Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOTEKNOLOGI DAN MIKROBIOLOGI INDUSTRI

“Wine (Minuman Anggur Fermentasi)”

KELOMPOK III

1. MUH. WAHID ABDULAH (F1E117 0 53)


2. NI MADE WIDANI (F1E117 0 32)
3. LEDI VEBRIANTI NUR’AMI ODE (F1E117 0 44)
4. RAHMA MUTMAINAH AZAM (F1E117 0 47)
5. MUH. IQBAL SYABANI (F1D415 0 91)
6. NADIA

PROGRAM STUDI BIOTEKNLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Fermentasi merupakan suatu proses memproduksi energi didalam sel

yang berada dalam keadaan anaerobik dengan bantuan mikroba (fermentor).

Mikroba yang bekerja akan menggubah senyawa organik menjadi senyawa

anorganik dengan kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan

mikroba yang digunakan. Fermentasi dapat dilakukan dengan menggunakan

substrat dalam menghasilkan suatu produk pangan dimana substratnya dapat

berupa buah dan sayuran salah satunya adalah buah anggur.

Buah anggur merupakan bahan utama untuk pembuatan wine yang telah

lama dibuat di Mesir dan di Siria yaitu tahun 3500 sebelum masehi. Jenis buah

anggur yang paling dikenal untuk dijadikan wine adalah jenis Vitis vinifera..

Jenis buah ini tersebar di daerah Mediterania kemudian ke Inggris, Jerman,

Cekoslowakia, dan Hungaria. Vitis vinifera dibawa oleh orang-orang Eropa ke

daerah lain seperti ke Afrika Selatan, Australia dan beberapa negara yang lain.

Anggur yang termasuk jenis Vitis tersebar di seluruh dunia, tetapi banyak pula

yang termasuk jenis ini tidak cocok untuk dijadikan wine, karena komposisi

buah anggur kurang mencukupi atau produksi kurang memuaskan atau

mungkin juga karena citarasa yang dihasilkan kurang bagus.

Wine adalah jenis minuman yang berbahan dasar sari buah dengan

kandungan gula yang cukup tinggi dan telah melalui proses fermentasi yang

panjang. Fermentasi wine dilakukan dengan keadaan anaerob dengan bantuan

mikroba khamir jenis Saccharomyces cerevisiae. Wine dapat dikelompokkan

menjadi dua kelompok yaitu kelompok wine alami (natural wine) berupa wine
yang dihasilkan dengan proses fermentasi yang kurang sempurna yang

mengandung 9 sampai 14 persen alkohol. dan appertizer wine mengandung

alkohol 15 sampai 21 persen.

B. Rumusan
C. Tujuan

Tujuam pada makalah ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan


wine dengan bantuan mikroba khamir jenis Saccharomyces cerevisiae.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikroba yang di Gunakan

1. Deskripsi karakter

Sumber: http://labnetwork.com.br Sumber: saputra (2018)


Gambar: sel Saccharomyces cerevisiae dan yeast kering

Saccharomyces cerevisiae merupakan cendawan berupa khamir

sejati tergolong eukariot. Saccharomyces cerevisiae secara morfologi

membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat

telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Berkembang biak dengan membelah

diri melalui “budding cell”. Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh

keadaan lingkungan serta jumlah nutrien yang tersedia bagi pertumbuhan

sel.Saccharomyces cerevisiae digunakan secara luas dalam produksi

alkohol dan makanan melalui proses fermenasi. S.cerevisiae memiliki daya


fermentasi yang tinggi, selektivitas yang tinggi dalam menghasilkan

produk, dapat menguraikan berbagai jenis gula, tahan terhadap kadar

etanol tinggi dan akumulasi produk samping yang rendah (Prescott, 1990).

