJANJIAN/KONTRAK, SERTA SYARAT SAHNYA
1. Pengertian Kontrak
Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overseen-komst (dalam bahasa
Belanda) dalam pngertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.
Kontrak adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau
tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya disajikan secara tertulis. Para pihak yang
bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan
melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut
perikatan (verbintenis). Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban
bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut.
2. Sumber Hukum Kontrak
Mengenai sumber hukum kontrak yang bersumber dari undang-undang dijelaskan :
a. Persetujuan para pihak (kontrak)
b. Undang-undang, selanjutnya yang lahir dari UU karena suatu perbuatan dapat dibagi :
1) Yang diperbolehkan
2) Yang berlawanan dengan hukum
3. Asas dalam Perjanjian/Kontrak
Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi
pasal tersebut sangat jelas terkandung asas :
a. Konsensualisme, yaitu perjanjian itu telah terjadi jika telah ada consensus/kesepakatan
antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal
1320 KUH Perdata mengenai syarat sah perjanjian
b. Kebebasan berkontrak, yaitu seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas
mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya sepanjang
tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatuhan.
c. Pacta sunt servanda, yaitu kontrak itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya (mengikat)
Selain itu, beberapa asas lain dalam standar kontrak yaitu : asas kepercayaan, asas
persamaan hak, asas keseimbangan, asas moral, asas kepatuhan, asas kebiasaan, asas
kepastian hukum.
4. Syarat Sahnya Kontrak
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, kontrak adalah sah jika memenuhi syarat-syarat berikut :

1
a. Syarat subjektif, syarat ini jika dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan. Syarat subjektif
meliputi :
1) Kecakapan, yaitu bahwa pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut
hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian. Pasal 1330 KUH Perdata
menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian yaitu orang
yang belum dewasa, mereka yang berada di bawah pengampuan, semua orang yang
dilarang oleh UU untuk membuat perjanjian
2) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa pihak yang
mengadakan perjanjian harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan
diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan
b. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum. Syarat
objektif meliputi :
1) Suatu hal (objek) tertentu, hal ini maksudnya adalah perjanjian tersebut harus
mengenai suatu objek tertentu
2) Sesuatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian harus berdasarkan hal-
hal yang tidak bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan juga ketertiban

B. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK, JENIS-JENIS PERJANJIAN, DAN


BENTUK PERJANJIAN
1. Azas Kebebasan Berkontrak
Azas kebebasan berkontrak berarti setiap orang dapat secara bebas untuk membuat
kontrak tentang apapun, dimanapun, dan kapanpun, namun tetap dibatasi oleh undang-
undang. Azas kebebasan berkontrak mendapat jaminan hukum dari Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata.
2. Jenis-Jenis Perjanjian/Kontrak
Berikut beberapa contoh kontrak khusus dan penting yang banyak terjadi dalam praktik
bisnis pada umumnya.
a. Perjanjian Kredit
Kredit artinya percaya, kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perjanjian.
Adapun unsur dari kredit adalah adanya dua pihak, kesepakatan pinjam-meminjam,
kepercayaan, prestasi, imbalan, dan jangka waktu tertentu dengan objek berupa benda.
Perjanjian kredit dapat diartikan sebagai perjanjian konsesuil antara Debitur dengan
Kreditur yang melahirkan hubungan utang piutang, dimana debitur berkewajiban

2
membayar kembali pinjaman yang diberikan kreditur berdasarkan kondisi yang telah
disepakati.
Adapun dasar dari perjanjian kredit adalah UU Perbankan No.10 Tahun 1998 tentang
Perjanjian Kredit diatur dalam Pasal 1 ayat 11. Terdapat dua kelompok perjanjian kredit,
yaitu perjanjian kredit uang (contoh : perjanjian kartu kredit), dan perjanjian kredit barang
(contoh : perjanjian sewa beli, perjanjian sewa guna usaha)
Problematika Perjanjian Kredit
Konsumen dalam praktik bisnis seperti perbankan, asuransi, properti, dan lainnya
dihadapkan pada situasi dimana isi perjanjian sudah ditentukan secara sepihak terlebih
dahulu. Jika melihat hal yang demikian, sepintas kita akan berpikir bahwa hal itu
bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Dengan alasan efisiensi, debitur
biasanya dihadapkan pada situasi take it or leave it. Sehingga disini tentu saja hak dari
konsumen untuk menanyakan apa saja isi dari klausul kontrak dengan sejelas-jelasnya.
Bila debitur menyetujui dan menandatangani, berarti debitur menyetujui syarat-syarat
kontrak dan yang demikian itu tidak bertentangan dengan asas perjanjian tadi.
b. Perjanjian Leasing (Kredit Barang)
1) Pengertian Leasing
Leasing berasal dari kata lease (dalam bahasa Inggris) adalah perjanjian yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada
pembeli setelah angsurannya lunas dibayar. (Keputusan Menteri Perdagangan No.
34/KP/ll/1980).
2) Ciri-ciri Pokok Leasing
a) Hak milik atas barang baru beralih setelah lunas pembayaran,.
b) Sewaktu-waktu lessor bisa membatalkan kontrak bila lessee lalai.
c) Leasing bukan perjanjian kredit murni.
d) Ada registrasi kredit dengan tujuan untuk melahirkan sifat kebendaan dari
perlanjian jaminan.

