Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

DIABETES MELLITUS

Pembimbing:

dr. Ratu Wulandari

Disusun oleh :
Dokter Internsip UPT Puskesmas Kampung Sawah

dr. Azahrah Purnamaladi

UPT PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH - TANGERANG SELATAN


PERIODE 10 Juni 2019 – 10 Oktober 2019
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 55 tahun
Alamat : Sawah Lama
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Warga Negara : Indonesia

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Juli 2019, pada pukul 10.00
WIB di Poli Lansia UPT Puskemas Kampung Sawah.

Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan lemas ± 3 hari sebelum masuk Puskesmas
Kampung Sawah.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang sadar diantar oleh anaknya dengan membawa hasil
laboratorium, keluhan lemas dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk
puskesmas Kampung Sawah. Lemas dirasakan tiba-tiba di seluruh tubuh dan
terasa terus menerus. Keluhan lemas juga disertai dengan rasa pusing di
kepala.
Pasien juga mengeluh sering kencing pada malam hari, kencing sampai
lebih dari 10 kali dalam satu malam. Pasien juga terus menerus merasa haus,
nafsu makan pasien tidak ada keluhan, pasien makan seperti biasa namun
pasien merasa adanya penurunan berat badan kurang lebih sejak 1 tahun
terakhir belakangan, dari awalnya 60 kg menjadi 55 kg.
Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah rasa gatal pada selangkangan
yang hilang timbul sejak 3 bulan terakhir, kesemutan pada kedua telapak kaki
sejak 6 bulan terakhir, dan terasa kabur pada kedua mata sejak 3 bulan
terakhir. Pasien mengatakan belum pernah kontrol untuk keluhan pada
matanya.

Riwayat penyakit terdahulu


 Pasien mengaku tidak ada riwayat penyakit jantung atau paru
 Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat darah tinggi
 Pasien mengaku mempunyai penyakit kencing manis sejak 5 tahun yang
lalu, namun pasien tidak pernah kontrol atau melakukan pemeriksaan
gula darah rutin.
 Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit asma
 Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu
lama dan dekat
 Pasien mengaku tidak ada alergi obat.

Riwayat pengobatan
Pasien mengaku bahwa ia tidak sedang mengonsumsi obat apapun.

Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengaku bahwa kakak pasien memiliki riwayat penyakit kencing manis
sejak 10 tahun yang lalu.

Riwayat kebiasaan
Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi minuman yang manis seperti
teh manis panas setiap pagi. Pasien juga selalu mengkonsumsi makanan utama
nasi putih yang panas. Makan teratur sehari 3 kali. Pasien mengaku jarang
berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : - Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Suhu : 36.7oC
- Nadi : 78 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
Nutrisi : - BB : 55 kg
-TB : 150 cm
- IMT : 24,4 (normal)

Status Generalis

Kepala-Leher
Kulit : Berwarna kuning langsat, ikterus (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut
berwarna hitam terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut

Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, sklera


tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra
tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

Telinga : Bentuk normal


Hidung : Bentuk normal
Mulut : Bentuk normal
Leher : Pembesaran KGB -/-

Thorax
Inspeksi :
 Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel
chest (-), pergerakan dinding dada simetris
 Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).
 Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
 Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri
dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
 Tipe pernafasan : Torakal Abdominal

Palpasi

 Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis


teraba di ICS V linea parasternal sinistra
 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
 Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
 Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan

Perkusi

 Sonor seluruh lapang paru


 Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI
 Batas paru-jantung :
 Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
 Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi

 Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).


 Pulmo :
 Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
 Rhonki (-/-)
 Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi :

 Bentuk : Simetris
 Umbilicus : Masuk merata
 Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-
),massa (-), vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis
(-),spider navy (-).
 Distensi (-)
 Ascites (-)

Auskultasi

 Bising usus (+) normal


 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)

Perkusi

 Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)


 Nyeri ketok (-)

Palpasi

 Nyeri tekan epigastrium (-)


 Massa (-)
 Hepar / lien : tidak teraba

Ekstremitas

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium

Pemeriksaan 27/7/19 Nilai Normal


Hematologi
Hb (mg/dl) 11,6 11,4-15,1 gr/dL
Faal Ginjal
Asam Urat 5,2 2,0-5,7 mg/dL
Gula Darah Puasa 157 < 120 mg/dL
Gula Darah Sewaktu 279 < 200 mg/dL
Lemak
Kolesterol Total 185 <200 mg/dl
V. Diagnosis Kerja
Diabetes Mellitus Tipe 2

VI. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit


a. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit diabetes mellitus
b. Preventif : Diet rendah garam, olahraga teratur, menghindari faktor
risiko seperti merokok, alkohol dan stress
c. Kuratif :
 Terapi Medikamentosa :
Amlodipin 10 mg 1x1 tab
Paracetamol 500mg 3x1 tab
 Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita hipertensi
- Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi
pasien penderita hipertensi
- Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada
pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga senam
aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu.
d. Rehabilitatif :-

