Anda di halaman 1dari 14

LABORATORIUM TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN


UNIVERSITAS HALU OLEO

PRAKTIKUM GFS66046 ANALISIS FISIKA BATUAN

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 20182

ARMAN
R1A116046
TEKNIK GEOFISIKA

MODUL 1
ANALISIS FISIKA BATUAN

TANGGAL PRAKTIKUM
18 MEI 2019

KENDARI – INDONESIA
© 2019 – TEKNIK GEOFISIKA

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 1


LAPORAN PRAKTIKUM
TeknikGeofisika, UniversitasHalu Oleo
Modul 5 Ray Tracing Dan Inversi Non-Linier Dengan Pendekatan Linier Kurva
Travel Time Seismik Refraksi (Seismik Bias) Kritis

Nama : ARMAN
NIM : R1A116046
Kelas : GEO-4
Tanggal Praktikum : 18 MEI 2019

ABSTRAK
Untuk mendesainsimulasi penjalaran gelombanbang,dilakukan praktikum
pemodelan geofisika dengan menggunakan metode ray tracing dan inverse non-
liniear. Dengan menggunakan suatu konsep dimana kondisi di bawah permukaan
bumi dapat diketahui berdasrkan data waktu tiba gelombang gempa yang terekam
oleh instrument seismic.konsepinidisebut dengan seismic tomografi. Di dalam
inverse tomografi yaiu estimasi dan penentuan parameter parameter model di
bawah permukaan bumi juga dilakukan proses perhiungan travel time kalkulasi
terhadap model kecepatan yang telah di ketahui.
I. TUJUAN
 Mendesain simulasi penjalaran gelombang (ray tracing) dari sumber ke
receiver (geophone) berdasarkan konsep seismic refraksi kritis (Critically
refracted).
 Menghitung waktu yang dibutuhkan (travel time) gelombang seismic
refraksi (seismic bias) kritis.
 Menunjukan bahwa grafik T Vs X untuk seismic refraksi berbentuk garis
lurus dengan slope = 1/V2 (V2 adalah kecepatan seismic pada lapisa kedua).
 Mampu mengimplementasikan point 1, 2 dan 3 dengan bahasa
pemograman Matlab.
 Menerapkan algoritma pemodelan inversi Non-linier dengan pendekatan
linier(metode Gaus-newton,Metode gradien,dan Levenberg
Marquart)untuk penentuan kecepatan gelombang-p dari kurva travel time
seismik Refraksi

II. TEORI DASAR


Ketika gelombang seismik melalui material/medium dengan kecepatan

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 2


berbeda, maka sebagian energi gelombang akan ditransmisikan pada
material/lapisan selanjutnya. Seismik refraksi melukiskan pembelokan lintasan
ray gelombang seismik dari satu material ke material lainnya. Untuk gelombang
yang bergerak dari material/lapisan dengan kecepatan v1 menuju
medium/lapisan dengan kecepatan v2, maka lintasan pergerakan ray akan
memenuhi hukum snellius refraksi yaitu:

sin 𝜃1 𝑠𝑖𝑛𝜃2
= (1)
𝑣1 𝑣2

Dimana:

θ1= Sudut dating

θ2= Sudut refraksi

v1 = Kecepatan seismik pada medium pertama

v2 = Kecepatan seismik pada medium kedua

Gambar 1.1 Hukum Snellius refraksi

Ilustrasi hukum Snellius refraksi dapat dijabarkan dalam tiga situasi, yaitu:
1. Jika V2<V1(velocity decreases), maka berkas ray akan direfraksikan
(dibiaskan) menjauhibidang batas atau mendekati garis normal (θ2< θ1).
2. Jika V2 = V1 , maka berkas ray tidak akan dibelokkan atau dibiaskan dan
sudut bias θ2= sudut datang θ1.
3. Jika V2> V1 (velocity increases), maka berkas ray akan dibiaskan
(dibelokkan) mendekati bidang batas atau menjauhi garis normal (θ2> θ1).
Pada umumnya jika sudut datang θ1semakin besar maka sudut refraksi θ2

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 3


juga semakin besar. Pada saat sudut refraksi θ2 mencapai 90° maka peristiwa
refraksinya disebut dengan refraksi kritis (critical refraction). Refraksi kritis
hanya dapat terjadi jika kecepatan seismik yang merambat pada medium ke dua
lebih besar dari pada medium pertama (V2>V1).

