Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI

ROSANA APRILIA
1814901210181

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS B
BANJARMASIN, 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI

A. Pengertian
Kedaruratan Psikiatri Adalah setiap gangguan pada pikiran, perasaan dan
tindakan seseorang yang memerlukan intervensi terapeutik segera Diantaranya
yang sering adalah suicide (bunuh diri) dan violence and assaultive behavior
(perilaku kekerasan dan menyerang).

B. Manifestasi Klinis/tanda dan gejala


1. Kata-kata keras/kasar atau ancaman akan kekerasan
2. Perilaku agitatif
3. Membawa benda-benda tajam atau senjata
4. Adanya pikiran dan perilaku paranoid
5. Adanya penyalah gunaan zat/intoksikasi alkohol
6. Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak
kekerasan
7. Kegelisahan katatonik
8. Episode Manik
9. Episode Depresi Agitatif
10. Gangguan Kepribadian tertentu
11. Adanya penyakit di Otak ( terutama di lobus frontal )

C. Faktor Predisposisi
1. Pria
2. Usia diatas 45 tahun
3. Tidak bekerja
4. Bercerai atau ditinggal mati pasangan hidupnya
5. Mempunyai riwayat keluarga yang bermasalah
6. Mempunyai penyakit fisik kronis
7. Mempunyai gangguan kesehatan jiwa
8. Hubungan sosial yang buruk baik terhadap keluarga/lingkungan
9. Cenderung mengisolasi diri
D. Faktor Presipitasi
1. Adanya ide bunuh diri/percobaan bunuh diri sebelumnya
2. Adanya kecemasan yang tinggi, depresi yang dalam & kelelahan
3. Ketersediaannya alat atau cara untuk bunuh diri
4. Adanya krisis dalam kehidupan baik fisik maupun mental
5. Adanya riwayat keluarga yang melakukan bunuh diri
6. Adanya kecemasan terhadap keluarga jika terjadi bunuh diri
7. Adanya keputus-asaan yang mendalam
8. Adanya ide-ide kekerasan disertai rencana dan sarana yang tersedia
9. Adanya riwayat kekerasan sebelumnya
10. Adanya riwayat gangguan impuls termasuk penjudi, pemabuk,
penyalahgunaan zat psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri
sendiri, Psikosis.
11. Adanya masalah dalam kehidupan pribadi yang nyata

E. Penatalaksanaan
Penanganan di pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik berprinsip untuk
menstabilkan kondisi kehidupan. Ketika distabilkan, pasien yang menderita
kondisi kronis dapat dipindahkan ke tempat yang menyediakan rehabilisasi
psikiatrik jangka panjang. Bentuk yang berbeda dari pengobatan psikiatrik,
psikoterapi, atau terapi ECT dapat digunakan dalam penanganan
kegawatdaruratan.
Pengenalan dan keefektifan dari pengobatan psikiatrik sebagai pilihan
pengobatan di psikiatrik telah mengurangi pemanfaatan pengekangan fisik pada
kasus kegawatdaruratan psikiatrik, dengan mengurangi gejala berbahaya sakit
jiwa atau intoksikasi obat

