Anda di halaman 1dari 12

IRITABILITAS OTOT DAN SARAF

Laporan Praktikum

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia

Yang Dibina Oleh bapak Hendra Susanto, M. Kes., Ph.D. dan bapak Wira Eka
Putra, S.Si., M.Med.Sc.

Disusun oleh:

Kelompok 5, Offering H 2018

1. Adinda Permatasari (180342618050)


2. Aghits Laily Rizqiyah (180342618021)
3. Erina Nur Amalia (180342618072)
4. Nadila Sekar Zahida (180342618074)
5. Neila Salma Kumala (180342618090)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2019
A. Tujuan Kegiatan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui sifat iritabilitas otot dan
saraf. Sebelum saraf diputus dari medulla spinalis dan sesudah diputus dari
medulla spinalis.
B. Dasar Teori
Salah satu sifat sel adalah iritabilitas, artinya sel dapat merespon rangsangan
yang sampai kepadanya. Sifat tersebut sangat menonjol pada sel otot dan sel
saraf. Sifat iritabilitas otot ditunjukkan oleh kemampuan otot untuk mengenal
dan merespon rangsangan yang langsung mengenainya (Soewolo, dkk., 2005).
Lemah kuatnya iritabilitas tergantung pada kondisi otot. Apabila otot dalam
keadaan lelah, maka sifat iritabilitas akan melemah sedangkan jika otot dalam
kondisi optimum maka sifat iritabilitas akan meningkat. Respon yang
ditunjukkan oleh sel otot umunya berupa kontraksi otot, sedangkan respon pada
sel saraf tidak dapat diamati karena berupa proses pembentukan potensial aksi
yang dirambatkan berupa impuls (Gofur, dkk., 2019). Ada tidaknya respon pada
sel saraf dapat diamati pada efektornya.
Sistem saraf merupakan sistem yang paling kompleks. Sistem saraf
mengontrol otot, kelenjar, dan juga organ. Berdasarkan letaknya, sistem saraf
dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang dan sistem saraf tepi yang berupa serabut saraf yang
menghubungkan sistem saraf pusat dengan reseptor dan efektor. Berdasarkan
fungsinya, sel saraf dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sel saraf sensorik (sel
saraf aferen), sel saraf motorik (sel saraf eferen), dan sel saraf perantara (sel saraf
interneuron). Apabila saraf sensorik meneruskan rangsangan pada otak, maka
tidak terjadi gerak reflek, sedangkan jika saraf sensorik meneruskan rangsangan
pada sumsung tulang belakang maka akan terjadi gerak reflek.
Sel saraf yang menerima rangsangan akan memberi respon dengan
mengubah energi rangsangan menjadi energi elektrokimia impuls saraf yang
akan dirambatkan sepanjang serabut saraf (Gofur, dkk., 2019). Kontraksi pada
otot dapat dilihat dengan mata, akan tetapi rambatan pada impuls saraf tidak
dapat dilihat dengan mata.
C. Alat dan Bahan
Alat: Bahan:
- Papan - Katak hijau
- Alat seksi - Larutan ringer
- Batang gelas - Kapas
- Gelas arloji - Kristal NaCl
- Gelas piala 50 cc
- Pipet
- Baterai
- Lampu spiritus
D. Prosedur Kerja

E. Data Pengamatan
Perlakuan Sebelum diputus Sesudah Diputus
O. Kanan O. Kiri O. Kanan O. Kiri
1. Mekanis
A. S. Kanan +++ - +++ -
S. Kiri - + - +++
B. O. Kanan +++ - + -
O. Kiri - +++ - ++
2. Osmotis
A. S. Kanan - ++ - -
S. Kiri - ++ +++ -
B. O. Kanan - ++ - -
O. Kiri - +++ ++ -
3. Termis
A. S. Kanan - - - -
S. Kiri - - - -
B. O. Kanan - - - -
O. Kiri - - - -
4. Listrik
A. S. Kanan +++ +++ +++ -
S. Kiri +++ +++ +++ -
B. O. Kanan ++ - ++ -
O. Kiri - +++ - ++
5. Kimia
A. S. Kanan - - - -
S. Kiri - - - -
B. O. Kanan + - + -
O. Kiri - + - -
F. Analisis Data
1. Rangsangan mekanis
Pada perlakuan yang pertama, dilakukan rangsangan mekanis
sebelum saraf diputus dari medula spinalisnya dengan cara dicubit saraf
bagian kanan, respon yang terjadi yaitu pada otot sebelah kanan dengan
responnya yang kuat sedangkan pada otot sebelah kiri tidak ada respon.
