Anda di halaman 1dari 17

3.

4 Seismik Refraksi

Bila gelombnag elastik yang menjalar dalam medium bumi menemui bidang batas
perlapisan dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi pemantulan
dan pembiasan gelombang tersebut. Bila kasusnya adalah gelombang kompresi
(gelombang P) maka terjadi empat gelombang yang berbeda yaitu, gelombang P-refleksi
(PP1), gelombang S-refleksi (PS1), gelombang P-refraksi (PP2), gelombang S-refraksi

(PS2). Dari hukum Snellius yang diterapkan pada kasus tersebut diperoleh :
VP VP V S1 V V
1 1
= = = P 2 = S 2 . .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .(3. 1)
Sin. i Sin.θ P Sin . θ S Sin.r P Sin. r S

di mana :
VP1 = Kecepatan gelombang-P di medium 1
VP2 = Kecepatan gelombang-P di medium 2
VS1 = Kecepatan gelombang-S di medium 1
VS2 = Kecepatan gelombang-S di medium 2

Medium-1
-------------------------

Medium-2

Gambar 3.5 Pemantulan dan pembiasan gelombang P dan S dari


gelombang datang P pada bidang batas

Kemudian apabila Gambar 3.5 disederhanakan untuk refraksi maka digambarkan


seperti gambar 3.6 di bawah ini

Gambar 3.6 Hukum Snellius untuk peristiwa pembiasan gelombang

3.2.1 Penjalaran gelombang pada lapisan mendatar

Adanya asumsi bahwa lapisan mendatar (tidak perlu horizontal) dan homogen,
serta kecepatan gelombang V2 > V1 maka untuk sudut refraksi maksimum (ө = 900) pada
titik kritis (C) disebut sudut kritis (өc) atau ic.
 

V1

V2

Gambar 3.7 Titik kritis C untuk refleksi dan refraksi


(garis putus-putus)

Oleh karena itu, hukum Snellius, pada titik kritis akan menjadi :

Sin. i1 Sin. i 2 V
= , tetapi. i 2=900 , maka. . .. Sin .i c = 1 . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .(3. 2)
V1 V2 V2

Hubungan ini dipakai untuk menjelaskan metode pembiasan dengan sudut datang kritis.
Dan untuk lapisan yang lebih dari 2 lapisan seperti gambar 3.8 di bawah ini.

Gambar 3.8
Refraksi untuk > 2 lapis

Maka persamaan dapat dirumuskan sbb.:

……………………………..…………………….. (3.3)
Bila dibandingkan waktu tempuh gelombang langsung, bias dan pantul maka pada
jarak relatif dekat TL < TB < TP, dengan TL, TB, dan TP berturut-turut adalah waktu

tempuh gelombang langsung, bias dan pantul. Sedangkan pada jarak yang relatif jauh T B

< TL < TP. Jelas bahwa gelombang pantul akan sampai di titik penerima dalam waktu
yang paling lama.

Gambar 3.9 Hubungan Jarak dan waktu tempuh gelombang langsung(direct), bias
(refraksi) dan pantul (refleksi)

Selain itu Gambar 3.10 memperlihatkan gelombang dari sumber S (Source)


menjalar pada medium V1, dibiaskan kritis pada titik C sehingga menjalar pada bidang
batas lapisan. Dengan memakai prinsip Huygens pada bidang batas lapisan, “Titik-titik
yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru”. maka gelombang ini
dibiaskan ke atas setiap titik pada bidang batas itu sehingga sampai ke Receiver P yang
ada di permukaan
Gambar 3.10 Lintasan penjalaran gelombang bias

Kemudian untuk melihat hasil perekaman gelombang seismic yang terdiri dari
gelombang langsung, bias dan pantul dicatat seperti gambar 3.11 di bawah ini

Gambar 3.11 Hasil perekaman raw-data seismik

Untuk pembacaan First break yaitu istilah di dalam seismik bias yang berarti
saat/awal sebuah energi gelombang mencapai penerima. Kondisi ini sangat bergantung
dari wavelet (bentuk dasar) gelombang yang dipancarkan sumber. Dalam seismik dikenal
3 macam wavelet dasar, yaitu minimum phase, maksimum phase dan zero phase.
Minimum phase adalah sebuah wavelet yang peak (puncak) maksimumnya berada di
depan, sedang maksimum phase memiliki peak maksimum di belakang. Zero phase
adalah bentuk gelombang yang ideal, dengan amplitude maksimum berada di tengah.
Di dalam pengukuran sebenarnya, hampir semua bentuk gelombang yang
ditimbulkan oleh sebuah spike adalam minimum phase, dengan amplitude maksimum
berada di depan dan semakin lama amplitudonya mengalami peluruhan sebagai fungsi
koefisien serap medium. Di lapangan, sumber seismik bias berupa palu atau weight-drop,
yang dianalogikan dapat menghasilkan sebuah bentuk gelombang spike, sehingga analisis
bentuk gelombang yang diterima adalah minimum wavelet. Jika diandaikan bahwa saat
sebelum trigger diaktifkan (palu belum dipukulkan) tidak ada gelombang yang datang,
maka first break gelombang adalah benar-benar pecahan pertama gelombang.