VII. Prognosis : Dubia at bonam

VIII. Konseling :
a. Penyakit yang diderita adalah penyakit hipertensi yang tidak
menular dan tidak bisa sembuh dan hanya bisa di kontrol
b. Menjelaskan kepada os tentang gejala-gejala pada penyakit
hipertensi dan risiko penyulit yang mungkin terjadi
c. Menganjurkan pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang
asin, serta mengurangi konsumsi makanan yang digoreng dan
makanan yang berlemak
d. Menjelaskan kepada os agar tekun meminum obat dan rutin
memerikasan dirinya di puskesmas Langensari 1, meskipun os
sudah merasa sehat.
e. Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah
diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat
(80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasienberistirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit
selama 5menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannyadengan hipertensi lain yang
sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut TheSeventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah
pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti
stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung
dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara
yang ada didunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dengan hipertensikemungkinan besar juga akan bertambah
2
. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasushipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan padaangka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini.3
III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui
dengan pasti.Hipertensiprimer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan
khusus.Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling
berkaitan.Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang
diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut,
kerusakan vaskuler dan lain-lain.Adapun penyebab paling umum pada
penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.Risiko
relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.4

I. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain
faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang
dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.2
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan
menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya
rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi.1Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.5
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan
umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai
tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini
merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah
usianya.6 Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya
oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri
akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur
sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat
sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal
juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus menurun.7
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause.8 Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.7
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam
dari pada yang berkulit putih.Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang
lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan
darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National
Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi
pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38%
untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18%
untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi
normal menurut standar internasional). 8
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat
menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan
darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi
saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada
ginjal.Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma,
dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium
dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.8
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization
(WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah
tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari.9 Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. 10
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi
natrium/sodium.Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium
klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG),
dan sodium karbonat.Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.
Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masakmemasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 11
Tabel 2.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan.12

g. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok


berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.3
Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari
Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek
yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok,
36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek
terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam
penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek
dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.13

h. Tipe kepribadian

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan


dengan prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku
yang sesuai dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang
ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari
Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme
pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian
menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja
tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat
tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan
prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah
terjadinya aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf
simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas
sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3

II. GEJALA KLINIK


Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada
penderitahipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normalhipertensi yaitu sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar,
perdarahanhidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging,
tekukterasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala
akibatkomplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan;penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral
(otak) yangmengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak
yangmengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma .15
III. KLASIFIKASI
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada
pengukuran rata-rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.

Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII3

IV. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci
dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.5 Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggiosmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkandengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkatyang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.5
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal.Aldosteronmerupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengaturvolume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengancara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.5

Gambar 2.1 Patofisiologi hipertensi 16

Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan


multifaktorial dan sangat komplek.Faktor-faktor tersebut merubah fungsi
tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator
hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,
viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi
neural.Patogenesishipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor
meliputi faktor genetik, asupan garamdalam diet, tingkat stress dapat
berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.4 Perjalanan penyakit
hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul
menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama,
hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina
dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi
pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung)
kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50
tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60
tahun.4

Gambar 2.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer


yang tidak terobati 5

V. DIAGNOSIS HIPERTENSI
Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat
sampai enam minggu. Pengukuran dirumah dapat menggunakan
sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran untuk
analisis.17
Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor
risiko penyakit hipertensi dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut
:18
1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,
riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau
kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor
psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan
tinggi badan.
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang
dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens
kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan
ekokardiografi.16

VI. PENATALAKSANAAN
a) Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi
target tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target
tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤
130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan target
tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk
pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen
penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal
jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NKF), target
tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan
penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan
> 1 g proteinuria.2

b) Algoritme Penanganan Hipertensi


Gambar 2.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 3
c) Modifikasi Gaya Hidup
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan
darah memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan
hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan
untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap
terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit
jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada
tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam
percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl
diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi.
Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak
menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari
terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol
tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan
tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl,
meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet
yang sehat secara keseluruhan.2
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk
menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata
penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan
berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti
berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah.
Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap
NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan
hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan
setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan
tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih
rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang
mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi
~ 14 g etanol) berhubungandengan tekanan darah tinggi, dan penurunan
konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula
dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet
kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam
menurunkan tekanan darah. 2

Tabel 2.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi


hipertensi.3

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan


darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi,
meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular. 3
d) Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis
hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah: 3
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker
(ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai
secara bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam
beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi
dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis
obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis
obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum
mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,
baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi
terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. 3
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Tabel 2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat


Antihipertensi. 3
Tabel 3.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 3
VII. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya
penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan
penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan
hidup sebesar 10-20 tahun. 19
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila
penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa
organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung
dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem
organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu: 20
Tabel 2.6 Komplikasi Hipertensi20

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang


mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan
kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi beratselain kelainan koroner
dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkanoleh
pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain
yangdapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (TransientIschemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi yanglama dan pada proses akut seperti pada
hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi
ditentukan tidak hanyatingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum
adanya kerusakan organ target sertafaktor risiko lain seperti merokok,
21
dislipidemia dan diabetes melitus. Tekanan darah sistolik melebihi 140
mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko
kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanandarah 115/75
mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler sebanyak dua kali. 22
VIII. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan
pengobatan yang tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan
obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat
yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci
untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.16
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berumur 37 tahun


dengan keluhan utama nyeri kepala, keluhan ini dirasakan sejak sekitar 1
minggu yang lalu yang berlangsung terus-menerus, menetap dan semakin
memberat ketika pasien sedang stress atau banyak pekerjaan. Selain itu
pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian belakang leher, sering merasa
lelah, dan rasa pegal-pegal pada punggung, akan tetapi tidak disertai
dengan keluhan mual dan muntah. Pasien mengaku seringkali
mengkonsumsi ikan asin, merokok 1 hari 1 bungkus, mengkonsumsi kopi
1 gelas perhari, Pasien juga sering mengkonsumsi makanan yang digoreng,
jarang mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah saat datang
180/100 mmHg, dan diulang 30 menit kemudian 160/100 mmHg,
Frekuensi nadi: 88 x/menit, laju pernapasan : 20 x/menit, suhu aksila :
36,7oC, berat badan : 81 Kg, tinggi badan : 164 cm, status gizi : Obes II
dengan IMT 30,1 kg/m2.
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanandiastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari
ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi
duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit
sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi. Seseorang dinyatakan
mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.
Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC- VII) dikatakan hipertensi derajat
2 bila didapatkan tekanan darah sistolik> 160 mmHg, dan tekanan
diastolik > 100, oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat
didiagnosis menderita Hiperetnsi derajat 2.
Untuk pelaksanaan pada pasien ini diberikan amlodipin 1x10 mg
dan parasetamol untuk membantu mengurangi keluhan nyeri yang
dirasakan.
BAB IV
KESIMPULAN
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Menurut Roger Watson,
tekanan darah adalah gaya yang diberikandarah pada dinding pembuluh darah.
Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan
darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling
tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika
ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).

Anamnesis hipertensi meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,


riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit
dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan
aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor
psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan
fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua
menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolateral.

Tujuan penatalaksanaan penderita hipertensi adalah menurunkan faktor


risiko yang menyebabkan aterosklerosis untuk menghindari komplikasi seperti
stroke, penyakit jantung dan lain-lain, olahraga dan aktifitas fisik, perubahan pola
makan dan menghilangkan stres serta pemberian obat antihipertensi secara
adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection
Study (PDS)
to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views of
Antihypertensive therapy. Journal of Human Hypertension, Jun Vol 17
Issue 6.
2. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006
3. Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya
dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.
2007.http;//www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_c
ontent&tas k=view&id=38&Itemid=12). Diakses tanggal 8 April 2014,
pukul 20.00 WIB.
4. Sharma S, et all. Hypertension. Last Update Aug 8, 2008.
http//:www.emedicine.com. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
5. Anonim.Hipertensi.Primer.http://www.scribd.com/doc/3498615/HIPERTE
NSI PRIMER?autodown=doc. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
6. Oktora R. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai
Desember 2005, Skripsi, FK UNRI, 2007, hal 41-42.
7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam:
Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia:
Elsevier Saunders, 2005.
8. Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008.
http//:www.emedicine.com. [Diakses pada tangal 8 April 2014].
9. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and
Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition.
Albania: Journal Epidemiology Community Health 2003.
10. Widayanto D. Apa Manfaat Garam Sebagai Bahan Pengawet.
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj3eh2PdCnd0po.ZrHR
TkNLVRg x.;_ylv=3?qid=20080814042051AAWyOOk. [Diakses pada
tanggal 8 April 2014].
11. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari
2003. www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1046314663,16713,
- 24k. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
12. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik
Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi RS
Cipto Mangunkusuno, Jakarta, 2004.
13. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of
Cigarette Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham And
Women Hospital Massachucetts, 2007.
14. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada
Penyakit Jantung Koroner (PJK). Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092002/art-
2.htm.
15. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta :
Kanisius.
16. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
17. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
18. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Depkes RI.
19. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.
Cardiologychannel.com [diakses tanggal 8 April 2014].
20. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk
Factors in Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.
21. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
22. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah
Kedokteran Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.

Anda mungkin juga menyukai