Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Mayoritas penyebab penyakit kardiovaskuler adalah akibat perubahan gaya
hidup dan pola makan masyarakat. Merokok, obesitas serta kurang melakukan
aktivitas fisik merupakan bagian dari perubahan gaya hidup. Sedangkan makanan
siap saji merupakan bentuk perubahan pola makan. Saat ini masyarakat lebih
menyukai makanan siap saji, dimana makanan tersebut banyak mengandung
lemak, protein, dan tinggi garam dan rendah serat. Hal tersebut membawa
konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif seperti jantung,
diabetes mellitus, dan hipertensi (Muhammadun, 2010).
Hipertensi merupakan penyakit yang belum banyak diketahui masyarakat
sebagai penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut
terjadi karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus, sehingga penderita
hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya mengalami hipetensi sampai ia
melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan. Seseorang baru merasakan
dampak hipertensi ketika terjadi komplikasi seperti gagal ginjal, stroke, dan gagal
ginjal. Oleh sebab itu, hipertensi sering disebut sebagai “ silent killer atau
pembunuh diam-diam” ( Adib, 2009 ) Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya diatas 90 mmHg (Brunner & Suddart, 2002). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua macam yaitu hipertensi primer dan
sekunder.Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak atau belum
diketahui penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit lain seperti gagal jantung, gagal ginjal , atau kerusakan
sistem hormon tubuh.Faktor resiko yang mendorong terjadinya hipertensi adalah
genetik, stress, obesitas, konsumsi makanan yang tinggi garam, merokok,
konsumsi alkohol dan kurang olahraga ( Muhammadun, 2010 ). Penyakit
hipertensi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya di
Indonesia, namun juga di dunia. Sebanyak 1 milliar orang di dunia atau 1 dari 4
orang dewasa menderita penyakit hipertensi. Bahkan diperkirakan jumlah
penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milliar menjelang tahun 2025.
Hampir di semua Negara kurang lebih 10-30% penduduk dewasa mengalami
hipertensi.
Suatu pola hidup yang tidak sehat tentunya akan menimbulkan berbagai
macam permasalahan kesehatan. Utamanya bagi sistem kardiovaskuler. Salah
satu jenis gangguan pada sistem kardiovaskuler yang yakni angina pectoris.
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis dimana terjadi sakit dada yang khas,
yaitu seperti tertekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan
kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu melakukan aktivitas dan
segera menghilang bila pasien beristirahat. Angina pektoris dapat muncul sebagai
angina pektoris stabil (APS, stable angina), dan keadaan ini bisa berkembang
menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma koroner akut (SKA) atau yang
dikenal sebagai serangan jantung mendadak (heart attack) dan bisa menyebabkan
kematian. (American Heart Association (AHA))
Klasifikasi klinis angina pada dasarnya berguna untuk mengevaluasi
mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun patogenesa angina mengalami
perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada umumnya dapat dibedakan 3 tipe
angina :
1. Classical effort angina (angina klasik)
2. Variant angina (angina Prinzmetal)
3. Unstable angina/angina tak stabil/UAP
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan hipertensi ?
2. Apa sajakah gejala yang ditimbulkan terkait penyakit hipertensi ?
3. Apakah etiologic dari hipertensi ?
4. Bagaimana patofisiologi dari hipertensi ?
5. Apakah yang dimaksud dengan angina ?
6. Apa sajakah gejala yang ditimbulkan terkait penyakit angina ?
7. Apakah etiologic dari angina ?
8. Bagaimana patofisiologi dari angina

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari penyakit hipertensi serta
klasifikasinya
2. Mahasiswa mampu mengetahui gejala yang terjadi pada pada penyakit
hipertensi
3. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dan patofisiologi dari hipertensi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari penyakit angina serta
klasifikasinya
5. Mahasiswa mampu mengetahui gejala yang terjadi pada pada penyakit
angina
6. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dan patofisiologi dari angina

