Anda di halaman 1dari 14

BAB VIII

K-3, PERIZINAN PERTAMBANGAN DAN CSR


Oleh : Dr. Ir. Eddy Winarno, S.Si, MT

8.1. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN (K3L)


PERTAMBANGAN

8.1.1 Keselamatan Kerja


Kecelakaan dapat terjadi di segala bidang pekerjaan, tidak terkecuali
pada kegiatan usaha pertambangan. Pencegahan kecelakaan lebih baik
daripada mengatasi kecelakaan. Perusahaan bertujuan agar pekerja
dapat bekerja dengan selamat dan sehat, artinya tidak terjadi kecelakaan
(zero accident) dan penyakit akibat kerja, sehingga pekerja dapat bekerja
dengan aman, tenang dan nyaman.
Penanganan K3 harus secara terus-menerus dan tidak secara
tambal sulam. Kegiatan K3 baru akan berhenti bersamaan dengan
berhentinya pekerjaan tambang. Jadi K3 merupakan daya upaya yang
terencana untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan ataupun
penyakit akibat kerja dalam kegiatan usaha pertambangan.
Untuk itu perlu diketahui tentang:
- Kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat kecelakaan
Kerugian kecelakaan dari segi biaya, baik biaya langsung maupun
tidak langsung.
- Anatomi kecelakaan
Mengetahui penyebab kecelakaan agar tidak terulang di kelak
kemudian hari.
- Penyebab kecelakaan, baik “unsafe act” maupun “unsafe condition”
(Lynch dan Heinrich), penyebab kecelakaan banyak disebabakan oleh
faktor manusia.
- Pencegahan kecelakaan
Melakukan pencegahan kecelakaan, baik secara teknis maupun
psikologis.
- Perlengkapan keselamatan kerja (alat deteksi, alat pelindung diri, alat
pertolongan)
Harus disadari bahwa alat pelindung diri adalah sebagai pembatas
antara pekerja dengan bahaya yang mungkin akan menghampirinya.
Perusahaan harus menyediakan perlengkapan keselamatan kerja bagi
karyawannya.
- Organisasi keselamatan
Perlu adanya organisasi K3, karena penanganan K3 merupakan
tanggung jawab Divisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
- Statistik kecelakaan

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-1


Untuk mengetahui dan menilai berhasil atau tidaknya usaha
pencegahan kecelakaan dapat ditentukan dengan cara pengukuran
tertentu, yaitu:
• Frequency Rate of Accident (FR) atau tingkat kekerapan
kecelakaan yang menjawab pertanyaan berapa kerapnya terjadi
kecelakaan yang mengakibatkan korban dalam perusahaan.
• Severity Rate of Accident (SR) atau tingkat keparahan yang
menjawab pertanyaan berapa besarnya malapetaka yang
ditimbulkan oleh kecelakaan.
• Manajemen Resiko, memperhitungkan tingkat resiko yang
terjadi apabila keselamatan kerja tidak diperhatikan dalam
perusahaan.
- Manajemen Keselamatan Kerja
Manajemen harus ikut aktif dalam pengawasan dan pembinaan
keselamatan kerja perusahaan. Kebijakan ini akan menghasilkan biaya
pencegahan yang dikeluarkan jauh lebih kecil bila dibandingkan
dengan manfaat bila tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan
korban manusia maupun kerusakan peralatan. Dengan demikian perlu
adanya usaha untuk melaksanakan K3 didalam perusahaan.