Ketika dicubit pada saraf bagian kiri, tidak ada respon pada otot kanan
namun respon yang terjadi pada otot kiri dengan respon yang lemah. Ketika
dicubit pada otot bagian kanan, respon yang terjadi yaitu pada otot sebelah
kanan dengan responnya yang kuat sedangkan pada otot sebelah kiri tidak
ada respon. Ketika dicubit pada otot bagian kiri, tidak ada respon pada otot
kanan namun respon yang terjadi pada otot kiri dengan respon yang kuat.
Pada rangsangan mekanis sesudah saraf diputus dari medula
spinalisnya, dilakukan percobaan yang sama dengan cara dicubit saraf
bagian kanan, respon yang terjadi yaitu pada otot sebelah kanan dengan
responnya yang kuat sedangkan pada otot sebelah kiri tidak ada respon.
Ketika dicubit pada saraf bagian kiri, tidak ada respon pada otot kanan
namun respon yang terjadi pada otot kiri dengan respon yang kuat. Ketika
dicubit pada otot bagian kanan, respon yang terjadi yaitu pada otot sebelah
kanan dengan responnya yang lemah sedangkan pada otot sebelah kiri tidak
ada respon. Ketika dicubit pada otot bagian kiri, tidak ada respon pada otot
kanan namun respon yang terjadi pada otot kiri dengan respon yang sedang.
2. Rangsangan Osmotis.
Pada perkaluan kedua, yaitu perlakuan rangsangan osmotis yang
dilakukan sebelum dan sesudah diputus medula spinalis. Ketika sebelum
diputus medula spinalisnya dilakukan perlakuan osmotis dengan
menggunakan NaCl yang ditaburkan atau dibubuhkan pada saraf bagian
kanan, saraf bagian kiri, otot bagian kanan dan otot bagian kiri yang tidak
ada respon pada otot kanan, sementara itu terdapat respon pada otot kiri
yang sedang.
Pada perlakuan osmotis yang sesudah diputus medula spinaliss,
ketika NaCl ditaburkan atau dibubuhkan pada saraf bagian kanan tidak
terdapat respon pada otak kanan, ketika NaCl ditaburkan atau dibubuhkan
pada saraf bagian kiri terdapat respon yang kuat pada otot kanan, ketika
NaCl ditaburkan atau dibubuhkan pada otot bagian kanan tidak terdapat
respon pada otot kanan, dan ketika NaCl ditaburkan atau dibubuhkan pada
otot bagian kiri terdapat respon yang sedang pada otot bagian kanan.
Sedangkan ketika NaCl yang ditaburkan atau dibubuhkan pada saraf bagian
kanan, saraf bagian kiri, otot bagian kanan dan otot bagian kiri tidak ada
respon pada otot kiri.
3. Rangsangan termis
Pada perlakuan ketiga, yaitu dilakukan rangsangan termis pada
sebelum dan sesudah medula spinalisnya diputus dengan cara menyentuh
saraf bagian kanan, saraf bagian kiri, otot bagian kanan dan otot bagian
kiri dengan menggunakan batang gelas hangat, namun pada otot kanan dan
otot kiri tidak ada respon, baik yang sebelum ataupun sesudah meula
spinalisnya diputus.