1.4 MANFAAT PENULISAN


Adapun manfaat dari makalah ini yaitu mahasiswa dapat menambah
referensi tentang ilmu penyakit kardiovaskuler khususnya hipertensi dan angina,
serta dapat memberikan solusi dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas akibat hipertensi dan angina.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HIPERTENSI
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik
dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang
dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih
dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Sedangkan pada lansia dikatakan hipertensi jika tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2010).
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga,
jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh (Widharto, 2007)
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke,
kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan
lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti
otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian.
Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu
faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung
(cardiovascular).
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education
Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46
professionalm sukarelawan, dan agen federal. Mereka mencanangkan
klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh
33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).
Tabel 1. Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan
Tekanan Tekanan Darah Darah Sistol atau Darah Diastol
Darah menurut JNC 6 (mmHg) (mmHg)
menurut JNC
7
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110
(Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong
pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi (Sani, 2008).
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,
normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan
hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi
140-159 90-99
Ringan)
140-149 90-94
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi
160-179 100-109
Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi
≥ 180 ≥ 110
Berat)
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90
(Sumber: Sani, 2008)
c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society
Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan
darah <120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga
139/89 mmHg termasuk normal tinggi (Shimamoto, 2006).
Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS
Tekanan Darah Tekanan Darah CHS-2005
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah
Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2

≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3


≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol
Terisolasi
(Sumber: Shimamoto, 2006)
d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)
Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:
1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori
yang berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan
pengobatan, dan perkiraan afektivitas pengobatan difokuskan
pada kategori dengan nilai lebih.
2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada
hipertensi sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol
yang rendah (60-70 mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko
tambahan.
3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk
memulai pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko
kardiovaskuler total.
Tabel 4. Klasifikasi menurut ESH
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi
(Sumber: Mancia G, 2007)
e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks
(ISHIB) (Douglas JG, 2003)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam
dua kategori yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah
berdasarkan kategori yang lebih tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali
atau lebih pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat
1 sampai 3 berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan
diastole ( < 90 mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis
karena setiap peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko
kejadian kardiovaskuler.
Tabel 5. Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tahap 140-159 dan/atau 90-99
1
Hipertensi Tahap 160-179 dan/atau 100-109
2
Hipertensi ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Tahap 3
Hipertensi Sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi
(Sumber: Douglas JG, 2003)
f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi
Indonesia (Sani, 2008).
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi
Indonesia 13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu
konsensus mengenai pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang
ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat umum:
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar
dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini
kebanyakan diambil dari pedoman Negara maju dan Negara
tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia yang
berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak
masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan
darah sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan
tingginya tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan
organ target dan penyakit penyerta tertentu.
Tabel 6. Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi
Indonesia
Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan
Sistol (mmHg) Darah Diastol
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi 140-159 Atau 90-99
Tahap 1
Hipertensi ≥160-179 Atau ≥100
Tahap 2
Hipertensi ≥140 Dan <90
Sistol terisolasi
(Sumber: Sani, 2008)
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi
sistolik dan hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu
hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat
meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah
tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil
pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil
menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap
aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung
berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut
Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi
hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya
riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu
sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab
spesifiknya dapat diketahui (Lanny Ssustrani, dkk, 2004).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu
hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah
keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya
ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah
keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan
kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak,
jantung dan ginjal (Mahalul Azam,2005).

