Anda di halaman 1dari 57

3.7.

Teori Dasar Gelombang Progresif (Teori Gelombang Amplitudo Kecil)


Deskripsi paling mendasar dari gelombang osilasi sinusoidal sederhana adalah panjang
gelombang (L) yaitu jarak horizontal antara titik puncak dua gelombang yang berturutan ,
tinggi gelombang (H) yaitu jarak vertikal antara puncak gelombang dan palung gelombang,
periode gelombang (T) yaitu waktu selama dua puncak berturut-turut melewati suatu titik,
dan kedalaman air (d) yaitu jarak antara dasar laut dengan permukaan air saat air tenang
(SWL = stillwater level)
Gambar 3.4 menunjukkan gelombang progresif dua dimensi sederhana merambat ke
arah sumbu x positif, dengan menggunakan notasi-notasi sebagai berikut : η menunjukkan
perpindahan permukaan air realative terhadap SWL dan merupakan fungsi dari x dan waktu
t. Pada puncak gelombang, η adalah sama dengan amplitudo gelombang atau setengah tinggi
gelombang

C
Direction of wave propagation
L

crest
z
SWL
x a η H
0
a

trough

Bottom, z = -d

Gambar 3.4. Sketsa gelombang

Persamaan permukaan air


 2 x 2 t 
η = a cos    ................................................................................... (3.20)
 L T 

η = a = H/2 at wave crest


η = -a = -H/2 at wave trough

59
 2 x 2 t 
η = H/2 cos    atau
 L T 

H
 Cos(kx  t ) .......................................................................................... (3.21)
2
dengan :
2
k
L
2
 
T
  koordinat muka air diukur dari SWL

Teori gelombang aplitude kecil dan beberapa teori gelombang amplitudo hingga, dapat
dikembangkan dengan pengenalan kecepatan potensial θ(x, z, t). Komponen horisontal dan
komponen vertikal dari kecepatan partikel air didefinisikan pada titik (x, z) dalam cairan
sebagai u = δφ/δx dan w = δφ/δz. Kecepatan potensial, persamaan Laplace dan persamaan
dinamis Bernoulli bersama-sama dengan kondisi batas yang sesuai, memberikan informasi
yang diperlukan untuk menurunkan rumus gelombang amplitudo kecil, seperti telah
dikembangkan oleh Lamb (1952), Eagleson dan Dean (1956, lihat Ippen, 1966b), dan lain-
lain.

a. Kecepatan jalar gelombang, panjang dan periode gelombang.


Kecepatan jalar gelombang disebut juga dengan kecepatan fase atau (C). Adalah jarak
yang ditempuh oleh gelombang selama satu periode gelombang sama dengan satu panjang
gelombang. Kecepatan jalar gelombang (C) dapat dihubungkan dengan periode gelombang
(T) dan panjang gelombang (L) sebagai berikut :
L
C ................................................................................................................ (3.22)
T
Sebuah ekspresi yang berkaitan dengan kecepatan gelombang, panjang gelombang dan
kedalaman air diberikan dengan persamaan sebagai berikut :

g.L  2 d 
C tanh   ........................................................................................... (3.23)
2  L 
Berdasarkan persamaan 3.22, maka persamaan 3.23 dapat ditulis seperti berikut :

60
gT  2 d 
C tanh   ............................................................................................. (3.24)
2  L 
Nilai 2π/L dan 2π/T disebut dengan angka gelombang (k) dan frekuensi gelombang (ω) Dari
persamaan 3.22 dan persamaan 3.24 dapat diketahui bahwa panjang gelombang merupakan
fungsi dari kedalaman air (d) dan periode gelombang (T), sehingga :
gT 2  2 d 
L tanh   ............................................................................................ (3.25)
2  L 
Penggunaan persamaan 3.25 dapat menemukan kesulitan, karena nilai panjang gelombang
(L) muncul di dua sisi, untuk memudahkan perhitungan Eckart (1952) memberikan
persamaan pendekatan untuk menghitung panjang gelombang (L) dengan kemungkinan
kesalahan sekitar 5 %. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut :

gT 2  4. 2 d 
L tanh  2  ................................................................................. (3.26)
2  T g 

3.8. Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Kedalaman Relatif


Gelombang dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman relatif yaitu perbandingan
antara kedalaman air (d) dan panjang gelombang (L),(d/L), menjadi tiga macam yaitu, lihat
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifikasi gelombang berdasarkan kedalaman relatif
Klasifikasi d/L 2πd/L Tanh (2πd/L)
gelombang di air dalam >1/2 >π ≈1
gelombang di air transisi 1/25 s.d 1/2 1/4 s.d π Tanh (2πd/L)
gelombang di air dangkal < 1/25 < 1/4 ≈ 2πd/L
Sumber SPM Volume I (1984)

Klasifikasi di atas dilakukan untuk menyederhanakan rumus-rumus gelombang.


Penyerderhanaan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 3.5 yang
menunjukkan berbagai parameter sebagai fungsi dari kedalaman relatif.
Apabila kedalaman relatif d/L adalah lebih besar dari 1/2, maka nilai tanh( 2d / L)  1,0 ,
sehingga Persamaan 3.23 dan 3.24 menjadi :

61
g.Lo Lo
Co = = ........................................................................................... (3.27)
2 T
gT
C0 = ......................................................................................................... (3.28)
2
gT 2
L0 = ......................................................................................................... (3.29)
2
Index o menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut adalah untuk kondisi di laut dalam. Apabila
percepatan grafitasi adalah 9,81 m/detik², maka Persamaan 3.29 menjadi :
L0  1,56T 2 ........................................................................................................ (3.30)

Gambar 3.5. Hubungan beberapa parameter dengan kedalaman relatif


(Triatmodjo, 1999)

Apabila kedalaman relatif kurang dari 1/20, maka nilai tanh( 2d / L)  2d / L sehingga
Persamaan 3.24 dan 3.25 menjadi :
C = gd ........................................................................................................ (3.31)

L  gd T = CT .................................................................................................. (3.32)

62
Persamaan 3.31 dan Persamaan 3.32 menunjukkan bahwa di laut dangkal, cepat
rambat dan panjang gelombang hanya tergantung pada kedalaman air (d).
Untuk kondisi gelombang di laut transisi, yaitu jika 1/20 < d/L < ½, cepat rambat dan
panjang gelombang dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.24 dan 3.25. Apabila
Persamaan 3.24 dibagi dengan Persamaan 3.28 atau Persamaan 3.25 dibagi dengan
Persamaan 3.29 akan didapat :
C L 2d
  tanh( ) ........................................................................................ (3.33)
L0 L0 L
Apabila kedua ruas dari Persamaan 3.33 dikalikan dengan d/L maka akan didapat:
d d 2d
 tanh( ) ......................................’...................................................... (3.34)
L0 L L

Contoh soal 1 :
Sebuah gelombang dengan periode (T) = 10 detik, menjalar dari kedalaman (d) = 200 meter
(636 feet) ke kedalaman (d) = 3 meter (9,8 feet). Hitung kecepatan jalar gelombang (C) dan
panjang gelombang (L) pada kedalaman 200 meter (636 feet) dan pada kedalaman (d) = 3
meter (9,8 feet).
Penyelesaian :
gT 2 9,8 . T 2
L0 = = = 1,56 T2 m atau 5,12. T2 feet
2 2
L0  1,56 T 2 = 1,56 . 102 = 156 m atau 512 fee)

Untuk d = 200 meter


d 200
  1,2821
Lo 156
Berdasarkan Tabel Lampiran 1 (L-1) dapat dilihat bahwa untuk
d/Lo > 1
d/Lo = d/L
L = Lo = 156 m (512 feet) (termasuk gelombang di air dalam, dimana d/L > 1/2)
C0 = L/T = 156/10 = 15,6 m/detik atau 51,2 feet
Untuk kedalaman (d) = 3 meter
d/Lo = 3 / 156 = 0,0192
63
Sesuai Tabel Lampiran 1 (L.1) dengan d/Lo akan didapatkan bahwa d/L = 0,05641,
sehingga :
L = 3/0,05641 = 53,2 meter (174 feet), nilai d/L berada 1/25 < d/L < ½ (gelombang di air
transisi)
C = L/T = 53,2 / 10 = 5,32 m/detik (17,4 ft/detik)
Perkiraan nilai L dapat juga ditentukan dengan menggunakan persamaan 3.26.

gT 2  4. 2 d 
L tanh  2 
2  T g

 4. 2 d  2. .d 
L  Lo tanh  2  atau L  Lo tanh  
 T g  Lo 

 2. .3 
L  156 tanh   = 54,1 m atau 177,5 feet
 156 
Bila dibandingkan dengan L hasil Tabel, maka selisihnya tidak ada 5 %

3.9. Kecepatan dan Percepatan Partikel Zat Cair


Dalam studi gaya gelombang, sering diinginkan untuk mengetahui kecepatan zat cair
lokal dan percepatan untuk berbagai nilai z dan t selama perjalanan gelombang. Komponen
horisontal u dan komponen vertikal w dari kecepatan fluida lokal diberikan dengan
persamaan berikut (dengan x dan t sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.4) :
H gT cosh [2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 
u cos    ............................................... (3.35)
2 L cosh (2 d / L)  L T 

H gT sinh [2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 
w sin    ............................................... (3.36)
2 L cosh (2 d / L)  L T 
Persamaan di atas menunjukkan komponen kecepatan zat cair lokal untuk berbagai
kedalaman (z + d) di atas dasar laut. Kecepatan adalah harmonis di kedua x dan t, untuk nilai
yang diberikan dari sudut fase θ = (2πx/L - 2πt/T), fungsi hiperbolik cosh dan sinh
merupakan fungsi dari z menghasilkan peluruhan eksponensial perkiraan besarnya
komponen kecepatan dengan meningkatnya jarak di bawah permukaan bebas. Kecepatan
horisontal maksimum di arah negatif terjadi ketika θ = π, 3π dan seterusnya. Di sisi lain
kecepatan vertikal positif maksimum terjadi ketika θ = π/2, 5π/2 dan seterusnya, dan

64
kecepatan vertikal maksimum dalam arah negatif terjadi ketika θ = 3π/2, 7π/3 dan
seterusnya (lihat gambar. 3.6).

celerity
z
Directon of wave propagation

SWL

0 π/2 π 3π/2 2π θ

velocity
u=+; w=0 u=0; w=+ u=-; w=0 u=0; w=- u=+; w=0

Accelaration
ax=0; az=- ax=+; az=0 ax=0; az=+ ax=-; az=0 ax=0; az=-

Gambar 3.6. Kecepatan dan percepatan zat cair lokal

Percepatan zat cair partikel lokal yang diperoleh dari persamaan (2-13) amd (14/2) akan
berbeda untuk setiap persamaan sehubungan dengan t, sehingga :

g H cosh [2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 
ax   sin    .......................................... (3.37)
L cosh (2 d / L)  L T 

g H sinh [2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 
az   cos    ......................................... (3.38)
L cosh (2 d / L)  L T 

Persoalan berikut menggambarkan suatu perhitungan untuk mendapatkan kecepatan dan


percepatan zat cair lokal dari sebuah gerakan gelombang,

Contoh Soal 2 :
Sebuah gelombang dengan periode T = 8 detik, bergerak pada kedalaman air d = 15 meter
(49 feet), dan tinggi gelombang H = 5,5 meter (18 feet)
Hitung kecepatan lokal horisontal dan vertikal u dan w, dan percepatan ax dan az pada
kedalaman z = -5 meter (-16,4 feet) di bawah SWL, bila θ = 2πx/L - 2πt/T = π/3 (60o).