F. Jenis – Jenis Kegawatdaruratan Psikiatrik


1. Percobaan Bunuh Diri
Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk menangani gangguan
mental yang dihubungkan dengan suatu resiko bunuh diri.
2. Perilaku Kekerasan
Agresi dapat merupakan hasil dari faktor internal dan eksternal yang
menciptakan suatu pengaktifan pada sistem syaraf yang otonom. Pengaktifan
ini dapat muncul menjadi gejala seperti meninju rahang, melompat,
membanting pintu, menampar, atau menjadi mudah terkejut.
3. Psikosis
Menentukan sumber psikosis dapat menjadi sulit. Kadang pasien masuk ke
dalam status psikosis setelah sebelumnya putus dari perawatan yang
direncanakan. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik tidak akan mampu
menyediakan, psikosis akut digolongkan sebagai keadaan yang memerlukan
penanganan darurat yang segera dan penuh perhatian. Tidak adanya
perawatan dan identifikasi dapat mengakibatkan bunuh diri, pembunuhan,
atau kekerasan.
4. Ketergantungan dan Penyalahgunaan Obat
Penyebab umum lain pada penderita dengan gejala psikosis adalah
intoksikasi obat.
5. Reaksi dan Interaksi Obat
Overdosis, interaksi obat, dan reaksi berbahaya dari pengobatan psikiatris,
terutama antipsikotik, dimasukkan ke dalam kegawatdaruratan psikiatri.
6. Gangguan kepribadian
Gangguan yang termanifestasi pada kelainan fungsi pada area kognisi, afek,
fungsi interpersonal dan impuls kontrol dapat digolongkan sebagai gangguan
kepribadian. Pasien yang menderita gangguan kepribadian pada umumnya
tidak akan mengeluh tentang gejala gangguan mereka. Pasien menunjukkan
perilaku curiga, psikosis, atau delusi.
7. Kecemasan
Pasien yang menderita kasus kecemasan yang ekstrim boleh mencari
perawatan ketika semua sistem pendukung telah dikerahkan dan mereka tidak
mampu untuk menghilangkan kecemasan itu.
8. Bencana
Bencana alami dan hasil perbuatan manusia dapat menyebabkan stress
psikologis yang parah pada korban peristiwa tersebut. Dampak bencana dapat
menyebabkan orang untuk merasa shock, merasa panik, atau kebingungan.
Jam, hari, bulan dan bahkan tahun setelah suatu bencana, individu dapat
mengalami mimpi buruk, kelesuan, penarikan diri, memori memburuk,
kelelahan, hilangnya selera, kesulitan untuk tidur, depresi, lekas marah, atau
serangan panik. Pasien yang menderita gangguan ini sering datang ke rumah
sakit jiwa untuk menstabilkan diri.
9. Pelecehan
Peristiwa fisik, perkosaan atau pelecehan seksual dapat mengakibatkan hasil
yang berbahaya kepada korban dari tindakan kriminal. Korban dapat
menderita kecemasan yang ekstrim, ketakutan, ketidakberdayaan,
kebingungan, gangguan makan atau tidur, permusuhan, rasa bersalah dan
malu.
G. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah
sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian
dengan cara:
a. Observasi:
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang
b. Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah
yang dirasakan klien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda
marah adalah sebagai berikut:
1) Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam),
jengkel.
2) Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
3) Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
4) Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan,
tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
5) Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
humor.
2. TindakanKeperawatan
Ansietas (berat sampai panik) atau ketakutan
a. Kaji derajat ansietas yang muncul, perilaku yang berkaitan dan realitas
ancaman yang dirasakan oleh klien
b. Pertahankan dan hargai batas ruang pribadi klien (kira-kira diameter
120cm disekeliling klien)
c. Bentuk hubungan saling percaya dengan klien
d. Identifikasi apakah peristiwa telah teraktivasi situasi yang ada
sebelumnya atau menyertai situasi (fisik/psikologis)
e. Observasi dan dapatkan informasi tentanf cedera fisik, dan kaji gejala
seperti mati rasa, sait kepala, dada terasa sesak, mual, dan jantung
berdetak keras.
f. Perhatikan adanya nyeri kronis atau gejala nyeri lebih dari derajat cedera
fisik
g. Evaluasi aspek sosial trauma/peristiwa tersebut (misal: kecacatan, kondisi
kronis, ketidakmampuan permanen)
h. Identifikasi respon psikologis. Perhatikan perilaku tertawa, menangis,
tenang atau agitasi, eksitasi (histeris), ekspresi ketidakpercayaan dan/atau
menyalahkan diri sendiri. Catat perubahan emosi
i. Tentukan derajat disorganisasi. Indikator tingkat intervensi yang
dibutuhkan.
j. Identifikasi perkembangan reaksi fobik terhada benda biasa (misal: pisau,
situasi, daan kejadian)
k. Dampingi klien, pertahankan sikap tenang dan percaya diri, bicara dengan
pernyataan singkat, gunakan kata-kata sederhana.
l. Sediakan lingkungan yang konsisten dan tidak mengancam
m. Tingkatkan aktivitas/keterlibatan dengan orang lain secara bertahap
n. Diskusikan persepsi klien tentang apa yang menyebabkan ansietas
o. Bantu klien mengidentifikasi perasaan yang dialami dan berfokus pada
bagaimana kopingnya. Anjurkan klien untuk membuat tulisan tentang
perasaannya, faktor yang mencetuskan, perilaku yang berkaitan.
p. Gali dengan klien cara klien menghadapi peristiwa yang menimbulkan
cemas sebelum trauma
q. Libatkan klien dalam mempelajari perilaku koping yang baru (misal:
relaksasi otot progresif, berhenti berpikir)
r. Beri umpan balik positif jika klien mendemostrasikan cara yang lebih
baik untuk menangani ansietas dan mampu menguasai situasi dengan
tenang dan/atau realistik
s. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misal antidepresan: fluoksetin
(prozac), amoksapin(asendin), doksepin (sinequan), imipramin (trofanil),
inhibitor MAO fenelzin (nardil).

