Disusun:
UNIVERSITAS TANJINGPURA
PONTIANAK
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
1. Asas Justifikasi
Setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu dijustifikasi antara
manfaat dan risiko, dalam hal ini manfaat yang diterima harus lebih besar
dari risiko yang ditimbulkannya.
2. Asas Limitasi
Asas limitasi diberlakukan untuk paparan kerja dan paparan
masyarakat melalui penerapan nilai batas dosis. Harus diingat bahwa nilai
batas dosis tidak berlaku untuk paparan medik dan paparan yang berasal
dari alam. Dosis yang diterima pekerja radiasi maupun masyarakat tidak
boleh melampaui nilai batas dosisyang telah ditetapkan. Semua kegiatan
yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani
sedemikian rupa dengan menggunakan program proteksi radiasi yang
disusun secara baik sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan
terlampaui.
3. Asas Optimasi
Semua penyinaran harus diupayakan agar besarnya dosis yang
diterima serendah-rendahnya sesuai prinsip ALARA (as low as reasonably
achieveable) dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.
Kegiatan pemanfaatan radiasi harus direncanakan dan sumber radiasi harus
dirancang serta dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang
terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya. Dalam kaitannya dengan
penyusunan program proteksi radiasi, asas optimasi mengandung
pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan
secara seksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu
program proteksi radiasi dikatakan memenuhi asas optimasi apabila semua
komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik
mungkin dengan memperhitungkan biaya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ekonomi.
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara
langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan program proteksi radiasi, rencana
program pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara
langsung dapat menunjukkan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan batas
dosis.
1. Tingkat Pencatatan
Tingkat pencatatan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil
pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari
1/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada
di bawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
2. Tingkat Penyelidikan
Tingkat penyelidikan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka
penyebab atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat
penyelidikan harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
3. Tingkat Intervensi
Tingkat intervensi yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa
tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus
ditentukan sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi
operasional normal.
Nilai Batas Dosis (NBD)Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam
menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi NBD yang telah ditentukan oleh
pihak yang berwenang. Semuakegiatan yang mengandung risiko paparan radiasi
cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa dengan menggunakan program
proteksi radiasi yang disusun dan dikelola secara baik sehingga NBD yang telah
ditetapkan tidak akan terlampaui.ICRP mendefinisikan dosis maksimum yang
diizinkan diterima seseorang sebagai “dosisyang diterima dalam jangkawaktu
tertentu atau dosis yang berasal dari penyinaran intensif seketika, yang menurut
tingkatpengetahuan dewasa ini memberikan kemungkinan yang dapat diabaikan
tentang terjadinya cacat somatik gawat atau cacat genetik”.
a. Pekerja Radiasi
NBD yang tidak boleh dilampaui setiap pekerja radiasi akibat
penyinaran kerja, adalah dosis efektif 20 mSv/tahun dirata-ratakan selama
5 tahun berturut-turut, dosis efektif maksimum 50 mSv selama setahun,
dosis ekuivalen 150 mSv/tahun untuk lensa mata, dosis ekuivalen 500
mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
b. Siswa dan Magang (Usia 16 – 18 Tahun)
Siswa dan magang yang menggunakan penyinaran radiasi dan
menggunakan sumber radiasi dalam studinya harus diawasi sehingga NBD-
nya adalah dosis efektif 6 mSv/tahun, dosis ekuivalen 50 mSv/tahun untuk
lensa mata, dosis ekuivalen 150 mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
c. Keadaan Khusus
Walaupun sudah berusaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan
semua ketentuan keselamatan kerja, namun untuk sementara perubahan
nilai batas dosis masih diperlukan dan telah disetujui. Maka, Masa rata-rata
dapat diperpanjang menjadi 10 tahun berturut-turut, perubahan sementara
ditentukan oleh instansi berwenang tetapi tidak boleh lebihdari 50 mSv
selama setahun dan perubahan sementara ini tidak boleh lebih dari lima
tahun.
d. Masyarakat Umum
Dosis rata-rata yang diperkirakan akan diterima oleh masyarakat
umum tidak boleh lebih besar dari NBD dosis efektif 1 mSv/tahun, dalam
kondisi khusus dosis efektif 5 mSv selama setahun dan rata-rata selama lima
tahun berturut-turut tidak lebih dari 1 mSv/tahun, dosis ekuivalen 15
mSv/tahun untuk lensa mata, dosis ekuivalen 50 mSv/tahun untuk kulit,
tangan dan kaki.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi:
pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif, Menentukan hubungan
antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang diterima organ/jaringan,
penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, Melakukan desain terhadap
perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk mengupayakan keselamatan
radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.
1. Waktu Kurangi
waktu berada di sekitar sumber radiasi. Sedapat mungkin
diupayakan untuk tidak terlalu lama berada di dekat sumber radiasi saat
proses radiografi untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima secara
proporsional. Semakin minimal waktu bekerja maka akan semakin minimal
dosis yang diterima.