Gambar 3.12 Gelombang pecah pertama (first break)

Setelah pembacaan waktu first break terhadap jarak antara sumber getaran ke
penerima geophone dicatat kemudian diplot ke dalam kurva T-X, yaitu kurva waktu
terhadap jarak (gambar 3.13).

a b
Ti
Tb

t2 = T i

Gambar 3.13 Penjalaran gelombang bias (a) dan plot first break gelombang langsung dan
bias (b)

Berdasarkan grafik hubungan jarak dengan waktu tiba dapat ditentukan harga V1,

V2, Ti, dan Xc. V1 adalah kecepatan gelombang seismik pada medium 1 sedang V2

adalah kecepatan gelombang seismik pada medium 2, Ti adalah waktu penggal (intercept

time), dan Xc adalah jarak kritis. Untuk menentukan kedalaman di bawah sumber
gelombang h, ditinjau terlebih dahulu tentang lintasan penjalaran gelombang bias pada
Gambar 3.13(a) . Waktu yang diperlukan untuk penjalaran dari lintasan A-C-D-F adalah
T, maka
T=T AC +T CD +T DF
1 1 1
T= AC+ CD+ DF
V1 V2 V1
1 h 1 1 h
T=
( ) + ( X−2h.tan .i c ) +
V 1 Cos. ic V 2 ( )
V 1 Cos .ic
. .. ........ .. ... ... .... ... ... .. .... ...... ..(3.4)

Mengingat pers.(3.2) untuk Sin ic, maka bisa dimanipulasi untuk Cos ic dan Tan ic dan
masukkan ke pers. (3.4) maka dapat disederhanakan menjadi :

X 2h
T= + √ (V 2 )2−(V 1 )2 .........................................................................(3.5)
V 2 V1V 2

Adapun kedalaman lapisan dapat ditentukan dengan 2 cara, yaitu :


1. Berdasarkan waktu penggal (intercept time) Ti

Dari pers. (3.5) untuk X=0, maka besarnya T = Ti sehingga :

2h
Ti= √ (V 2 )2( V 1 )2 ...................................................................................(3.6)
V1V2

Dan kedalaman lapisan h diperoleh :

Ti V 1V 2
h= ........ ........ ....... .... ............... ........ ... .... ....... ................ .... ..(3.7)
2 √(V )2−(V )2
2 1

2. Berdasarkan jarak kritis Xc

Pada gambar 3.13 grafik T1 dan T2 berpotongan di Critical distance (Xc,Tc)


sehingga berlaku T1 = T2 = Tc dan X = Xc. Dengan demikian kedalaman (h)
didapatkan :

X c V 2−V 1
h=

2 V 2+V 1
..............................................................................................(3.8)

atau dalam buku lain kedalaman kritis ditulis (Zc) seperti gambar 3-14. sbb. :

Gambar 3-14. Kurva TX dan perhitungan kedalaman kritis Zc


Kemudian untuk 3 lapisan mendatar masih perlu dibuktikan karena antara satu
penulis dengan penulis lain kedalaman ke-2 (Z2) bisa berbeda, sebagai contoh :

 Susilawati (2004), menulis kedalaman lapisan ke-2 dengan symbol h2 sbb.:

2 h1 V2V3
[
h2 = T i2 −
V 1V 3 ]√
√(V 2 )2−(V 1 )2 2 (V 3 )2 +(V 2 )2
...... ... .. . .... . .... . .. ... ...... . ..(3 . 9)

 Akan tetapi di Internet dengan website ; All about seismic ditemukan sbb.:

..

Gb. 3-15 Kurva Tx 3 lapis

 Mungkin kalau definisi Ti2 (pers 3.9) dengan Ti3 (pers 3.10) tidak masalah
karena penandaan di All about seismic (refraction) dimulai dari t=0 untuk ti1.

Akan tetapi bagaimana dengan V3 dalam akar yang berbeda ?

