Scientific Research Programs Imre Lakatos sebagai Langkah MetodologisMenuju Teori
Ilmiah SCIENTIFIC RESEARCH PROGRAMS IMRE LAKATOS SEBAGAI LANGKAH METODOLOGIS MENUJU TEORI ILMIAH PEN Ilmu pengetahuan berawal dari keingintahuan manusia (curiosity) atas fenomenayang ada di sekitarnya atau pun tentang dirinya sendiri. Pada awalnya hasrat untukmengetahui itu terhambat oleh berbagai mitos yang berkembang di masyarakat. Mitosberhasil tertanam di pikiran manusia, karena keterbatasan pikiran manusia itu sendiriuntuk memberikan dan memperoleh penjelasan yang masuk akal. Mitos langsungmenyelinap ke dalam pikiran manusia tanpa prosedur ilmiah, ia lebih merupakan produkbudaya yang bersedimentasi dalam benak masyarakat tanpa respons kritis. Salah satu misi ilmiah adalah meruntuhkan mitos-mitos melalui penjelasan ilmiahyang dapat memuaskan dahaga keingintahuan manusia. Meskipun penjelasan ilmiah yangdiajukan pada suatu periode belum tentu dapat memuaskan komunitas ilmuwan padaperiode yang lain. Kendatipun demikian penjelasan ilmiah menuntut alur berpikir logisyang bermuara pada teori ilmiah. Sebuah teori ilmiah pada hakikatnya ialah kumpulanpernyataan, baik yang bercorak simbolik maupun tidak, yang mampu mengakomodasifakta yang ada di sekitarnya. Sejarah peradaban manusia memperlihatkan berbagai produk ilmiah yang mampumenggiring umat manusia ke arah kemajuan. Stephen F Mason dalam karyanya A Historyof Sciences (1962: 11) mengatakan:”Science, as we know it today, was a comparatively late product of the general development ofhuman civilization. Prior to the modern period of history, we cannot say that there was muchof a scientific tradition, distinct from the tradition of the philosophers on the one hand, andthat of the craftsmen on the other. The roots of science, however, ran deep, streching back tothe period before the appearance of civilization”. 2. 2. Hal yang menarik dalam pernyataan Stephen Mason di atas adalah bahwa akar ilmupengetahuan itu dapat dirunut kembali pada masa sebelum tampilnya peradaban manusia.Ini berarti sejarah ilmu itu bergerak seiring dengan evolusi manusia. Stephen Mason (1962: 11) melanjutkan dalam karya yang sama bahwa ilmupengetahuan itu memiliki akar historis dalam dua sumber utama, pertama tradisi teknisdimana pengalaman dan ketrampilan praktis didapatkan dan dikembangkan dari satugenerasi ke generasi lainnya; kedua tradisi spiritual dimana aspirasi dan gagasan manusiadiedarkan dan ditambah. Kalau kita melongok pada sejarah perkembangan ilmu, maka tradisi teknis danspiritual sebagaimana yang dikemukakan Mason itu tadi tampil jelas dalam panggungdunia ilmiah. Artinya, kita tidak dapat memutuskan bahwa produk ilmiah – entah berupakarya-karya imiah atau pun benda-benda teknologi – hadir begitu saja dalam kurunwaktu tertentu sebagai hal yang terpisah dengan masa-masa sebelumnya. Ada suatuperputaran sejarah ilmu yang menggelinding ibarat bola salju yang terus berakumulasi,sehingga menghadirkan teori ilmiah seperti sekarang ini. Honderich (1995: 945-950) menggambarkan dan mengilustrasikan beberapakonsep, hipotesis, dan teori ilmiah dalam peradaban umat manusia. Aristarchus pernahmengemukakan hipotesis tentang heliosentris pada abad 3 SM. Cleisthenes mengeluarkantirani dari Athena pada 510 SM dan memperkenalkan konsep demokrasi pada 508 SM.Eratosthenes (276 – 194 SM) telah membuat perkiraan yang baik tentang lingkar bumi.Galen telah membuat ensiklopedi kedokteran pada tahun 129 M. Kalender Islam pertamakali dibuat tahun 622 M. Penerjemahan warisan peradaban Yunani dalam bidangkedokteran, biologi, dan filsafat dilakukan pada jaman Dinasti Abbasiyah (GharibJaudah,2007:15). Universitas Eropah modern pertama kali didirikan di Bologna padatahun 1113. Universitas Paris didirikan pada tahun 1150, tahun 1167 menyusul universitasOxford. Pabrik kertas didirikan di Spanyol oleh kekhalifahan Arab pada tahun 1150.Columbus berhasil melintasi samudra Atlantik pada tahun 1492. Copernicusmemublikasikan teori Heliosentris pada tahun 1541. Mikroskop ditemukan pertama padatahun 1590 oleh Jansen. Kepler menemukan orbit planet-palanet yang bergerak secaraelips pada abad ke-16. Newton mempublikasikan Principia pada tahun 1687. 