Menurut Komar Andasasmita (1983: 38),ciri-ciri pokok leasing adalah:


a) Menyangkut barang atau objek khusus yang merupakan suatu kesatuan tersendiri.
b) Memperoleh pemakaian menjadi tujuan utama.
c) Ada hubungan antara lamanya kontrak dengan jangka waktu pemakaian objek
leasing.
d) Tenggang waktu kontrak berlaku tetap.

3
e) Tenggang waktu tersebut sesuai dengan maksud para pihak seluruhnya

c. Perjanjian Keagenan dan Distributor


1) Pengertian Keagenan
Agen atau agent (dalam bahasa Inggris) adalah perusahaan nasional yang
menjalankan keagenan, sedangkan keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang
merek (principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan
perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan/distribusi barang modal atau produk
industri tertentu. Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu
transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan produsen di satu pihak dan konsumen di
lain pihak.
2) Hubungan Hukum Keagenan
Hubungan hukum antara agen dengan principal merupakan hubungan yang dibangun
melalui mekanisme layanan lepas jual, di sini hak milik atas produk yang dijual oleh agen
tidak lagi berada pada principal melainkan sudah berpindah kepada agen, karena pada
prinsipnya agen telah membeli produk dari principal.
Menurut Henry R. Chccscman (1998: 505), hubungan Agen-Principal diilustrasikan
seperti pada Gambar 3.1.

3) Status Hukum Keagenan


a) Hukum keagenan hanya diatur oleh keputusan menteri saja,.
b) Kontrak harus ditandatangani secara langsung antara principal dan agen.
c) Kontrak antara principal dan agen wajib didaftarkan ke Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, kalau tidak berarti batal demi hukum.

4
d) Persyaratan untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran menurut Instruksi
Direktorat enderal Perdagangan Dalam Negeri No. 01 Tahun 1985.

4) Sengketa-sengketa Keagenan
a) Perselisihan biasanya disebabkan terutama menyangkut tata cara pengakhiran
b) Standar atau ukuran untuk menilai kegiatan yang tidak memuaskan dari pihak
agen.
c) Penunjukan agen lain sebelum ada penyelesaian tuntas.
d) Lemahnya sistem pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak keagenan.
e) Masih ada anggapan bahwa agen hanyalah sebatas working relationship, bukan
sebagai partnership dari principal
Biasanya, sengketa keagenan dimulai dari tindakan principal yangsecara sepihak
memutuskan hubungan keagenan, melihat hal demikian, seharusnya untuk
menyelesaikan kasus secara tuntas menjadi tanggung jawab pihak principal sekaligus
untuk membayar ganti rugi kepada gihak agen.

5) Perbedaan Pokok Agen dengan Distributor


Nathan Weinstock (1987), seperti dikutip Levi Lana (dalam jurnal Hukum Bisnis,
2001: 67), membedakan secara tegas antara agen dengan distributor:
a) Distributor membeli dan menjual barang untuk diri sendiri dan atas tanggung
iawab sendiri termasuk memikul semua risiko, sedangkan agen melakukan
tindakan hukum atas perintah dan tanggung jawab principal dan risiko dipikul
oleh principal.
b) Distributor mendapat keuntungan atas margin harga beli dengan harga jual,
sementara agen mendapat komisi.
c) Distributor bertanggung jawab sendiri atas semua biaya yang dikeluarkan,
sedangkan agen meminta pembayaran kembali atas biaya yang dikeluarkannya.
d) Sistem manajemen dan akuntansi dari distributor bersifat otonom, sedangkan
keagenan berhak menagih secara langsung kepada nasabah.