3.2.2 Penjalaran gelombang pada lapisan miring

Untuk menentukan kedalaman di bawah sumber gelombang pada dua lapisan


miring dengan sudut kemiringan (φ) perlu dilakukan pengukuran bolak balik, yaitu :
pengukuran ke arah perlapisan naik (up-dip) dan pengukuran ke arah perlapisan turun
(down-dip) lihat gambar 3.16 dan keterangannya dari All about seismic (refraction).

Secara ringkas waktu rambat down-dip (td) dan up-dip (tu) dituliskan sbb.:

X V1 2h d
t d= +t
V d id ; dimana
V d=
Sin( θc + ϕ ) dan
t id =
[ ]
V1
Cos .θ c
………………….
(3.11)
V1 2 hu
tu =
X
Vu
+t iu
; dimana
V u=
Sin(θ c−ϕ) dan
t iu =
[ ]
V1
Cos .θ c
…………………
(3.12)

Gambar 3.16 Penjalaran gelombang pada lapisan miring dengan perhitungan V dan Өc

Kedalaman lapisan hd dan hu dapat diperoleh dari membaca intercept time tid dan
tiu pada data rekaman dan dihitung melalui persamaan berikut :

a) Pada pengukuran down-dip untuk X=0,


2 hd V1
[ ]
t d =t id =
V1
Cos . θc
sehingga
hd =t id
2 . Cos. θc

……………………. (3.13)

b) Pada pengukuran up-dip untuk X=0,

2h u V1
tu =t iu =
[ ]
V1
Cos. θc
sehingga
hu =t iu
2 . Cos. θc ……………………..
(3.14)

3.2.3 Lapisan yang tidak terdeteksi oleh perekaman seismik

Apabila terdapat 3 lapisan dan lapisan ke-2 kecepatannya lebih rendah dari
lapisan ke-1, maka gelombang refraksi tidak terdeteksi oleh alat perekaman. Lihat
gambar 3-17 ilustrasi perlapisan dengan keterangan kecepatan gelombangnya. Dan
gambar 3-18 adalah kurva T-X, dimana tidak terdeteksi kecepatan lapisan ke-2.

Gambar 3-17 Penjalaran gelombang bias pada 3 lapisan


Gambar 3-18 Kurva T-X dimana V2 tidak terdeteksi

3.2.4 Contoh data perekaman seismik refraksi


Gambar 19 (di atas)

Contoh plot data seismic refraksi

Gambar 20 (samping kiri)

Kegiatan perekaman data seismic ;

 Pemukul plat besi untuk


menimbulkan getaran
 Alat seismograph yang
dapat menerima gelombang
P khususnya first break.

3.3 Teori Refraksi Hagiwara


Metode Hagiwara merupakan salah satu metode pemrosesan data seismik bias hasil
pengembangan dari konsep metode waktu tunda (delay time). Metode ini mampu
menggambarkan kedalaman lapisan pertama. Metode ini dipakai dengan harapan nantinya
dapat dipergunakan untuk memperlihatkan struktur pelapisan di bawah permukaan di daerah
penelitian. Berbeda dengan pemrosesan data seismik bias sederhana yang hanya mampu
menggambarkan lapisan datar (rata) baik horisontal maupun miring, metode Hagiwara
mampu meenggambarkan lapisan yang tidak datar (rata) karena metode ini akan mengetahui
kedalaman lapisan di bawah tiap geophone yang first break-nya merupakan gelombang bias.
Untuk dapat dilakukan pemrosesan dengan menggunakan metode Hagiwara, dibutuhkan data
seismik hasil pengukuran yang berupa data first break dan metode pengukurannya dilakukan
dengan penembakan arah maju dan arah balik. Asumsi yang berlaku pada metode ini adalah
dengan menganggap undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar (Lihat Gambar 3.21) atau

sudut kemiringan mendekati nol (<20o).


Gambar 3.21 Struktur dua lapisan yang berundulasi menurut Hagiwara

Pada Gambar 3.21, TAP adalah waktu rambat gelombang refraksi dari A ke P, T BP
dari B ke P dan TAB dari A ke B. Kemudian bundar-bundar hitam itu adalah waktu rambat
gelombang yang diterima di P, sedangkan tanda panah waktu rambat gelombang
langsung yang hanya merambat pada lapisan pertama. TAP ,TBP dan TAB dapat diketahui
langsung pada saat pengukuran. Dengan demikian waktu rambat to (Zerro travel time)
dapat dicari dengan persamaan:

to = TAP +TBP - TAB ……………………………………………………….. (3-15)

Nilai T’AP dan T’BP (di gambar garis lurus) disebut juga waktu rambat kecepatan
(velocity travel time) yang diperoleh melalui persamaan :

T’AP = TAP - to/2 = (TAP -TBP + TAB)/2

 ………………………….. (3-16)
T’BP = TBP - to/2 = (TBP - TAP + TAB)/2
Secara teoritis kurva ini merupakan garis lurus dan kemiringannya menunjukkan
kecepatan lapisan ke-2 (v2), sedangkan kecepatan lapisan pertama (v1) ditentukan dari
waktu rambat gelombang langsung.

