Anda di halaman 1dari 9

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Seismik Refraksi


Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat adanya
gempa bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan
gangguan (usikan) dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi
secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran) kedudukan
partikel-partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa. Karena
gangguan merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada transportasi
energi.
Gelombang seismik disebut juga gelombang elastik karena osilasi partikel-
partikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress)
malawan gaya-gaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal,
gelombang transversal dan kombinasi di antara keduanya. Apabila medium hanya
memunculkan gelombang longitudinal saja (misalnya di dalam fluida) maka
dalam kondisi ini gelombang seismik sering dianggap sabagai gelombang akustik.
Seismik refraksi efektif digunakan untuk penentuan struktur geologi yang
dangkal sedang seismik refleksi untuk struktur geologi yang dalam. Seismik
Refraksi merupakan salah satu metode seismik aktif yang bekerja berdasarkan
gelombang seismik yang direfraksikan mengikuti lapisan-lapisan bumi di bawah
permukaan.
Metode ini hanya memanfaatkan gelombang langsung dan gelombang P
refraksi yang menjalar ada bidang batas lapisan batuan. Metode seismik refraksi
melakukan pengukuran waktu tempuh gelombang P (pada setiap titik sepanjang
bidang batas lapisan) yang dihasilkan dari sumber energi implusif.

3.2. Hukum Dasar


Perambatan gelombang menganut hukum-hukum dasar berikut:
a) Prinsip Huygens
Penjalaran gelombang seismik di dalam bumi dapat dijelaskan dengan
prinsip Huygens yang mengatakan bahwa setiap titik pada muka gelombang
merupakan sumber dari gelombang baru yang menjalar dalam bentuk bola
(spherical).

.
Gambar 3.1. Prinsip Huygens

Setiap titik pada muka gelombang merupakan sumber bagi gelombang


baru. Prinsip Huygens mengungkapkan sebuah mekanisme dimana sebuah
pulsa seismik akan kehilangan energi dengan bertambahnya kedalaman
(Asparini, 2011).

b) Hukum Snellius
Gelombang yang terpantul akan mengikuti hukum pemantulan
gelombang, yaitu hukum Snellius Gelombang akan dipantulkan atau
dibiaskan pada bidang batasantara dua medium. Menurut persamaan:
1 2 1 2
= sin = sin = sin = sin (3.1)
sin

Ketika gelombang seismik melalui lapisan batuan dengan impedansi


akustik yang berbeda dari lapisan batuan yang dilalui sebelumnya, maka
gelombang akan terbagi. Gelombang tersebut sebagian terefleksikan kembali
ke permukaan dan sebagian diteruskan merambat di bawah permukaan.
Penjalaran gelombang seismik mengikuti Hukum Snellius yang
dikembangkan dari Prinsip Huygens, menyatakan bahwa sudut pantul dan
sudut bias merupakan fungsi dari sudut datang dan kecepatan gelombang.
Gelombang P yang datang akan mengenai permukaan bidang batas antara dua
medium berbeda akan menimbulkan gelombang refraksi dan refleksi
(Hutabarat, 2009).

Gambar 3.2. Hukum pemantulan Snellius

c) Azas Fermat
Prinsip Fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat
dari satu titik ke titik yang lain, maka gelombang tersebut akan memilih jejak
yang tercepat. Kata tercepat diboldkan untuk memberikan penekanan bahwa
jejak yang akan dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara
waktu tercepat bukan yang terpendek secara jarak. Tidak selamanya yang
terpendek itu tercepat. Dengan demikian, jika gelombang melewati sebuah
medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik, maka
gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona kecepatan tinggi dan
menghindari zona-zona kecepatan rendah.

3.3. Asumsi Asumsi Dasar


Dalam memahami perambatan gelombang seismik di dalam bumi, perlu
mengambil beberapa asumsi untuk memudahkan penjabaran matematis dan
menyederhanakan pengertian fisisnya. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:
Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan
gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Makin bertambah kedalamannya, batuan lapisan akan semakin kompak.
Panjang gelombang seismik < ketebalan lapisan bumi. Hal ini
memungkinkan setiap lapisan yang memenuhi syarat tersebut akan dapat
terdeteksi.
Perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar, sehingga
mematuhi hukum-hukum dasar line sinar di atas.
Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan
kecepatan pada lapisan di bawahnya.
Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman.

