Anda di halaman 1dari 2

Akibat Proyek Penggalian Tanah, Warga Dan Pengguna

Jl. Sidorukun, Menjadi Resah

MEDAN – Warga dan pengguna jalan


lainnya menjadi resah akibat adanya
aktivitas proyek penggalian tanah yang
menghambat akses perjalanan Jl.
Sidorukun, Krakatau, Kec. Medan
Timur, Kota Medan, yang sudah terjadi
empat bulan yang lalu hingga saat ini
belum terlihat adanya tanda-tanda
penyelesaian dari proyeki ini.

Proyek penggalian tanah ini


bermula untuk saluran pembuangan
tinja dari perumahan-perumahan ruko Cina yang tidak memiliki halaman belakang rumah.
Namun jika dilihat dari luas jalan yang ada di Jl. Sidorukun itu tidak terlalu besar ditambah
dengan setengah dari jalan tersebut digunakan untuk melaksanakan proyek penggalian tanah.
Jika semakin banyak perumahan-peumahan ruko Cina yang ada di Jl. Sidorukun melakukan
hal yang sama, kemungkinan besar kemacetan akan terus terjadi sampai proyek itu
diselesaikan.

Terkadang dalam proyek penggalian tanah ini banyak menggunakan alat-alat berat yang
besar dan tentunya berpotensi besar menutup jalan sehingga kemacetan yang terjadi semakin
panjang dan semakin lama akibat aktifitas tersebut. Seiring berjalannya waktu proyek ini
semakin bertambah banyak kira-kira sepanjang Jl. Sidorukun berjarak 200 m sekali terdapat
tempat-tempat galian tanah yang tentunya kemacetan semakin menjadi-jadi. Sering kita
saksikan, jam-jam rawan terjadinya kemacetan adalah jam-jam sibuk kerja, baik pagi, siang,
dan sore hari. Jalanan kerap diwarnai caci maki, umpatan yang diselingi riuhnya klakson dan
deru mesin kendaraan. Belum lagi udara yang tercemar polusi. Suasana itu tentu menambah
tingkat stress masyarakat pengguna jalan.

Kemacetan diperparah lagi dengan pertumbuhan angka penggunaan kendaraan, baik roda
dua maupun roda empat. Volume kendaraan mengalahkan jumlah penduduk. Situs
Republika.co.id (16/4) mencatat, jumlah penduduk kota Medan, sekitar 2,5 juta sementara
jumlah sepeda motor mencapai 2,8 juta unit. Sedangkan rasio jumlah kendaraan pribadi dengan
kendaraan 97,8% berbanding 2,2%. Artinya, kendaraan pribadi menyesaki jalanan umum.

Data ini menjelaskan secara gambling, fenomena sesaknya jalan raya kita oleh mobil
mewah, yang penumpangnya rata-rata satu atau dua orang. Erry, bagian marketing pertamina
menyatakan, pemakaian bahan bakar minyak di Sumatera Utara mencapai 5,222 KL perhari.
Kebutuhan konsumsi ini terus meningkat. Kalua penggunaan mobil hanya seorang, konsumsi
setiap liter bensin atau solar tentu sangat boros. Entah sampai kapan persoalan kemacetan ini
akan berakhir. Bisnis jual mobil seakan tiada matinya. Perusahaan raksasa terus berkompetisi
memproduksi kendaraan terbaru. Angka penjualan dipastikan terus membengkak. Dan sudah
pasti, kendaraan-kendaraan itu harus berakhir di jalanan. Sementara panjang dan badan jalan
nyaris tak pernah di tambah. Sebelas dua belas dengan usaha membangunakses transportasi
massal. Sampai saat ini masih sebatas rencana, yang entah kapan diwujud-nyatakan.

Barangkali, satu atau dua tahun lagi, ketika populasi terus bertambah, jumlah kendaraan
membengkak tetapi infrastruktur jalan tetap, barulah kita sadar. Sekali warga keluar rumah
dengan membawa motor atau mobilnya masing-masing, jalanan akan menjadi santapan harian,
tingkat stress meningkat. Dan bisa jadi, tindakan kriminalitas juga makin kompleks. Belum
lagi bicara soal buruknya drainase. Sekali kita emasuki musim penghujan, air menggenangi
jalan raya. Di beberapa titik di kota Medan berubah menjadi kolam. Kendaraan terjebak banjir.
Mesin berpotensi rusak, aktivitas harian terganggu dan pertumbuhan ekonomi terkendala.

Harus kita akui, sulit betul mengharapkan persoalan kemacetan tuntas di kota Medan ini.
Selama masyarakat enggan memakai kendaraan umum, dan pemerintah terus menunda
pembangunan Light Rapid Transit (LRT) atau kereta api ringan dan system transportasi massal
atau Mass Rapid Transit (MRT), kemacetan akan terus menghantui. Mentransplannya sudah
ada.. sekarang bagaimana Pemko Medan bisa mengeksekusinya, dan tentu saja, masyarakat
tidak boleh tinggal diam begitu saja.kita mesti ikut berkotribusi. Salah satunya dengan
mengurangi pemakaiankendaraan pribadi dan mulai beralih ke angkutan umum. Denngan cara
itu, kita tak lagi hanya menggerutu, tetapi sudah turut menyumbang solusi konkret. Jika angka
kendaraan pribadi berkurang di jalan raya, badan jalan akan terasa lebiih longgar. Arus lalu
lintas menjadi lancer, yang ada gilirannya efektif menekan tingkat stress pengguna jalan.

Anda mungkin juga menyukai