65
Penyelesaian :

LO = 1,56 T2 = 1,56 . 82 = 99,8 meter ≈ 327 feet


d 15
  0,1503
LO 99,8

d d 2 d
Dari tabel lapiran (L-1) untuk  0,1503 didapat  0,1835; cosh  1,742
LO L L

d 15
L=   81,74 meter ≈ 268 feet
0,1835 0,1835
Dengan persamaan 3.35 sampai persamaan 3.38 akan didapat :

H gT 1 5,5 (9,81) (8) 1


  1,515
2 L cosh (2 d / L) 2 .81,74 1,742

g H 1 5,5.(9,81)(3,14) 1
  1,190
L cosh (2 d / L) 81,74 1,742

Hasil hitungan di atas disubtitusikan ke persamaan 3.35, maka akan memberikan harga :

 2 x(15  5) 
u  1,515 cosh   (cos 60 o )  1,515{cosh( 0,7691)}(0,500)
 81,74 

Dari Tabel Lampiran 1 (L-1) didapat :


2 d
 0,7691
L
Dan dengan cara interpolasi didapat :
cosh (0,7691) = 1,3106
sinh (0,7691) = 0,8472

Sehingga :

u = 1,515 (1,3106) (0,500) = 0,99 meter/detik (3,26 feet/s)


w = 1,515 (0,8672) (0,866) = 1,11 meter/detik (3,65 feet/s)
ax = 1,190 (1,3106) (0,866) = 1,35 meter/detik (4,43 feet/s)
aZ = -1,190(0,8472) (0,500) = -0,50 meter/detik (1,65 feet/s)

66
3.10. Perpindahan (displacement) Partikel Zat Cair
Aspek penting lain dari gelombang linier ada;ah yang berkaitan dengan perpindahan
partikel air secara individu dalam gelombang. Partikel air umumnya bergerak di jalur elips
di air dangkal atau transisi dan di jalur melingkar di air dalam. Jika posisi partikel rata-rata
dianggap di tengah elips atau lingkaran, kemudian perpindahan partikel secara vertikal
dengan posisi rata-rata tidak bisa melebihi setengah tinggi gelombang, karena tinggi
gelombang diasumsikan kecil, maka perpindahan dari setiap partikel cairan dari posisi rata-
rata adalah kecil.
Pemecahan secara integral persamaan 3.35 dan 3.36 menggambarkan cara
perpindahan partikel secara horisontal dan vertikal dari posisi rata-ratanya, lihat Gambar 3.7.

A A 2A
u
SWL SWL
B ζ
+ ξ
2B +
B

Circular orbits
Elliptical orbits A=B
A≠B
u
+
Bottom z = - d Bottom z = - d
u w=0, u≠0 w=0, u≠0

a. Gelombang air dangkal / transisi b. Gelombang air dalam


d 1 d 1
 
L 2 L 2

Gambar 3.7. Gerakan orbit partikel air (U.S. Army, 1984)

HgT 2 cosh [2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 


  sin    ......................................... (3.39)
4L cosh (2 d / L)  L T 

HgT 2 sinh h[2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 


  cos    .......................................... (3.40)
4L cosh (2 d / L)  L T 

67
Persamaan 3.39 dan persamaan 3.40 dapat disederhanakan dengan menggunakan hubungan
sebagai berikut :

 2  2 g 2 d
2

   tanh
 T  L L

H cosh [2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 
  sin    ................................................ (3.41)
2 sinh (2 d / L)  L T 

H sinh [2 ( z  d ) / L]  2 x 2 t 
  cos    ................................................ (3.42)
2 sinh (2 d / L)  L T 
Persamaan 3.41 dan persamaan 3.42 dapat ditulis seperti berikut :
2
 2 x 2 t    sinh (2 d / L) 
sin 2
 
T   a cosh[2 ( z  d ) / L] 
................................................... (3.43)
 L
2
 2 x 2 t    sinh (2 d / L) 
cos 2
 
T   a sinh [2 ( z  d ) / L] 
.................................................... (3.44)
 L
Dengan menambahkan :
2 2
 1 ..................................................................................................... (3.45)
A2 B2
Sehingga :
H Cosh.[2 ( z  d ) / L]
A ........................................................................... (3.46)
2 Sinh.kd
H Sinh.[2 ( z  d ) / L]
B ............................................................................. (3.47)
2 Sinh.kd
2
Karena  k , maka persamaan 3.46 dan persamaan 3.47 menjadi :
L
H Cosh.k ( z  d )
A ...................................................................................... (3.48)
2 Sinh.kd
H Sinh.k ( z  d )
B ....................................................................................... (3.49)
2 Sinh.kd
Persamaan 3.45 adalah persamaan ellip dengan sumbu utama horisontal dengan setengah
sumbu = A dan sumbu keduanya merupakan sumby vertikal dengan setengah sumbu = B.
Panjang A dan B merupakan ukuran dari perpindahan secara horisontal dan vertikal partikel

68
air. Demikian partikel air diprediksi bergerak dekat dengan orbit sesuai teori gelombang
linier, yaitu masing-masing partikel kembali ke posisi awal setelah satu siklus gelombang.
Morison dan Crooks (1953) telah melakukan penelitian serupa tentang orbit gerakan
partikel. Menurutnya bahwa partikel air bergerak dalam satu orbit dan kembali dalam posisi
yang tidak persis pada posisi semula.
Untuk mengetahui besarnya nilai A dan B untuk gelombang air dangkal dan
gelombang air dalam dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
1. Untuk kondisi air dalam
2. . z
H d 1
AB e L
untuk  ...................................................................... (3.50)
2 L 2
2. Untuk kondisi air dangkal
H L
A
2 2. .d
d 1
untuk  ................................................................ (3.51)
L 25
H yd
B
2 d

Contoh soal 3 :
Sebuah gelombang bergerak pada kedalaman laut d = 12 meter (39,4 feet), tinggi gelombang
H = 3 meter (9,8 feet), dan periodenya T = 10 detik. Tinggi gelombang di laut dalam Ho =
3,13 meter (10,27 feet).
Pertanyaan :
a. Perpindahan horisontal dan vertikal partikel air dari z = 0, dan z= -d
b. Perpindahan partikel air maksimum pada z = -7,5 meter (-24,6 feet), bilamana gelombang
bergerak pada laut dalam.
c. Pada kondisi laut dalam (pertanyaan b), tunjukkan bahwa perpindahan partikel air adalah
kecil dibanding kedalaman air z = -Lo/2
Penyelesaian :
a) Lo = 1,56 T2 = 1,56 . 102 = 156 meter (512 meter)
d/Lo = 12/156 = 0,0769
Berdasarkan Tabel C-1

69
 2 d 
sinh    0,8306
 L 
 2 d 
tanh    0,6389
 L 
Bilamana z = 0, dengan persamaan 3.36
H 1 H
A= dan persamaan 3.37. B =
2 tanh (2 d / L) 2
3 1
A=  2,35 meter (7,70 feet)
2 0,6389
H 3
B =  = 1,50 meter (4,92 feet)
2 2
Bilamana z = - d
H 3
A= = = 1,81 meter (5,92 feet)
2 sinh( 2 d / L) 2 (0,8306)
B=0

b) Ho = 3,13 meter, z = -7,5 meter (-24,6 feet)


Digunakan persamaan 3.38
2 d 2 (7,5)
 = -0,302
L 156
e-0,302 = 0,739
2. . y
H 3,13
AB e L
= (0,739) = 1,16 meter (3,79 feet)
2 2
Perpindahan maksimum partikel aiar atau orbit putarannya = 2 . 1,16 = 2,32 meter (7,6
feet).
Lo  156
c) z =   = -78,0 meter (255,9 feet)
2 2
2 d 2 (78)
 = -3,142
L 156
e-3,142 = 0,043
2. . y
H 3,13
AB e L
= (0,043) = 0,067 meter (0,221 feet)
2 2

70
Kesimpulan perpindahan maksimum partikel air adalah 0,067 meter lebih kecil bila
dibandingkan dengan kedalaman air (Lo/2)

3.11. Tekanan Gelombang


Tekanan yang disebabkan oleh gelombang adalah gabungan tekanan hidrostatis dan
tekanan hidrodinamis, besar tekanan dapat dihitung dengan memasukkan potensial
kecepatan yang diberikan oleh Persamaan 3.38 ke dalam Persamaan gerak 3.35 yang telah
dilinierkan, yaitu :
 p
 gy   0
t 
 ag cosh k (d  y )
p   gy   [ sin( kx  t )]
t  cosh kd
ag cosh k (d  y )
p   gy  ( )[ cos( kx  t )]
 cosh kd
ag cosh k (d  y )
p   gy  ( ) cos (kx  t ) ................................................ (3.52)
2 cosh kd
Suku pertama pada ruas kanan persamaan 3.52 adalah tekanan hidrostatis, sedangkan suku
kedua merupakan tekanan dinamis yang diakibatkan oleh percepatan partikel. Gambar 3.8.
mempelihatkan bentuk tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang.

