Eits! Jangan senang dulu. Karena ternyata anugerah Tuhan berupa negeri yang
subur makmur dengan kekayaan di darat dan laut yang melimpah ini tidak serta
merta membuat seluruh rakyat Indonesia sejahtera serta terbebas dari masalah. Ada
satu masalah yang dibawa oleh sebagian besar orag Indonesia sejak dari rahim ibu.
Masalah ini sangat kompleks dan ruwet seperti benang kusut, karena merupakan
warisan sejak puluhan tahun silam: ANAK INDONESIA MENGALAMI
STUNTING!
Nah, kegagalan memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil dan janin selama masa
kehamilan ini menjadi cikal bakal balita stunting, karena perkembangannya
terhambat sejak dalam kandungan. Terlebih lagi jika setelah melahirkan kehidupan
bayi tidak didukung dengan asupan nutrisi tinggi, pola asuh yang tidak baik hingga
sulitnya akses pada layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi. Kegagalan orangtua
dan komunitas dalam membantu perkembangan bayi di 1.000 hari pertama
kehidupannya merupakan kegagalan pertama investasi sumber daya manusia baik
secara individu maupun kebangsaan. Sedih deh!
Dalam jangka panjang penderita stunting akan mengalami masalah terkait tingkat
kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas, hingga
menghambat pertumbuhan ekonomi nasional, dan meningkatkan kemiskinan serta
kesenjangan. Wah, bahaya sekali! Bagaimana kita dapat mencapai tujuan Indonesia
sehat kalau keadaannya gawat begini?
Prevalensi balita stunting secara nasional periode 2016
Bagi individu si anak, stunting akan berdampak buruk dalam jangka panjang.
Karena ia telah kehilangan asupan nutrisi yang tepat di 1000 hari awal kehidupan
dan usia emas, maka ia terancam menderita penyakit kronis, performa yang buruk di
sekolah dan kehidupan sosial, hingga ancaman pendapatan rendah karena kinerja
yang buruk saat telah bekerja. Dampak yang lebih buruk lagi mengancam nih, yaitu
Income Penalty alias kehilangan Produk Domestik Bruto (PDB) yang berasal dari
rendahnya kinerja generasi produktif secara fisik dan pola pikir dalam membangun
perekonomian bangsa.
Prevalensi stunting yang sangat tinggi alias kronis di seluruh penjuru tanah air,
ternyata mengancam bonus demografi pada 2030 nanti. Mengapa demikian? Karena
stunting menurunkan kapasitas intelektual anak dan menurunkan daya saing SDM
Indonesia. Hingga tahun 2017, prevalensi balita stunting di Indonesia masih di
kisaran 29.6%. Riset yang dilakukan katadata.co.id menunjukkan bahwa stunting
berdampak buruk dengan menurunkan PDB sebesar 3% dengan kerugian ekonomi
mencapai Rp. 300 triliun per tahun.
Kondisi ini agak menakutkan, karena stunting yang tidak diatasi akan membuat
Indonesia kehilangan satu generasi produktif alias hanya membesarkan generasi sia-
sia yang justru dapat membawa kemunduran dan kehancuran bangsa karena
menurunnya produktifitas warganya. Beuh, ngeri sekali ya!
Bonus demografi merupakan kondisi saat struktur penduduk
didominasi oleh kalangan usia produktif, dan hanya terjadi sekali saja dalam
sejarah sebuah bangsa. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk
usia produktif yang bekerja dan menurunnya jumlah tanggungan usia non
produktif, serta meningkatnya kualitas hidup. Indonesia akan mengalami bonus
demografi antara tahun 2020-2035, yang diawali dengan ledakan penduduk pada
2025 menjadi 248,8 juta jiwa, dengan jumlah kenaikan sebanyak 29 juta jiwa dari
tahun 2015 alias 10 tahun saja. Pada tahun 2025 jumlah penduduk usia produktif
(15-64 tahun) akan mencapai angka 193,5 juta jiwa (baca disini). Bonus demografi
inilah yang diharapkan menjadi generasi terbaik menuju Indonesia Emas 2045
Lalu, apa yang harus kita lakukan?
Kerja sinergi penanganan stunting juga dilakukan melalui intervensi gizi, yaitu:
Secara nasional dan dengan bersinergi antara Kementerian dan Lembaga negara
telah ditetapkan sebanyak 160 Kabupaten/Kota sebagai lokasi prioritas penurunan
angka stunting agar kondisinya tidak lagi kronis. Sebaran yang merata di seluruh
wilayah Indonesia menunjukkan bahwa kita sedang berpacu dengan waktu, untuk
menjawab tantangan masa depan yaitu bonus demografi 2030 dengan menyiapkan
SDM yang sehat, berkualitas dan berdaya saing tinggi.
10 Pesan Kesehatan Jokowi
Nah, semua usaha itu tentu saja tak lepas dari 10 Pesan Kesehatan
Jokowi karena isu kesehatan merupakan tanggung jawab banyak sektor,
termasuk pihak swasta dan masyarakat umum. Semua harus bekerja sama
mewujudkan Indonesia Sehat.
Pada 0-6 bulan pertama setelah kelahiran hingga usia 2 tahun, bayi harus mendapat
asupan nutrisi langsung dari Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif sebagai investasi awal dan
tepat waktu. Baru kemudian hingga usia 2 tahun anak diberi tambahan nutrisi sesuai
jika investasi ini
kebutuhan tumbuh kembangnya. Nah,
terlambat maka kita akan menghasilkan
generasi dengan mutu SDM yang rendah.
Sehingga, sangat penting bagi seorang ibu untuk memperhatikan isi piringnya
terutama ketika mengandung. Isi piring yang menjadi makanan dan minuman ibu
harus bergizi tinggi yang standarnya telah ditetapkan Kementerian Kesehatan yang
komposisinya terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan.