3. 3. Daftar temuan konsep, hipotesis, dan teori ilmiah itu dapat diperpanjang, namunintinya ialah bahwa ilmu pengetahuan memiliki sejarah panjang dalam peradabanmanusia. Permasalahannya ialah: Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan parailmuwan untuk tiba pada teori ilmiah itu? Apakah langkah-langkah metodologis yangdilakukan para ilmuwan itu selalu sama dari satu kurun waktu ke kurun waktuberikutnya? Kalau ada perbedaan langkah-langkah metodologis tersebut, seperti apaperbedaan tersebut? Apakah kelahiran sebuah teori ilmiah harus melalui langkah-langkahmetodologis yang sudah disepakati komunitas ilmuwan? Kalau ada perbedaan langkahmetodologis, dimana batas-batas kriteria perbedaan itu dapat ditoleransi? Bagaimanakontribusi Scientific Research Program Imre Lakatos dalam pembentukan danpengembangan sebuah teori ilmiah? Permasalahan- permasalahan inilah yang akanditelusuri lebih lanjut dalam tulisan ini untuk memperoleh kejelasan metodologis dalamlingkup Filsafat Ilmu. B. PEMBAHASAN B. 1 . Riwayat Hidup dan Karya Imre Lakatos (1922-1974) Lakatos dilahirkan dengan nama Imre Lipschitz di Debrecen, Hungarian pada tahun1922. Ia menerima gelar sarjana di bidang matematika, Fisika, dan filsafat dariUniversitas Debrecen pada tahun 1944. Kemudian ia aktif di partai komunis selamaPerang Dunia Kedua. Seusai perang ia melanjutkan pendidikannya di Budapest di bawahbimbingan Gyorgy Likacs dan bekerja sebagai pegawai senior di kementerian pendidikanHungaria. Bagaimana pun Lakatos merasa menemukan dirinya sendiri atas kehilangansisi argumentasi internal dalam Partai Komunis Hungaria ketika ia dipenjarakan selama3 tahun (1950-1953). Setelah keluar dari penjara, Lakatos kembali ke dunia akademik, mengerjakanpenelitian matematik dan menerjemahkan karya George Polya yang berjudul BagaimanaMemecahkan Persoalan ke dalam bahasa Hungaria. Sebagai seorang komunis, pandanganpolitik Lakatos tetap tegas sehingga ia terlibat dalam kelompok yang berhasilmenggulirkan Revolusi Hungaria pada tahun 1956. 4. 4. Setelah Soviet menginvasi Hungaria pada bulan November 1956, Lakatos melarikandiri ke Wina, dan akhirnya pindah ke Inggeris. Ia menerima gelar Doktor dalam bidangfilsafat pada tahun 1961 dari Universitas Cambridge. Buku pertamanya Proof andRefutations dipublikasikan setelah kematiannya. Pada tahun 1960 ia diangkat sebagaipengajar di Sekolah Ekonomi London, ketika itu ia menulis Filsafat Ilmu (Philosopy ofScience). Ia bekerja di departemen Filsafat Ilmu Sekolah Ekonomi London bersamadengan Karl Popper dan John Watkins. Ia menetap di Sekolah Ekonomi London sampaikematiannya tahun 1974. Lakatos Award didirikan Sekolah Ekonomi London setelahkematiannya. B.2. Tokoh-tokoh yang mempengaruhinya. Filsafat matematik Lakatos mendapat inspirasi dari dialektik Hegel dan Marx, teoriPengetahuan Popper dan karya matematik George Polya. Buku Proofs and Refutationsdidasarkan pada tesis doktoralnya. Buku itu sebagian besar diangkat dari seperangkatdialog fiksi dalam kelas matematik. Para mahasiswa berupaya untuk membuktikanperumusan untuk karakteristik Euler dalam tipologi aljabar, yang terkait dengan teorematentang sifat-sifat polyhedra. Dialog itu dimaksudkan untuk menghadirkan serangkaianupaya pembuktian yang dilakukan para ahli matematik dalam sejarah perkembanganilmu yang menawarkan perkiraan, hanya ada penyangkalan yang diulang- ulang melaluicontoh-contoh yang ditanggapi.. Acapkali para mahasiswa hanya mengutip pemikiranpara ahli matematik termashur. Seperti: Cauchy. Lakatos