Saccharomyces cerevisiae tumbuh secara menggerombol, tidak

berflagel dan dapat melepaskan CO2 dengan cepat, menyebabkan sel

terapung pada permukaan. Koloni S.cerevisiae berwarna putih kekuningan,

mempunyai bentuk tepi yang circular dan permukaannya yang mengkilat.

Sel S.cerevisiae berbentuk bundar, namun adakalanya berbentuk lonjong

memanjang. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang paling

popular dalam pengolahan alkohol khususnya wine. Kebanyakan khamir

berkembangbiak secara aseksual atau dengan pertunasan, suatu proses

penonjolan protoplasma keluar dari dinding sel seperti pembentukan tunas,

membesar dan akhirnya lepas menjadi sebuah sel khamir baru. Beberapa

jenis khamir dapat pula berkembang biak dengan pembelahan dan ada juga

dengan pembelahan dan pembentukan tunas.

2. Cara Penyimpanan dan Preparasi Inokulum


Khamir yang digunakan dalam pembuatan wine ini adalah

Saccharomyces sp. Merk Alcotec yang masih dalam bentuk butiran kering

yang aktivitasnya belum diketahui, sehingga perlu dilakukan preparasi

inokulum dan perbanyakan sel. Yeast kering tersebut dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi media PD Broth steril yang telah dibuat

sebelumnya dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 2 hari, kemudian

dibiarkan pada suhu kamar selama 2 hari. Setelah tumbuh yang ditunjukkan

dengan timbulnya kekeruhan, kemudian diambil 0,1 ml dan disebar pada


PDA yang telah disiapkan sebelumnya dan diinkubasikan pada suhu yang

sama selama 2 hari dalam posisi terbalik. Kultur sisanya dapat dipindahkan

ke dalam botol kecil yang telah berisi gliserol steril digunakan sebagai

kultur stok. Setelah yeast pada petri dibiarkan selama 2 hari dalam posisi

terbalik, kemudian dipindahkan ke dalam media PDA miring (Gunam dkk,

2018).

3. Kultivasi Inokulum
Kultivasi atau proses pertumbuhan mikroorganisme ditandai

dengan adanya peningkatan jumlah dan massa sel Saccharomyces

cerevisiae sebagai mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan wine.

Proses kultivasi untuk pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti pola

pertumbuhannya. Fase pertumbuhan mikroba pada kultivasi secara umum

yaitu fase permulaan (initial phase), fase pertumbuhan dipercepat (phase of

accelerated growth), fase logaritma atau eksponensial (logaritmic phase


atau exponential phase), fase pertumbuhan yang mulai terhambat (phase of

neganitive accelerated growth), fase kematian logaritma (logaritmic death

phase) (Hidayat et al 2006).Proses kultivasi dilakukan untuk

memperbanyak sel-sel khamir Saccharomyces cerevisiaesupaya jumlah sel

khamir cukup digunakan untuk fermentasi alkohol dalam pembuatan wine.

Kultivasi sel ini dilakukan secara bertahap mulai dari jumlah kecil pada

skala laboratorium, kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam tangki-

tangki secara bertahap, dari tangki starter terus ke tangki induk

pembibitan.

Proses kultivasi Saccharomyces cerevisiae diawali dengan

menyiapkan media untuk produksi alkohol dalam pembuatan wine. Pada

umumnya, media yang paling sering digunakan di Indonesia adalah tetes

(molase). Tetes adalah campuran kompleks yang mengandung sakarosa,

gula invert, garam-garam dan bahan-bahan non gula. Untuk

mengembangbiakan Saccharomyces cerevisiaeterdiri atas 3 tahap, yakni

pembuatan starter, induk peragian dan peragian. Sebelum dimasukkan

dalam tangka starter, khamir Saccharomyces cerevisiaedikembangkan

dulu dalam skala laboratorium dengan mencampur 50 gr ekstrak yeast, 1

liter tetes 10o brix dan 1 gr ZA serta 1,5-2 % agar. Media ini dimasukkan

dalam tabung reaksi kemudian di sterilisasi dan dibuatkan agar miring.