SWL

ρgy gH Cosh k (d  y )


2 Cosh kd ρgy

Gambar 3.8. Distribusi tekanan gelombang arah vertikal

3.12. Energi dan Tenaga Gelombang


Energi total dari sitem gelombang adalah merupakan jumlah dari energi kinetik dan
energi potensial. Energi kinetik merupakan energi yang diakibatkan kecepatan partikel air

71
yang terkait dengan gerakan gelombang, sedang energi potensial adalah energi yang
dihasilkan dari perpindahan massa air karena adanya gelombang. Menurut teori gelomabng
Airy apabila energi potensial ditentukan relatif terhadap SWL (muka air tenang) dan semua
gelombang menjalar dalam arah yang sama, maka energi potensial dan energi kinetik
besarnya sama dan energi total dalam satu panjang gelombang per satuan lebar adalah :
 g H 2L  gH 2L  gH 2L
E  EK  EP    ............................................... (3.53)
16 16 8
Notasi k dan p menunjukkan energi kinetik dan potensial. Jumlah rata-rata energi
gelombang per satuan luas permukaan, disebut energi spesifik atau kepadatan energi yang
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
E g H2
E  ............................................................................................ (3.54)
L 8
Fluks energi gelombang adalah energi yang ditransmisikan dalam arah penjalaran
gelombang pada bidang vertikal tegak lurus terhadap arah muka gelombang dan menyebar
ke seluruh kedalaman. Rata-rata fluks energi per satuan lebar gelombang disebarkan di
bidang vertikal tegak lurus dengan arah muka gelombang
P  En C  EC g ............................................................................................ (3.55)

fluks energi P sering disebut tenaga gelombang dan,

1 4 d / L 
n 1

2  sinh (4 d / L 
.............................................................................. (3.56)

Hubungan antara nilai n dan kedalaman relatif ditunjukkan pada Gambar 3.5 atau
dapat dilihat pada Tabel lampiran 1 (L-1), nilai n naik dari 0,5 di air dalam menjadi 1 di
laut dangkal. Gelombang dalam penjalarannya menuju pantai (Gambar 3.9), tenaga
gelombang tiap satuan waktu yang melintasi suatu titik pada lintasannya harus sama dengan
tenaga tiap satuan waktu yang melintasi titik berikutnya, sehingga :
     
PI  PII  n EL1    n EL2   konstan
 T   T 
 1  2
atau

72
 
n E 1 C1  n2 E2 C2

I II

Gambar 3.9. Penjalaran gelombang menuju pantai


 
n0 E 0 C0  n E L
 
0.5 E 0 C0  n E C ............................................................................................ (3.57)

Bila pada gelombang yang sedang menjalar ke pantai pada garis-garis puncaknya dibuat
garis orthogonal yang tegak lurus garis puncak gelombang, lihat Gambar 3.10 dan dianggap
tidak ada energy yang merambat sepanjang puncak-pucak gelombang, maka energy transfer
di antara dua garis normal tersebut dapat dianggap konstan.

Puncak gelombang
Garis orthogonal

B2 P2
B1
P1

Gambar 3.10. Penyebaran gelombang

P1.B1 = P2 . B2
E1.n1.C1.B1 = E2.n2.C2.B2
 g H 12  g H 22
n1 C1 B1 = n 2 C 2 B2
8 8

73
H2 nC B1
 1 1
H1 n2 C 2 B2

n1 C1
disebut koefisien ‘shoaling’ yang disingkat dengan notasi KS yang besarnya dapat
n2 C2
dilihat pada Lampiran Satu (L-1)

B1
disebut koefisien ‘refraction’ tang disingkat dengan notasi KR
B2

Contoh Soal 4 :
Sebuah gelombang laut dalam dengan panjang gelombang Lo = 156 meter (512 feet), tinggi
gelombang Ho = 2 meter (6,56 feet), dan kecepatan jalar Co = 15,6 meter;detik, bergerak
menuju pantai dengan puncak gelombang sejajar dengan garis kontour dasar laut. Efek
refleksi yang disebabkan karena dasar pantai diabaikan.
Hitung :
a. Hubungan antara tinggi gelombang di berbagai kedalaman air dan tinggi gelombang di
laut dalam,
b. Hitung tinggi gelombang pada kedalaman 3 meter (9,84 feet)
c. Tentukan besarnya energy per satuan lebar puncak gelombang yang diteruskan ke pantai
dan besarnya energy total per satuan lebar puncak gelombang yang sampai ke pantai
selama waktu 1 jam.
Penyelesaian :
a. Ketika puncak gelombang sejajar dengan kontour dasar laut, maka tidak terk terjadi
refraksi, sehingga Ho = Ho’
Berdasarkan persamaan 3.57
 
0.5 E 0 C0  n E C

 g H 'O 2
EO 
8
 g H2
E
8

H’O adalah tinggi gelombang di laut dalam yang tidak mengalami refraksi

74
 g H 'O 2 g H2
0.5 C0  n C
8
2
 H  1 1 CO
  
 HO  2n C

Berdasarkan persamaan 3.24 dan persamaan 3.28

gT  2 d  gT
C tanh   dan C0 = , maka :
2  L  2

C  2 d 
 tanh   , sedangkan sesuai persamaan 3.56 bahwa :
CO  L 

1 4 d / L 
n 1

2  sinh (4 d / L 
, maka :

H 1 1
  KS
H 'O tanh (2 d / L)  (4 d / L) 
1  sinh (4 d / L) 
 

Dengan KS adalah koefisien shoaling. Nilai H/H’O merupakan fungsi dari d/LO dan d/L telah
di tabelkan pada Lampiran 1 dan 2 (C-1) dan (C-2)

b. d/LO = 3/156 =0,01923, berdasarkan Lampiran 1 (C-1)


H
 1,237
H 'O
H = 1,237 . H’O
= 1.237 . 2 = 2,474 meter (8,117 feet)
c. P  1/ 2.E O CO  n EC

1  g H ' O CO
2
P
2 8
1 10,050 (2) 2 15,6

2 8

75
= 39,195 N.m/detik per meter di puncak gelombang

= 8811/550 = 16,02 hp/ft di puncak gelombang


Ini merupakan suatu pengeluaran:
39,195 N .m / det ik x 3600 det ik / jam  14,11 x107 J
energi setiap jam pada setiap meter dari pantai (31,72 x 10 ^ 6 kaki pon setiap jam pada
setiap foot pantai)

3.13. Wave Set Up (Kenaikan Muka Air)


Dua kondisi yang dapat menghasilkan kenaikan muka air karena gelombang perlu di
ketahui. Kasus yang paling sederhana diilustrasikan sebagaimana Gambar 3.11. Dalam
gambar tersebut garis putus-putus menunjukkan muka air tenang (stillwater water level)
yaitu kondisi tidak ada kenaikan muka air karena tidak ada gelombang datang. Garis tidak
putus menunjukkan kenaikan muka air ketika shoaling wave dan breaking wave terjadi.

Breaker line wave set-up

Normal SWL MWL SW R


Sb ΔS

wave set-down
db m
1

New SWL
Normal SWL R
SW
Sb ΔS

SW = wave setup
Sb = wave setdown

Gambar 3.11. Sketsa gelombang setup

76
Gelombang yang menjalar menuju pantai, pada suatu saat elevasi muka air rata-rata
menurun sehingga kedalaman air sebesar db. Perbedaan elevasi antara muka air tenang dan
pada saat muka air turun disebut wave setdown (Sb), sedang SW menujukkan perbedaan
elevasi antara elevasi muka air tenang dengan elevasi muka air ketika tejadi kenaikan muka
air karena gelombang, kondisi seperti ini disebuta wave setup. Perbedaan elevasi muka air
ketika terjadi setdown dan setup dibberi notasi ΔS. Uprush dari gelombang pecah di pantai disebut
wave runup (R).
R.O. Reid (1972) telah menyarankan bahwa untuk memperkirakan besarnya wave
setup di pantai, dapat menggunakan teori dari Longuet-Higgins dan Stewart (1963). Teori
tersebut ditetapkan untuk zona gelombang pecah (breaker zone) dan teori gelombang soliter.
Persamaan untuk mengetahui besarnya nilai setdown di zona gelombang pecah ditunjukkan
seperti berikut :

g 1 / 2 Ho ' 2 T
Sb   ................................................................................................. (3.58)
64  d b
3/ 2

dengan :
Sb = setdown di zona gelombang pecah
T = periode gelombang
Ho’ = equivalen tinggi gelombang di laut dalam yang belum mengalami refraksi
db = kedalaman air di titik gelombang pecah
g = percepatan grafitasi

Sw = Δs – Sb .................................................................................................... (3.59)
Hb
db 
 H 
b   a b2 
 gT 
dengan :
a  43,75 (1  e 19m )

1,56
b
(1  c 19,5m )

77
Longuet-Higgins dan Stewart (1963) telah menunjukkan hasil analisis yang dilakukan oleh
Saville’s (1961) yaitu bahwa :
S  0,15.d b (pendekatan) ............................................................................... (3.60)
Dengan mengkombinasikan persamaan 3.47. 3.48 dan persamaan 3.49, maka akan
didapatkan persamaan sebagai berikut :

g 1/ 2 ( Ho ' ) 2 T
Sw = 0,15.d b - ............................................................................ (3.61)
64  d b
3/ 2

dengan :
Sw = wave setup
Menurut Nur Yuwono (1982), untuk menghitung besarnya nilai wave setup dapat digunakan
persamaan sebagai berikut :

 Hb 
SW  0,19 1  2,82  Hb
 ........................................................................ (3.62)
 gT 2 
dengan :
SW = wave set-up (± 15% Hb)
Hb = tinggi gelombang pecah

3.14. Refraksi Gelombang


Refraksi gelombang terjadi karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Di daerah
kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, yaitu di laut dalam, gelombang
menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut. Tetapi di laut transisi dan dangkal, dasar laut akan
mempengaruhi perjalanan gelombang. Di daerah transisi dan dangkal, apabila ditinjau suatu
garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang lebih
dangkal akan menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil daripada di bagian air yang lebih
dalam. Akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha untuk sejajar
dengan garis kontur dasar laut. Garis orthogonal gelombang, yaitu garis yang tegak lurus
dengan garis puncak gelombang akan ikut membelok dan berusaha untuk selalu tegak lurus
dengan garis puncak gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang dan berusaha
untuk menuju tegak lurus dengan garis kontur dasar laut, lihat Gambar 3.12.