Ketidakberdayaan
a. Identifikasi perilaku koping saat ini atau masa lalu yang efetif dan
kuatkan penggunaannya
b. Perhatikan latar belakang etnik, persepsi budaya, agama dan kepercayaan
tentang kejadian (misal: pembalasan dosa dari Tuhan)
c. Rumuskan rencana keperawatan dengan klien, buat tujuan pencapaian
yang realistik
d. Dorong klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor pengendalian diri dan
juga faktor yang tidak dimiliki dalam kemampuan diri untuk
mengendalikan perilaku
e. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor jika mulai terjadi perasaan
tidak berdaya dan dan hilangnya pengendalian diri
f. Gali tindakan yang dapat digunakan klien selama periode stress (misal:
nafas dalam, berhitung sampai sampai 10, meninjau situasi, menyusun
ulang)
g. Beri umpan balik positif jika klien menggunakan metode konstruktif
untuk mendapatkan kembali pengendalian diri.
h. Tingkatkan keterlibatan dalam terapi kelompok
i. Kolaborasi libatkan dalam pelatihan asertif yang sesuai

Potensial membahayakan diri atau orang lain


a. Evaluasi adanya destruktif atau perilaku bunuh diri, (misalnya perubahan
alam perasaan, semakin menarik diri). Kaji keseriusan ancaman (misalnya
gerak-gerik, usaha sebelumnya). (Gunakan skala 1-10 dan prioritaskan
menurut keparahan ancaman, tersedianya alat).
b. Anjurkan klien untuk mengidentifikasi dan menyatakan pemicu stimulus,
faktor penyebab yang mengakibatkan potensi kekerasan atau aktual oleh
klien.
c. Negosiasikan kontrak dengan klien tentang tindakan yang harus diambil
jika merasa hilang kendali
d. Bantu klien memahami bahwa perasaan marah mungkin sesuai dalam
suatu situasi, tetapi perlu diekspresikan secara verbal atau dalam cara
yang dapat diterima bukan bertindak menuruti perasaan marah dengan
cara destruktif.
e. Pantau tingkat kemarahan (misalnya bertanya, menolak, pengungkapan
secara verbal, intimidasi, marah yang meledak-ledak)
f. Beri tahu klien untuk menghentikan perilaku berbahaya. Gunakan
pengendalian lingkungan (seperti membawa klien ke tempat yang tenang,
memegang klien), jika perilaku terus meningkat. Berbicara secara lemah
lembut dan perlahan.
g. Lakukan tindakan mengurangi peningkatan kemarahan sesuai indikasi,
misalnya:
1) Ambil jarak dari klien, posisikan diri pada salah satu sisi; tetap
tenang, tetap berdiri atau duduk, ambil posisi postur “terbuka”
dengan tangan di samping
2) Berbicara dengan lembut, panggil nama klien, akui perasaan klien,
ekspresikan rasa penyesalan tentang situasi, tunjukkan empati.
3) Hindari menunjuk, menyuruh, menghardik, menantang
menginterupsi, mendebat, meremehkan atau mengintimidasi klien.
4) Minta izin untuk bertanya, mencoba untuk melihat peristiwa yang
memicu dan setiap emosi yang mendasari, seperti takut, ansietas atau
penghinaan; tawarkan solusi/alternatif.
h. Libatkan dalam program latihan, dalam program aktivitas di luar rumah
(gerak jalan, mendaki); anjurkan aktivitas olahraga (kelompok atau
individu)
i. Kolaborasi gunakan pengasingan atau restrai sampai memperoleh kembali
kendali diri, sesuai indikasi. Beri obat, sesuai indikasi, misalnya litium
karbonat (Eskalith).

Ketidakefektifan koping individu


a. Identifikasi dan diskusikan derajat disfungsi koping (misalnya
menyangkal, rasionalisasi), meliputi penggunaan/penyalahgunaan zat
kimia.
b. Waspasai dan bantu klien menggunakan kekuatan ego dalam cara yang
positif, akui kemampuan menangani apa yang sedang terjadi
c. Izinkan klien mengekspresikan perasaan secara bebas di ruangannya
sendiri. Jangan mendesak klien mengekspresikan perasaannya terlalu
cepat; hindari penenangan yang tidak tepat
d. Anjurkan klien untuk menyadari dan menerima perasaanya sendiri dan
reaksi yang diidentifikasi
e. Beri “izin” mengekspresikan/ menghadapi marah terhadap
penyerangan/situasi dalam cara yang dapat diterima.
f. Tetapkan diskusi pada tingkat praktis dan emosi, bukan dengan
mengintelektualisasi pengalaman.
g. Identifikasi orang-orang yang dapat mendukung klien
h. Kolaborasi
i. Beri konsulen/ahli terapi yang peka yang khusus dilatih dalam
manajemen krisis dan penggunaan terapi, misalnya psikoterapi (sebagai
penunjang medikasi), terapi implosif, flooding, hipnosis, relaksasi,
rolfing, kerja memori (memory work) atau restrukturisasi
j. Rujuk pada terapi okupasi, rehabilitasi vokasional