Saccharomyces cerevisiaeditumbuhkan dalam media ini selama 24 jam.

Setelah itu, dipindahkan ke tetes 7o brix dengan pH 3,0-4,0 sebanyak 50

ml dalam Erlenmeyer dan di inkubasi selama 1-2 hari atau sampai


kelihatan pertumbuhan aktif dari Saccharomyces cerevisiae yang ditandai

dengan munculnya gelembung CO2. Berikutnya ditambahkan tetes 8o brix

sebanyak 1/3 volume semula, bila kepekatan sudah turun menjadi 4o

brixtambahkan lagi tetes 8o brix sebanyak 1/3 volume semula dan pupuk 1

%. Demikian seterusnya, sampai diperoleh volume total 50 L dan

kemudian dipindahkan ke tangki starter.

Pada tangki starter, khamir dibiakkan lagi dengan menambahkan

tetes 10o brix secara bertahap setiap 3 jam sekali sehingga volumenya

menjadi 60 L, 90 L, 135 L dan akhirnya 200 L. Starter sebanyak 200 L

dipindahkan ke induk peragian dan ditambah tetes 12o brix dan pupuk

setiap 3 jam. Media dikembangkan secara bertahap menjadi 300 L, 450 L,

650 L dan 900 L. 900 L ini dipindahkan ke tangki peragian dan dilakukan

pengenceran menjadi 1.350 L, 2000 L, 3000 L, 4500 L, 6750 L, 10.000 L,

15.000 L dan 20.000 L. Dari tangka peragian dengan volume 20.000 L

dipindahkan ke tangki fermentasi dan disini dilakukan penambahan

volume sampai 73.500 L menggunakan tetes 27-30o brix.

B. Pemilihan Media Produksi

1. Sumber Nutrisi

Sari buah anggur merupakan produk kasar untuk pembuatan wine,

anggur yang sangat bervariasi dan sangat tergantung pada keadaan

tumbuhnya tanaman anggur. Sari buah anggur mengandung air, karbohidrat

(glukosa, fruktosa, pentosa dan pektin) senyawa nitrogen seperti protein

dan hasil pengurauan protein, asam (tartrat dan malat), mineral (kalium,
kalsium dan magnesium sebagai garam fosfat, sulfat, hidrogen, zat samak,

vitamin dan enzim). Gula dan senyawa nitrogen yang terbentuk selama

pertumbuhan dan pematangan buah anggur adalah substrak utama untuk

fermentasi wine. Kandungan gula dalam proses fermentasi (glukosa dan

fruktosa) tergantung pada pemantangan buah anggur (Sardjoko, 2010).

Ketika fermentasi berlangsung gula akan dikonsumsi sebagai sumber

karbon dan dikonversi menjadi alkohol dan CO2 akibat aktivitas khamir.

Penurunan total gula selama fermentasi berlangsung terjadi akibat aktivitas

khamir yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, selanjutnya

diubah menjadi alkohol dan CO2. Khamir mengkonversi glukosa melalui

siklus glikolisis menjadi etanol dan karbondioksida. Berdasarkan teori yang

dikemukakan Gay-Lussac, setiap 180 g fermentasi glukosa oleh khamir

akan menghasilkan 92 g etanol dimana hanya dua ATP yang dihasilkan per

mol glukosa yang dimetabolisme, dan khamir memanfaatkan energi tersebut

untuk pertumbuhannya. Selama fermentasi sebagian substrat digunakan

untuk memproduksi lebih banyak sel. Dengan demikian selama fermentasi,

gula sebagai sumber karbon akan digunakan untuk memperbanyak sel

kemudian gula akan dikonversi oleh sel menjadi etanol (Hawusiwa, 2015).