Gambar 1.2 Gelombang refraksi kritis


Sudut datang (θ1) yang menyebabkan terjadinya reftaksi kritis disebut dengan
sudut kritis atau critical angle (θc).Dengan subtitusi (θ1= θc) dan (θ2 = 90°), maka
menurut hukum Snellius refraksi akan diperoleh hubungan sudut kritis (θc)
dengan kecepatan sebagai berikut :

sin  c sin( 90) sin  c 1


   (2)
V1 V2 V1 V2
Gelombang seismik refraksi kritis yang bergerak dengan kecepatan V2 pada
bagian atas (top) lapisan bawah akan menghasilkan gerakan partikel sepanjang
lapisan datar. Energi gelombang seismik yang kembali ke permukaan akan
cenderung membentuk lintasan dengan sudut yang besarnya sama dengan sudut
kritis (θc).
Travel time untuk gelombang refraksi kritis (Tc) dapat dihitung dengan
menjumlahkan waktu yang dibutuhkan oleh tiga segmen lintasan, yaitu: lintasan
yang bergerak ke bawah melalui lapisan 1 (T1), lintasan yang bergerak lurus
(horisontal) sepanjang bagian atas (top) lapisan 2 (T2) dan lintasan yang kembali
ke permukaan melalui lapisan 1 (T3).

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 4


Gambar 1.3 Geometri sumber-reseiver untuk refraksi kritis
Waktu tempuh untuk masing-masing segmen adalah panjang lintasan ray
dibagi dengan kecepatan pada segmen tersebut. Jika lapisan atas (lapisan
pertama) mempunyai ketebalan lapisan h, maka travel time untuk masing –
masing segmen adalah:
h / cos( c )
T1  (4)
V1

X 2 X  ( X 1  X 3 ) X  2h tan( c )
T2    (5)
V2 V2 V2

h / cos( c )
T3  (6)
V1
Dimana X adalah jarak antara sumber dan receiver dan X 1=X3= htanθc. Total
travel time dari sumberke receiver adalah :
h / cos( C ) X  2h tan( C ) h / cos( C )
Tr  T1  T2  T3    (7)
V1 V2 V1

h / cos( C ) X 2h tan( C )
Tr = + - (8)
V1 V2 V2

 1 tan( c )  X
Tr  2h   (9)
 V1 cos( c ) V2  V2

sin(  c )
Karena tan  c  , maka:
cos( c )

 1 1 sin(  c )  X
Tr  2h     (10)
 1
V cos( c ) V1 cos( c 
) V2

2h  V1  X
Tr  1  sin(  c )   (11)
V1 cos( c )  V2  V2

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 5


V1
Dari hukum Snellius refraksi : sin(θ c) = , sehingga:
V2

 V1  X
Tr 
2h
1  sin 2 ( c )  
V1 cos( c )  V2

2h
 
cos 2 ( c ) 
X
(12)
 V2 V1 cos( c ) V2

2h cos( c ) X
Tr =  (13)
V1 V2
2h cos( c )
Jika T0  , dimana T0 konstan, maka
V1

X
Tr = T0 + (14)
V2

Persamaan ini merupakan persamaan garis lurus dengan To adalah titik


potong pada sumbu-T dan I/V2 = slope garis dari grafik T versus X. Dengan
menggunakan pers. (2.14) maka struktur kecepatan gelombang seismik pada
lapisan ke dua dapat diketahui, yaitu melalui perhitungan slope garis dari kurva
travel time (T) dengan jarak offset (X).
Lintasan ray (raypaths) dan kurva travel time pada gambar 4
menunjukkan hubungan antara waktu tiba gelombang langsung dan gelombang
refraksi kritis. Gelombang refrkasi kritis hanya teramati pada jarak tertentu dari
sumber, dan dikenal sebagai jarak kritis atau critical distance (Xc). Jarak kritis
merupakan fungsi dari sudut kritis (0c) dan ketebalan lapisan pertama (h), dan
dirumuskan sebagai:
Xc = 2htan(θc) (15)