78
Garis orthogonal puncak gelombang

Laut dalam

Laut
Agak dangkal Laut
Agak dalam

Laut dangkal

Laut
sangat dangkal

Garis pantai
Gambar 3.12. Refraksi Gelombang
Sumber : Aulya Firman (2011)

Gambar 3.12 memperlihatkan gelombang yang bergerak dari laut dalam menuju
pantai. Gelombang laut ditandai dengan puncak gelombang. Arah gerakan gelombang laut
ditandai dengan sinar gelombang (wave ray) dengan tanda panah yang tegak lurus puncak
gelombang. Untuk lebih jelasnya, ligar Gambar 3.13.

puncak gelombang
a’
β1

a b’
Laut dalam (d1)

b c’
c d’
d β1 = sudut datang gelombang
Laut dangkal (d2) β2 = sudut bias
β2

Gambar 3.13. Sketsa refraksi gelombang metode orthogonal

79
Gambar 3.13 menunjukkan bahwa puncak gelombang (a dan a’) masih berada di
bagian laut dalam. Setelah beberapa waktu (waktu yang sama), puncak gelombang bergerak
dari a ke b dan dari a’ ke b’. Jarak tempuh gelombang antara a ke b sama dengan jarak dari
a’ ke b’. Akan tetapi puncak gelombang yang tiba di titik b telah berada bagian laut yang
dangkal, sedangkan puncak gelombang yang tiba di b’ masih berada di bagian laut yang
dalam. Karena bergerak di daerah yang dangkal maka puncak gelombang yang berada di
titik b mulai berkurang kecepatannya, sebaliknya puncak gelombang yang berada di titik b’
masih bergerak dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya. Dalam selang waktu yang
sama, puncak gelombang berada di bagian laut yang dangkal bergerak dari b ke c,
sedangkan puncak gelombang yang berada di bagian laut yang dalam bergerak dari b’ ke
c’. Ternyata bahwa dalam waktu yang sama, puncak gelombang yang berada di bagian laut
yang dangkal menempuh jarak yang lebih pendek (b ke c) sedangkan puncak gelombang
yang berada di bagian laut yang dalam menempuh jarak yang lebih jauh (b’ ke c’). Hal ini
dikarenakan muka gelombang yang berada di bagian laut yang dangkal bergerak lebih
lambat daripada puncak gelombang yang bergerak di laut dalam. Karena bergerak lebih
lambat maka dalam waktu yang sama, jarak yang ditempuhnya juga lebih pendek.
Karena dalam selang waktu yang sama jarak yang ditempuh puncak gelombang yang
bergerak dari b ke c lebih pendek dibandingkan dengan jarak yang ditempuh muka
gelombang dari b’ ke c’ maka arah gerakan puncak gelombang secara perlahan-lahan
dibelokkan. Karena dasar laut punya kemiringan, maka semakin dekat dengan garis pantai,
laut akan semakin dangkal. Dengan demikian semakin mendekati garis pantai, kecepatan
jalar gelombang semakin berkurang. Berkurangnya kecepatan jalar gelombang
mengakibatkan arah gerakan gelombang terus dibelokkan. Proses ini terus berlangsung
hingga gelombang mencapai garis pantai..
Untuk menyelesaikan masalah refraksi gelombang yang disebabkan karena perubahan
kedalaman laut, diperjelas dengan gambar 3.14 yang merupakan suatu deretan gelombang
yang menjalar dari laut dengan kedalaman d1 menuju kedalaman d2, dianggap tidak ada
refleksi gelombang pada kedalaman tersebut. Karena adanya perubahan kedalaman maka
cepat rambat dan panjang gelombang berkurang dari C1 dan L1 menjadi C2 dan L2. Sesuai
dengan hukum Snellius, berlaku :

80
orthogonal
L1 = C 1 . T
b1
α1
d1

b2 L2 = C 2 . T
α2
d2

Gambar 3.14. Sktesa refraksi gelombang pada suatu pantai

C 
sin 2 =  2  sin 1
 C1 
dengan :
α0 : sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di mana gelombang melintas.
α2 : sudut yang sama diukur dari garis puncak gelombang melintasi kontur dasar berikutnya.
C1 : kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur pertama.
C2 : kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur berikutnya
Dari perumusan tersebut diperoleh suatu koefisien yang disebut koefisien refraksi (Kr)
yang diformulasikan sebagai berikut :

b1 cos 1
Kr  = …………...................................................................... (3.63)
b2 cos  2

Selanjutnya tinggi gelombang pada kedalaman tertentu (H’o) dapat dihitung dengan
menggunaan rumus :
H’o = Ks . Kr . Ho ……………….................................................................... (3.64)
dengan :
Ks : koefisien pendangkalan (shoaling), dapat diperoleh secara langsung dari Tabel
Lampiran 1 (L-1) .
Ho : Tinggi gelombang di laut dalam

81
3.15. Difraksi Gelombang
Difraksi gelombang akan terjadi apabila gelombang yang menjalar ke arah
pantai (gelombang datang) terhalang oleh suatu penghalang yang dapat berupa
bangunan pemecah gelombang maupun pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya.
Dengan adanya penghalang tersebut maka gelombang datang akan membelok di
sekitar ujung rintangan/penghalang dan masuk ke daerah terlindung yang ada di
belakangnya, lihat Gambar 3.15. Pada keadaan seperti ini, akan terjadi transfer energi
dalam arah tegak lurus ke daerah terlindung. Fenomena difraksi gelombang sangat penting
diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan dan bangunan pemecah gelombang.

b1
A

Puncak gelombang
b2

θ
r

•C

Gambar 3.15. Proses refraksi dan difraksi gelombang


Sumber : Nur Yuwono (1992)

82
Untuk menghitung tinggi gelombang pada kondisi seperti pada gambar 3.15 adalah sebagai
berikut :
HA = H0
HB = H0 . KS . KR
HC = HB . KD = H0 . KS . KR KD
H0 = tinggi gelombang di laut dalam
HA = tinggi gelombang di daerah A.
HB = tinggi gelombang di daerah B
HC = tinggi gelombang di daerah C

b1
Kr  koefisien refraksi =
b2
n1 C1
Kd = koefisen difraksi = (lihat Tabel 3..2)
n2 C2

Tabel 3.2. Wave Difraction Coefficient KD


As a Function Θ (Wiegel. 1992)
β (derajat)
r/L
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
Θ = 15o
½ 0,49 0,79 0,83 0,90 0,97 1,01 1,03 1,02 1,01 0,99 0,99 1,00 1,00
1 0,38 0,73 0,83 0.95 1,04 1,04 0,99 0,98 1,01 1,01 1,00 1,00 1,00
2 0,21 0,68 0,86 1,05 1,03 0,97 1,02 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
5 0,13 0,63 0,99 1,04 1,03 1,02 0,99 0,99 1,00 1,01 1,00 1,00 1,00
10 0,35 0,58 1,10 1,05 0,98 0,99 1,01 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Θ = 30o
½ 0,81 0,63 0,68 0,76 0,87 0,97 1,03 1,05 1,03 1,01 0,99 0,95 1,00
1 0,50 0,53 0,63 0,78 0,95 1,06 1,05 0,98 0,98 1,00 1,01 0,97 1,00
2 0,40 0,44 0,59 0,84 1,07 1,03 0,96 1,02 0,98 1,01 0,99 0,95 1,00
5 0,27 0,32 0,55 1,00 1,04 1,04 1,02 0,99 0,99 1,00 1,01 0,97 1,00
10 0,20 0,24 0,54 1,12 1,06 0,97 0,99 1,01 1,00 1,00 1,00 0,98 1,00
Θ = 45o
½ 0,49 0,50 0,55 0,63 0,73 0,85 0,96 1,04 1,06 1,04 1.00 0,99 1,00
1 0,38 0,40 0,47 0,59 0,76 0,95 1,07 1,06 0,98 0,97 1,01 1,01 1,00
2 0,29 0,31 0,39 0,56 0,83 1,08 1,04 0,96 1,03 0,98 1,01 1,01 1,00
5 0,18 0,20 0,29 0,54 1,01 1,04 1,05 1,03 1,00 0,99 1,01 1,00 1,00
10 0,13 0,15 0,22 0,54 1,13 1,07 0,96 0,98 1,02 0,99 1,00 1,00 1,00
Θ = 60o
½ 0,40 0,41 0,45 0,52 0,60 0,72 0,85 1,13 1,04 1,06 1,03 1,01 1,00
1 0,31 0,32 0,36 0,44 0,57 0,75 0,96 1,08 1,06 0,98 0,98 1,01 1,00