Fermentasi musts yang baik membutuhkan nitrogen, mineral dan

nutrient-nutrien lain dalam jumlah yang cukup. Untuk pertumbuhannya, sel-

sel khamir tidak membutuhkan penambahan asam-asam amino dari luar,

kecuali dalam kondisi tertentu dimana kadar nitrogen dalam musts tidak

mencukupi. Buah anggur mengandung mineral dalam konsentrasi yang


cukup, tetapi jika terdapat berlebihan seperti tembaga atau besi, dapat

menyebabkan pengambatan. Jika sejumlah vitamin ditambahkan ke dalam

media, pertumbuhan sel khamir akan meningkat. Semua species khamir

membutuhkan penambahan biotin dari luar. Buah anggur varitas putih

umumnya mengandung biotin lebih sedikit daripada varitas merah, tetapi

jumlah ini ditambah dengan vitamin-vitamin lain masih cukup untuk

memberikan kondisi fermentasi dengan kecepatan normal. Kecepatan

fermentasi sari buah dipengaruhi oleh kandungan biotin dan nitrogen total

buah anggur, jika keduanya terdapat dalam sari buah.

C. Metode Fermentasi

1. Jenis fermentasi

Fermentasi wine adalah proses dimana jus anggur bersama-sama

dengan bahan yang lain yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir

dan menghasilkan wine. Wine yang dihasilkan diperoleh melalui tipe

fermentasi anaerob (Lohenapessy dkk., 2017). Fermentasi secara anaerob

yaitu dengan menutup rapat wadah dan diberi saluran untuk mengeluarkan

karbon dioksidanya. fermentasi dihentikan jika sudah tidak keluar

gelembung. Hasil fermentasi dibiarkan beberapa bulan (aging) agar

diperoleh hasil yang jernih dan aroma yang kuat, lalu disaring dan

dibotolkan. Untuk dapat menghasilkan wine dengan rasa yang lebih manis

dan kualitas yang lebih bagus maka menggunakan jenis fermentasi

continuous proses. Penggunaan jenis fermentasi continous proses untuk

mencegah produksi gas H2S selama proses fermentasi berlangsung. Untuk


mencegah hal tersebut maka selama proses fermentasi sering ditambahkan

nitrogen dan mikronutrien. Jika gas H2S muncul maka akan menyebabkan

bau yang tidak enak sehingga kualitas wine yang duhasilkan kurang bagus.

2. Faktor lingkungan yang dibutuhkan


Faktor lingkungan yang mempengaruhi fermentasi wine dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu (Azizah, dkk., 2012) :
a. Substrak
Substrat merupakan bahan baku fermentasi yang mengandung nutrient.
Nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh maupun
menghasilkan produk fermentasi. Nutrient yang paling dibutuhkan oleh
mikroba baik untuk tumbuh maupun untuk menghasilkan produk
fermentasi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber karbon
yang berfungsi sebagai penghasil energi bagi mikroba, sedangkan nutrient
lain seperti protein dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit daripada
karbohidrat.
b. Suhu
Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan
mikroba dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki
kriteria pertumbuhan yang berbeda-beda. Menurut Fardiaz (1992),
Saccharomyces cerevisiae memliki kisaran suhu pertumbuhan antara 20D
30°C. Tetapi Kumalasari (2011), menyatakan bahwa Saccharomyces
cerevisiae akan tumbuh optimal dalam kisaran suhu 30D35°C dan puncak
produksi alkohol dicapai pada suhu 33°C. Jika suhu terlalu rendah, maka
fermentasi akan berlangsung secara lambat dan sebaliknya jika suhu
terlalu tinggi maka Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga proses
fermentasi tidak akan berlangsung.
c. pH
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting yang perlu
untuk diperhatikan pada saat proses fermentasi. pH mempengaruhi
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Oleh karena itu, pada awal
pelaksanaan penelitian, substrat yang akan dipakai terlebih dahulu diuji
pH nya. Berdasarkan hasil uji pH, pH whey dan kulit nanas
masingDmasing) adalah 4,50 dan 4,20. Hal ini sesuai dengan pendapat
Roukas (1994), bahwa kisaran pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
adalah pada pH 3,5D6,5. Pada kondisi basa, Saccharomyces cerevisiae
tidak dapat tumbuh. Ditambahkan oleh Elevri dan Putra (2006), bahwa
produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae paling maksimal dapat
dicapai pada pH4,5.