4. Rangsangan listrik
Pada perlakuan keempat, yaitu dilakukan rangsangan listrik dengan
cara disetrum. Ketika sebelum medula spinalisnya diputus, disetrum pada
bagian saraf kanan, saraf bagian kiri terdapat respon yang kuat pada otot
kanan dan otot kiri, ketika disetrum pada bagian otot kanan terdapat respon
yang sedang pada otot kanan tetapi tidak ada respon pada otot kiri dan ketika
disetrum bagian otot kiri tidak ada respon pada otot kanan tetapi terdapat
respon yang kuat pada otot kiri.
Ketika sesudah medula spinalisnya diputus, disetrum pada bagian
saraf kanan, saraf bagian kiri terdapat respon yang kuat pada otot kanan,
ketika disetrum otot bagian kanan terdapat respon yang sedang pada otot
kanan, dan ketika disetrum otot bagian kiri tidak terdapat respon. Sedangkan
ketika disetrum saraf bagian kanan, saraf bagian kiri, dan otot bagian kanan
tidak terdapat respon, sementara itu ketika disetrum di otot bagian kiri
terdapat respon yang sedang.
5. Rangsangan kimia
Pada perlakuan terakhir, yaitu dilakukan rangsangan kimia pada
sebelum medula spinalis diputus dengan meneteskan satu sampai dua tetes
HCl 1% pada saraf bagian kanan, saraf bagian kiri tidak terdapat respon
pada otot kanan dan otot kiri, ketika diteteskan satu sampai dua tetes HCl
1% pada otot bagian kanan terdapat respon yang lemah pada otot kanan
namun tidak terdapat respon pada otot kiri, ketika diteteskan satu sampai
dua tetes HCl 1% pada otot bagian kiri tidak terdapat respon pada otot kanan
namun terdapat respon lemah pada otot kiri.
Pada sesudah medula spinalis diputus ketika diteteskan satu sampai
dua tetes HCl 1% pada saraf bagian kanan, saraf bagian kiri, otot bagian
kanan dan otot bagian kiri tidak terdapat respon pada otot kanan atau otot
kiri, kecuali pada otot bagian kanan yang ditetesi terdapat respon yang
lemah pada otot kanan.
G. Pembahasan
Iritabilitas adalah kemampuan sel dalam menanggapi atau meroespon
rangsangan yang diberikan kepadanya. Pada dasarnya semua sel memiliki sifat
iritabilitas namun, sifat dari iritabilitas lebih menonjol pada sel-sel saraf dan
sel-sel otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot berupa kontaraksi
sedangkan pada sel saraf tidak dapat dilihat secara langsung karena, repon pada
sel saraf berupa proses pembentukkan potensial aksi yang di rambatkan berupa
impuls menuju efektor. Sel otot akan menunjukkan respon apabila kepadanya
di berikan rangsangan baik melalui saraf atau langsung kepada otot tersebut.
(Gofur.2019)
1. Sebelum saraf kanan medulla spinalis diputus:
a. Rangsangan mekanis
Rangsangan mekanis yang diberikan pada saat praktikum berupa
cubitan pada saraf iskhiadiskus dan otot gastroknemius. Saat saraf
iskhiadiskus dicubit secara perlahan menggunakan pinset dengan
efektor yang diamati adalah otot gastrocnemius kanan dan kiri. Reseptor
pertama yang diberikan rangsangan adalah saraf kanan, seharusnya,
kedua otot menunjukkan kontraksi namun hanya otot gastrocnemius
kanan saja yang menunjukkan adanya respons sedangkan otot
gastroknemuis kiri tidak menunjukkan respons apapun. pada saat saraf
iskhiadiskus kiri di cubit secara perlahan, otot yang merespons hanya
pada otot gastrocnemius sebelah kiri saja dan otot gastrocnemius kanan
tidak menunjukkan adanya kontraksi atau respon apapun. dari hasil yang
di dapatkan seharusnya kedua otot gastrocnemius menunjukkan adanya
respon namun, yang terjadi hanya salah satunya saja hal ini bisa terjadi
mungkin efektor yang dituju bukanlah kedua duanya otot
gastrocnemius, atau mungkin rangsangan yang diberikan belum
mencapai batas ambang sehingga tidak terjadinya respon.