tidak bermaksud memapankan teorema matematik informal sebagaisesuatu yang final atau sempurna. Artinya kita tidak harus berpikir bahwa suatu teoremaitu harus benar secara ultimate, hanya lantaran tidak ada contoh tandingan(Counterexample) yang ditemukan. Contoh yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu suatuentitas yang bertentangan atau tidak dapat dijelaskan melalui teorema yang yangditemukan, kita menjelaskan teorema, mungkin dengan cara memperluas ranahvaliditasnya. Ini merupakan suatu cara akumulasi pengetahuan kita yangberkesinambungan, melalui logika dan proses pembuktian dan penyangkalan. Jika 5. 5. aksioma diberikan untuk suatu cabang matematik, maka Lakatos mengklaim bahwapembuktian dari aksioma itu bersifat tautologis, artinya benar secara logis. Lakatos mengusulkan sejumlah pengetahuan matematik yang didasarkan pada ideheuristik. Dalam Proofs and Refutations, pengertian heuristik tidak dikembangkan,padahal Lakatos memberikan beberapa aturan dasar untuk menemukan pembuktian dancontoh tandingan untuk dugaan. Ia berpikir bahwa eksperimen pemikiran matematikmerupakan suatu cara yang valid untuk menemukan dugaan dan pembuktian matematik,dan kadangkala menamakan filsafatnya Kuasi-empirisme.Bagaimana pun Lakatos mengonsepsikan komunitas matematik untuk mengangkat sejenisdialektik untuk memutuskan manakah pembuktian matematik yang valid dan mana yangtidak. Oleh karena itu Laktos secara fundamental menentang konsepsi pembuktian kaumformalis yang berlaku dalam pemikiran Frege dan Russell. Kedua tokoh itu membatasipembuktian secara sederhana dalam istilah validitas formal. Pada publikasinya, Proofs and Refutations, di tahun 1976, buku itu berpengaruhbesar pada karya baru dalam bidang Filsafat Matematik, walaupun beberapa tokoh yangtidak setuju dengan pemikiran Lakatos mencela keras tentang pembuktian formal.Sebelum kematiannya ia merencanakan untuk kembali pada filsafat matematik danmenerapkan teorinya tentang program riset pada bidang tersebut. Satu persoalan besaryang banyak dikritik ialah pola penelitian matematik yang digambarkan dalam Proofs andRefutations tidak dihadirkan oleh para ahli matematik kontemporer secara meyakinkan. Dengan demikian cukup banyak tokoh yang mempengaruhi pemikiran Lakatos,seperti: Hegel, Marx, Polya, Frege, Russell, Popper, Kuhn, bahkan Feyerabend, tokohyang paling akhir ini terlibat diskusi tentang filsafat ilmu sampai akhir hayat Lakatos. B .3. Titik Tolak Pemikiran Lakatos Dalam salah satu artikelnya Lakatos mengatakan: “Philosophy of science withouthistory of science is empty; history of science without philosophy of science is blind”. (TheLiang Gie, 1998: 8). Pernyataan ini mengindikasikan ada hubungan yang erat antarafilsafat ilmu dengan sejarah ilmu. Sejarah ilmu berisikan berbagai konsep, hipotesis, teoriyang pernah meramaikan peradaban umat manusia dalam rangka memahami dan 6. 6. menjelaskan fenomena alam. Fred Kerlinger sebagaimana disitir The Liang Giemenegaskan bahwa tujuan dasar ilmu ialah teori. Barangkali secara kurang tersembunyi,tujuan dasar ilmu ialah menjelaskan gejala-gejala alamiah. Penjelasan demikian itudisebut teori. (1997: 101). Kehadiran teori ilmiah dimaksudkan sebagai upaya manusiauntuk menjelaskan dan memahami secara lebih baik fenomena alam dan manusia.Persoalannya ialah keputusan ilmiah yang dibuat para ilmuwan dalam melahirkan suatuteori ilmiah tidak dapat berlangsung secara insidental. Ada proses dan prosedur yangharus dilalui para ilmuwan untuk dapat menghasilkan teori ilmiah yang berbobot. Ada hal yang lebih penting pada pengambilan keputusan ilmiah daripada sekadar halyang dapat dicakup dalam tingkatan putusan yang dibenarkan melalui permintaan untukmengatur perincian bentuk-bentuk teori ilmiah yang tersusun baik. Seorang ilmuwan yangterlatih dapat membuat putusan yang berkesinambungan, sehingga