2. Jarak
Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi. Besarnya
paparan radiasi akan menurun sebanding dengan kebalikan kuadrat jarak
terhadap sumber. Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor dua maka akan
menurunkan intensitasnya menjadi seperempatnya dan menjauhkan jarak
sumber radiasi dengan faktor tiga maka akan menurunkan intensitas radiasi
menjadi sepersembilannya.
3. Perisai (Shielding)
Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan pekerjaan
dengan sumber radiasi. Perisai yang tepat dapat menurunkan secara
eksponensial paparan radiasi gamma dan menghalangi hampir semua sinar
radiasi beta. Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan
penelitian atau pekerjaan dengan sumber radiasi. Gunakan pelindung
berupa apron, sarung tangan dan kaca mata berlapis timbal (Pb) yang
merupakan sarana proteksi radiasi individu. Proteksi lingkungan terhadap
radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang radiografi menggunakan
Pbuntuk menyerap radiasi yang terjadi saat proses radiografi.
Berikut ini adalah beberapa alat proteksi radiasi yang biasa digunakan
dalam radiologi medik terutama radiologi kedokteran gigi sesuai yang
direkomendasikan oleh BAPETEN.
a. Baju Pelindung
Pakaian pelindung untuk pekerja radiasi berbeda dengan yang
digunakan di bengkel mekanik atau elektrik. Pakaian kerja yang digunakan
di daerah instalasi nuklir tidak boleh dibawa pulang dan harus
dibersihkan/dicuci dan didekontaminasi oleh masing-masing instalasi.
Pakaian yang akan diperlakukan sebagai limbah radioaktif dikelola oleh
bidang keselamatan satuan kerja. Berbagai jenis pakaian pelindung
diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 2.1 Pakaian Pelindung Radiasi
Untuk melindungi tubuh atau bagian tubuh dari kemungkinan terkena
paparan radiasi berlebih, digunakan pakaian pelindung radiasi yang disebut
apron. Pakaian pelindung radiasi ini digunakan oleh pekerja radiasi yang
menangani sumber radiasi tinggi pada jarak jangkau tertentu. Pakaian ini
bahannya mengandung timah hitam atau timbal (Pb). Apron yang setara
dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X
radiologi diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-
X radiologi intervensional. Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda
secara permanen dan jelas pada apron tersebut.
b. Pelindung Gonad
Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb
untuk penggunaan pesawat sinar X Radiologi Diagnostik dan 0,35 mm Pb
atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar X Radiologi Intervensional. Tebal
kesetaran Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron
tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk
mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama.
c. Pelindung Tiroid
Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm
Pb.
d. Tabir
Tabir yang digunakan oleh pekerja harus dilapisi dengan bahan yang
setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah dengan tinggi 2 m dan lebar 1
m yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb.
Alat Monitoring Dosis Perorangan Alat monitoring yang digunakan untuk
memantau dosis perorangan sesuai rekomendasi BATAN adalah:
a. Film Badge
b. Termoluminisensi Dosimeter (TLD)
c. Dosimeter perorangan pembacaan langsung secara analog atau digital.
PEMBAHASAN
Menurut jurnal zaenal abidin pada tahun 2015, tentang analisis bahan apron
sintetis dengan filler timbal, apron proteksi radiasi harus mempunyai sifat-sifat
pendukung lain seperti kuat dan nyaman saat digunakan sehingga apron tersebut
layak dipakai. Sesuai dengan ketentuan pada Perka BAPETEN No 8 tahun 2011,
disebutkan bahwa dalam penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan
intervensional, pemegang izin harus menyediakan apron yang setara dengan dengan
0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X radiologi
diagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X radiologi
intervensional.
Sedangkan untuk setiap petugas dan fisikawan medik yang bertugas di saat
itu, tersedia ruang monitor yang berfungsi sebagai tempat petugas memonitor
proses radiasi pasien dan sekaligus sebagai sarana proteksi radiasi bagi petugas itu
sendiri. Ruangan khusus peralatan medis bersumber radiasi pada rumah sakit ini
juga dilapisi dengan timbal (Pb) setebal 15 cm yang berfungsi menyerap radiasi
dari aktivitas penyinaran agar tidak terpapar ke luar ruangan. Selain itu, terdapat
ruangan monitor yang dilengkapi dengan kaca timbal anti radiasi yang berfungsi
sebagai akses petugas untuk memberikan arahan kepada pasien dan melindungi
petugas dari paparan radiasi secara langsung, karena kaca tersebut terbuat dari
bahan timbal yang berfungsi menyerap radiasi.
Selain itu, setiap petugas dibekali dengan penghitung dosis radiasi berupa TLD
yang berfungsi mencatat jumlah radiasi yang terpapar kepada petugas dalam kurun
waktu tertentu. Pemantauan dosis radiasi eksternal dilakukan dengan menggunakan
dosimeter perorangan yaitu dosimeter termoluminesens (TLD) sesuai dengan
medan radiasi yang ada. Setiap pekerja radiasi diberi 2 (dua) badge TLD misalnya
seri A dan seri B. TLD dipakai bergantian setiap periodenya untuk memantau dosis
radiasi eksternal. Dosis radiasi eksternal yang direkam dalam TLD adalah dosis
ekivalen kulit (surface dose) atau Hp(0,07) dan dosis ekivalen seluruh tubuh (deep
dose) atau Hp(10). Dalam 3 bulan sekali TLD ini akan di kirim ke pusat
pengawasan radiasi untuk melihat seberapa besar dosis radiasi eksternal yang
diterima petugas. Sebelum digunakan TLD harus dipanaskan terlebih dahulu pada
suhu tertentu untuk menghapus energi yang masih tersisa didalam TLD. Sistim
pambacaan TLD secara garis besar terdiri dari planchet, PMT dan elekrometer.
