TORCH
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit
Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex (HSV1 –
HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya
Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang
bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita.
Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya,
yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem
saraf pusat dan perifer yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem
kadiovaskuler serta metabolisma tubuh.
Penyebab Utama Penyakit TORCH
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan
Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus, merpati,
kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab
terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan
oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan
lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan virus kucing. Biasanya
disebut juga Toxo, tokso, toksoplasma, atau toksoplasmosis. Padahal sesungguhnya ini
bukan virus kucing, tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut virus kucing : selain sebutan
ini sudah salah kaprah, memang parasit ini tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal mana
menurut penelitian di dalam maupun di luar negeri, 70% penyebab penyakit ini adalah kotoran
kucing. Kemudian melalui hewan lain yang menempel dalam makanan, lalu masuklah ke
dalam tubuh manusia dan menyatu dalam darah.
Toxoplasma Gondii
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, ,mata,
otak, dan selaput otak. Toxoplasmosissendiri merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas
1
di seluruh dunia dengan prevalensi yang tinggi pada burung dan mamalia termasuk manusia.
Kucing merupakan sumber infeksi bagi manusia.
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentukya antibodi namun kista
Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap msih hidup. Kista jaringan ini akan reaktif jika
terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi pada orang dengan kekebalan rendah baik
infeksi primer maupun infeksi reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis,
Chorioretinitis, pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam
makulopapuler dan atau dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang otak sering terjadi
pada penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya infeksi
pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau dapat menyebabkan chorioretinis,
kerusakan otak disertai dengan klasifikasi intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam,
ikterus, ruam, hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat setelah lahir.
Angka kejadian infeksi primer dalam kehamilan kira kira 1 : 1000. dalam kehamilan , skrining
rutin tidak dianjurkan.
Resiko penularan terhadap janin pada trimester I = 15% ; pada trimester II = 25% dan pada
trimester III = 65%. Namun derajat infeksi terhadap janin paling besar adalah bila infeksi
terjadi pada trimester I.
1. Hidrosepalus
2. Kalsifikasi intrakranial
3. Korioretinitis
2
Diagnosis
Pemeriksaan parasit sangat rumit dan memakan waktu yang lama, yaitu dengan
cara :
1. Biopsi jaringan & pewarnaan HE dan Eosin juga dengan giemsa. Tujuannya untuk melihat
tachizoites (trophozoites) atau cysts (bradyzoites)
2. Kultur : Monocyte cell culture. Setelah 4 hari parasit di kultur maka dilihat dengan
immunofluorescence dengan anti-P30 monoclonal antibodi.
3. Dye-Test (Sabin-Felman) paling baik karena puncaknya dicapai lebih cepat dibawah dari
4 minggu dan menetap. Sensitivity dan spesitivity tinggi
4. EIA (Enzyme-linked immunoassay). Deteksi IgM antibodi. Spesifik antibodi IgM
meninggi pada bulan ke 4 – 8 . Masalah yang dijumpai adalah interferensi dari rheumatoid
factor dan specific IgG antibodi
5. IHA : Indirect Hemaglutinasi 4 – 10 minggu (titer meningkat atau sero konversi)
6. IFA : Indirect Florescent Antibody ( 2 – 4 bulan) Complement fixation 3 bulan pertama
7. ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay ®M E I AIgM, IgG dapat mencegah
positif palsu akibat kompetisi dengan antibody IgG specific maternal.
8. Dapat dideteksi dari cairan (CSF) dan ditentukan dengan pemeriksaan metode Direct
Immuno Florescent
IgM, IgG dan IgA adalah Imunoglobulin yang akan meningkat bila terjadi infeksi
IgG Avidity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan antigen
3
Fungsi pemeriksaan IgG Avidity :
Untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi pada dugaan adanya infeksi primer baru
(IgG (+) dan IgM (+)) pada serum yang sama.
Bila terjadi keragu-raguan :
IgM (-), dan IgG stabil atau IgM (-) dan IgG meningkat bermakna
Hasil yang tinggi : infeksi diperkirakan terjadi > 4 bln sebelumnya.