ia dapat menyediakan,bukan pembenaran di luar pengucapan, bagaimana hal-hal itu dipecahkannya. (Smith,1996: 232). Putusan ilmiah yang berkesinambungan berarti ilmuwan harusmemperhatikan dinamika perkembangan atau sejarah ilmu. Paling tidak ilmuwan itutidak memulai pengembangan teori itu dari titik nol.Thomas J. Hickey (2005: 2) ketikamengomentari pemikiran Thomas Kuhn tentang Structure of Scientific Revolutionsmenunjukkan pengaruh pemikiran James B. Conant atas Kuhn. Hickey menjelaskanbahwa Conant membedakan pandangan dinamika ilmu dengan pandangan statika ilmu.Statika ilmu merupakan sistematika tubuh pengetahuan (systematic body of knowledge),sedangkan dinamika ilmu menghadirkan ilmu sebagai aktivitas yang berlangsung danberlanjut. Pada pandangan yang dinamik bentuk pengetahuan sangat penting sebagaidasar bagi aktivitas penelitian lebih lanjut. Malcom Forster (1998: 1) mengemukakan bahwa corak pemikiran Lakatos tentang cirikesatuan ilmu bukan merupakan sebuah hipotesis yang diisolasi, melainkan lebihmerupakan a research programme, yang terdiri dari a hard core (theory), protective belt(auxiliary assumptions) dan a heuristic. Bagi Lakatos heuristic merupakan suatuperlengkapan pemecahan persoalan yang sangat kuat, melalui bantuan teknik matematikyang canggih, intisari berbagai penyimpangan( anomalies) dan bahkan perubahan-perubahannya menjadi pembuktian positif. 7. 7. Lakatos dalam salah satu artikelnya yang berjudul Science and Pseudo Science(Honderich, 1995: 21) mengemukakan bahwa dalam penalaran ilmiah, teori- teoridihadapkan pada fakta, dan satu dari kondisi sentral penalaran ilmiah ialah bahwa teoriharus didukung oleh fakta. Sekarang bagaimana persisnya fakta dapat mendukung teori?Beberapa jawaban yang berbeda telah dikemukakan. Newton sendiri berpikir bahwa iamembuktikan hukum-hukumnya dari fakta. Ia telah membuktikan bukan pengucapanhipotesis semata: ia hanya mempublikasikan teori-teori yang dibuktikan dari fakta.Secara khusus ia mengklaim bahwa ia menurunkan hukum-hukumnya dari fenomenayang disediakan oleh Kepler. Tetapi kesombongannya itu tidak bermakna, karenamenurut Kepler, planet bergerak menurut garis edar (elips), sedangkan menurut teoriNewton, planet hanya akan bergerak elips jika setiap planet itu tidak mengganggu satusama lain dalam gerakan mereka. Dengan demikian titik tolak pemikiran Lakatos diarahkan pada upaya untukmembangun scientific Research Program Lakatos dalam rangka pembentukan teori ilmiah. B. 2. Metodologi Sebagai Problem Keilmuan Lingkup pembahasan Filsafat Ilmu menurut Honderich (1995: 944) mencakupNature of Science, Main types of philosophy of science, and Methodology. Sub bahasanmetodologi itu mencakup kajian tentang metode induksi dan praanggapan uniformitasalam, metode hipotetiko-deduktif, konfirmasi dan koroborasi, falsifikasi, observasi daneksperimen, serta persoalan pengukuran. Scientific Research Program yang menjadi temautama penelitian ini merupakan salah satu perbincangan dalam metodologi. Metodologimenurut Toeti Heraty (1993: 4) mengandung 2 pengertian; pertama bidang logika yangmengkaji kaidah penalaran yang tepat; kedua kajian perihal urutan langkah-langkah yangditempuh (prosedur ilmiah), supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri ilmiah.Scientific Research Program dalam pemikiran Lakatos lebih relevan dengan pengertianmetodologi yang kedua, yakni terkait dengan prosedur ilmiah. 1. Science aims to give us, in its theories, a literally true story of the world is like, and acceptance of a scientific theory involves the belief that it is true. 2. Science aims to give us theories which are empirically adequate, and acceptance a theory involves as belief only that it is empirically adequate. 8. 8. 