83
Tabel 3.2. Lanjutan
Β (derajat)
r/L
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
Θ= 60o
2 0,22 0,23 0,28 0,37 0,55 0,83 1,08 1,04 0,96 1,03 0,98 1,01 1,00
5 0,14 0,15 0,18 0,28 0,53 1,01 1,04 1,05 1,03 0,99 0,99 1,00 1,00
10 0,10 0,11 0,13 0,21 0,52 1,14 1,07 0,96 0,98 1,01 1,00 1,00 1,00
Θ = 75o
½ 0,34 0,36 0,38 9,42 0,50 0,59 0,71 0,85 0,97 1,04 1,05 1,02 1,00
1 0,25 0,26 0,29 0,34 0,43 0,56 0,75 0,95 1,02 1,06 0,98 0,98 1,00
2 0,18 0,19 0,22 0,26 0,36 0,54 0,83 1,09 1,04 0,96 1,03 0,99 1,00
5 0,12 0,12 0,13 0,17 0,27 0,52 1,01 1,04 1,06 1,03 0,99 0,99 1,00
10 0,34 0,36 0,38 9,42 0,50 0,59 0,71 0,85 0,97 1,04 1,05 1,02 1,00
Θ = 90o
½ 0,31 0,31 0,33 0,36 0,41 0,49 0,59 0,71 0,85 0,96 1,03 1,03 1,00
1 0,22 0,23 0,24 0,28 0,33 0,42 0,56 0,75 0,96 1,07 1,05 0,99 1,00
2 0,10 0,16 0,18 0,20 0,26 0,35 0,54 0,69 1,08 1,94 0,96 1,02 1,00
5 0,10 0,10 0,11 0,13 0,16 0,27 0,53 1,01 1,04 1,05 1,02 0,99 1,00
½ 0,31 0,31 0,33 0,36 0,41 0,49 0,59 0,71 0,85 0,96 1,03 1,03 1,00
Θ = 105o
½ 0,28 0,28 0,29 0,32 0,36 0,41 0,49 0,59 0,72 0,85 0,97 1,01 1,00
1 0,20 0,20 0,24 0,23 0,27 0,33 0,42 0.56 0,75 0,95 1,06 1,04 1,00
2 0,14 0,14 0,13 0,17 0,20 0,25 0,35 0,54 0,83 1,08 1,03 0,97 1,00
5 0,09 0,09 0,10 0,11 0,13 0,17 0,27 0,52 1`,02 1,04 1,04 1,02 1,00
10 0,07 0,06 0,08 0,08 0M09 0,12 0,20 0,52 1,14 1,07 0,97 0,99 1,00
Θ = 120o
½ 0,25 0,26 0,27 0,28 0,31 0,35 0,41 0,50 0,60 0,73 0,87 0,97 1,00
1 0,18 0,19 0,19 0,21 0,23 0,27 0,33 0,43 0,57 0,76 0,95 1.04 1,00
2 0,13 0,13 0,14 0,14 0,17 0,20 0,26 0,16 0,55 0,83 1,07 1,03 1,00
5 0,08 0,08 0,08 0,09 0,11 0,35 0,16 0,27 0,53 1,01 1,04 1,03 1,00
10 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07 0,27 0,213 0,20 0,52 1,13 1,06 0,98 1,00
Θ = 135o
½ 0,24 0,24 0,25 0,26 0,28 0,32 0,26 0,42 0,52 0,63 0,76 0,90 1,00
1 0,18 0,17 0,18 0,19 0,21 0,23 0,28 0,34 0,44 0,59 0,78 0,95 1,00
2 0,12 0,12 0,13 0,14 0,14 0,17 0,20 0,26 0,37 0,56 0,84 1,05 1,00
5 0,08 0,07 0,08 0,08 0,09 0,11 0,13 0,17 0,28 0,54 1,00 1,04 1,00
10 0,05 0,06 0,06 0,06 0,07 0,08 0,09 0,13 0,21 0,53 1,12 1,05 1,00
Θ = 150o
½ 0,23 0,23 0,24 0,26 0,27 0,29 0,33 0,38 0,45 0,55 0,68 0,83 1,00
1 0,16 0,17 0,17 0,18 0,19 0,22 0,24 0,29 0,36 0,47 0,63 0,83 1,00
2 0,12 0,12 0,12 0,13 0,14 0,15 0,18 0,22 0,28 0,39 0,59 0,86 1,00
5 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,10 0,11 0,13 0,18 0,29 0,55 0,99 1,00
10 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,07 0,08 0,10 0,13 0,22 0,54 1,10 1,00
Θ = 165o
½ 0,23 0,23 0,23 0,24 0,26 0,28 0,31 0,35 0,41 0,50 0,63 0,79 1,00
1 0,16 0,16 0,17 0,17 0,19 0,20 0,23 0,26 0,32 0,40 0,53 0,73 1,00
2 0,11 0,07 0,07 0,12 0,13 0,14 0,16 0,19 0,23 0,31 0,44 0,68 1,00

84
Tabel 3.2. Lanjutan
Β (derajat)
r/L
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
Θ= 165o
5 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08 0,09 0,10 0,12 0,15 0,20 0,32 0,63 1,00
10 0,05 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,07 0,08 0,11 0,11 0,21 0,58 1,00
Θ = 180o
½ 0,20 0,25 0,23 0,24 0,25 0,28 0,31 0,34 0,40 0,49 0,61 0,78 1,00
1 0,10 0,17 0,16 0,18 0,18 0,23 0,22 0,25 0,31 0,38 0,50 0,70 1,00
2 0,02 0,09 0,12 0,12 0,13 0,18 0,16 0,18 0,22 0,29 0,40 0,60 1,00
5 0,02 0,06 0,07 0,07 0,07 0,08 0,10 0,12 0,14 0,18 0,27 0,46 1,00
10 0,01 0,05 0,05 0,04 0,06 0,07 0,07 0,08 0,10 0,13 0,20 0,26 1,00

3.16. Gelombang Pecah


Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai akan
mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut. Apabila gelombang
bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan dengan
dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari friksi/gesekan antara air dan dasar pantai.
Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju
ke pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar.
Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.

3.16.1. Jenis-jenis gelompang pecah


Gelombang pecah dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu Spilling, Plunging,
Surging, dan tipe Collapsing.

1. Spilling
Dicirikan oleh buih dan turbulensi di puncak gelombang. Spilling biasanya dimulai
beberapa jarak dari pantai dan disebabkan jika lapisan air di puncak bergerak lebih cepat
dari pada gelombang seluruhnya. Gelombang seperti ini dicirikan dengan kemiringan pantai
yang landai. Spilling biasanya terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil menuju
ke pantai yang datar. Gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan
pecahnya terjadi berangsur-angsur. Buih terjadi pada puncak gelombang selama mengalami
pecah dan meninggalkan suatu lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang. Gambar 3.16
menunjukkan bentuk gelombang pecah tipe spilling.

85
2. Plunging
Merupakan jenis gelombang yang paling menakjubkan. Bentuknya yang klasik,
banyak disukai oleh peselancar. Puncaknya menggulung keatas dan terjun ke bawah,
pengurangan energinya pada jarak yang pendek. Plunging terjadi pada pantai yang relatif
landai dan berkaitan dengan swell yang panjang yang dibangkitkan oleh badai. Gelombang
badai yang dibangkitkan secara lokal jarang membentuk plunging pada pantai yang landai,
tetapi pada pantai yang curam hal itu terjadi. Gambar 3.17 menunjukkan bentuk gelombang
pecah tipe plunging.

5 4 3 2 1

Gambar 3.16 Gelombang pecah tipe spilling


Pantai biasanya sangat datar

5 4 3 2 1

Gambar 3.17 Gelombang pecah tipe Plunging


Pantai biasanya curam

3. Surging
Terjadi pada pantai yang sangat curam, dibentuk dari gelombang yang rendah
dengan periode panjang, muka gelombang dan puncaknya relatif tidak pecah seperti
gelombang yang meluncur ke pantai, Gambar 3.18 menunjukkan bentuk gelombang pecah
tipe Surging.

86
4. Collapsing
Sama dengan plunging, kecuali pada puncak yang menggulung, muka gelombang jatuh.
Gelombang ini terjadi pada pantai dengan kemiringan yang agak curam dan dibawah kondisi
angin yang sedang. Gambar 3.19 menunjukkan bentuk gelombang pecah tipe Collapsing

5 4 3 2 1

Gambar 3.18 Gelombang pecah tipe Surging


Pantai biasanya sangat curam

5 4 3 2 1

Gambar 3.19 Gelombang pecah tipe Collapsing


Pantai biasanya agak curam

Gelombang yang bergerak ke perairan dangkal, batasan kecuramannya akan


berkurang dan merupakan fungsi dari d/L dan landai pantai (m). Munk (1949) dalam US.
Army (1984) mengambil beberapa hubungan antara tinggi gelombang pecah ( H b ) ,

kedalaman air pada gelombang pecah (d b ) , tinggi gelombang belum pecah di air dalam

( H 0 ' ) dan panjang gelombang di air dalam ( L0 ' ) sebagai berikut :

Hb 1
= ........................................................................................ (3.65)
H '0 3,3( H ' 0 / L0 )

db
= 1,28 ................................................................................................... (3.66)
Hb

87
Hb
Parameter disebut dengan indek tinggi gelombang pecah
H '0
Persamaan 3.65 dan 3.66 belum memasukkan pengaruh kemiringan dasar laut (m)
terhadap gelombang pecah. Menurut Iversen (1952, 1953), Galvin (1969) dan Goda (1970),
harga H b H 0 ' dan d b H 0 tergantung dari landai pantai (m) sehingga hubungan d b H b
menjadi seperti berikut :
db 1
= ................................................................................. (3.67)
Hb b  (a.H b / gT 2 )
a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan dengan persamaan :


dengan : a = 43,75 1  e 19m 
1,56
b =
(1  e 19,5 m )

Gambar 3.20 menunjukkan hubungan antara H b gT 2 dan d b H b untuk berbagai

kemiringan dasar laut, sedang Gambar 3.21 menunjukkan hubungan antara H b H '0 dan

H '0 gT 2 untuk berbagai kemiringan dasar laut.

Pada kedalaman yang relatip dangkal, gelombang rencana kadangkala ditentukan


berdasarkan tinggi gelombang maksimum yang terjadi di daerah tersebut. Untuk
menentukan tinggi gelombang ini didekati dengan tinggi gelombang pecah, sedangkan cara
perhitungannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Yuwono, 1992) :
ds
Hd = Hb = ..................................................................................... (3.68)
  m p
dengan :
Hd = tinggi gelombang rencana
Hb = tinggi gelombang pecah
ds = kedalaman ujung kaki bangunan
β = db H b
p = 4,0 - 9,25 m
m = slope (vertikal : mendatar)

Nilai β yang dipergunakan pada persamaan 3.68 secara langsung dapat menggunakan
nilai β yang terdapat pada Gambar 3.20. Nilai β belum bisa dicari sebelum nilai H b

88
didapatkan. Dengan menggunakan nilai Hb dari Gambar 3.21, dan dengan bantuan grafik
pada Gambar 3.20 maka nilai d b / H b dapat ditentukan.