Hasil yang rendah : infeksi diperkirakan terjadi <4 bln sebelumnya
Interpretasi pemeriksaan Serologi Imunologi :
IgG (+) dan IgM(-)
Pernah terinfeksi sebelumnya (infeksi sudah lama) dan sekarang telah memiliki
kekebalan. Ibu selanjutnya tidak harus diperiksa lagi kecuali bila IgG-nya tinggi.
Kemungkinan dokter akan minta pemeriksaan tambahan IgG Avidity atau bila ada
pertimbangan lain, dokter akan minta diperiksa 1 x lagi (3 mg kemudian) untuk menyingkirkan
adanya infeksi primer.
IgG (+) da IgM (+)
Kemungkinan mengalami infeksi primer yang baru atau infeksinya sudah lampau tapi
IgM nya masih terdeteksi (lambat hilang) = persisten.
Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan IgG Avidity langsung pada serum yang sama
untuk memprediksi kapan infeksinya terjadi, sebelum atau sesudah hamil.
IgG (-) dan IgM (-)
Belum pernah terinfeksi. Bila wanita tsersebut sedang hamil perlu diperiksa pada
trimester berikutnya, sampai dengan trimester ke-III, bila hasilnya tetap negatif baru katakan
terbebas dari TORCH.
IgG (-) dan IgM (+)
Kasus ini jarang terjadi. Kemungkinan merupakan awal dari infeksi. Harus diperiksa
kembali 3 minggu kemudian apakah IgG berubah menjadi positif/tidak. Bila tidak, berarti IgM
tidak spesifik, artinya ibu tersebut tidak terinfeksi.
Infeksi Primer :
1. Terjadi serokonversi IgG dari negatif ke positif atau terjadi peningkatan titer IgG yang
bermakna (> 2 x) pada pemeriksaan serial selang waktu 3 minggu
2. IgM positif dan/atau IgA positif
3. IgG Avidity rendah
4
Infeksi Kongenital :
1. IgM positif dan/atau IgA positif
2. Adanya IgG yang menetap pada tahun pertama setelah kelahiran (pemeriksaan serial).
IgM
Interpretasi
Ibu Neonatus
+ + * Infeksi kongenital
* Mungkin kontaminasi dari darah Ibu (kebocoran
plasenta)
* Ulangi pemeriksaan IgM bayi 1 mg kemudian. Bila
hasil tetap positif / meningkat : infeksi kongenital
- + * Infeksi kongenital
Infeksi yg terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yg terjadi
pada saat ibu hamil yg berbahaya, khususnya pada trimester pertama.
5
Yang perlu melakukan Pemeriksaan Toksoplasma
Wanita yang akan hamil (idealnya) wanita yang baru/sedang hamil (bila hasil
sebelumnya negatif atau belum diketahui, minimal diperiksa setiap Trimester>
Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil
Penderita yang diduga terinfeksi
6
DIAGNOSIS
IgM
IgM akan cepat memberi respon setelah muncul 2 -3 hari keluar ruam dan kemudian
akan menurun dan hilang dalam waktu 4 – 8 minggu ini merupakan kadar puncak.
Dapat dideteksi pada 3 - 8 minggu.
Menetap hingga 6 - 12 bulan
IgG
Ditemukannya IgM dalam darah talipusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan
mendukung diagnosa infeksi Rubella.
10 – 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan penyakit tidak
dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya gejala
penyakit.
Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi
yang terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin.
7
Infeksi fetal :
1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin dilahirkan dalam keadaan normal
2. Abortus spontan
3. Sindroma Rubella kongenital
Gangguan pendengaran
Gangguan Mata :
Katarak
Retinopati
Mikroptalmia
Hepatosplenomegali
Hepatitis
Trombositopenik purpura
Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan mengukur IgG
. Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca persalinan. Tindak
lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh vaksinasi
8
ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik. Infeksi
rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI.
Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian profilaksis dengan
gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena tidak memberi perlindungan
terhadap janin.
Cytomegalovirus – CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili
virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara
tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ;
transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan
pervaginam.
Cara penularannya “Respiratory droplets”, kontak dengan sumber infeksi (saliva, urin,
sekresi serviks dan vagina, sperma, ASI, airmata), melalui transfusi dan transplantasi organ.
prenatal (plasenta)
perinatal (pada saat kelahiran)
postnatal (ASI, kontak langsung)
30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada
wanita hamil 50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala
infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung
berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus
9
renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan
dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.