Rangsangan mekanis yang diberikan terhadap otot gastrocnemius
kanan menimbulkan adanya respon yang terjadi pada otot
gastrocnemius kanan sedangkan otot gastrocnemius kiri tidak
menunjukkan adanya respon. Pada otot gastrocnemius kiri yang dicubit
menggunakan pinset secara perlahan, otot yang menujukkan respon
adalah otot kiri sedangkan otot kanan tidak menunjukkan respon. Hal
ini terjadi karena, otot gastrocnemius merupakan otot bekerja secara
antagonis, yang mana otot antagonis hanya salah satu kelompok otot
yang bekerja sedangkan otot yang lainnya berelaksasi untuk
menghasilkan adanya gerakan (Soewolo.2005).
b. Ransangan termis
Ransangan termis yang diberikan pada praktikum ini berupa
sentuhan menggunakan batang gelas yang dipanaskan terlebih dahulu.
Sebelum disentuhkan kepada saraf ataupun otot batang yang terlah
dipanaskan di cek tingkat kepanasannya terlebih dahulu dengan cara
dipegang ujung batang yang telah dipanaskan oleh jari tangan praktikan,
apabila dirasa cukup hangat maka langsung di sentuhkan terhadap
reseptor. Saraf kanan ataupun saraf kiri yang diberikan stimulus, kedua
efektor yang dituju tidak menunjukkan respon apapun. Otot kanan
ataupun otot kiri diberikan stimulus berupa oleh ujung batang kaca yang
hangat tidak menunjukkan respon apapun baik otot kanan atau otot kiri.
hal ini mungkin terjadi karena batang kaca yang kurang panas sehingga
stimulus yang dihantarkan menuju efektor tidak mencapai batas ambang
atau bisa terjadi karena efektor yang dituju oleh saraf bukanlah otot
gastrocnemius.
c. Rangsangan kimia
Rangsangan kimia yang diberikan kepada reseptor adalah tetesan
dari HCL 1%. Dengan 1-2 tetes HCL 1% terhadap saraf iskhiadiskus
kanan maupun kiri, otot tidak menjukkan repon apapun. hal ini sudah
benar adanya karena menurut ssoewolo (2005) zat-zat kimia dapat
mempengaruhi sistem saraf dengan berbagai cara. Namun pada
umumnya zat-zat kimia mempengaruhi transmisi impuls terhadap
sinapsnya. Perngaruh tersebut dapat menghambat atau melemahkan
transmisi sinapsnya dan ada yang mempengaruhi kerja reseptornya.
Sehingga zat-zat kimia ini tidak membuat reseptor merespon
rangsangan yang diberikan terhadapnya.
Pada otot gastrocnemius kanan menunjukkan adanya respon
terhadap otot kanan yang diberikan tetesan HCL 1% sedangkan, pada
otot kiri menunjukkan adanya respon saat otot kiri diberikan tetesan
HCL 1%. Hal ini tidak sesuai dengan teori, seharusnya otot tidak
menunjukkan respon apapun, ini dapat terjadi kemungkinan karena otot
yang belum sepenuhnya istirahat atau terlalu banyak di sentuh.
d. Ransangan osmotis
Ransangan osmotis yang diberikan kepada saraf maupun langsung
terhadap otot berupa membubuhkan sedikit Kristal NaCl. Pada saraf
kanan yang dibubuhkan Kristal NaCl otot yang merspon hanya otot kiri
saja sedangkan otot kanan tidak menunjukkan respon apapun.
sedangkan pada saraf kiri yang dibubuhkan Kristal NaCl, otot yang
merespon adalah otot kiri dan otot kanan tidak menunjukkan respon
apapun. ini bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu, lamanya waktu
memberikan rangsangan terhadap reseptor kurang, otot yang belum
istirahat secara optimal namun sudah diberikan ransangan yang lain.