Gambar 4. Lintasan ray dan kurva travel time Untuk seismik refraksi kritis

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 6


Pada jarak crossover (Xct), waktu tiba gelombang langsung sama dengan
waktu tiba gelombang refraksi kritis. Sebelum melewati jarak crossover (Xct),
waktu tiba gelombang refraksi kritis mendahului gelombang langsung, dan
setelah melewati jarak crossover (Xcr) maka waktu tiba gelombang langsung
mendahului gelombang refraksi kritis. Jarak crossover (Xcr) dapat dihitung dari
persamaan:

V2  V1
X cr  2h (16)
V1  V1

(Hamimu,2019).

III. DATA DAN PENGOLAHAN


3.1 DATA
Data yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

NO offset (m) Traveltime (s)


1 300 0,5988
2 360 0,6988
3 420 0,7988
4 480 0,8988
5 540 0,9988
6 600 10,988
7 660 11,998
8 720 12,988
9 780 13,988
10 840 14,988
11 900 15,988
12 960 19,688
Adapun langkah langkah untuk kasus Ray Tracing dan kurva Travel time
adalah sebagai berikut:

1. Membuat geometri penampang bumi 2-D dimana di dalamnya terdapat 2


lapisan dengan kecepatan yang berbeda (V2 >V1).

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 7


2. Membuat desain parameter model yang meliputi : jumlah blok dalam arah
horizontal (nx), jumlah blok dalam arah vertikal (nz), posisi sumber (xs,zs)
dan posisi reseiver (xr,zr).
3. Menentukan ukuran dimensi dari setiap blok (dimensi dalam arah
horizontal blx dan dimensi dalam arah vertikal blz).
4. Membuat simulasi penjalaran gelombang (ray tracing) untuk seismik
refraksi kritis dan menghitung travel time dari sumber ke reseiver dengan
menggunakan persamaan travel time refraksi kritis.
5. Membuat grafik T-x dan tunjukkan grafik tersebut berbentuk garis lurus,
dimana slope garisnya =1/2.

3.2 PENGOLAHAN DATA


 Flowchart

Start

Data = load(travel time)

Offset = data(:,1)

x_recev=length(offset)
x_source=10
v1= 300;v2=450
Mn=[v1 v2]

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 8


1

For i= 1:x recev

Theta=a sin d (v1/v2)


p=h/cos d (theta)

x(i)=offset(i)

\ T1(i)=p/v1
T2(i)=(x(i)-2h*tand(theta))/v2
T_mn=T1(i)+T2(i)+T3(i)

x_mn=x(i)t_h1=T1(i) t_h2=T2(i)

For i=1:iterasi

d_vel1=mn(1)*0.005
d_vel2=mn(2)*0.005

dt_dvel1=(t_h1-t_mn)/d_vel1
dt_dvel2=(t_h2-t_mn)/d_vel2

J=[dt_dvel1 dt_dvel2]
Mn=mn’+(inv(J’*J)*(J’*(t_obs-t_mn)))
msfit=sqrt((t_obs-t_mn)’)*100
eror=sqrt((1/n*sum((t_obs-t_mn^2))

2
© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 9
2

Plot(jumlah_iterasi ,e_rms

finish

Program matlab yang di jalankan adalah sebagai berikut:

IV. ANALISIS
Pada praktikum ini, dilakukan praktikum metode Ray Tracing Dan Inversi
Non-Linier Dengan Pendekatan Linier. Seismik tomografi merupakan sebuah
metode geofisika untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan
data waktu tiba gelombang gempabumi (P dan S) yang terekam oleh peralatan
seismik (seismograf) yang tersebar di atas permukaan bumi. Dalam melakukan
pengolahan data tomografi dan pemodelannya dikenal dengan istilah inversi
tomografi. Inversi tomografi sendiri merupakan tahapan dimana dari data travel
time yang ada kita berusaha memprediksi dan menentukan parameter-parameter
model dari model bawah permukaan bumi kita atau model analisis kita. Dalam
proses inversi tomografi, salah satu poin penting yang tidak bisa dilepaskan adalah
bagaimana kita menghitung travel time kalkulasi melalui model kecepatan yang
ada. Seismik tomografi merupakan sebuah metode geofisika untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan data waktu tiba gelombang
gempabumi (P dan S) yang terekam oleh peralatan seismik (seismograf) yang
tersebar di atas permukaan bumi. Dalam melakukan pengolahan data tomografi
dan pemodelannya dikenal dengan istilah inversi tomografi. Inversi tomografi
sendiri merupakan tahapan dimana dari data travel time yang ada kita berusaha
memprediksi dan menentukan parameter-parameter model dari model bawah
permukaan bumi kita atau model analisis kita. Dalam proses inversi tomografi,
salah satu poin penting yang tidak bisa dilepaskan adalah bagaimana kita
menghitung travel time kalkulasi melalui model kecepatan yang ada. Untuk itu kita
perlu untuk memprediksi jalur penjajakan sinar atau gelombang seismik yang

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 10


melewati model yang di inisiasikan, proses tersebut sering disebut ray tracing. Inti
programnya adalah tentang bagaimana metode inversi non-linier dengan
pendekatan global membantu proses ray tracing dalam menentukan sudut tembak
yang paling baik dalam mendapatkan selisih jarak antara titik akhir ray dengan
titik posisi receiver. Untuk menentukan waktu tempuh gelombang P dan S yang
merambat dari sumber gempa ke stasiun penerima melalui model kecepatan
seismik 1D dilakukan perhitungan menggunakan metode ray tracing metode
shooting.

Dari semua gelombang sismik yang terbentuk, suatu berkas gelombang yang
mempunyai suatu sudut datang tertentu terhadap normal bidang batas akan
terbiaskan secara sempurna. Sudut berkas gelombang datang tadi disebut sudut
kritis, berkas yang datang dengan sudut lebih besar dari sudut kritis akan
dipantulkan sempurna. Besar sudut kritis dapat ditentukan dari azaz Snell
(persamaan 1). sesuai dengan azas Huygens maka bidang antara media V1 dan V2
(kontras warna gambar 2.5 Ray Tracing Model) merupakan tempat kedudukan
sumber gelombang baru, gelombang-gelombang tersebut akan memeancarkan
gelombang yang akan dibiaskan kembali kepermukaan (gambar 2.5 Ray Tracing
Model) dengan sudut kritis. Pada penampang Ray Tracing Model, ketika
gelombang melewati bidang batas antara lapisan V1 dan lapisan V2 yaitu pada
kedalaman 20 m, karena gelomabang seismik tersebut sudut datangnya berupa
sudut kritis sehingga ketika melewati bidang batas antara medium V1 dan V2
gelombang tersebut di biaskan dengan sudut 900 sehingga gelomabang akan
menjalar sepanjang bidang batas perlapisan kemudian akan kembali dipantulakn
dengan sudut pantul sama dengan sudut datangnya (sudut kritis) yang akan
tertangkap oleh 12 geophone yang di pasang di permuk seperti pada gambar 2.5.
Grafik travel time yang dihasilkan dari penjalaran gelombang pada ray tracing
model dengan satu sumber dan 12 geophone (gambar 2.5) berbentuk grafik linear
yang disebabkan karena gelombang menjalar disepaanjang medium V2 bersifat
homogen sehingga akan menghasilkan muka gelombang baru yang akan
tertangkap oleh geophone dipermukaan. Karena homogennya medium V2 tersebut
waktu tempuh gelombang mulai dari sumber gelomabang hingga ke geophone
akan meningkat secara linear seiring dengan bertambahnya jarak geophone

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 11


kesumber.