DIAGNOSIS
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain.
Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan
pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian.
1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi
yang tepat
2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%
3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 %
bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin
dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka
sebesar 40 – 50%. 10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala:
10
1. Hidrop non imune
2. PJT simetrik
3. Korioretinitis
4. Mikrosepali
5. Kalsifikasi serebral
6. Hepatosplenomegali
7. hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala:
1. Retardasi mental
2. Gangguan visual
3. Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
CMV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke janin
sebesar 0.15% – 1% Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.
Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah. Usaha untuk
membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan:
1. Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan sistem saraf
pusat
2. Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion
Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simplex – HSV tipe 1 dan 2
antibodi HSV 2 ditemukan pada 7.6% darah donor, namun hanya 50% yang
menyatakan pernah menderita herpes genitalis. Disimpulkan bahwa banyak infeksi
herpes yang bersifat subklinis
Kasus yang disebabkan oleh HSV tipe 2 terutama dijumpai pada wanita muda
Lesi awal berupa pembentukan erupsi veskular atau ulserasi yang akut dan diikuti
dengan penyembuhan secara spontan
11
HSV mengalami penjalaran melalui nervus sensorik perifer kedalam ganglion dorsal
dan tetap tinggal dalam fase istirahat.(masa laten), reaktivasi akan menyebabkan
timbulnya lesi ulangan dan memiliki potensi penularan.
Infeksi Primer :
Merupakan paparan pertama kali terhadap HSV 1 atau 2 yang dapat menyebabkan lesi
vulva dan disuria namun kadang kadang juga tanpa gejala. Seringkali di diagnosa
sebagai infeksi traktus urinarius atau candidiasis
Pada pemeriksaan ditemukan ulkus multiple yang disertai rasa nyeri hebat. Kadang
disertai dengan pembesaran kelenjar inguinal
DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah
bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
KOMPLIKASI
Infeksi primer yang terjadi pada masa kehamilan , khususnya bila terjadi pada
trimester III akan dapat menular ke neonatus saat melewati jalan lahir.
Herpes Genitalis meningkatkan kemungkinan infeksi HIV 2 – 3 kali lipat
Masalah psikologi akibat serangan yang sering berulang
Infeksi primer dapat menyebabkan meningitis atau neuropatia otonomik
Infeksi jarang menyebar keseluruh tubuh hingga “life threatening”
Keadaan ini sering terjadi pada ganguan kekebalan dan masa kehamilan.
Yang perlu dilakukan Pemeriksaan :
Penderita yang diduga terinfeksi
Wanita sebelum hamil bila (-) periksa pada kehamilan dini
bila (-), periksa pasangannya
bila (-), pasangan (+) dgn riwayat
Herpes Genital, periksa (istri) menjelang akhir kehamilan
Neonatus yang ibunya terinfeksi
12
Tes Pra-Nikah
Pemeriksaan dan konseling kesehatan bagi calon suami istri penting dilakukan,
terutama untuk mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan dilahirkan.
Dengan pemeriksaan itu, dapat diketahui riwayat kesehatan kedua belah pihak, termasuk soal
genetik, penyakit kronis, hingga penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
keturunan.
Pemeriksaan pra nikah memiliki tujuan baik dari sisi medis maupun nonmedis. Dari
sisi nonmedis bertujuan untuk mengetahui apakah calon pengantin benar-benar sudah siap
menikah atau belum. Jika ternyata ditemukan masalah, sesegera mungkin bisa dicari
pemecahannya. Konseling ini sekaligus pula untuk menyiapkan kehamilan yang benar-benar
dikehendaki. Karena banyak wanita yang telah menikah, tapi belum siap dan khawatir dengan
Sedangkan dari sisi medis, pemeriksaan pranikah, dapat mendeteksi adanya penyakit.