Rangsangan osmotis yang diberikan kepada otot kanan merangsang
kontraksi otot kanan dan otot kiri yang diberikan rangsangan
merangsang kontraksi otot kanan. Hal ini sudah benar adanya.
e. Ransangan listrik
Rangsangan listrik yang diberikan terhadap saraf atau otot berupa
menyentuhkan kabel yang telah dihubungkan dengan baterai. Pada saraf
kanan yang diberikan rangsangan listrik membuat otot kanan dan kiri
berkontraksi, begitu pula saat ransangan listrik diberikan kepada saraf
kiri yang membuat otot kanan dan kiri berkontraksi. Hal ini dapat terjadi
karena ransangan yang diberikan terhadap saraf kiri maupun kanan akan
dihantarkan ke saraf pusat dan akan di sebarkan kembali menuju efektor
yang dituju yaitu otot gastrocnemius. Pada otot kanan yang diberikan
ransangan listrik direspon oleh otot kanan pula sedangkan pada otot kiri
yang diberikan ransangan listrik direspon oleh otot kiri.
2. Sesudah saraf kanan medulla spinalis di potong
a. Ransangan mekanis
Pada saat saraf kanan medulla spinalis dipotong hasil dari ransangan
mekanis yang diberikan terhadap saraf kanan menunjukkan adanya
respon yang diberikan oleh otot kanan. Hal ini karena saraf medulla
spinalis kanan yang dipotong tidak dapat menyebarkan kepada semua
efektor yang dituju sehingga impuls langsung dihantarkan ke efektor
yang sarafnya masih tersambung dengan saraf iskhiadiskus kanan.
sedangkan otot kiri tidak memberikan respon apapun. sedangkan saat
saraf kiri diberikan ransangan direspon oleh otot kiri sedangkan otot
kanan tidak merespon. Karena saraf medulla spinalis kanan yang
dipotong sehingga impuls yang dihantarkan melalui saraf kiri tidak
sampai kepada otot gastrocnemius kanan.
Otot gastrocnemius kanan yang diberikan ransangan, otot kanan yang
menunjukkan adanya respon sedangkan pada otot gastrocnemius kiri,
otot kiri yang menunjukkan respon. Hal ini karena otot yang diberikan
ransangan tidak menghantarkan impuls menuju saraf pusat sehingga
hanya pada otot yang diberikan ransangan yang memberikan respon.
b. Ransangan termis
Saraf iskhiadiskus kanan diberi ransangan menggunakan batang
gelas hangat tidak menimbulkan respon terhadap otot gastrocnemius
kanan maupun kiri. Hal ini dapat terjadi karena saraf medulla spinalis
kanan yang telah dipotong tidak membuat impuls yang dihantarkan
tidak mencapai saraf pusat yang mengkoordinir kemana impuls tersebut
akan di hantarkan menuju efektornya. saraf iskhiadiskus kiri diberi
ransangan menggunakan batang gelas hangat tidak menimbulkan respon
terhadap otot gastrocnemius kanan maupun kiri. Ransangan tidak
menimbulkan kontraksi otot kiri karena kemungkinan ransangan yang
diberikan belum atau tidak mencapai batas ambang sehingga tidak
terjadinya potensial aksi yang menimbulkan respon atau kontraksi.
c. Ransangan kimia
Saraf iskhiadiskus kanan diberikan ransangan kimia berupa tetesan
HCL 1% tidak menimbulkan respon baik terhadap otot gastrocnemius
kiri ataupu otot gastrocnemius kanan dan hasil yang sama pun di peroleh
saat saraf iskhiadiskus kiri diberikan ransangan kimia HCL 1%. HCL
1% tidak menimbulkan respon karena menghambat atau melemahkan
transmisi sinapsnya dan ada yang mempengaruhi kerja reseptornya.