d. Oksigen
Oksigen secara tidak langsung mempengaruhi lama fermentasi yang
dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae
dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, tetapi untuk melakukan
proses fermentasi alkohol, dibutuhkan kondisi anaerob. Proses fermentasi
dilakukan di dalam filering flask 1000 ml yang ditutup rapat. Sehingga
hal) ini memberikan kondisi anaerob. Menurut Kunaepah (2008),
Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan baik pada kondisi aerob. Pada
kondis aerob Saccharomyces cerevisiae menghidrolisis gula menjadi air
dan CO2, tetapi dalam keadaan anaerob gula akan diubah) oleh
Saccharomyces cerevisiae menjadi alkohol dan CO2. Ditambahkan oleh
Richana (2011), jika tujuan penggunaan Saccharomyces cerevisiae adalah
untuk menghasilkan alkohol maka) dibutuhkan kondisi anaerob, tetapi
untuk pembuatan starter biakan awal diperlukan kondisi aerob.
e. Mikroba
Mikroba sebagai pelaku fermentasi tentu sangat berpengaruh terhadap
lama fermentasi. Dalam fermentasi alkohol umumnya digunakan khamir
karena khamir dapat mengkonversi gula menjadi alkohol dengan adanya
enzim zimase. Dalam penelitian ini, mikroba yang digunakan adalah
Saccharomyces cerevisiae. Menurut O’leary et( al.) (2004),
Saccharomyces cerevisiae adalah khamir yang biasa digunakan dalam
fermentasi alkohol. Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan mikroba lain yang juga dapat membentuk
alkohol.

3. Perhitungan kenetika pertumbuhan mikroba

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan


massa sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan
fisik dan kimianya.Kinetika fermentasi mempelajari perkembangbiakan
mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa karena
konsumsi substrat. Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk, baik
metabolit primer maupun sekunder. Kinetika fermentasi diperlukan untuk
merancang ukuran fermentor dan peralatannya sehingga dapat
diperkirakan kecepatan pertumbuhan dan pembentukan produk. Model
kinetika terdiri dari kinetika pertumbuhan, penggunaan substrat dan
pembentukan produk.
Fermentasi yang terjadi pada mikroba memilki 4 fase
pertumbuhan yakni fase log, fase ekspondensial, fase stansioner dan fase
kematian. Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-
produk penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan. Saat
keadaan lingkungan tertentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut :
𝑑𝑦
= µ𝑥 − 𝛼𝑥
𝑑𝑡
Keterangan :
X = Konsentasi Sel
t = waktu fermentasi
µ = laju pertumbuhan spesifik
α = laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil
sehingga α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi :
𝑑𝑦
= µ𝑥
𝑑𝑡
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai

peningkatan massa sel pada suatu selang waktu tertentu adalah


𝑥2 𝑡2
𝑑𝑦
∫ = ∫ 𝜇 𝑑𝑡
𝑥
𝑥1 𝑡1

Akan diperoleh persamaan


In (X2) = µ ∆𝑡 atau In X2 = In X1 + µ ∆𝑡
Laju pertumbuhan spesifik bersifat tidak konstan, tergantung pada kondisi

lingkungan fisik kimianya. Menurut Wang (1979), koefisien hasil sel

hidup terhadap sumber karbon dinyatakan sebagai Y x/s, koefisien

konversi nutrien dalam subtrat menjadi produk pada periode tertentu yang

dinyatakan dengan Y p/s, sedangkan koefisien produk terhadap jumlah sel

hidup dinyatakan sebagai Y p/x.