2.1.3 Etiologi Hipertensi


Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi
primer atau esensial dan hipertensi sekunder.
a. Hipertensi primer
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
esensial (primer). Penyebab hipertensi esensial ini masih belum
diketahui, tetapi faktor genetik dan lingkungan diyakini memegang
peranan dalam menyebabkan hipertensi esensial (Weber dkk., 2014).
Faktor genetik dapat menyebabkan kenaikan aktivitas dari sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik serta sensitivitas
garam terhadap tekanan darah. Selain faktor genetik, faktor lingkungan
yang mempengaruhi antara lain yaitu konsumsi garam, obesitas dan
gaya hidup yang tidak sehat (Weber dkk., 2014) serta konsumsi alkohol
dan merokok (Mansjoer dkk., 1999).
Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal
merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan
ekskresi natrium dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan,
curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah
meningkat. Faktor lingkungan dapat memodifikasi ekspresi gen pada
peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang
kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai
faktor eksogen dalam hipertensi (Robbins dkk., 2007).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder diderita sekitar 5% pasien hipertensi (Weber
dkk., 2014). Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit
komorbid atau penggunaan obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi.
Penghentian penggunaan obat tersebut atau mengobati kondisi
komorbid yang menyertainya merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder (Depkes RI, 2006). Beberapa penyebab
hipertensi sekunder dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi (Depkes RI,
2006)
Penyakit Obat
Penyakit ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme primer Estrogen (biasanya pil KB
dengan kadar estrogen tinggi)
Penyakit renovaskular NSAID, cox-2 inhibitor
Sindroma cushing Fenilpropanolamin dan analog
Phaeochromocytoma Siklosforin dan takromilus
Koarktasi aorta Eritropoietin
Penyakit tiroid atau paratiroid Sibutramin, Antidepresan
(terutama venlafaxine)

2.1.4 Gejala Klinis Hipertensi


Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit.
Ada kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa
penderita hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru
sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala
penyakit. Hipertensi terkadang menimbulkan gejala seperti sakit kepala,
nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi, dan epistaksis. Gejala-gejala
tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan merupakan tolak ukur
keparahan dari penyakit hipertensi (WHO, 2013).

2.1.5 Patofisiologi Hipertensi


Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh
interaksi berbagai faktor seperti faktor genetik dan lingkungan yang
mempengaruhi dua variabel hemodinamik yaitu curah jantung dan
resistensi perifer total (Robbins dkk., 2007). Curah jantung merupakan
faktor yang menentukan nilai tekanan darah sistolik dan resistensi perifer
total menentukan nilai tekanan darah diastolik. Kenaikan tekanan darah
dapat terjadi akibat kenaikan curah jantung dan/atau kenaikan resistensi
perifer total (Saseen dan Maclaughlin, 2008). Ginjal memiliki peranan
dalam mengendalikan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron. Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal dapat dilihat
pada gambar 1.
Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari


korteks adrenal

Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas


↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Mengentalkan

↑ Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Diencerkan dengan ↑ volume


Volume darah ↑ ekstraseluler

↑ Tekanan darah
↑ Volume darah

↑ Tekanan darah

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.

(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)


Renin yang dihasilkan oleh sel justaglomerulus ginjal mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin-1, kemudian angiotensin-1 diubah
menjadi angiotensin-2 oleh angiotensin converting enzyme (ACE).
Angiotensin-2 dapat berikatan dengan reseptor angiotensin-2 tipe 1 (AT1)
atau reseptor angiotensin-2 tipe 2 (AT2). Stimulasi reseptor AT1 dapat
meningkatkan tekanan darah melalui efek pressor dan volume darah
(Saseen dan Maclaughlin, 2008).
Efek pressor angiotensin-2 meliputi vasokonstriksi, stimulasi
pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dan meningkatkan aktivitas
sistem saraf simpatik (Saseen dan Maclaughlin, 2008). Selain itu,
angiotensin-2 menstimulasi sintetis aldosteron dari korteks adrenal yang
menyebabkan retensi natrium dan air. Retensi natrium dan air ini
mengakibatkan kenaikan volume darah, kenaikan resistensi perifer total,
dan akhirnya kenaikan tekanan darah (Saseen dan Maclaughlin, 2008;
Saseen, 2009).
Tekanan darah juga diregulasi oleh sistem saraf adrenergik yang
dapat menyebabkan terjadinya kontraksi dan relaksasi pembuluh darah.
Stimulasi reseptor α-2 pada sistem saraf simpatik menyebabkan penurunan
kerja saraf simpatik yang dapat menurunkan tekanan darah. Stimulasi
reseptor α-1 pada perifer menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang
dapat meningkatkan tekanan darah. Stimulasi reseptor β-1 pada jantung
menyebabkan kenaikan denyut jantung dan kontraktilitas, sedangkan
stimulasi reseptor β-2 pada arteri dan vena menyebabkan terjadinya
vasodilatasi (Saseen dan Maclaughlin, 2008; Saseen, 2009).