Pemeriksaan ini bukan sekadar untuk mengetahui apakah pasangan atau yang bersangkutan
menderita penyakit tertentu, tapi pemeriksaan ini juga dapat mengetahui berbagai risiko dan
kemungkinan yang terjadi kelak jika bermasalah dengan keturunan atau ada masalah dengan
anak yang dilahirkan. Selain penyakit genetik ada juga penyakit lain yang berisiko diturunkan
kepada anak dari orangtua yang mempunyai riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes
mellitus (kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), kelainan jantung, dan sebagainya.
Selain itu, jika calon ibu dalam kondisi penyakit tertentu, seperti hipertensi atau
diabetes melitus, calon ibu bisa lebih paham apa yang harus dilakukannya supaya tidak
membahayakan kehamilannya. Karena beberapa masalah yang dialami pada janin bisa terjadi
karena perlakukan ibu saat hamil yang tidak tepat. Kemungkinan jenis penyakit lainnya yang
perlu diketahui, seperti beberapa jenis penyakit menular diantaranya infeksi termasuk hepatitis
13
B, penyakit menular seksual, dan HIV/AIDS. Jika diketahui lebih dini, pasangan yang akan
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan kesehatan pra pernikahan ini memiliki
1. Mengetahui kondisi pasangan serta proyeksi masa depan pernikahan, terutama yang
sulit dan tidak memerlukan biaya besar. Karena dibutuhkan kesadaran dan kemauan dari kedua
calon pengantin tersebut. Dengan menyadari manfaat dari pemeriksaan pra nikah maka
dilangsungkannya pernikahan. Namun, ukuran ideal itu juga masih bersifat fleksibel. Artinya,
tes kesehatan pra nikah dapat dilakukan kapanpun selama pernikahan belum berlangsung.
Saat ini pada kenyataannya, tak jarang banyak calon pengantin yang tidak mau
adanya anggapan bahwa tes kesehatan tersebut hanya akan menambah daftar kesibukan, serta
pemborosan karena memakan biaya, atau bahkan dapat mempengaruhi hubungan kedua calon
pengantin. Padahal pemeriksaan kesehatan pada calon pasangan suami istri sebelum
pernikahan mempunyai peranan dan kegunaan yang sangat penting bagi kelangsungan
14
Untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pra nikah, calon pengantin dapat mendatangi
Rumah Sakit untuk menjalani tes fisik agar dapat dideteksi adanya kelainan tekanan darah,
jantung, urin, kulit dan penyakit dalam lainnya. Pasangan calon suami istri bisa segera
berkonsultasi dengan dokter, karena penyakit yang dapat dideteksi secara dini sebagian besar
Setiap pasangan yang akan menikah sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan pra menikah. Pemeriksaan ini tidak hanya untuk perempuan saja tapi juga laki-
lakinya. Pemeriksaan ini bukan sekadar untuk mengetahui apakah pasangan atau yang
bersangkutan menderita penyakit tertentu, tapi pemeriksaan ini juga dapat mengetahui berbagai
risiko dan kemungkinan yang terjadi kelak jika bermasalah dengan keturunan atau ada masalah
Jenis pemeriksaan
rutin dan analisa hemoglobin untuk mengetahui adanya kelainan atau penyakit darah,
pemeriksaan urinalisis lengkap yang berguna memantau fungsi ginjal dan penyakit lain yang
terkait dengan ginjal atau saluran kemih, pemeriksaan golongan darah dan rhesus yang akan
berguna bagi calon janin, pemeriksaan gula darah untuk mengetahui adanya penyakit diabetes
pemeriksaan VDLR/ RPR untuk mengetahui adanya kemungkinan penyakit sifilis serta
pemeriksaan TORCH yang dilakukan calon mempelai perempuan yang bertujuan mendeteksi
infeksi yang disebabkan parasit Toxoplasma, virus Rubella, virus Cytomegalo dan penyakit
Herpes yang bila menyerang pada perempuan di masa kehamilan bisa menyebabkan
15
Pemeriksaan terhadap golongan darah, seperti faktor ABO darah dan juga faktor rhesus
selain ketidaksesuaian golongan darah ABO, juga bisa mempengaruhi kualitas keturunan.