Gambar 3.20. Hubungan anatar Hb/gT2 dengan db/Hb


Sumber : Yuwono N (1992)

89
Gambar 3.21. Hubungan antara Ho’/T2 dengan Hb/Ho’
Sumber : Yuwono N (1992)

Untuk mempermudah perhitungan, maka telah disediakan grafik untuk menentukan Hb


secara langsung berdasarkan kedalaman kaki bangunan (ds) lihat Gambar 3.22. Sedangkan
untuk menentukan tinggi gelombang gelombang di laut dalam (HO’) yang menghasilkan oleh
tinggi gelombang pecah tertentu dapat dicari dengan menggunakan grafik pada Gambar
3.23. Berdasarkan nilai Hb dan db yang telah didapat, maka dapat ditentukan batas daerah
antara gelombang belum pecah (non breaking wave) dan daerah gelombang pecah (breaking
wave), dengan demikian dapat diketahui apakah bangunan yang direncanakan tersebut
terletak di daerah gelombang belum pecah atau terletak di daerah gelombang pecah.

90
Gambar 3.22. Hubungan antara ds/gT2 dengan Hb/ds
Sumber : Yuwono N (1992)

91
Gambar 3.23. Hubungan antara Hb/Gt2 dengan Hb/H0’
Sumber : Yuwono N (1992)

Menurut Goda (1970) untuk mengestimasi besarnya kedalaman air pada gelombang
pecah (h b ) dan tinggi gelombang pecah (H b ) dapat menggunakan Gambar 3.24 dan
Gambar 3.25.

92
Gambar 3.24. Hubungan antara h b /H o dengan H o /L o
(Horikawa, 1978)

Gambar 3.25. Hubungan antara H b /H o dengan H o /L o


(Horikawa, 1978)

Contoh Soal 5 :
Sebuah dinding vertikal tinggi 4,3 m di terlihat di air laut dengan ds = 2,5 m. Dinding laut
dibangun di dasar laut yang mempunyai kemiringan dasar 1 : 20 (m = 0,05), periode
gelombang yang wajar berkisar dari T = 6 detik sampai dengan T = 10 detik. Hitung tinggi
gelombang pecah maksimum. Hitung pula tinggi gelombang di laut dalam yang menimbul-
kan gelombang pecah jika diketahui koefisien refraksi untuk T = 6 dan 10 detik adalah 0,9
dan 0,8.

93
Penyelesaian :

Untuk T = 6 detik
ds 2,5
2
  0,007
gT 9,81. 6 2
ds
Dengan menggnakan grafik pada gambar 3.22 untuk nilai  0,007 dan m = 0,05
gT 2
Hb
didapat  1,12 H b  1,35. d s  1.12. 2,5  2,8 meter
ds
Hb 2,8
2
  0,0079
gT 9,81. 62
Hb
Dengan menggnakan grafik pada gambar 3.23 untuk nilai  0,0079 dan m = 0,05
gT 2
Hb 2,8
didapat  1,08 H '0   2,6 meter
H '0 1,08
H '0  K r . H 0
H '0 2,6
H0    2,88 meter
K r 0,9

Untuk T = 10 detik
ds 2,5 H
2
 2
 0,0025 untuk m = 0,05, dengan gambar 3.22 didapat b  1,28
gT 9,81.10 ds
H b  1,35. d s  1.28. 2,5  3,2 meter
Mencari tinggi gelombang di laut dalam berdasar gelombang pecah :
Hb 3,2
2
  0,0032
gT 9,81.10 2
Hb
Dengan menggnakan grafik pada gambar 3.23 untuk nilai  0,0032 dan m = 0,05
gT 2
Hb 3,2
didapat  1,5 H '0   2,13 meter
H '0 1,5
H '0  K r . H 0
H '0 2,13
H0    2,66 meter
Kr 0,8

94
3.16.2. Gaya gelombang pecah pada dinding vertikal
Gelombang pecah yang membentur terhadap struktur dinding vertikal akan
menimbulkan tekanan besar pada durasi pendek, tekanan gelombang tersebut pada daerah di
dekat wilayah di mana puncak gelombang memukul struktur, kemungkinan terjadinya
tekanan gelombang tersebut harus dipertimbangkan dalam merencanakan struktur bangunan
pantai. Meskipun tekanan yang bersar berjalan dalam waktu yang sangat pendek (kurang
lebih seperseratus detik), akan tetapi penting diperhatikan delam merencanakan pemecah
gelombang baik terhadap keamanan geser maupun terhadapap keamanan guling.
Gambar 3.26 menunjukkan distribusi tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang
pecah. Tekanan berkurang dari nilai maksimum Pm pada muka air diam menjadi nol pada
jarak Hb/2 (di atas dan di bawah muka air diam). Garis ditribusi tekanan tersebut berbentuk
parabola. Tekanan maksimum Pm mempunyai bentuk seperti berikut :

Pm

Hb SWL

Komponen dinamik
Komponen hidrostatik

dS
Komponen dinamik + hidrostatik

w(ds + HD/2)

Gambar 3.26. Diagram tekanan gelombang pecah pada dinding vertikal


(Manikin, 1955, 1963)
Hb ds
Pm  101 w (D  ds ) ...................................................................................... (3.69)
LD D
Dengan :
D = kedalaman pada jarak satu panjang gelombang di depan dinding
Pm = tekanan dinamis maksimum
w = berat volume air laut

95
H b = tinggi gelombang pecah

d s = kedalaman pada kaki dinding


LD = panjang gelombang pada kedalaman D

Gaya yang ditimbulkan adalah luas distribusi tekanan dinamis yaitu :


Pm H B
Rm  ................................................................................................ (3.70)
3
Sedang momen yang ditimbulkan oleh tekanan dinamis terhadap kaki bangunan adalah:
Pm H b d s
M m  Rm d s  .................................................................................. (3.71)
3
Selain gaya dan momen yang ditimbulkan oleh gelombang pecah, perlu ditambahkan pula
gaya dan momen yang ditimbulkan oleh tekanan hdrostatis pada persamaan 3.70 dan 3.71
untuk mendapatkan gaya dan momen total.
Persamaam Manikin di atas awalnya diturunkan untuk pemecah gelombang komposit,
yaitu tembok beton yang didirikan di atas tumpukan batu. D dan LD dalam persamaan
(3.69) adalah kedalaman dan panjang gelombang pada kaki bangunan, dan ds adalah
kedalaman di ujung kaki dinding vertikal ( yaitu, jarak dari SWL sampai puncak bangunan
tumpukan batu). Untuk caisson dan struktur vertikal lain di mana tidak ada bangunan bawah,
maka formula di atas telah diadaptasi dengan menggunakan kedalaman di kaki struktur
sebagai ds, sedangkan D dan LD adalah kedalaman dan panjang gelombang pada jarak satu
panjang gelombang ke arah laut dari struktur. Oleh karena itu kedalaman D dapat ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut :

D  d s  LD m ................................................................................................. (3.72)
dengan :
LD = panjang gelombang di kedalaman sama dengan ds
m = landai pantai
Gaya dan momen yang dihasilkan dari tekanan hidrostatik harus ditambahkan ke tekanan
dinamis pada saat dilakukan perdihitungan. Distribusi segitiga tekanan hidrostatik
ditunjukkan pada Gambar 3.26. Tekanan adalah nol di puncak gelombang pecahr (diambil di

96
Hb / 2 di atas SWL), dan meningkat secara linear ke w (ds + Hb / 2) di ujung kaki dinding.
Sehingga gaya gelombang pecah total pada dinding per satuan panjang dinding adalah:

2
 H 
w  ds  b 
Rt  Rm  
2 
 Rm  Rs .................................................................. (3.73)
2
dengan :
Rs = komponen hidrostatik gelombang pada dinding
Sedangkan momen total pada kaki bangunan (dinding ) dapt dicari dengan persamaan :
3
 H 
w  ds  b 
Mt  Mm  
2 
 M m  M s ........................................................... (3.74)
6
dengan :
Ms = momen hidrostatik
Untuk memudahkan pemahaman tentang gaya dan momen yang bekerja pada dinding
vertikal, berikut ini diberikan contoh persoalan.

Contoh Soal 6 :
Sebuah dinding vertikal tinggi 4,3 m di terlihat di air laut dengan ds = 2,5 m. Dinding laut
dibangun di dasar laut yang mempunyai kemiringan dasar 1 : 20 (m = 0,05), periode
gelombang yang wajar berkisar dari T = 6 detik sampai dengan T = 10 detik.
Hitunglah :
Tekanan maksimum, gaya horisontal, dan momen guling terjadi pada kaki dinding,
Penyelesaian :
Dari contoh soal no 5, tinggi gelombang pecah maksimum untuk kedalaman air 2,5 meter
dan landai dasar pantai 0,05 untuk periode gelombang 6 detik dan 10 detik adalah :
Hb = 2,8 meter untuk T = 6 detik dan
Hb = 3,2 meter untuk T = 10 detik
Panjang gelombang pada kaki bangunan (d = 2,5m) dapat dicari dengan menggunakan Tabel
C-1 Appendix C. Pertama dihitung panjang gelombang pada kedalaman 2,5 m dan periode
gelombang T = 6 detik :

97
gT 2 9,81. 62
L0    56,2 meter
2 2
d 2,5 d
  0,04448 berdasarkan Tabel C-1, Appendix C didapat  0,08826
L0 56,2 L

d 2,5
Ld    28,3 meter
0,08826 0,08826
Berdasarkan persamaan 3.72
D  d s  Ld m  2,5  28,3. (0,05)  3,9 meter

D 3,9 D
  0,0694 berdasarkan Tabel C-1 didapat  0,1134
L0 56,2 LD

D 3,9
LD    34,3915 meter
0,1134 0,1134
Dipakai LD = 35 meter
Berdasarkan persamaan 3.69 dicari nilai Pm :
Hb ds
Pm  101 w (D  ds )
LD D