2.2 ANGINA PEKTORIS


2.2.1 Pengertian Angina Pektoris
Angina pektoris berasal dari Bahasa Yunani, ankhon yang berarti
‘mencekik’ dan pencetus yang berarti dada. Jadi, angina pektoris dapat
diartikan sebagai rasa tercekik di dada. angina pektoris sebenarnya bukan
penyakit, tetapi merupakan gejala dari penyakit lainnya pada umumnya
adalah penyakit arteri coroner (coronary artery disease) atau penyakit
jantung coroner
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respon terhadap supalai oksigen yang tidak adequate ke sel-
sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung,
ke rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2009)
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat
serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada
yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul
pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2007)
Angina pectoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa
tidak enak yang berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan
yang disebabkan oleh ischemia miokard tetapi tidak sampai terjadi
nekrosis. Rasa tidak enak tersebut sering kali digambarkan sebagai rasa
tertekan, rasa terjerat, rasa kemeng, rasa penuh, rasa terbakar, rasa bengkak
dan rasa seperti sakit gigi. Rasa tidak enak tersebut biasanya berkisar 1 –
15 menit di daerah retrosternal, tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher,
bahu, punggung dan lengan kiri. Walaupun jarang, kadang-kadang juga
menjalar ke lengan kanan. Kadang-kadang keluhannya dapat berupa cepat
capai, sesak nafas pada saat aktivitas, yang disebabkan oleh gangguan
fungsi akibat ischemia miokard. Penyakit angina pektoris ini juga disebut
sebagai penyakit kejang jantung. Penyakit ini timbul karena adanya
penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang mengakibatkan jantung
kehabisan tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu secara terus-menerus
karena aktifitas fisik atau mental.
Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien
mendapat serangan sakit dadadi dearah sternum atau di bawah sternum
(substernal) atau dada sebelah kiri yang khas, yaitu seperti ditekan, atau
terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri, kadang-kadang
dapat menjalar ke punggung, rahang, leher atau ke lengan kanan. Sakit
dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan aktivitas dan
segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. (Prof.
Dr.H.M.Sjaifoellah Noer,1996)