Xt−X0 𝑃𝑡−𝑃0 𝑃𝑡−𝑃0


Yx/s = S0−St Yp/s = Yp/x = 𝑋𝑡−𝑋0
𝑆0−𝑆𝑡

Pembuatan wine memerlukan substrat berupa anggur sekitar 18,86 g/l

dalam kurun waktu 0 jam (awal produksi) dengan penambahan biomassa

sebesar 0,74 g/l sehingga dapat dihasilkan 0,0154 g/l wine, sehingga dapat

diperkirakan rendemen biomassa sekitar :


𝑃𝑡−𝑃0
Yp/x = 𝑆0−𝑆𝑡

0,0154
= × 100% = 3,5%
0,74
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula selama

fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan dapat dikonsumsi

oleh Saccharomyces cerevisiae. Pada keempat konsentrasi tersebut

Saccharomyces cerevisiae langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang

ada, sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat. Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi. Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999) glukosa

cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi. Semakin rendah

konsentrasi total gula maka kemampuan Saccharomyces cerevisiae

mengkonsumsi substrat juga semakin rendah. Hal ini disebabkan pada konsentrasi

rendah jumlah gula sederhana yang tersedia sangat sedikit. Gula sederhana seperti

glukosa dan frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae pada masa

awal pertumbuhannya. Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan terlalu

tinggi, maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama, serta semakin

banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan.


4. Kenetika produksi
Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam fermentasi wine
yaitu dengan perbandingan media produksi dan stater yaitu 3:1 di mana
dalam skala lab 3000 mL subtrat buah dan 1000 mL stater yang telah
melalui tahap kultivasi. Perbandingan buah dan air dalam pembuatan stater
yaitu 1:2 dan dalam pembuatan wine yaitu 1:1
Total Gula Wine
Pada proses fermentasi etanol, khamir akan memecah glukosa dan fruktosa
membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-
Meyerhof-Parnas, asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi
menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi
etanol. Penurunan total gula selama proses fermentasi menunjukkan tingkat
konsumsi glukosa oleh Saccharomyces cerevisiae.
Waktu fermentasi wine dilakukan dengan 3 perlakuan yaitu fermentasi 1,
2, dan 3 minggu. Dari hasil penelitian (Hawusiwa dkk, 2015) menunjukan
bahwa terjadi penurunan total gula wine seiring dengan lamanya proses
fermentasi seperti ditunjukan pada Gambar 1.

Grafik 1. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Total Gula Wine

Pada tiap-tiap variasi perlakuan terjadi penurunan total gula

hingga akhir proses fermentasi. Total gula sebelum fermentasi berkisar


antara 15.28 – 22.68 %, setelah mengalami proses fermentasi total gula

mengalami penurunan menjadi 1.17 – 1.53 %. Pemakaian gula terbesar

terjadi pada fermentasi wine dengan konsentrasi pasta 35% dan lama

fermentasi 3 minggu yaitu sebesar 90.16%. Semakin tinggi konsentrasi

pasta dan semakin lama fermentasi maka semakin banyak gula yang dapat

digunakan oleh Saccharomycescerevisiae.

Khamir mengkonversi glukosa melalui siklus glikolisis menjadi etanol

dan karbondioksida. Berdasarkan teori yang dikemukakan Gay-Lussac, setiap

180 g fermentasi glukosa oleh khamir akan menghasilkan 92 g etanol.

Hanya dua ATP yang dihasilkan per mol glukosa yang dimetabolisme,

dan khamir memanfaatkan energi tersebut untuk pertumbuhannya. Selama

fermentasi sebagian substrat digunakan untuk memproduksi lebih banyak sel.

Dengan demikian selama fermentasi, gula sebagai sumber karbon akan digunakan

untuk memperbanyak sel kemudian gula akan dikonversi oleh sel menjadi etanol.