Jika ingin menentukan garis yang tegak lurus ke bawah dari titik P ke permukaan lapisan
di bawahnya, maka akan diperoleh hP dengan persamaan:

V 1 (T AP +T BP−T AB )
h P= . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. .(3−17)
2 Cos θ

Dengan mengingat rumus Snellius untuk sudut kritis  dan mensubstitusikan persamaan

V 1 ( T AP−T ¿AP ) V 1 ( T BP −T ¿BP )


h P= , dan .h P = .. . .. ..( 3−18)
cos θ cos θ

(3) dan (4), maka akan diperoleh persamaan:

Jika T’AP dan T’BP diteruskan memotong sumbu vertikal A, maka didapat A ‘ dan pada B

¿ ¿
V τ V τ
h A = 1 A , dan . hB = 1 B . .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .( 3−19 )
cos θ cos θ

didapat
B’, dengan demikan hA dan hB dapat dihitung dengan persamaan:

Perhitungan kecepatan lapisan V1 dan V2 serta kedalaman lapisan hA , hB , dan hP

Sudah tersedia dalam program yang penting input datanya benar maka program akan
mengeksekusinya seperti penampang yang dihasilkan.
Pengambilan data
Pengambilan data seismik refraksi dalam bentuk lintasan lurus dengan data bolak-balik,
sehingga dalam satu lintasan meliputi data up-dip dan down-dip. Sumber gelombang
menggunakan palu yang dipukulkan pada plat baja, kemampuan maksimum ± 60 m,
untuk lintasan lebih panjang dibuat overlaping.

Alat yang digunakan untuk pengukuran seismik di Bawean dari tanggal 29 September – 5
Oktober 2001 adalah OYO McSeis model 3 chanel, geophone 3 buah, 2 rol kabel 100 m
dan 30 m, palu dan plat baja, rol meter 100 m, catu daya (battery) dan kertas grafik.

Pemrosesan data
Setelah pengambilan data, maka dilakukan pemrosesan data sbb.:

1. Hasil sementara diplot dalam kertas grafik dan di laporan sementara dibuat grafik
dengan Ms.Exel.
2. Melakukan analisis perhitungan dengan metode Hagiwara-Masuda. Dalam hal ini
digunakan program Hagiwara-Masuda (bahasa pemrograman Matlab), untuk
menentukan kecepatan dan kedalaman tiap lapisan serta menggambarkan relief
lapisan bawah permukaan (lihat Gambar-3.22).

Sebagai data input yaitu jarak (x), waktu yang terekam oleh alat adalah T (up-dip)
dan T (down-dip) seperti pada grafik kurva T-X. Kemudian pemrosesan data dengan
program Hagiwara-Masuda, hasilnya dalam bentuk penampang yang terdiri dari lapisan
1 dan 2 dengan masing-masing kecepatan. Penampang yang ada baru menunjukkan
adanya 2 lapisan yang berbeda. Konfigurasi bawah permukaan dapat diketahui setelah
digabungkan dengan hasil pemetaan geologi permukaan, sehingga menghasilkan model
geologi endapan oniks Bawean.

Interpretasi data
Berdasarkan hasil pengukuran seismik (Gambar-3.22), dapat dibedakan adanya dua
perlapisan batuan, yaitu yang menunjukkan kecepatan rendah (867-1078) m/s dan
kecepatan yang lebih tinggi (2086-2188) m/s. Pada kecepatan rendah ditafsirkan sebagai
endapan oniks, sedangkan yang mempunyai kecepatan lebih tinggi ditafsirkan sebagai
batugamping. Hasil ini memperlihatkan kesesuaian dengan hasil pengamatan di
permukaan, yaitu munculnya perulangan antara oniks dan batugamping dengan batas
kontak yang hampir tegak dan memanjang.

Plot waktu tiba sinyal

30

20
ms

10

0
0 5 10 15

Rujing Line-I (0 - 30)m


0

-2
1078 m/s
-4
kedalaman

-6

-8 2086 m/s

-10

-12
0 5 10 15
Nomor geophone, spasi = 2 m

Gambar 3.22 Contoh model interpretasi metode Hagiwara

Anda mungkin juga menyukai