2.2.2 Klasifikasi angina Pektoris


1) Classical effort angina (angina klasik)
Terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktifitas
fisik seperti berolah raga, naiktangga, atau bekerja keras. Pajanan
dingin, terutama bila disertai bekerja seperti menyekop salju. Stres
mental termasuk stress yang terjadi akibat rasa marah serta tugas mental
seperti berhitung, dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri pada angina
jenis ini, biasanya menghilang, apabila individu yang bersangkutan
menghentikan aktivitasnya.
2) Variant angina (angina Prinzmetal)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat,
akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba.
Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis
akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang
normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama
terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah
arteri koroner.
3) Unstable angina (angina tak stabil / ATS)
Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan
membutuhkan penanganan segera. Dijumpai pada individu dengan
penyakit arteri koroner yang memburuk. Angina ini biasanya
menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi
akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai perkembangan thrombus
yang mudah mengalami spasme. Terjadi spasme sebagai respon
terhadap peptida vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke
area yang mengalami kerusakan. Seiring dengan pertumbuhan
thrombus, frekuensi dan keparahan serangan angina tidak stabil
meningkat dan individu beresiko mengalami kerusakan jantung
irreversible. Unstable angina dapat juga dikarenakan kondisi kurang
darah (anemia) khususnya jika anda telah memiliki penyempitan arteri
koroner sebelumnya Tidak seperti angina klasik, angina jenis ini tidak
memiliki pola dan dapat timbul tanpa aktivitas fisik berat sebelumnya
serta tidak menurun dengan minum obat ataupun istirahat. Angina
tidak stabil termasuk gejala infark miokard pada sindrom koroner akut.
2.2.3 Etiologi Angina Pektoris
Angina pektoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan
oksigen yang lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja, makan,
atau saat sedang mengalami stress. Jika pada jantung mengalami
penambahan beban kerja, tetapi supplai oksigen yang diterima sedikit,
maka akan menyebabkan rasa sakit pada jantung. Oksigen sangatlah
diperlukan oleh sel miokard untuk dapat mempertahankan fungsinya.
Oksigen yang didapat dari proses koroner untuk sel miokard ini, telah
terpakai sebanyak 70 - 80 %, sehingga wajar bila aliran koroner menjadi
meningkat. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu diastole pada
saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pemakaian oksigen pada jantung,
adalah
1) Denyut Jantung. Apabila denyut jantung bertambah cepat, maka
kebutuhan oksigen tiap menitnya akan bertambah.
2) Kontraktilitas. Dengan bekerja, maka akan banyak mengeluarkan
katekolamin (adrenalin dan nor adrenalin) sehingga dapat
meningkatkan kontraksi pada jantung.
3) Tekanan Sistolik Ventrikel Kiri. Makin tinggi tekanan, maka akan
semakin banyak pemakaian oksigen.
4) Ukuran Jantung. Jantung yang besar, akan memerlukan oksigen yang
banyak.
Faktor-faktor penyebab lainnya, antara lain adalah :
1) Aterosklerosis
2) Denyut jantung yang terlalu cepat
3) Anemia berat
4) Kelainan pada katup jantung, terutama aortic stenosis yang
disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke katup jantung.
5) Penebalan pada di dinding otot jantung - hipertropi- dimana dapat
terjadi pada penderita tekanan darah tinggi sepanjang tahun
6) Spasme arteri coroner

2.2.4 Patofisiologi Hipertensi


Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya
iskemia miokard atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard
berkurang. Aliran darah berkurang karena penyempitan pembuluh darah
koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis
atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan
spasme.
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di
intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan
mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan
dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena
timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah
yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut,
selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat.
Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.
Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih
cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi
tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu
pasien melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat beban kerja
suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila
kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen
ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan
atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi sebagai
respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan terjadi
iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium
mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien dan
menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina pectoris.
Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen
oksigen menjadi adekut dan sel-sel otot kembali keproses fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energy. Proses ini tidak menghasilkan asam
laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina
pectoris mereda.
2.2.5 Manifestasi Klinis
1. Angina pectoris stabil.
 Muncul ketika melakukan aktifitas berat
 Biasanya dapat diperkirakan dan rasa nyeri yang muncul biasanya
sama dengan rasa nyeri yang datang sebelumnya
 Hilang dalam waktu yang pendek sekitar 5 menit atau kurang
 Hilang dengan segera ketika anda beristirahat atau menggunakan
pengobatan terhadap angina
 Rasa sakitnya dapat menyebar ke lengan, punggung atau area lain
 Dapat dipicu oleh tekanan mental atau stres.
2. Angina pectoris tidak stabil.
 Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan
karakteristik frekuensi berat dan lamanya meningkat.
 Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
 Tidak dapat diperkirakan
 Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama
 Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan angina
 EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.
3. Angina variant.
 Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada
waktu aktifitas ringan. Biasanya terjadi karena spasme arteri
koroner
 EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada
waktu serangan yang kemudian normal setelah serangan selesai.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

Anda mungkin juga menyukai