Inti programnya adalah tentang bagaimana metode inversi non-linier dengan


pendekatan global membantu proses ray tracing dalam menentukan sudut tembak
yang paling baik dalam mendapatkan selisih jarak antara titik akhir ray dengan
titik posisi receiver. Untuk menentukan waktu tempuh gelombang P dan S yang
merambat dari sumber gempa ke stasiun penerima melalui model kecepatan
seismik 1D dilakukan perhitungan menggunakan metode ray tracing metode
shooting.

Dari semua gelombang sismik yang terbentuk, suatu berkas gelombang yang
mempunyai suatu sudut datang tertentu terhadap normal bidang batas akan
terbiaskan secara sempurna. Sudut berkas gelombang datang tadi disebut sudut
kritis, berkas yang datang dengan sudut lebih besar dari sudut kritis akan
dipantulkan sempurna. Besar sudut kritis dapat ditentukan dari azaz Snell
(persamaan 1). sesuai dengan azas Huygens maka bidang antara media V1 dan V2
(kontras warna gambar 1.2 Ray Tracing Model) merupakan tempat kedudukan
sumber gelombang baru, gelombang-gelombang tersebut akan memeancarkan
gelombang yang akan dibiaskan kembali kepermukaan (gambar 1.2 Ray Tracing
Model) dengan sudut kritis.
Pada penampang Ray Tracing Model, ketika gelombang melewati bidang
batas antara lapisan V1 dan lapisan V2 yaitu pada kedalaman 20 m, karena
gelomabang seismik tersebut sudut datangnya berupa sudut kritis sehingga ketika
melewati bidang batas antara medium V1 dan V2 gelombang tersebut di biaskan
dengan sudut 900 sehingga gelomabang akan menjalar sepanjang bidang batas
perlapisan kemudian akan kembali dipantulakn dengan sudut pantul sama dengan
sudut datangnya (sudut kritis) yang akan tertangkap oleh 12 geophone yang di
pasang di permuk seperti pada gambar 1.2 Grafik travel time yang dihasilkan dari
penjalaran gelombang pada ray tracing model dengan satu sumber dan 12
geophone (gambar 1.2) berbentuk grafik linear yang disebabkan karena
gelombang menjalar disepaanjang medium V2 bersifat homogen sehingga akan
menghasilkan muka gelombang baru yang akan tertangkap oleh geophone
dipermukaan. Karena homogennya medium V2 tersebut waktu tempuh gelombang
mulai dari sumber gelomabang hingga ke geophone akan meningkat secara linear

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 12


seiring dengan bertambahnya jarak geophone kesumber.

V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari percobaan desain model rey tracing dan kurva
seismik refraksi yaitu gelombang seismik yang menjalar di bawah permukaan
bumi dengan sudut datangnya berupa sudut kritis, ketika mencapai bidang batas
akan di biaskan dengan sudut 900 sehingga akan menjalar di sepanjang bidang
batas, kemudian akan menghasilkan sumber gelombang barudan waktu tempuh
gelombang seismik akan meningkat seiring dengan meningkatnya jarak dari
geophone ke sumber serta dipengaruhi oleh densitas medium perambatanya.

MANFAAT PRAKTIKUM
REFERENSI
La Hamimu.2019.Modul 5 Ray Tracing Dan Inversi-Nonlinier Dengan Pendekatan
Linier Kurva Traveltime Seismik Refraksi (Seismik Bias) Kritis.Universitas
Halu Oleo: Kendari

© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 13


© 2018 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 14

Anda mungkin juga menyukai