Planchet berfungsi untuk meletakkan dan memanaskan materi TLD, PMT berfungsi
menangkap cahaya luminisensi dan mengubah menjadi sinyal listrik, dan
memperkuat sinyal akhir, elektrometer berfungsi mencatat sinyal PMT dalam
satuan arus atau muatan. Sinyal hasil pembacaan TLD disebut kurva pancar atau
“glow curve”. Kurva pancar diperoleh dengan memberikan panas dengan laju
kenaikan panas secara konstan sampai suhu tertentu, dan kurva digambarkan
sebagai fungsi suhu.
Gambar 3.3 Dosimeter termoluminesens (TLD)
Pada penelitian hasnel tahun 2011 diperoleh hasil yang menyatakan bahwa TLD
yang digunakan dalam komparasi memiliki sensitivitas yang baik untuk radiasi dan
interval dosis yang lebar dapat diukur. Pada saat ini, lebih dari 90% pekerja radiasi
menggunakan TLD ini untuk mengukur paparan dosisperorangan. Pada tahun 2016
nabilah melakukan penelitian di rumah sakit Diponegoro dan menggunakan
parameter bahwa pemantauan dosis radiasi bagi radiografer dilakukan dengan
menggunakan alat pemantauan dosis perorangan dan telah sesuai dengan Perka
BAPETEN No. 8 Tahun 2011, yaitu TLD yang dipakai oleh pekerja selama tiga
bulan, kemudian dilaporkan kepada BPFK, nantinya akan menerima hasil laporan
pemantauan dosis, yang berlangsung setiap bulannya. Hasil laporan TLD tersebut
didokumentasikan dan di catat oleh petugas radiasi dan dari hasil laporan TLD
pekerja/personil radiologi dosis radiasi yang diterima pekerja masih dibawah nilai
batas dosis yaitu <0,1 mSv perbulan.
Kondisi pasien adalah hal utama yang sangat diperhatikan di setiap rumah
sakit. Terutama di bidang radioterapi yang memanfaatkan radiasi dalam setiap
aplikasinya. Hal yang biasanya sangat berpengaruh bagi kelayakan pasien untuk
menerima tindakan radioterapi adalah seberapa jumlah radiasi yang pernah diterima
pasien sebelumnya, layak atau tidaknya untuk pasien diberikan radiasi lagi, dan
seperti apa kondisi pasien pada saat itu. Terutama bagi pasien yang sedang dalam
kondisi hamil dengan usia kehamilan 1-3 bulan tidak diberikan radiasi karena masih
dalam usia kehamilan yang tergolong sensitif dan akan berdampak buruk bagi janin.
Sbelum melakukan tindakan radiasi, ibu hamil harus melalui beberapa tahap
pemeriksaan dan menggunakan baju khusus untuk melindungi bagian yang sensitif.
Tindakan radioterapi termasuk jarang dilakukan pada pasien yang sedang hamil.
Biasanya untuk menghindari dampak buruk dari radioterapi dengan paparan radiasi
yang cukup besar, diambil tindakan USG sebagai alternatif yang tergolong lebih
aman bagi pasien yang sedang hamil.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Proteksi radiasi merupakan hal yang sangat diperhatikan baik itu terhadap
pasien, petugas radioterapi, maupun lingkungan sekitar di rumah sakit Universitas
Tanjungpura Pontianak ini. Dimana dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat
peralatan-peralatan proteksi radiasi berupa jas tiroid yang di dalamnya terdapat
Timbal (Pb) sebagai pelindung pasien dari paparan radiasi. Semua ruangan
radioterapi dilapisi dinding dengan bahan dasar Timbal (Pb) dengan ketebalan
mencapai 15 cm.
4.2 Saran
Pada karya ilmiah ini masih terdapat berbagai informasi yang kemungkinan
besar akan terbaharui, untuk informasi yang lebih akurat dan terpercaya sebaiknya
dilakukan pengumpulan informasi yang lebih mendalam dan dalam waktu yang
optimal unruk mengumpulkan data-data serta fakta-fakta yang menjadi dasar
penguat dari setiap keterangan yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
http://reponkm.batan.go.id/2592/1/SB_016_BATAN_2014_Proteksi_dan_Kesela
matan_ Radiasi _BATAN.pdf. Diakses pada 16 juni 2019
Dahlan, M,S., 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan edisi 3. Salemba Medika. Jakarta.
Mondjo. “Dosis Radiasi”. Kuliah Proteksi Radiasi, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Handout matkul Proteksi
Radiasi, 12 Oktober 2011. Di akses pada 5 Juni 2019