Kadar Alkohol Wine

Kadar alkohol hasil fermentasi dianalisis dengan metode cawan conway.

Hasil analisis kadar alkohol selama fermentasi disajikan pada Grafik 2.


Grafik 2. Pengaruh Konsentrasi Pasta dan Lama Fermentasi terhadap Kadar
Alkohol Wine

Kadar alkohol tertinggi didapat dari konsentrasi pasta 35% dan lama
fermentasi 3 minggu yaitu sebesar 12.45%. Hal tersebut juga dipengaruhi
oleh lama fermentasi yang merupakan salah satu faktor dalam produksi kadar
alkohol. Khamir akan memecah gula sederhana menjadi alkohol dan
karbondioksida. Sehingga semakin lama fermentasi semakin banyak
Saccharomyces cerevisiae yang akan memecah gula menjadi alkohol dan
karbondioksida. Semakin lama fermentasi maka semakin banyak glukosa
yang dirombak menjadi alkohol, sehingga kadar alkohol yang dihasilkan
semakin tinggi.

D. Produk Akhir

1. Jenis metabolit pada wine

Kulit buah anggur banyak mengandung antosianin. Antosianin

memiliki fungsi fisiologis yaitu sebagai antioksidan, antikanker dan

perlindungan terhadap kerusakan hati. Selain antosianin kulit buah anggur

juga mengandung resveratrol polifenol dan flavonoid lain seperti katekin,

quercetin dan prosianidin. Selain itu anggur juga mengandung sejumlah

vitamin yaitu vitamin C, B6, K dan B1 (Zubaidah dan Veronica, 2014).

Terjadi penurunan nilai pH dengan semakin lama proses fermentasi.

semakin turunnya nilai pH produk fermentasi yang di hasilkan berupa

berupa etanol (metabolit primer) dan CO2 serta hasil-hasil metabolisme dari

Saccharomyces cerevisiae lainnya yaitu asam–asam organik seperti asam

asetat dan asam piruvat (Hawusiwa, 2015). Proses fermentasi sebuah


molekul gula menjadi dua molekul alkohol (etanol) dan dua molekul karbon

dioksida dan energi:

1 glukosa( C6 H12 O6 ) 2 etanol (CH3CH2OH ) + 2CO2 + sekitar 56

kilokalori

Jadi 180 gram glukosa (Berat Atom C = 12, H = 1 dan O = 16) akan

menghasilkan 92 gram ethanol dan 88 gram karbon dioksida apabila terjadi

fermentasi secara sempurna. Tetapi umumnya maksimum terjadi 51,1 %

berat gula (heksosa) yang terfermentasi.

2. Mekanisme metabolit pada pembuatan wine

1. Mekanisme metabolit pada pembuatan wine merupakan suatu proses

penggubahan jus anggur oleh khamir secara biokimia yang dapat

menghasilkan wine. Substrat yang digunakan dalam fermentasi wine

berupa gula yang ditambahkan khamir dimana akan menghasilkan

alkohol dan CO2.

2. Reaksi pemecahan gula menjadi alkohol adalah :


C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

3. Saccharomyces cerevisiae akan menghidrolisis sukrosa menjadi

glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim sakrase yang selanjutnya

akan diubah masing-masing menjadi alkohol dan CO2 dengan bantuan

enzim zymase (Sugiyatno, 2018).

4. Metode pembuatan
5. Metode pemanenan/pemurnian
Setelah fermentasi, wine menjadi keruh disebabkan material sisa,

terutama yeast dan akibat jumlah karbondioksida yang banyak. Kebanyakan


yeast biasanya dengan cepat hilang secara normal ketika wine disimpan.

Wine yang bening kemudian dipisahkan dari endapan (proses ini biasanya

disebut dengan racking atau pemurnian) dan diletakkan di tempat/kontainer

yang baru. Selama proses racking, sejumlah besar karbondioksida akan

hilang.