3.4. Metode T-X


Metode T-X merupakan salah satu cara yang dianggap paling sederhana dan
hasilnya relatif cukup kasar, kedalaman lapisan diperoleh pada titik-titik tertentu
saja, namun pada sistem perlapisan yang cendrung homogen dan relatif rata cara
ini mampu memberikan hasil yang bisa diandalkan. (dengan kesalahan relatif
kecil). Namun pada saat kondisi yang kompleks diperlukan cara interpretasi lain
yang lebih akurat. Metode ini terdiri dari dua macam, yaitu Intercept Time Method
(ITM) dan Critical Distance Method (CDM).

1.4.1. Metode Critical Distance


Metode Critical Distance Method atau sering disingkat CDM meode yang
bisa digunakan untuk mencari kedalaman lapisan datar, banyak lapisan dan miring
sama seperti metode Intercept Time.

Metode ini juga mengasumsikan bahwa;


a. Lapisan homogen (kecepatan lapisa relatif seragam)
b. Bidang batas lapisan rata (tanpa undulasi)
Jarak waktu kritis adalah offset dimana critical refraction muncul pertama
kali pada jarak kritik, waktu rambat kritik sama dengan waktu rambat pantul, dan
sudut bias sama dengan sudut pantul, waktu rambat langsung sama dengan waktu
rambat bias.
Pengolahan data seismic refraksi menggunakan metode ITM terdiri atas dua
macam:
a. Satu lapisan datar (Single Horizontal Layer)
b. Banyak Lapisan Datar (Multi Horizontal Layers)
3.4.1.1. Metode Critical Distance Satu Lapis
Geometri dan kurva waktu rambat gelombang bias dilukiskan pada
gambar 2.b dan hubungan kurva rambat antara gelombang bias dengan
gelombang pantul ditunjukkan pada gambar 2.a. Dimana waktu rambat
gelombang pada lintasan OMPR dapat diturunkan sebagai berikut :
x 2h cos c x 2h
t t V22 V12
V2 V1 atau V2 V1V2 (3.2)
sehingga dari persamaan tersebut dapat diturunkan ketebalan lapisan h, yaitu;

xc xc 2h cos c
x V V
V1 V2 V1 h c 2 1 (3.3)
2 V2 V1
Kedalaman lapisan pembias juga dapat dihitung berdasarkan waktu pembias
pada jarak 0 (intercept time) dan diperoleh persamaan sebagai berikut :

2h1 (V2 V1 )
2 2

Ti
V2V1
menjadi,
TiV2V1
h1
2 (V2 V1 )
2 2
(3.4)
Dimana Ti adalah intercept time-nya sehingga harga kedalaman refraktor dapat
ditentukan.

3.4.1.2. Metode Critical Distance Banyak Lapis


Penjalaran gelombang pada medium tiga lapis horizontal dapat dilihat
pada gambar diatas. Kecepatan penjalaran gelombang seismik masing-masing
lapisan adalah h1 (lapisan 1), dan h2 (lapisan 2). grafik hubungan jarak dengan
waktu tempuh untuk medium tiga lapis horizontal. Waktu yang diperlukan
untuk penjalaran gelombang adalah T, yang besarnya :
T = TAB + TBC +TCD + TDE + TEF
2 1 2 2
T = V3 +1.3 ((2)2 (1)2)+2.3 ((2)2 + (1)2) (3.5)

3.4.1.3. Metode Critical Distance Lapisan Miring


Prinsip waktu rambat gelombang pada lintasan OMPR pada bidang
miring sama dengan waktu rambat gelombang pada bidang datar, sehingga
akan diperoleh persamaan sebagai berikut :
hd hu x cos (h d hu ) tan ic
Td
V1 cos ic V2 (3.6)
dengan prinsip geometri akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
x 2h cos ic
Td sin( ic ) d
V1 V1 atau
x 2h cos ic
Tu sin( ic ) u
V1 V1 (3.7)
Berikut adalah kurva waktu rambat untuk gelombang bias pada lapisan miring.