d. Perjanjian Franchising dan Lisensi


1) Pengertian Franchising
Franchise adalah pemilik dari sebuah merek dagang, nama dagang, sebuah rahasia
dagang, paten, atau produk (biasanya disebut franchisor) yang memberikan lisensi ke
pihak lain (biasanya disebut (franchisee) untuk menjual atau memberi pelayanan dari

5
produk di bawah nama franchisor. Franchisee biasanya membayar semacam fee (royalti)
kepada franchisor terhadap aktivitas yang mereka lakukan. Franchisee dan franchisor
merupakan dua pihak yang terpisah satu dengan yang lainnya.
Di samping beberapa jenis kontrak seperti tersebut di atas KUH Perdata juga mengenal
istilah lain dari kontrak untuk:
a. Kontrak jual beli.
b. Kontrak sewa menyewa.
c. Pemberian atau hibah (schenking).
d. Perseroan(maatschap).
e. Kontrak piniam-meminjam.
f. Kontrak penanggungan utang
g. Kontrak kerja.
h. Kontrak pembiayaan.

Berakhirnya Kontrak
Kontrak dapat berakhir karena:
a. Pembayaran.
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan
itu di suatu tempat.
c. Pembaruan utang.
d. Kompensasi.
e. Percampuran utang.
f. Pembebasan utang
g. Hapusnya produk yang dimaksudkan dalam kontrak.
h. Pembatalan kontrak.
i. Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan.
j. Lewat waktu.

3. Bentuk Perjanjian
Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan lisan.
Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan,
sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud
lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis perjanjian tertulis

6
Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja.
Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Perjanjian ynag dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel
adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.
Bentuk Kontrak dan Penulisan
a. Bentuk Kontrak, Franchising, Kredit, Leasing,dan Keagenan
Biasanya, pola umum dan tahapan yang dipakai dalam pembuatan kontrak seperti berikut ini.
1) Pola Umum Anatomi Sebuah Kontrak
Garis besar kontrak bentuk yang lazim sebagai berikut:
a) Judul
b) Pembukaan
c) Pihak-pihak
d) Latar belakang
e) Isi
f) Penutup
2) Tahapan-tahapan Kontrak
Biasanya dalam tahapan berkontrak para pihak melalui:
a) Prakontrak, pada tahapan ini para pihak memulai dengan negosiasi, membuat
Memorandum of Understanding (MoU), studi kelayakan dan negosiasi lanjutan.
b) Kontrak, pada tahapan ini dimulai dengan penulisan naskah awal, pembahasan
naskah, penulisan naskah akhir, dan dilanjutkan penandatanganan.
c) Pascakontrak, dimulai pelaksanaan kontrak, penafsiran kontrak, dan terakhir
penyelesaian sengketa.

b. Bentuk Penulisan

7
8
Contoh Penulisan 2

9
3. PERJANJIAN, PRESTASI, DAN WANPRESTASI

Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih. Perjanjian atau kontrak
kontrak memuat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Kontrak merupakan media atau piranti yang dapat menunjukkan, apakah suatu perjanjian
dibuat sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian
2. Kontrak tersebut sengaja dibuat secara tertulis untuk dapat saling memantau diantara
para pihak, apakah prestasi telah dijalankan atau bahkan telah terjadi wanprestasi / ingkar
janji.
3. Kontrak itu sengaja dibuat sebagai suatu alat bukti bagi mereka yang berkepentingan,
sehingga apabila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat bukti untuk mengajukan
tuntutan ganti rugi kepada pihak lainnya
4. Untuk mengetahui syarat-syarat berlakunya kontrak tersebut.
5. Untuk mengetahui cara-cara yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan dan pilihan
domisili hukum yang dipilih bila perselisihan terjadi antara para pihak

Menurut pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat syarat agar terjadi persetujuan yang
sah, yaitu:

10
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Prestasi

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance”
dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam
suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai
dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah seperti yang disebutkan dalam
pasal 1234 KUH Perdata, yaitu berupa :

1. Memberikan sesuatu
2. Berbuat sesuatu
3. Tidak berbuat sesuatu.

Wanprestasi

Wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban


sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti
yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi
karena , yaitu;

1. Kesengajaan
2. Kelalaian
3. Tanpa Kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)

11
DAFTAR PUSTAKA

Saliman, Abdul R. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus Edisi
Kelima. Jakarta : Penerbit Kencana

12

Anda mungkin juga menyukai