8.1.2 Kesehatan Kerja


Penanganan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari perlindungan
tenaga keja yang dimaksudkan untuk memlihara dan meningkatkan
kesehatan tenaga kerja agar mendapatkan derajat kesehatan seoptimal
mungkin, baik fisik, mental maupun sosial juga untuk mendapatkan
efisiensi dan produktifitas kerja setinggi mungkin.
Upaya-upaya penanganan/penanggulangan kesehatan kerja pada
prinsipnya meliputi :
- Tenaga kerja sehat agar tetap sehat, dan tenaga kerja sakit agar
menjadi sehat.
- Tenaga keja yang sudah sehat tetapi produktifitasnya belum
optimal/tinggi agar produktifitasnya menjadi optimal.
- Pengendalian terhadap penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam
industry/perusahaan maupun lingkungan kerja baik yang disimpan,
diproses maupun diproduksi agar tidak menimbulkan penyakit akibat
kerja.
Spektrum segatif maupun spectrum positif kesehatan kerja dapat dilihat
pada gambar 8.1 dan 8.2

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-2


Gambar 8.1
Spektrum Negatif Kesehatan Kerja

Gambar 8.2
Spektrum Positif Kesehatan Kerja

Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan di tempat kerja yang


terdiri dari faktor : fisik, kimia, biologi, fsiologi dan psikologi.(lihat gambar
8.3).

Gambar 8.3
Faktor Bahaya Di Lingkungan Kerja

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-3


Faktor yang mempengaruhi kesehatan tenaga kerja:
1) Kapasitas kerja:
- Keterampilan
- Kesegaran jasmani
- Gizi
- Kelamin
- Usia
- Ukuran tubuh
- Motivasi
2) Lingkungan kerja:
- Fisik
- Kimia
- Biologi
- Fisiologi
- Psikologi
3) Beban kerja:
- Fisik
- Mental
- Sosial

8.1.3. LINGKUNGAN
Pandangan masyrakat selama ini menyatakan bahwa kegiatan
pertambangan mulai dari tahap eksplorasi hingga penutupan tambang
mempunyai dampak menganggu dan merusak lingkungan hidup, baik dari
dampak lingkungan fisik (mengubah bentang alam) maupun dampak
lingkungan sosial (ganti rugi tanah/tumbuhan serta benturan nilai). Oleh
karena itu rencana pelaksanaan kegiatan pertambangan harus diarahkan
pada pelaksanaan penambangan yang berwawasan lingkungan dan
bertumpu pada kaidah peraturan perundangan yang berlaku. Komponen
Kegiatan Pertambangan Yang Dapat Menimbulkan Dampak Penting.
Kegiatan pertambangan diperkirakan menimbulkan dampak lingkungan
sekitar, bila didasarkan pada tahap kegiatan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Tahap persiapan
1) Pembebasan lahan
2) Pembersihan lahan
3) Pembangunan sarana dan prasarana, meliputi kegiatan:
• Pembuatan jalan tambang
• Penyiapan permukaan kerja tambang
• Pembangunan kantor, instalasi pengolahan
4) Mobilisasi Peralatan
5) Penerimaan tenaga kerja
b. Tahap operasi penambangan
1) Pengupasan tanah pucuk sedalam zona perakaran (1 m)
2) Penggalian, pemindahan dan penimbunan tanah penutup
3) Penggalian bahan galian