Dilengkapi dengan minum 8 gelas air sehari dan olahraga minimal 30 menit per
hari.
Isi piring ibu membantu ibu memiliki kualitas ASI yang baik lho
Dalam rangka memenuhi kebutuhan isi piring ibu, mau tak mau keluarga harus
mampu menyediakan sumber pangan bergizi.
Yang paling mudah adalah dengan menyiapkan tabungan khusus sebelum
menikah, untuk digunakan saat mempersiapkan kehamilan sehingga tidak
terlampau memberatkan secara ekonomi. Dengan konsep ini orang akan berpikir
dua kali untuk asal menikah dan asal memiliki anak, apalagi menikah dini tanpa
bekal pengetahuan dan finansial mumpuni untuk mempersiapkan kelahiriran
manusia baru melalui pernikahan.
Cara lainnya adalah dengan mengonsumsi pangan lokal dengan sumber gizi tinggi
yang dapat diakses dengan biaya murah agar sumber makanan dekat dari rumah dan
tidak harus mengeluarkan biaya untuk membelinya. Konsep ini sangat murah
meriah dan tidak memberatkan bagi keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke
bawah. Bahkan Presiden
Jokowi mengatakan salah
satu cara terbaik untuk mencegah stunting dan
meningkatkan asupan pangan bergizi adalah
dengan mengonsumsi pangan lokal yang tersedia di
lingkungan sekitar rumah, yang harganya terjangkau dan tentu saja segar karena
tidak terpapar polusi.
Terdapat tiga landasan penting mengapa pencegahan stunting dimulai dari desa,
yaitu: .
Dua hal paling pokok adalah ketersediaan air bersih skala desa dan sanitasi
lingkungan; dilanjutkan dengan peningkatan kapasitas dan keterampilan kader
kesehatan; perawatan dan/atau pendampingan ibu hamil, melahirkan dan
menyusui; pemantauan pertumbuhan dan penyediaan makanan tambahan/sehat
untuk peningkatan gizi bayi, balita dan anak sekolah; pengadaan, pembangunan,
pengembangan hingga pemeliharaan sarana dan prasarana di bidang kesehatan;
penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS); dan promosi hidup sehat.
Pemerintah juga menyadari bahwa peran posyandu sangat penting sebagai garda
terdepan pembangunan kesehatan yang pernah sangat populer di era pemerintahan
Presiden Soeharto, di mana program ini dijalankan oleh kader-kader yang punya
komitmen tinggi untuk mewujudkan Indonesia sehat. Jika
Posyandu
digalakkan lagi, maka akan sangat penolong
pemerintah dalam mendekatkan program-
program pencegahan stunting dengan
masyarakat yang menjadi sasaran yaitu ibu
hamil, ibu menyusui, balita dan anak sekolah.
Termasuk memantau perkembangan bayi di periode emas 1.000 hari pertama
kehidupan. Jika Posyandu melakukan perannya dengan baik, maka mimpi Indonesia
sehat bisa kita raih dengan gemilang.
Pemerintah telah menetapkan 6 jenis program kemitraan dengan dunia usaha untuk
pencegahan dan penurunan stunting, dalam konteks Intervensi Gizi Spesifik dan
Intervensi Gizi Sensitif. Keenam program tersebut dapat diselenggarakan dengan
sejumlah skema kemitraan baik dalam bentuk bantuan tunai dari mitra kepada
penerima manfaat, maupun disampaikan melalui pengelola dana melalui
pembiayaan program-program yang ditetapkan pemerintah untuk pencegahan dan
penanganan stunting.
Terlebih lagi kalau ada anggota masyarakat yang merupakan golongan kelas atas
alias Crazy Rich Citizen, maka mereka sangat berkewajiban membantu
anggota masyarakat yang kesulitan keuangan dalam membeli pangan bergizi bagi
ibu hamil dan balita. Caranya adalah dengan memberikan mereka opsi
untuk menjadi orangtua asuh atau adopsi, sehingga pembiayaan bisa
langsung diberikan dari si pengadopsi kepada ibu dari janin atau balita
yang diadopsi.
Crazy Rich Citizen harus membantu masyarakat miskin dalam rangka menurunkan
prevalensi stunting dengan menjadi orangtua asuh bagi janin dan balita (sumber:
www.nylon.com.sg)
Bagaimanapun juga, kalangan Crazy Rich Citizen ini memiliki kelimpahan keuangan
yang sangat mampu jika diperbantukan dalam urusan mencegah atau mengurangi
prevalensi stunting. Selain untuk kembali memasyarakatkan nilai-nilai kebaikan dan
gotong royong, juga untuk membantu memperkecil kesenjangan/gap antara warga
negara yang sangat kaya dengan yang sangat miskin.
PENUTUP
Stunting adalah masalah yang kompleks. Setiap calon ayah dan calon ibu wajib
memahami persoalan ini, sebagai bahan pembelajaran untuk tidak mengulang
kesalahan yang sama generasi sebelumnya yang kurang melek literasi kesehatan.
Sebagai bahan pembelajaran bagi pembaca, silakan mengunduh bahan bacaan
dibawah ini:
10 Pesan Kesehatan Jokowi
Periode Emas 1000 Hari Pertama Kehidupan
Situasi Balita Pendek Kementerian Kesehatan RI
Prevalensi, Penyebab dan Pencegahan Stunting
TNP2K: Buku Ringkasan Stunting
Penurunan Masalah Balita Stunting
Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting
Paparan Stunting Kementerian Keuangan
Mencegah Kekurangan Gizi Pada Anak
Dana Desa untuk Penurunan Stunting