Gambar 3.3. Kurva waktu rambat gelombang bias dan gelombang pantul pada
bidang miring

V1 V1
Sin ( c ) Sin ( c )
Karena Vd dan Vu , maka diperoleh :

1 1 V1 V
sin sin 1 1
2 Vd Vu
(3.8)
1 1 V1 V
c sin sin 1 1
2 Vd Vu
(3.9)
Kecepatan V1 dihitung langsung dari slope gelombang langsung, Vd dan Vu
dihitung dari slope gelombang bias pada masing-masing arah penembakan.
Dari harga Vd dan Vu tersebut dapat kita peroleh harga V2 dengan persamaan
berikut :
2V2 uV2 d
V2 cos
V2 u V 2 d
(3.10)
sedang untuk memperoleh ketebalan down-dip dan up-dip dapat kita selesaikan
dengan persamaan sebagai berikut :
t id V1
hd
2 cos c untuk down-dip (3.11)
t iuV1
hu
2 cos c
untuk up-dip (3.12)

3.5. Metode Delay Time


Metode delay time digunakan pada bidang batas lapisan dangkal dengan
kontras kecepatan yang besar (untuk mencari ketebalan lapisan lapuk). Disebut
waktu tunda karena terdapat perbedaan waktu yang diperlukan untuk perambatan
pulsa gelombang ke arah atas (upward) atau ke arah bawah (downward) yang
melalui lapisan atas terhadap waktu yang digunakan untuk merambat di
permukaan lapisan kedua (pembias) sepanjang proyeksi line normal tersebut pada
bidang batas.
Delay time (waktu tunda) yaitu waktu penjalaran gelombang dari AB pada
V1 ke BC pada V2 (waktu tunda pada source) atau dari DE pada V1 dan DF pada
V2 (waktu tunda pada geophone).

Gambar 3.4. Ilustrasi Metode Delay Time pada Single Shot

Dari gambar di atas, maka didapat persamaan delay time:



= atau, = (3.13)
1 2 1 2

Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:



= 22 12 dan, = 22 12 (3.14)
1 2 1 2

Sehingga dapat dicari kedalaman di bawah source (hs) dan geophone (hg),
yaitu:
1 2 1 2
= dan, = (3.15)
22 12 22 12

Sedangkan waktu total penjalaran gelombang dari source ke geophone


yaitu:

= + + = + + (3.15)
1 2 1 2

3.5.1 Metode Hagiwara


Metode Hagiwara adalah pengembangan dari metode delay time untuk
struktur dua lapis. Metode ini mampu menggambarkan kedalaman lapisan
pertama di bawah sumber dan di bawah geophone.
Asumsi yang digunakan:
- Undulasi bawah permukaan tidak terlalu besar atau sudut kemiringan
mendekati nol (<20o).

Gambar 3.5. Lintasan Gelombang Refraksi untuk Struktur Dua Lapis

Dari Gambar 2.4., A dan B adalah source dan P adalah geophone. Lintasan
gelombang refraksi dari:
A ke P = A-A P-P
B ke P = B-B P-P
Sedangkan waktu penjalaran gelombang dari:
A ke P dinotasikan dengan TAP
B ke P dinotasikan dengan TBP
A ke B dinotasikan dengan TAB
TAP, TBP, TAB dapat dirumuskan dengan:



cos() cos()

= + + = + + (3.16)
1 1 2 1 1 2




cos() cos()

= + + = + + (3.17)
1 1 2 1 1 2




cos() cos()

= + + = + + (3.18)
1 1 2 1 1 2

Dari ketiga persamaan di atas dapat diperoleh hubungan:

2 cos()
+ = + (3.19)
1

Nilai V1 diperoleh dari TAP dan TBP, sedangkan V2 diperoleh dari waktu
korelasi TAP dan TBP yaitu TAP dan TBP, yang dirumuskan dengan:

( + ) ( + )
= = (3.20)
2 2

Kedalaman (h) di bawah geophone dapat dicari dengan:

1
= 2 cos() ( + ) (3.21)

Kedalaman (h) di bawah source dapat dicari dengan:


1 1
= 2 = 2 (3.22)
cos cos

Anda mungkin juga menyukai