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-4


4) Penimbunan kembali tanah penutup pada front kerja yang sudah
selesai
5) Reklamasi dan revegetasi pada setiap blok penambangan
6) Pengangkutan
7) Pengolahan
8) Penimbunan
c. Tahap pasca operasi penambangan
1) Penutupan tambang
2) Reklamasi / rehabilitasi tambang
3) Pemutusan hubungan kerja
4) Pemindahan dan pembongkaran sarana tambang
5) Pemanfaatan bangunan dan sarana tambang
Dampak yang terjadi dengan adanya kegiatan pertambangan akan
mengakibatkan perubahan terhadap rona lingkungan awal, sebagai
berikut:
a. Tahap Persiapan
Komponen lingkungan yang akan terkena dampak adalah:
1) Geofisik - kimia, meliputi : iklim mikro, kualitas udara ambien,
bentang alam, erosi, kualitas air sungai dan air tanah, perubahan
fungsi lahan struktur dan tekstur tanah serta kesuburannya.
2) Biologi, meliputi vegetasi hutan, vegetasi binaan (kebun/sawah),
serta lokasi pengolahan, biota perairan (plankton, bentos, nékton) di
perairan sungai.
3) Sosial ekonomi, meliputi kesempatan kerja dan kesehatan
masyarakat, kegiatan ekonomi masyarakat, tersedianya fasilitas yang
dapat dimanfaatkan masyarakat serta persepsi masyarakat,
kesehatan masyarakat.
4) Sosial budaya, yaitu perubahan budaya dan pembauran
etnis/budaya
b. Tahap Operasi Penambangan
Komponen lingkungan yang akan terkena dampak adalah:
1) Geofisika - kimia, meliputi bentang alam, erosi dan perlumpuran,
kelongsoran pada jenjang tambang dan timbunan tanah penutup,
kualitas udara (debu, suhu, kelembaban, dan iklim mikro), kualitas air
sungai dan air tanah.
2) Biologi, meliputi vegetasi hutan produksi, vegetasi binaan, satwa
liar, biota perairan (plankton, bentos, nekton dan hewan air lainnya) di
perairan sungai.
3) Sosial ekonomi, meliputi kesempatan kerja, berkembangnya
kegiatan ekonomi masyarakat dan meningkatnya pendapatan
masyarakat daerah, tersedianya fasilitas yang dapat dimanfaatkan
masyarakat, persepsi masyarakat, serta kesehatan masyarakat.
4) Sosial budaya, meliputi perubahan sikap budaya, pembauran
budaya, dan toleransi budaya.
c. Tahap Pasca Tambang
Komponen lingkungan yang akan terkena dampak adalah:

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-5


1) Fisika - kimia, yaitu penurunan intesitas dampak terhadap bentang
alam, erosi dan pelumpuran, kualitas udara, kualitas air, kualitas
tanah dan kepadatan transportasi bahan galian.
2) Biologi, berkurangnya gangguan terhadap ladang/kebun milik
masyarakat dan pulihnya habitat fauna darat serta habitat biota air.
3) Sosial ekonomi, yaitu terjadinya pemutusan hubungan kerja,
menurunnya aktifitas perekonomian masyrakat, serta permasalahan
sosial lainnya.(lihat Gambar 8.4)

Gambar 8.4
Bagan Alir Pertambangan dan Dampak Yang Terjadi

Dampàk kegiatan pertambangan yang akan di kelola adalah dampak


negatif yang penting. Nilai pentingnya dampak mengacu pada Keputusan
Ketua Bapedal KEP No. 065 Tahun 1994, yang ditentukan oleh:
1) Jumlah manusia yang terkena dampak

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-6


2) Lamanya dampak berlangsung
3) Intensitas dampak
Pengelolaan dampak dilaksanakan dengan menggunakan bentuk
format, yaitu sebagai berikut:
1) Jenis dampak
2) Lokasi dampak
3) Metoda pengelola
4) Pengelola
5) Pengawas
6) Periode pengelolaan
7) Biaya pengelolaan

8.2. PERIZINAN
Kegiatan usaha pertambangan wajib mempunyai Izin Usaha
Pertambangan (IUP) agar tidak dikatakan sebagai pertambangan
ilegal/tanpa izin (PETI).
Untuk perizinan kegiatan usaha pertambangan digunakan Undang-
Undang REPUBLIK INDONESIA nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara. Usaha pertambangan
dikelompokan atas :
a. Pertambangan mineral
b. Pertambangan batubara
Pertambangan mineral digolongkan menjadi :
• Pertambangan mineral radioaktif
• Pertambangan mineral logam
• Pertambangan mineral bukan logam
• Pertambangan batuan
Usaha pertambangan dilaksanakan dalam bentuk :
a. Izin Usaha Pertambangan (IUP)
b. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
c. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

8.2.1. Izin Usaha Pertambangan (IUP)


IUP diberikan oleh :
• Bupati/Walikota, apabila WIUP berada didalam satu wilayah
Kabupaten
• Gubernur, apabila WIUP berada pada lintas wilayah Kabupaten
• Menteri, apabila WIUP berada pada lintas wilayah Provinsi
IUP diberikan kepada :
• Badan usaha
• Koperasi
• Perorangan
IUP terdiri atas dua tahap :
• IUP Eksplorasi
• IUP Operasi Produksi