2,8m 2,5m
Pm  101.1,025 ton / m3 (3,9m  2,5m)  33,9774 ton / m2
35m 3,9m
Kedua dihitung panjang gelombang pada kedalaman 2,5 m dan periode gelombang T = 10
detik :
gT 2 9,81.102
L0    156,2 meter
2 2
d 2,5 d
  0,01600 berdasarkan Tabel C-1, Appendix C didapat  0,05132
L0 156,2 L

d 2,5
Ld    48,714 meter
0,05132 0,05132
Berdasarkan persamaan 3.72
D  d s  Ld m  2,5  48,714. (0,05)  4,94 meter

D 4,94 D
  0,0316 berdasarkan Tabel C-1 didapat  0,07385
L0 156,2 LD

98
D 3,94
LD    53,35138 meter
0,07385 0,07385
Dipakai LD = 54 meter
Berdasarkan persamaan 3.69 dicari nilai Pm :
Hb ds
Pm  101 (D  ds )
LD D

3,2m 2,5m
Pm  101.1,025 ton / m3 (4,94m  2,5m)  23,0987 ton / m2
54m 4,94m
Nilai di atas dapat dicari secara cepat dengan menggunakan grafik pada Gambar 3.27.
d 2,5
2
  0,00707
gT 9,81 . 62
m  0,05
Pm
Dari gambar 3.27 didapat  12
w Hb

Pm  12 .  w . H b Pm  12 .1,025. 2,8  34,44 ton / m 2

Untuk T = 10 detik
d 2,5
2
  0,002548
gT 9,81 . 102
m  0,05
Pm
Dari gambar 3.27 didapat  5,5
w Hb

Pm  5,5.1,025. 3,2  18,04 ton / m 2

Gaya yang ditimbulkan adalah luas distribusi tekanan dinamis yaitu :


Pm . H b
Rm 
3
Untuk T = 6 detik
33,9774 . 2,8
Rm   31,7122 ton / meter
3
Untuk T = 10 detik

99
23,0987 . 3,2
Rm   24,6386 ton / meter
3
Momen guling dapat dicari dengan menggunakan persamaan 3.71
M m  Rm . d s

M m  31,7122.2,5  79,2805 ton meter (T = 6 detik)

M m  24,6386.2,5  61,5965 ton meter (T = 10 detik)


2
 H 
w  ds  b 
Rt  Rm  
2 
 Rm  Rs
2
Untuk T =6 detik
2
 2,8 
1,025  2,5  
Rt  31,7122   2 
 31,7122  7,7951  39,5073 ton
2
Untuk T = 10 detik
2
 3,2 
1,025  2,5  
Rt  24,6386   2 
 24,6386  8,6151  33,2537 ton
2
Mecari momen total yang bekerja pada kaki bangunan digunakan persamaan (3.74) :
3
 H 
w  ds  b 
Mt  Mm  
2 
 Mm  Ms
6
Untuk T = 6 detik
3
 3,2 
1,025  2,5  
M t  61,5965   2 
 79,2805  10,1336  89,4141 ton meter
6
Untuk T = 10 detik
3
 2,8 
1,025  2,5  
M t  79,2805   2 
 61,5965  7,0644  68,6609 ton meter
10

100
Pm

SWL

ds
D

ds
gT 2

ds 3Rm P
Gambar 3.27. Hubungan antara 2
dengan 2
dan m
gT w Hb wHb

101
3.16.3. Gaya gelombang pecah pada dinding di atas tumpukan batu
Gaya gelombang pecah pada dinding di atas tumpukan batu dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan (3.69) atau Gambar 3.28. Cara menghitung gaya dan momen sama
dengan contoh Soal No. 6. kecuali apabila rasio ds/D digunakan sebagai pengganti lereng
dekat pantai ketika menggunakan Gambar 3.28. Persamaan manikins awalnya diturunkan
untuk breakwater. Untuk struktur mahal, model hidrolik harus digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan.
Apabila puncak struktur (dinding vertikal) lebih rendah dari puncak gelombang pecah
maka komponen gaya dinamik dan hidrostatik dari gelombang pecah dan momen guling
dapat dikoreksi dengan menggunakan gambar 3.29 dan gambar 3.30. Gambar 3.29 Gambar
3.29 adalah faktor reduksi kekuatan Manikin untuk diterapkan pada komponen dinamis dari
persamaan gaya gelombang pecah :
R' m  rm Rm ....................................................................................................... (3.75)
Gambar 3.30 memberikan faktor pengurangan momen untuk digunakan dalam persamaan :
M 'm  d s RM  (d s  a)(1  rm ) Rm ..................................................................... (3.76)
Atau
M 'm  Rm rm (d s  a)  a ................................................................................ (3.77)

Contoh Soal 7 :
Sebuah dinding laut vertikal tinggi 3 m dengan kedalaman air pada kaki bangunan ds = 2,5
m dibangun pada pantai dengan landai 1 : 20 (0,05). Hitung pengurangan kekuatan dan
momen guling yang disebabkan karena ketinggian dinding berkurang, apabila periode
gelombang T = 6 detik dan 10 detik.

Penyelesaian :
Menghitung tinggi gelombang pecah, kekuatan tereduksi, dan Momen sebagai kelanjutan
dari contoh sebelumnya. Dari contoh soal sebelumnya telah diperoleh
Hb = 2,8 meter untuk T = 6 detik
Hb 2,8
2
  0,0079
gT 9,81. 6 2

102
Hb
Dengan menggunakan gambar 3.20 untuk  0,0079 dan m = 0,05
gT 2
didapat db /Hb = 1,07
db = 1,07 x Hb = 1,07 x 2,8 = 3 meter > ds
Dari contoh soal sebelumnya telah diperoleh Rm = 31,7122 ton/meter
Mm = 79,2805 ton meter
Hb = 3,2 meter untuk T = 10 detik
Hb 3,2
2
  0,0032
gT 9,81.102

Hb
Dengan menggunakan gambar 3.20 ntuk  0,0032 dan m = 0,05
gT 2
didapat db /Hb = 0,95
db = 0,95 x Hb = 0,95 x 3,2 = 3 meter > ds
Dari contoh soal sebelumnya telah diperoleh Rm = 24,6386 ton/meter
Mm = 61,5965 ton meter
Untuk gelombang pecah dengan periode T = 6 detik, tinggi puncak gelombang pecah diukur
dari dasar laut adalah :
 H   2,8 
 d s  b    2,5    3,90 meter
 2   2 
Nilai b' sebagaimana terlihat dalam gambar 3.29 adalah 1,9 m (yaitu, ketinggian Hb
dikurangi minus tinggi yang dicapai oleh gelombang pecah dikurangi elevasisi puncak
dinding.
b' 1,9
  0,679
H b 2,8
Dari gambar 3.29 didapat rm = 0,83
Selanjutnya, dengan persamaan (3.75)
R’m = rm . Rm = 0,83 . 31,7122 = 26,3211 ton/meter
b' 2a
Dari gambar 3.30, dengan  0,679 didapat = 0,57
Hb Hb

0,57 . 2,8
Dengan demikian a   0,80 meter
2

103
Dengan persamaan 3.78 didapat :

M ' m  Rm rm (d s  a )  a  31,71220,83(2,5  0,80)  0,80  61,49 ton meter

Untuk gelombang pecah dengan periode T = 10 detik, tinggi puncak gelombang pecah
diukur dari dasar laut adalah :

 H   3,2 
 d s  b    2,5    4,10 meter
 2   2 

Nilai b' sebagaimana terlihat dalam gambar 3.29 adalah 2.1 m (yaitu, ketinggian Hb
dikurangi minus tinggi yang dicapai oleh gelombang pecah dikurangi elevasisi puncak
dinding.

b' 2.1
  0,656
H b 3,2

Dari gambar 3.29 didapat rm = 0,785


Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan (3.75) dicari R’m

R’m = rm . Rm = 0,785 . 24,6386 = 19,3413 ton/meter


b' 2a
Dari gambar 3.30, dengan  0,656 didapat = 0,53
Hb Hb

0,53. 3,2
Dengan demikian a   0,848 meter
2
Dengan persamaan 3.78 didapat :

M ' m  Rm rm (d s  a )  a  24,6386 0,785(2,5  0,848)  0,848  43,8611ton meter

Gaya dan momen yang ditimbulkan oleh air diam dapat dihitung berdasarkan distribusi
tekanan air diam sebagaimana ditunjukkanpada Gambar 3.26 dengan asumsi tekanan air
diam akan bernilai nol pada Hb/2 di atas SWL dan hanya diambila bagian dari daerah di
bawah distribusi tekanan yang berada di bawah puncak dinding

104
ds
gT 2
ds 3Rm Pm
Gambar 3.28. Hubungan antara 2
dengan 2 dan
gT w Hb w Hb

105
rm

b'
Hb

b'
Gambar 3.29. Hubungan antara dengan rm
Hb

106
b'
Hb

2a
Hb

2a b'
Gambar 3.30. Hubungan antara dan
Hb Hb

107
3.16.3. Gaya Gelombang telah Pecah
Bangunan pantai dapat berada di tempat yang terkena tekanan akibat gelombang angin
atau gelombang pasang surut yang sudah pecah sebelum membetur bangunan. Belum ada
penelitian yang dilakukan untuk menghubungkan kekuatan gelombang pecah ke berbagai
parameter gelombang, hal ini perlu dilakukan yaitu untuk menyederhanakan asumsi tentang
gelombang untuk memperkirakan kekuatan desain. jika dikehendaki estimasi kekuatan yang
lebih akurat perlu dilakukan model tes.
Diasumsikan bahwa, segera setelah gelombang pecah, massa air dalam gelombang
bergerak maju dengan kecepatan jalar yang dicapai sebelum pecah. Setelah pecah gerakan
partikel air berubah dari berosilasi ke translasi, kemudian masa air bergerak naik ke dan di
atas permukaan air tenang menuju ke pantai. Daerah pecah terbagi menjadi dua bagian yaitu
arah laut dan arah darat dari garis pantai. Untuk perkiraan konservatif gaya gelombang,
diasumsikan bahwa baik tinggi gelombang maupun kecepatan gelombang menurun dari titik
pecah sampai ke garis pantai. Setelah melewati garis pantai gelombang akan berjalan ke atas
(run-up) dengan ketinggian sampai dua kali tinggi gelombang pecah. Kemudian kecepatan
dan tinggi gelombang menurun hingga nol. Run-up gelombang dapat diistimasi secara lebih
akurat dengan cara sebagaimana yang akan dipelajari dalam bab IV.
Uji model menunjukkan bahwa, tinggi gelombang pecah di pantai adalah sekitar 78 persen
dari tinggi gelombang pecah Hb (Wiegel, 1964).
Ditinjau potongan dinding menghadap ke arah laut dari garis garis pantai
Dinding yang terletak di garis pantai, akan menerima dua tekanan dari arah laut, yaitu
sebagian berupa tekana dinamis gelombang dan sebagian lain berupa tekanan hidrostatik
(lihat gambar 3.31). Dengan menggunakan persamaan pendekatan :