Dengan pemeriksaan kesehatan pra nikah, dapat diketahui riwayat kesehatan kedua
belah pasangan, termasuk soal penyakit kronis, hingga penyakit infeksi yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan. Misalnya ada tidaknya penyakit kelainan darah
seperti thalassemia dan hemofilia. Kedua penyakit itu bisa diturunkan melalui pernikahan
dengan pengidapnya atau mereka yang bersifat pembawa (carrier). Pemeriksaan dan konseling
genetik ini perlu dilakukan jika ada kecurigaan calon pasangan memiliki penyakit bawaan, dan
apalagi jika menikah dengan kerabat dari garis darah yang berdekatan. Gen resesif dan cacat
yang bertemu dengan gen resesif dan cacat yang sama akan melahirkan keturunan yang cacat,
dan ini sering terjadi jika menikah dengan garis darah yang dekat (incest).
Hepatitis B
Jika misalnya seorang pria mengidap hepatitis B dan akan menikah, calon istrinya harus
diberikan kekebalan terhadap penyakit hepatitis B tersebut. Caranya dengan imunisasi hepatitis
B. Jika sang pasangan belum sembuh dari penyakit kelamin dan akan tetap menikah, meskipun
Infeksi TORCH
Penyakit lainnya yang penting diketahui sebelum pernikahan adalah infeksi TORCH
(pada wanita) dan penyakit menular seksual. TORCH merupakan kumpulan penyakit infeksi
yang terdiri dari toksoplasmosis (suatu penyakit yang aslinya merupakan parasit pada hewan
peliharaan seperti kucing), rubella (campak jerman), cytomegalovirus, Herpes virus I dan
Herpes virus II. Kelompok penyakit ini sering kali menyebabkan masalah pada ibu hamil
seperti abortus, bahkan infertilitas, atau cacat bawaan pada anak. Jika penyakit infeksi tersebut
16
diketahui sejak awal, dapat diobati sebelum terjadinya kehamilan. Dengan demikian, risiko
Ada tidaknya penyakit menular seksual (PMS) juga penting untuk diketahui karena
sebagian besar PMS termasuk sifilis, herpes, dan gonorrhea bisa mengakibatkan terjadinya
kehamilan, bahkan dapat diturunkan. Perempuan sebenarnya lebih rentan terkena penyakit
kelamin dibandingkan pria. Karena anatomis alat kelamin wanita berbentuk cekung yang
seakan menampung virus. Sedangkan alat kelamin pria tidak demikian dan langsung dapat
dibersihkan. Jika salah satu pasangan menderita penyakit kelamin, sebelum menikah harus
diobati dulu sampai sembuh. Bila salah satu pasangan sebelumnya terdeteksi pernah
melakukan seks bebas, sebaiknya kedua pasangan melakukan pemeriksaan terhadap penyakit-
penyakit ini, untuk memastikan apakah sudah benar-benar sembuh sebelum melangsungkan
pernikahan.
Selain itu terjadinya Rhesus yang bersilangan dapat mempengaruhi kualitas dari
keturunan suatu pasangan suami istri. Kebanyakan bangsa asia memiliki rhesus positif,
sedangkan bangsa Eropa rata-rata negatif. Jika calon pasangan suami istri mempunyai rhesus
yang bersilangan maka akan berdampak terhadap kualitas keturunan. Jika seorang perempuan
(rhesus negatif) menikah dengan lelaki (rhesus positif) maka bayi pertamanya memiliki
kemungkinan bergolongan rhesus negatif atau positif. Jika bayi mempunyai golongan rhesus
negatif, tidak ada masalah. Tetapi, jika memiliki golongan rhesus positif, masalah mungkin
timbul pada kehamilan berikutnya. Bila ternyata kehamilan yang kedua merupakan janin yang
bergolongan rhesus positif, kehamilan ini berbahaya. Karena antibodi antirhesus dari ibu dapat
17
Penyakit lainnya yang perlu dideteksi prapernikahan adalah penyakit kronis seperti
diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), dan kelainan jantung.
Pemeriksaan Neonatus
Hipotiroid kongenital
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental dan kegagalan
pertumbuhan yang dapat dihindari bila ditemukan dan diobati sebelum usia 1 bulan. Oleh
karena itu banyak negara maju melakukan screening saat kelahiran.
Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan
dengan pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36 jam atau
24 jam setelah kelahiran. Tes skrining dilakukan melalui pemeriksaan darah bayi. Darah bayi
akan diambil sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi dilahirkan di
rumah, bayi diharapkan dibawa ke rumah sakit / dokter sebelum usia 7 hari untuk dilakukan
pemeriksaan ini. Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu tumit bayi, lalu diteteskan
beberapa kali pada suatu kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah mengering dikirim ke
laboratorium.4,5 Adapun pemeriksaannya ada tiga cara, yaitu:
a) Pemeriksaan primer TSH.
b) Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang sama, bila hasil
T4 rendah.
c) Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.
Nilai cut-off adalah 25 mU/ml. Bila nilai TSH < 25 >50 mU/ml dianggap abnormal dan
perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40
mU/ml dan T4 rendah, Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 mmU/ml, dilakukan
pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.4
PKU ( Phenylketonuria)
Skreening sangat baik dilakukan secara dini karena dapat mencegah terjadinya
komplikasi seperti retardasi mental, pertumbuhan terhambat ukuran kepala kecil
(microcephaly), hingga heart deffect. Sebuah sampel darah kecil diambil dari tumit bayi atau
lengan dan diperiksa di laboratorium untuk mendeteksi kelebihan fenilalanin.
18
Pemeriksaan PKU dilaboratorium meliputi PKU urine dan pemeriksaan Guthrie
merupakan dua pemeriksaan skrining yang digunakan untuk mendeteksi defisiensi enzim
hepar, fenilalanin hidroksilase, yang mencegah konversi fenilalanin (asam amino) menjadi
tirosin pada bayi. Fenilalanin yang berasal dari susu dan produk protein yang lain berakumulasi
dalam darah dan jaringan dan dapat menyebabkan kerusakan otak dan retradasi mental.
Prosedur Guthrie merupakan pemeriksaan pilihan karena hasil positif terjadi jika fenilalanin
serum mencapai 4 mg/dL, setelah minum susu selama 3-5 hari. Jika hasil pemeriksaan Guthrie
positif, harus dilakukan pemeriksaan fenilalanin spesifik. Pemeriksaan PKU urine dilakukan
setelah bayi berusia 3 – 4 minggu dan harus diulang seminggu atau dua minggu kemudian.
Kerusakan otak yang signifikan biasanya terjadi bila nilai fenilalanin serum mencapai 15
mg/dL.
Galaktosemia
Galaktosemia disebabkan oleh tidak adanya atau defisiensi berat enzim galaktosa-1-
fosfat uridiltranferasa ( Gal-1-PUT). Enzim ini penting untuk mengubah galaktosa menjadi
glukosa,karena laktosa yang merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung
glukosa dan galaktosa. Bayi dengan kondisi ini secara cepat menderita galaktosemia jika
disusui baik dengan ASI atau susu formula sapi. Metabolik yang terbentuk berbahaya adalah
galaktosa-1-fosfat.
Patofisiologisnya pada awalnya pasien penderita kelainan ini tampak normal secara
fisik, namun setelah beberapa hari maupun beberapa minggu kemudia terlihat penurunan nafsu
makan juga terjadi mual dan muntah, tubuh tampak kuning seperti hepatitis (jaundice) dan
pertumbuhan yang normal seperti anak biasanya terhenti, Ini akan menjadi bahaya jika
pengobatan terlambat diberikan, akibatnya adalah anak akan memiliki tubuh yang pendek dan
mengalami penurunan mental.
Menurut para ahli medis kelainan ini dapat terlihat dan didiagnosa jika pada urin pasien
terdapat galaktosa dan galaktose 1-fosfat. Pasien dengan galaktosemia, dilarang
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung galaktosa, seperti susu yang kaya akan
galaktosa. Karena kelainan ini merupakan herediter yang dibawa oleh ibu atau ayahnya,
seorang wanita yang diduga membawa gen untuk penyakit ini sebaiknya tidak mengkonsumsi
galaktose selama kehamilan.
19
Newborn screening galactosemia dapat dideteksi di hampir 100% dari bayi yang terkena
dampak di negara-negara yang mencakup pengujian untuk galaktosemia dalam program bayi
mereka untuk dilakukan skrining.