Penyaringan dapat diselesaikan secara kasar untuk menyingkirkan

sejumlah besar material yang tersisa, atau dilakukan secara ketat untuk

menyingkirkan partikel yang lebih kecil. penjernihan adalah penambahan

material (contohnya :bentonite) dimana ketika material ini mengendap di

kontainer, baik secara fisik ataupun oleh penyerapan, cenderung

menyingkirkan material endapan/sisa.

Wine yang baru dihasilkan juga memiliki zat terlarut, yaitu tartrat

asam potasium ('krim' tartar). Karena garam ini lebih sulit larut pada suhu

yang rendah, salah satu metode untuk mengurangi kandungannya yang

berlebihan adalah dengan melewatkan wine dalam penukar kation dimana

potasium akan ditukar dengan sodium. Resin yang digunakan adalah R1

(Amberlite SR IL-Na) atau (C10.H10)x.(C8H8O3S)x.xNa. Resin disiapkan

dengan mengolahnya menggunakan NaCl 10%. Kemudian kolom dicuci

dengan air untuk menghilangkan klorida. Wine diisi dari atas dan dibiarkan

turun. Seiring mengalirnya wine melalui kolom. Wine akan mengikat Na+ dan

melepaskan K+ ke resin. Ketika Na+ pada resin habis, maka resin harus dibilas

dengan air lalu diregenerasi menggunakan NaCl 30 %.


Dalam proses penjernihan umumnya ditambahkan tanin. Tanin akan

membantu pembentukan flavor. Proses penambahan tanin ini disebut aging

(pendewasaan) karena setelah ditambahkan wine dibiarkan beberapa lama.

waktu pendewasaan yang lebih lama bertujuan untuk menghilangkan jumlah

tannin yang cukup dan memperoleh tingkat oksidasi yang diinginkan,

biasanya pendewasaan wine memerlukan waktu 2 hingga 4 tahun.

6. Pengemasan :

Wine yang sudah melalui proses pendewasaan selanjutnya

dimasukkan ke dalam botol untuk dipasarkan. Menyimpan botol wine

sebaiknya pada underground cellar. Kualitas produksi wine ditentukan pada

cara penyimpanan botol wine. Pengemasan dan penyimpnan wine yang tidak

sesuai akan mempercepat wine rusak dan rasa wine akan berubah. Beberapa

hal yang perlu dipeprhatikan yaitu :

1. Temperatur; temperatur yang terlalu tinggi akan merusak wine.

Temperatur yang ideal untuk menyimpan wine adalah antara 7°C-18°C.

2. Simpan botol wine secara horizontal ; menyimpan botol wine secara

horizontal akan membuat gabus selalu basah sehingga tidak akan ada

udara yang masuk dari luar.

3. Hindari cahaya ; terutama yang mengandung ultra violet dapat

mempercepat proses penuaan wine, sehingga wine tersebut berubah rasa.

Botol wine biasana menggunakan kaca berwarna gelap atau agak gelap

untuk mengurangi pengaruh ultra violet.


4. Hindari bau-bauan ; secara teori bau-bauan yang kuat memang bisa

merusak wine. Dapur adalah tempat yang sangat tidak disarankan untuk

menyimpan wine.

5. Hindari vibrasi ; vibrasi akan mepercepat reaksi kimia dalam wine

sehingga rasanya akan berubah.

III. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Zubaidah, E. dan Veronica, C., 2014, Studi Aktivitas Antioksidan Cuka Berbasis
Buah Anggur Bali (Vitis vinifera) Utuh dan Tanpa Kulit, Jurnal
Teknologi Hasil Pertanian, 7(2): 95-103
Gunam, Ida Bagus Wayan, Ni Nyoman Suka Ardani dan Nyoman Semadi
Antara., 2018, Pengaruh Konsentrasi Starter dan Gula terhadap
Karakteristik Wine Salak, Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
Agrotechno, 3(1): 289-297.

Anda mungkin juga menyukai