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-7


Jangka Waktu IUP dan Luas wilayah IUP dapat dlihat pada tabel 8.1
dan 8.2 berikut:

Tabel 8.1
Jenis IUP dan Jangka Waktu IUP

Jenis IUP Mineral Bukan Bukan logam Batuan Batubara


Logam logam (jenis
tertentu)
IUP 3 tahun 7 tahun - 3 tahun 7 tahun
Eksplorasi
IUP 20 tahun 10 tahun 20 tahun 5 tahun 20 tahun
Operasi
produksi
Perpanjang 2 x 10 tahun 2 x 5 tahun 2 x 10 tahun 2 x 5 tahun 2 x 15 tahun
an

Tabel 8.2
Jenis IUP dan Luas Wilayah IUP
Jenis IUP Mineral logam Bukan logam Batuan Batubara
IUP Eksplorasi 5.000 ha 500 ha 5 ha 5.000 ha
Max 100.000 Max 25.000 ha Max 5.000 Max 50.000
ha ha ha
IUP Operasi 25.000 ha 5.000 ha 1.000 ha 15.000 ha
Produksi

Persyaratan perizinan usaha pertambangan, harus memenuhi :


• Persyaratan administratif
• Persyaratan teknis
• Persyaratan lingkungan
• Persyaratan financial

8.2.2. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)


IPR dapat dikelompokan :
• Pertambangan mineral logam.
• Pertambangan mineral bukan logam.
• Pertambangan batuan.
• Pertambangan batubara
IPR diberikan oleh bupati/walikota, luas wilayah, luas wilayah IPR
untuk :
• Perorangan, paling banyak 1 Ha.
• Kelompok masyarakat, paling banyak 5 Ha.

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-8


• Koperasi, paling banyak 10 Ha.

8.2.3. Izin Usaha Pertambangan khusus (IUPK) (lihat Tabel 8.3 dan
8.4)

Tabel 8.3
IUPK Diberikan Oleh Mentri
Jenis IUPK Mineral Batubara
logam
IUPK Eksplorasi 100.000 ha 50.000
ha
IUPK Operasi 25.000 ha 15.000
Produksi ha

Tabel 8.4
Jenis dan Lama Waktu IUPK
Jenis IUPK Mineral Batubara
logam
IUPK Eksplorasi 8 tahun 7 tahun
IUPK Operasi 20 tahun 20 tahun
Produksi
Perpanjangan 2 x 10 tahun 2 x 10
tahun

Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang


IUP dan IUPK wajib melaksanakan :
• Ketentuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja pertambangan;
• Keselamatan operasi pertambangan;
• Pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk
kegiatan reklamasi dan pasca tambang;
• Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;
• Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha
pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi
standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan.
Berakhirnya IUP dan IUPK, karena :
a. Dikembalikan
b. Dicabut

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-9


c. Habis masa berlakunya.
Pendapatan Negara dan Daerah :
• Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan Negara dan
Daerah.
• Pendapatan Negara terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan
Negara bukan pajak.
• Penerimaan pajak terdiri atas :
a. Pajak-pajak yang menjadi kewenangan pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.
b. Bea masuk dan cukai.
• Penerimaan Negara bukan pajak terdiri atas :
a. Iuran tetap;
b. Iuran eksplorasi;
c. Iuran produksi;
d. Kompensasi data informasi.
• Pendapatan Daerah terdiri atas :
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah;
c. Pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Perusahaan wajib membayar 10% dari penghasilannya ke:
• Pemerintah Pusat 4%
• Pemerintah Provinsi 1%
• Pemerintah Kaupaten/Kota penghasil 2,5%
• Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya 2,5%
Sanksi bagi yang melanggar adalah :
• Peringatan tertulis
• Penghentian sementara
• Pencabutan IUP, IPR, atau IUPK.
Pidana bisa dilakukan terhadap yang melanggar, bisa dengan
hukuman kurungan ataupun denda. Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan, yaitu 12 Januari 2009.
Perlu ditekankan disini bahwa untuk perencanaan tambang yang
dibuat harus berdasarkan pada data hasil di lapangan sesuai wilayah
yang direncanakan, bukan teoritis semata. Termaksud dalam bab VIII ini,
yaitu lingkungan, K3 dan Peizinan Pertambangan.