3. Science aims to provide the best possible explanatory account of natural phenomena, and acceptance of a scientific theory involves the belief that it belongs to such an account. (Bryan Ellis, 1996: 167). Philip Kitcher dalam artikelnya Theories, Theorist, and Theoretical Change mengatakan:“The general theory of reference provides us with universal principles for the determinationof reference, principles which we accept independently of our views about the referents ofexpressions in particular language and to which we appeal to evaluate such views. (Kitcher,2002: 166). Teori referensi ini menurut Kitcher akan membantu kita untuk memahami tandakalimat (sentence-tokens) yang dihasilkan oleh para ilmuwan terdahulu dalam teori-teorinya. Teori referensi ini merupakan sebuah teori penjelasan historis. (2002: 166).Sebab terminologi ilmiah yang dipergunakan para ilmuwan terdahulu kebanyakan sudahtidak kontekstual (a context-insensitive theory of reference), CIT. Tujuan penggunaan teorireferensi disini ialah untuk menjadikan terminologi teoritis terdahulu menjadikontekstual, context-sensitive theories, CST. (Kitcher, 2002: 166-167). B.3. Pokok Pemikiran Imre LakatosB.3.1. Pengembangan atas Pemikiran Karl Popper Popper dikenal sebagai seorang filsuf yang sangat rasionalist lantaran ia menaruhperhatian yang besar terhadap tujuan ilmu sebagai penghasil teori-teori yang menjelaskankebenaran. Dalam salah satu artikelnya Objective Knowledge Popper menegaskan: “ourmain concern in science and in philosophy is, our ought to be, the search for truth, there areexcellent reasons for saying that what we attempt in science is to describe and (so far aspossible) explain reality ”. (Smith, 1996: 46). Ujung tombak pemikiran Popper terletakpada penerapan prinsip falsifikasi untuk memastikan kebenaran suatu hipotesis atau punteori. Lakatos memperdebatkan perihal ‘falsifiable’ yang mengacu pada cara ilmudipraktekkan. Ia menafsirkan Popper sebagai filsuf yang menuntut para ilmuwan untukmemerinci kemajuan ilmu melalui jalan eksperimen penting atau observasi yang dapatdifalsifikasi, dan hal itu akan dianggap pseudo-ilmiah jika seseorang menolak untuk 9. 9. memerinci setiap pemfalsifikasi yang potensial. Kalau kemudian Popper tidak membatasipernyataan ilmiah dng pernyataan yang pseudo-ilmiah, akan tetapi selanjutnya justerumembedakan metode ilmiah dengan metode yang tidak ilmiah. Sedangkan kriteria Popper yang lebih terarah pada praktek, maka hal itu masih salahsebab hal itu "mengabaikan keuletan teori yang luar biasa." Para ilmuwan juga akanmenemukan beberapa hipotesis penolong yang mengakomodasi teori atau mengabaikanpersoalan itu dan langsung mengarahkan perhatian mereka pada persoalan-persoalanlain. Sebagai contoh beberapa persoalan terlalu sulit (misal: tak seorang pun yang menolakteori mekanika Newton lantaran tak dapat diprediksi seluruh sifat gerak perputaran aruszat cair, atau gerakan khaotis dari suatu pendulum fisik). Teori Popper secara tidak langsung menyatakan bahwa para ilmuwan harusmelepaskan suatu teori segera ketika mereka menemukan berbagai kesalahan,menempatkan kembali secara langsung teori dengan cara peningkatan hipotesis baru yang“tegas dan berdaya tinggi”. Lakatos mengikuti gagasan Quinian bahwa seseorang selalu dapat melindungi suatukepercayaan yang berharga dari bukti yang menentang melalui pengarahan kembali sikapkritis ke arah sesuatu yang dipercaya lainnya. Kesulitan ini diakui sendiri oleh Popperbagi penerapan prinsip falsifikasionisme. Dalam Falsifikasi Popper dikemukakan bahwa setiap ilmuwan meletakkan arah teorimereka dan bahwa alam menyangkal bentuk observasi yang tidak konsisten. MenurutPopper, pandangan para ilmuwan yang demikian itu irrasional demi untukmempertahankan teori mereka yang dihadapkan pada penolakan alam. Tetapi bagiLakatos, hal itu bukan berarti bahwa kita harus mengajukan sebuah teori dan alam yangbisa menyangkal hasil sebuah observasi, dan selanjutnya kita mengajukan suatu jaringanteori yang ruwet dan alam bisa menganggap itu tidak konsisten. Ketidakteguhan ini dapatdipecahkan kembali tanpa meninggalkan program riset kita dengan membiarkan pokokprogram (hard core) sendirian dan mengubah hipotesis- hipotesis penolong. Sebuah contoh yang diajukan Newton dalam tiga hukum gerakan, yangmenetapkan kuantitas setiap kekuatan. Dalam sistem Newtonian program riset ini tidakmembuka peluang bagi falsifikasi atas inti pokok program teori tersebut. Program riset ini 10. 