REAKSI HYPERSENSITIVITAS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya makalah ini, sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini,
Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya dan diberi judul “Reaksi
Hipersensitivitas”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari dosen dan teman-teman yang bersifat membangun,
selalu diharapkan untuk perbaikannya makalah ini.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan
makalah ini terutama untuk Dosen Mata Kuliah Imuno Serologi Ibu Misbahul
Huda, M.Kes
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein,
belum dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu,
terutama makanan berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas
enzim dan barier yang berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga
dapat terjadi akibat faktor polimorfisme genetik a ntibodi yang aktif pada waktu
tertentu, sehingga menentukan kepekaan terhadap alergen tertentu. Secara
umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia relatif, karena
disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi degranulasi.
Eosinofil sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase. Histaminase
yang dihasilkan ini berperan dalam mekanisme pembatasan atau regulasi
histamin, sehingga pada pasien dengan kasus alergi yang berat, jumlah eosinofil
akan sangat meningkat melebihi normal.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui defenisi penyakit hipersensitivitas.
2. Mengetahui etiologi penyakit hipersensitivitas.
3. Mengetahui patofisiologi penyakit hipersensitivitas.
4. Mengetahui berapa klasifikasi penyakit hipersensitivitas.
5. Mengetahui tanda dan gejala penyakit hipersensitivitas.
6. Mengetahui bagaimana cara pemeriksaan fisik hipersensitivitas.
3
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
1. Faktor Internal
2. Fakor Eksternal
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi
1. Hipersensitifitas tipe I
2. Hipersensitifitas tipe II
organ, seperti kulit, ginjal, paru- paru, sendi, atau dalam bagian koroid
pleksus otak.
4. Hipersensitifitas tipe IV
mediator lain
dari basophil
dan sel mast
rektumen sel
radang lain
10
diperantarai oleh
sel yang
bergantung
antibodi
Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.
Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara
sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit
setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal,
urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan
bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat
11
Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu
sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria),
traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi,
menyebabkan bronkokonstriksi). Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan
darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.
Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut
seperti demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering
menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial,
ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan manifestasi reaksi obat.
Adapun Gejala klinis umumnya :
1. Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol –bentol dan terdapat gejala adanya
urtikaria, angioderma, pruritus dan pembengkakan pada bibir.
2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
3. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai
umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan
bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan
depresi imun seluler.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
2.8 Diagnostik
1. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya :
stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan
dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.
3. Reaksi psikologi
2.9 Terapi
1. Menghindari allergen
2. Terapi farmakologis
a. Adrenergik
b. Antihistamin
c. Kromolin Sodium
d. Kortikosteroid
3. Imunoterapi
4. Profilaksis
2.10Prognosis
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C, dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Harahap, Marwali, dkk. 2000. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit. Bandung:
Alumni
Fritz H. Kayser (2004). Medical Microbiology. Thieme. ISBN 978-1-58890-245-0.
Tak W. Mak, Mary E. Saunders, Maya R. Chaddah (2008). Primer to the immune
response. Academic Press. ISBN 978-0-12-374163