Berduka, maladaptif
a. Perhatikan ekspresi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri
secara verbal/nonverbal
b. Akui realitas perasaan bersalah dan bantu klien untuk mengambil langkah
ke arah resolusi
c. Beri penguatan bahwa klien membuat keputusan terbaik yang dapat
dibuat waktunya
d. Perhatikan tanda dan tahap berduka terhadap diri sendiri dan/atau orang
lain (misal; menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan)
e. Sadari adanya perilaku menghindar (misalnya marah, menarik diri)
f. Beri informasi tentang normalnya perasaan dan tindakan dalam
hubungannya dengan tahap berduka
g. Identifikasi faktor budaya dan cara individu menghadapi kehilangan
sebelumya. Tunjukkan kekuatan, keterampilan, koping positif individu
h. Beri penguatan penggunaan keterampilan koping efektif yang sebelumnya
i. Bantu orang terdekat untuk menghadapi respo klien
j. Kolaborasi dalam merujuk pada sumber lain (misalnya kelompok
pendukung/ sebaya, konseling, psikoterapi, rohaniawan)

Beberapa tindakan keperawatan yang juga bisa dilakukan untuk mengatasi


masalah diatas menurut Dochterman & Bulecheck (2004):
a. Abuse Protection Support
1) Identifikasi hal yang menyebabkan sulitnya pasien untuk mempercayai
orang lain atau perasaan tidak menyukai satu sama lain
2) Dengarkan penjelasan pasien mengenai kejadian yang terjadi
3) Identifikasi apakah kejadian yang diceritakan pasien sesuai dengan
mereka yang terlibat
4) Monitor reaksi yang kurang atau reaksi yang berlebihan dari pasien
5) Bantu keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme koping untuk
mengatasi situasi yang menyebabkan stress
6) Berikan keluarga informasi mengenai tanda-tanda penyalahgunaan
b. Active Listening
1) Jelaskan tujuan dari tindakan
2) Bina hubungan saling percaya
3) Gunakan pernyataan atau pertanyaan untuk menggali ekspresi pasien,
baik pikiran, perasaan dan kepentingan
4) Gunakan bahasa nonverbal untuk memfasilitasi komunikasi
5) Dengarkan ungkapan dan perasaan yang tidak berekspresi dari
percakapan
6) Hati-hati dengan nada, tempo dan volume dari perkataan
7) Waktu respon perawat yang tepat sehingga mencerminkan pemahaman
pesan dari pasien diterima dengan baik oleh perawat

c. Anger Control Assistance


1) Bina hubungan saling percaya
2) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
3) Tentukan ekspektasi perilaku yang tepat untuk ekspresi kemarahan,
mengingat tingkat fungsi kognitif dan fisik pasien
4) Batasi pasien mengalami situasi yang frustasi sampai pasien bisa untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang adaptif
5) Anjurkan pasien untuk mencari seseorang yang bertanggung jawab dan
bisa dipercaya untuk mendampingi selama masa-masa ketegangan
6) Cegah kegiatan intens seperti meninju tas, mondar-mandir atau
kegiatan yang berlebihan
7) Berikan umpan balik untuk membantu pasien mengidentifikasi
amarahnya

d. Environmental Management
1) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Identifikasi lingkungan yang aman yang dibutuhkan oleh pasien
3) Singkirkan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
4) Kurangi lingkungan yang dapat menstimulasi keinginan pasien untuk
bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2000). Standar Pedoman Perawatan Jiwa.

Corr, Charless A, Clyde Nabe, Clyde M. Nabe, Donna M. Corr. (2013). Death and
Dying, Life and Living. Brooks: Cole.

Kaplan & Saddock. (2017). Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

McCloskey, J.C. (2014). Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition.


Missouri: Mosby Elsevier.

Stuart, G.W &Laraia, M. T. (2015).Principels And Practice Of Psychiatric Nursing


(8 thed). Philadelphia: Elseiver Mosby.

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama


Banjarmasin, September 2019

Preseptor Akademik

( M. Anwari, Ns., M.Kep )

Anda mungkin juga menyukai