Prosedur newborn screening menggunakan sejumlah kecil darah yang diperoleh dari tusukan
menghitung jumlah sel darah merah (RBC) gal-1-P konsentrasi dan galaktosa.
Penyakit hemolitik bayi baru lahir atau HDN, suatu penyakit yang terjadi ketika
golongan darah ibu tidak cocok dengan golongan darah bayi. Pada dasarnya, sel darah
merah janin mengandung antigen yang tidak dimiliki sang ibu. Ketika sel darah merah janin
melewati plasenta dan masuk ke aliran darah sang ibu, mereka dianggap berbahaya dan hal
ini memicu tubuh sang ibu untuk menghasilkan antibodi. Antibodi tersebut pada akhirnya
menemukan jalan menuju aliran darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin.
Perbedaan faktor Rhesus (Rh) – Agar lebih dimengerti, faktor Rhesus adalah jenis protein
pada permukaan sel darah merah. Apabila protein tersebut ada pada sel darah merah janin,
berarti Anda adalah Rh positif. Bila sebaliknya, maka Anda adalah Rh negatif. Seorang ibu
hamil biasanya diperiksa untuk menentukan faktor Rh-nya. HDN akan terjadi ketika ibu
dengan Rh negatif memiliki bayi dengan Rh positif. Tubuh sang ibu akan menganggap sel
darah merah bayi sebagai sesuatu yang asing karena mereka berbeda. Antibodi untuk
melawan “ancaman” ini akan dihasilkan. Kehamilan pertama dengan kondisi ini tidak akan
bermasalah, karena pada saat itu antibodi dihasilkan tetapi tidak diaktifkan. Sang ibu, pada
masa itu, hanya sensitif dengan Rh. Tetapi, antibodi akan diaktifkan pada saat kehamilan
kedua, apabila bayinya memiliki Rh positif. Sudah pasti antibodi sang ibu akan menemukan
jalan melewati plasenta dan menyerang sel darah merah sang bayi.
Perbedaan ABO – Orang memiliki golongan darah yang berbeda (A, B, AB, dan O), dan
sistem imun akan aktif ketika salah satu golongan darah bercampur dengan golongan
lainnya. Umumnya, orang yang bergolongan darah O dapat mendonorkan darahnya ke
20
orang yang bergolongan darah lain. Tetapi, hanya orang yang bergolongan darah O saja
yang dapat mendonorkan darahnya ke golongan darah O lainnya. Hal ini sama seperti ibu
bergolongan darah O yang dapat menyebabkan HDN, apabila bayinya bergolongan darah
A atau B. Akan tetapi, tidak seperti kasus perbedaan Rh, HDN karena perbedaan ABO juga
mungkin dapat terjadi saat kehamilan pertama. Hal itu terjadi karena antibodi anti-A dan
anti-B telah ada dan diaktifkan saat seseorang mulai hidup, sebab antigen seperti A dan B
ada pada makanan dan bakteri.
HDN didiagnosa setelah gejala utama ditemukan saat kehamilan dan setelah
kelahiran. Gejala dapat berbeda-beda pada tiap anak, tetapi berikut ini adalah yang paling
umum:
Selama kehamilan
Saat di periksa melalui proses amniosentesis, cairan amnion (ketuban) berwarna kuning
dan mengandung bilirubin (cairan yang dibuat oleh hati).
Saat melalui USG, hati, limpa, atau jantung janin terlihat membesar. USG juga dapat
menunjukkan cairan yang terkumpul pada daerah perut, paru-paru, atau kulit kepala bayi.
Setelah kelahiran
Bayi terlihat pucat dan mengalami anemia
Penyakit kuning dapat muncul karena cairan amnion yang berwarna kuning
21
Sumber
10. Coakley, John C., dan John Connelly. 2007. Congenital Hypothyroidism: An
Information Guide For Parents. Education Research Center of Royal Children’s
Hospital: Victoria - Australia
11. http://www.mayoclinic.com/health/phenylketonuria/DS00514
12. https://www.docdoc.com/id/info/condition/gangguan-darah-pada-bayi/
13. Hematologi. Penuntun patologi klinik. Fakultas kedokteran ukrida. 2009
22
23