8.3. CSR (Corporate Social Responsibility)


Tanggungjawab Sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan Undang-Undang Nomor
40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-10


8.3.1. Perundangan
Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nonor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal menyebutkan : Setiap penanam modal berkewajiban
melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan.
Penjelasan pasal tersebut : yang dimaksud dengan tanggungjawab
sosial perusahaan adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap
perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang
serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan
budaya masyarakat setempat.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menyebutkan : Tanggungjawab sosial dan lingkungan
adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan tersendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

8.3.2. Ruang Lingkup Studi


Ruang lingkup studi CSR dapat diterapkan dalam arti sempit maupun
dalam arti luas.
1. CSR dalam Arti Sempit
a. CSR Kepada Karyawan
Pasal 126 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas disebutkan bahwa perbuatan hukum penggabungan,
peleburan, pengambil arahan, atau pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan karyawan perseroan.
UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU
Jamsostek) Pasal 1 angka 1 menyebutkan : Jaminan Sosial
Tenaga Kerja adalah suatu perlingdungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
Pasal 17 ayat 2 UU Jamsostek : Pengusaha dan tenaga kerja wajib
ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
b. CSR Kepada Stakeholder
Batasan stakeholder adalah pihak-pihak eksternal yang ikut
mempengaruhi jalannya korporasi, baik langsung maupun tidak
mempunyai hubungan baik secara kontraktual maupun karena
undang-undang dengan korporasi yaitu konsumen dan mitra kerja)
c. CSR Kepada Masyarakat Umum
Masyarakat umum yang dimaksud adalah sekelompok masyarakat
yang tidak mempunyai hubungan secara kontraktual dengan
korporasi. Masyarakat umum bukan termasuk konsumen, karyawan
atau pihak ketiga lainnya.

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-11


Salah satu tanggungjawab sosial kepada masyarakat umum dan
atau masyarakat lokal adalah pembangunan masysrakat
(community development), yang diukur berdasarkan kenaikan taraf
hidup dari masyarakat dengan mengacu kepada nilai keadilan dan
kesetaraan atas kesempatan, pilihan partisipasi, timbal balik, dan
kebersamaan.
PBB memberikan definisi tentang pembangunan masyarakat yaitu
suatu proses yang merupakan usaha masyarakat sendiri yang
diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki
kondisi sosial ekonomi dan kultural komunitas, mengintegrasikan
komunitas kedalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi
komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan bangsa.
Pada umumnya community development dianggap sebagai sarana
yang tepat untuk melaksanakan aktivitas CSR, dengan
pertimbangan sebagai :
1). Sarana kepercayaan bersama (mutual trust)
2). Peningkatan hubungan sinergis dunia usaha dan masyarakat
3). Sarana komunikasi
Tabel di bawah adalah salah satu contoh salah satu program CSR.

No Bidang Program Aktivitas

Optimalisasi fungsi Puskesmas /Pustu


melalui bantuan peralatan kesehatan
Peningkatan
KESEHAT PMT Balita
taraf kesehatan
1 AN dan Kunjungan dokter/dokter ahli
masyarakat
NUTRISI Kampanye kesehatan masyarakat
dampingan
Peningkatan kegiatan kelompok
Posyandu
Pengembangan
Beasiswa untuk pelajar dan atlit
guru, siswa,
PENDIDIKA berprestasi
infrastruktur
N dan Penyediaan buku mata pelajaran (SD,
2 serta kerja
PENGETAH SMP)
sama dengan
UAN Peningkatan kapasitas sekolah : guru,
lembaga
lab, lab bahasa, perpustakaan
pendidikan
Evaluasi lembaga UKM, Koperasi, dan
Pengembangan
Pembiayaan
EKONOMI program
Pembentukan dan pembinaan
3 KERAKYA unggulan yang
lembaga UKM, Koperasi, dan
TAN berorientasi
Pembiayaan
ekonomi
Pengembangan produksi pupuk