C  g db

dengan :
C = kecepatan rambat gelombang
g = percepatan gravitasi
db = kedalaman air pada gelombang pecah
maka besarnya tekanan dinamik dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :

108
w C 2 w db
Pm   ............................................................................................. (3.78)
2g 2
dengan :
Pm = tekanan dinamik gelombang
w = berat volume air
PS
Pm

hC Hb
SWL
dS
db

Gambar 3.31. Gelombang pecah di depan dinding vertikal

Apabila tekanan dinamik gelombang terdistribusi secara seragam dari SWL ke


ketinggian hc, maka hc diberikan persamaan sebagai berikut :
hc  0,78 db .............................................................................................................. (3.79)

Kemudian komponen tekanan dinamik gelombang diberikan persamaan sebagai berikut :


w db hc
Rm  Pm hc  .............................................................................................. (3.80)
2
Dan momen guling yang disebabkan oleh tekanan dinamik adalah :

 h 
M m  Rm  d s  c  ................................................................................................ (3.81)
 2
dengan :
ds = kedalaman air di kaki bangunan
Komponen tekanan air diam (hidrostatik) akan bervariasi dari nol pada ketinggian hc dan maksimum
(Ps) di dasar dinding, tekanan maksimum dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

Ps  w (d s  hc ) ....................................................................................................... (3.82)

Oleh karena itu komponan tekanan air diam (hidrostatik) adalah :

109
w d s  hc 
2
Rs  ...................................................................................................... (3.83)
2
Sehingga komponen monen gulingnya adalah :

 d  hc  w d s  hc 
3
M m  Rs  s  = .......................................................................... (3.84)
 3  6
Tekanan total yang diterima dinding adalah merupakan jumlah dari kedua tekana di atas yaitu,
komponen dinamis dan komponen statis, sehingga :

Rt  Rm  Rs .............................................................................................................. (3.85)

dan
M t  M m  M s .......................................................................................................... (3.86)

Contoh Soal 8 :
Elevasi kaki dinding laut vertikal adalah 0,6 m di atas elevasi rata-rata permukaan air air rendah
(MLLW). Rata-rata muka air tinggi (MHHW) adalah 1,3 m di atas MLLW, kemiringan pantai
(landai pantai) 1 : 20, tinggi gelombang pecah (Hb) = 3,0 m, dan periode gelombang (T) = 6 detik.
Hitung gaya gelombang total dan momen yang bekerja pada dinding apabila muka air tenang (SWL)
sama dengan MHHW.

Penyelesaian :
Kedalaman gelombang pecah (db) dicari dengan menggunakan gambar 3,20 :
Hb 3
2
  0,0085
g.T 9,8.62
Landai pantai (m) = 1/20 = 0,05
db
Berdasar gambar 3,20 didapat  1,10
Hb

db  1,10. H b  1,10.3  3,30 meter

Berdasar persamaan 3.79 hc  0,78 H b  0,78.3,0  2,30 meter


Berdasar persamaan 3.80, komponen gaya dinamik adalah :

w d b hc 1,025.3,30 . 2,30
Rm  =  3,89 ton /meter
2 2
Dari persamaan 3,81, besarnya momen adalah :

110
 h   2,30 
M m  Rm  d s  c  = 3,89  0,7    7,1965 ton meter
 2  2 
Dengan d s  0,7 meter adalah kedalaman pada kaki dinding ketika air tenang (SWL).
Gaya hidrostatik dan momen dapat dicari dengan persamaan 3,83 dan persamaan 3.84 :

w d s  hc  1,025 0,7  2,30


2 2
Rs  =  4,6125 ton
2 2
w d s  hc  1,025 (0,7  2,3)3
3
Ms    4,6125 ton meter
6 6
Dengan demikian besarnya gaya total (Rt) dan momen total (Mt) adalah meburut persamaan 3.85 dan
persamaan 3.86 :
Rt  Rm  Rs  3,89  4,6125  8,5025 ton

M t  M m  M s  7,1965  4,6125  11,809 ton meter

3.16.4. Efek sudut datangnya gelombang


Bilamana gelombang pecah atau gelombang pecah sebelum mengenai kontruksi seperti groin,
bulkhead, dinding laut (seawall), dan atau pemecah gelombang datangnya menyudut, maka
komponen gaya dinamik akan lebih kecil dari gelombang pecah atau gelombang pecah sebelum
mengenai konstruksi yang menghantam konstruksi secara tegak lurus. Gaya gelombang akan
berkurang menjadi :
R'  R Sin 2 ..................................................................................................... (3.87)
dengan
α = adalah sudut antara dinding dengan arah datangnya gelombang,
R’ = adalah pengurangan komponen gaya dinamik
R = gaya dinamik gelombang yang datang secara tegak lurus terhadap dinding
Persamaan 3,87 dikembangkan dengan penjelasan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
3.32. Pengurangan gaya sebagaimana persamaan 3.87 hanya berlaku untuk komponen gaya
dinamik untuk gelombang pecah atau gelombang pecah sebelum mengenai konstruksi, dan
tidak berlaku untuk komponen hidrostatik. Pengurangan gaya tidak dapat diterapkan untuk
pemecah gelombang tipe tumpukan batu (rubble mound structure). Gaya maksimum tidak
bertindak di sepanjang dinding secara bersamaan; akibatnya kekuatan rata-rata per satuan
panjang di dinding akan lebih rendah.

111
W = 1/sin α

α
α
Dinding vertikal

Rn

Satuan panjang sepanjang puncak gelombang datang

R = gaya dinamik per satuan panjang dinding untuk


gelombang datang tegak lurus dinding
Rn = gaya nornal pada dinding, Rn = R sin α
W = panjang sepanjang dinding yang dipengaruhi oleh
satuan panjang dari puncak gelombang, W=1/sinα
R’ = gaya dinamik per satuan panjang dinding

Rn R sin 
R'    R sin 2 
W 1 / sin 

Gambar 3.32. Efek sudut datangnya gelombang

3.16.5. Efek dinding tidak vertikal


Persamaan sebelumnya disajikan untuk gaya gelombang pecah dan gaya gelombang
pecah sebelum mengenai konstruksi, dan hanya dapat digunakan untuk dinding vertikal atau
mendekati vertikal. Apabila permukaan dinding di arah gelombang datang miring (tidak
vertikal) lihat Gambar 3.33a, maka komponen gaya dinamik horisontal akibat gelombang
pecah akan berkurang menjadi R” :

R"  R' sin 2  .................................................................................................... (3.88)


dengan : θ didefinisikan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.33.

112
θ θ

a) dinding laut sisi muka miring b) dinding laut sisi muka bertangga

θ θ

c) dinding laut sisi muka lengkung c) dinding laut sisi muka lengkung
sebagian penuh
g
Gambar 3.33. Dinding laut dengan sisi depan tidak vertikal

Contoh Soal 9 :
Konstruksi dinding laut dengan ds = 2,30 metere, dibangun pada suatu pantai dengan
kemiringan 1 : 20, dikenai gelombang pecah Hb = 2,6 meter, periode T = 6 detik, dengan
sudut datang gelombang α = 80o, bagian depan dinding dibuat miring dengan kemiringan
10 : 1 ( vertikal : horisontal).
Hitung :
a. Total pengurangan gaya gelombang horisontal
b. Total pengurangan momen guling (catatan : dengan mengabaikan komponen gaya
vertikal hidrostatik).
Penyelesaian :
Kedalaman gelombang pecah (db) dicari dengan menggunakan gambar 3,20 :
Hb 2,6
2
  0,0074
g.T 9,8.62
Landai pantai (m) = 1/20 = 0,05
db
Berdasar gambar 3,20 didapat  1,06
Hb

113
db  1,06. Hb  1,10. 2,6  2,756 meter

Berdasar persamaan 3.79 hc  0,78 Hb  0,78. 2,60  2,028 meter


Berdasar persamaan 3.80, komponen gaya dinamik adalah :

w d b hc 1,025. 2,756 . 2,028


Rm  =  2,864 ton /meter
2 2
Dari persamaan 3,81, besarnya momen adalah :

 h   2,028 
M m  Rm  d s  c  = 2,864  2,3    9,491 ton meter
 2  2 
Gaya hidrostatik dan momen dapat dicari dengan persamaan 3,83 dan persamaan 3.84 :

w d s  hc  1,025 2,3  2,028


2 2
Rs  =  9,6 ton
2 2
w d s  hc  1,025 (2,3  2,028)3
3
Ms    13,85 ton meter
6 6
Penggunaan persamaan 3.87 untuk gelombang datang menyudut, dipakai Rm = R, maka :
R'  Rm Sin 2 =2,864 Sin2 80o = 2,7776 ton/meter
demikian pula :
M '  M m Sin 2 = 9,491 Sin2 80o = 9,205 ton meter

Pengurangan gaya gelombang akibat sisi depan konstruksi miring 10 :1 :


Tan θ = 10 : 1, maka θ = 84,29o
Dengan menggunakan persamaan 3.88 dicari pengurangan gaya gelombang akibat sisi
miring :
R"  R' sin 2  = 2,7776 sin2 84,29o = 2,750 ton/meter
demikian pula :

M "  M ' sin 2  = 9,205 sin2 84,29o = 9,114 ton meter


Dengan demikian gaya gelombang total dan momen guling total merupakan penjumlah dari
komponen pengurangan gaya dinamik dan komponen gaya hidrostatik yang tidak
mengalami pengurangan :
Rt  R" Rs  2,750  9,6  12,35 ton

M t  M " M s  9,114  13,85  22,964 ton meter

114
115

Anda mungkin juga menyukai