Otot gastrocnemius kanan yang diberikan ransangan menunjukkan
adanya respon oleh otot kanan, hal ini kemungkinan terjadi karena otot
belum istirahat secara sempurna atau masih ada sisa respon oleh
ransangan sebelumnya. Otot gastrocnemius kiri yang diberikan
ransangan tidak menimbulkan respon apapun baik otot kiri maupun
kanan.
d. Ransangan osmotis
Ransangan osmotis yang diberikan berupa membubuhkan Kristal
NaCl terhadap saraf sebelah kanan, baik otot kanan maupun otot kiri dan
tidak menunjukkan respon apapun. sedangkan, pada saat saraf sebelah
kiri diberikan ransangan, otot kanan menunjukkan respon yang kuat
namun pada otot kiri tidak menunjukkan respon apapun. otot kanan yang
merespon tidak seharusnya terjadi karena saraf medulla spinalis kanan
telah dipotong sehingga tidak ada yang meneruskan impuls terhadap
otot sebelah kanan. Hal ini dapat terjadi bisa karena otot yang belum
sepenuhnya beristirahat namun sudah diberikan ransangan lagi sehingga
meneruskan respon pada ransangan sebelumnya. Ransangan osmotis
yang diberikan kepada otot sebelah kanan, baik otot kanan maupun otot
kiri tidak menunjukkan respon apapun. seharusnya pada saat otot
sebelah kana diberikan ransangan maka yang akan merespon adalah otot
kanan pula, ini bisa terjadi karena ransangan yang diberikan belum
mencapai batas ambang sehingga potensial aksi tidak terjadi. Sedangkan
pada otot sebelah kiri yang diberikan ransangan, otot kanan yang
merespon dan pada otot kiri tidak terjadi respon. Hal ini dapat terjadi
karena otot kanan merespon ransangan yang sebelumnya diberikan
kepadanya bukan respon yang ditunjukkan saat otot kiri dibubuhkan
Kristal NaCl.
e. Ransangan listrik
Ransangan listrik yang diberikan terhadap saraf sebelah kanan, otot
kanan menunjukkan adanya respon yang kuat sedangkan otot kiri tidak
menunjukkan respon apapun. hal ini dapat terjadi karena otot kanan
yang belum sepenuhnya kering dan sudah diberikan ransangan listrik
sehingga air yang terkena listrik tersebut mengenai otot sebelah kanan.
Pada otot kiri tidak terjadi respon karena saraf medulla spinalis kanan
yang telah dipotong sehinggga tidak adanya penyebaran impuls
terhadap otot kiri. Saraf sebelah kiri yang diberikan ransangan, otot
kanan menunjukkan respon yang kuat sedangkan otot kiri tidak
menunjukkan respon apapun.
Otot kanan merespon saat otot kanan diberikan ransangan sedangan otot
kiri tidak menunjukkan respon apapun. otot kiri merespon saat otot kiri
diberikan ransangan sedangkan otot kanan tidak menunjukkan respon
apapun.
H. Kesimpulan
 Ketika medulla spinalis masih terhubung dengan saraf dan otot, hampir
semua saraf dan otot masih dapat melakukan iritabilitas (menanggapi
rangsangan) dengan berbagai kekuatan respon yang berbeda-beda. Jika
saraf diberikan rangsang maka respon kontraksi kedua otot dapat diamati.
Namun, jika otot yang diberikan rangsangan maka respon saraf tidak dapat
diamati dengan mata seperti kontraksi otot karena berupa proses
pembentukan potensial aksi.
 Ketika medulla spinalis telah diputus dengan saraf dan otot, iritabilitas saraf
dan otot akan mengalami penurunan atau tidak akan menanggapi
rangsangan yang diberikan karena tidak adanya medulla spinalis sebagai
pusat pengendali gerak otot tubuh dan refleks spinalis dan refleks spinalis
serta refleks tungkai.
I. Daftar Pustaka
Campbell, N. A., 2002. Biologi Edisis Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Gofur, Abdul, dkk. 2019. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan dan Manusia.
Malang: Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang. UM PRESS

Anda mungkin juga menyukai