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-12


kompos /organik, bengkel , catering
dan laundry (akomodasi mess)
Pengembangan jaringan pengaman
kebutuhan pokok
Pameran budaya lokal dan promosi di
event regional
Promosi hasil kerajinan produk
budaya lokal
SOSIAL Pelestarian dan
Perbaikan sarana olah raga
4 dan pengembangan
(sepakbola, volley, dll)
BUDAYA buday lokal
Pelestarian dan pengembangan
budaya lokal
Pembangunan rumah adat dan
ibadah.

2. CSR dalam Arti Luas


a. CSR Terhadap Lingkungan Hidup
GBHN Tahun 1973 mencantumkan bahwa Penggalian kekayaan alam
harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia,
dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan
memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Selain itu pada ayat 2 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara disebutkan pertambangan mineral dan/atau
batubara dikelola berdasarkan :
1). Manfaat, keadilan, dan keseimbangan
2). Keberpihakan kepada kepentingan bangsa
3). Partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas
4). Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
b. CSR Terhadap Hak Asasi Manusia
Beberapa isu HAM yang sering dikaitkan dengan CSR :
1). Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999
• Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
meningkatkan taraf kehidupannya
• Setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera
lahir dan batin
• Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2). Pasal 40 UU No. 39 Tahun 1999 : setiap orang berhak untuk
bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak
3). Pasal 41 UU No. 39 Tahun 1999 : setiap warga negara berhak
atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk
perkembangan pribadinya secara utuh.
3. CSR dan Anti Korupsi
Relasi antara korupsi oleh korporasi dengan CSR didasarkan adanya
tuntutan keterbukaan tidak saja pada persoalan finacial tetapi juga pada

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-13


non financial disclosure, dalam bentuk CSR Reporting untuk
menghindari penyimpangan kepentingan sosial (social abuse).
4. CSR menurut Perusahaan-perusahaan di Indonesia
Setiap perusahaan akan menyusun program CSR melalui beberapa
alasan yaitu :
a. Motivasi perusahaan dalam menentukan ruang lingkup CSR
dari donasi (clarity) ke strategi keberlanjutan perusahaan
(corporate sustainability)
b. Perusahaan multinasional sudah memiliki komitmen yang kuat
terhadap CSR
c. Pandangan perusahaan swasta nasional mengenai ruang
lingkup CSR
d. Kejelasan ruang lingkup CSR bagi Badan Usaha Milik Negara
5. Pembiayaan CSR
1. Pendanaan CSR bagian dari anggaran operasional perusahaan.
Jika CSR sudah merupakan komitmen bisnis, sudah
seharusnya masuk dalam anggaran operasional.
2. Pembiayaan CSR lebih adil jikadiambil dari sebagian
keuntungan perusahaan.
Korporasi wajib memberikan sebagian kekayaan perusahaan
jika mendapat keuntungan (2-2,5%) dan tidak wajib jika
perusahaan merugi. Hanya saja diperlukan transparansi dari
laporan keuangan perusahaan.
3. Insentif pajak bagi perusahaan yang melaksanakan CSR.
Ada perbedaan mendasar antara pungutan melalui sistem
perpajakan dengan kewajiban untuk menyumbang kepada
masyarakat melalui CSR, yaitu :
a. Pajak dibayarkan ke negara, sedangkan CSR disalurkan
kepada masyarakat secara langsung.
b. Tidak adanya pilihan bagi perpajakan selain mengikuti apa
yang diatur dalam peraturan, sementara kewajiban CSR
dapat disesuaikan dengan strategi perusahaan dan kondisi
masyarakat penerima.
c. Perpajakan diatur langsung oleh peraturan negara,
sedangkan CSR dapat dilakukan dengan berdasarkan
kontrak.

Perencanaan Tambang II 2018/2019 VIII-14

Anda mungkin juga menyukai