10. menyediakan suatu kerangka kerja dimana riset dapat dijalankan dengan acuan tetappada anggapan prinsip pertama yang dilakukan bersama-sama yang melibatkan programriset, dan tanpa mempertahankan secara berkelanjutan prinsip pertama ini. Hal ini sesuaidengan gagasan Kuhn tentang paradigma. Lakatos juga percaya bahwa program riset mengandung aturan metodologis yangmenginstruksikan tentang langkah-langkah riset apa yang harus dihindari. Lakatosmenamakan hal ini dengan istilah heuristik negatif, sedangkan langkah-langkah yangharus diiikuti dinamakannya dengan istilah heuristik positif. Lakatos mengklaim bahwa tidak semua perubahan hipotesis penolong dalam programriset itu sama- sama diterima, ia menamakannya pergeseran problem. Ia percaya bahwapergeseran problem dapat dievaluasi sekaligus melalui kemampuan mereka dalammenjelaskan penolakan-penolakan yang tampak dan kemampuan mereka dalammenghasilkan fakta-fakta baru. Jika hal itu dapat dilakukan, maka Lakatos kemudianmengklaim terjadinya kemajuan dalam program riset. Kalau hal itu tidak terjadi,sehingga yang terjadi hanya perubahan sementara (ad-hoc), maka program riset itu tidakdapat memprediksi fakta-fakta baru, kemudian Lakatos memberinya label sebagai bentukkemerosotan. Hal yang sama juga berlaku atas penganut falsifikasionis yang cenderungmenolak modifikasi yang bersifat ad- hoc. (Chalmers, 1982: 53-54). Contoh tentangpernyataan bahwa semua roti baik bagi pertumbuhan manusia, tidak bisa dipertahankanlantaran kebanyakan orang di sebuah desa di Perancis menderita sakit parah bahkanmeninggal karena mengonsumsi roti. Modifikasi ad-hoc yang menyatakan bahwa semuaroti baik bagi pertumbuhan manusia, kecuali roti yang berasal dari gandum yang di tanamdi sebuah desa di Perancis, tidaklah dapat diterima oleh kaum falsifikasionis. Karena yangmenjadi penyebab sakit ketika mengonsumsi roti tersebut, bukanlah lantaran ditanam diwilayah tertentu, melainkan karena ada sejenis cendawan beracun yang menempel padatanaman gandum. B.3.2. Sebuah teka-teki tentang Prediksi Pada awalnya kita melihat dua buah contoh yang diajukan Popper, yakni teori Adlerpada sisi yang ekstrim dan teori Einstein pada sisi lain yang diilustrasikan sebagaiperbedaan antara akomodasi dan prediksi. Teori Adler hanya mengakomodasikan faktasebab teori itu bekerja di belakang pembuktian E pada asumsi pelengkap A yang 11. 11. diperlukan sehingga teori T memerlukan E (T & A ⇒ E). Pada sisi ekstrim yang lain, jikakejujuran intelektual mensyaratkan bahwa seorang ilmuwan harus memerinci suatupemfalsifikasi yang potensial untuk kemajuan’ , kemudian mereka harus memerinci Auntuk kemajuan. Itu merupakan suatu kondisi yang mencukupi bagi teori yang membuatprediksi. Tetapi masalahnya, apakah itu memang diperlukan? (Larvor,1998, Lakatos: AnIntroduction. London: Routledge. ISBN 0415142768 ). B.3.3.Pengembangan atas Pemikiran Kuhn Kontribusi Lakatos atas filsafat ilmu terletak pada usahanya untuk memecahkankembali pertentangan pendapat antara Falsifikasionisme Popper dan Struktur revolusiilmiah yang digambarkan Kuhn. Betapa pun Kuhn menggambarkan ilmu sebagairangkaian Normal Science, dimana para ilmuwan tetap berlanjut mempertahankan teorimereka yang dihadapkan pada anomali, diselingi dengan masa perubahan besarkonseptual. Gagasan pertarungan program riset ilmiah pada akhirnya mengarahkan kita padapersoalan: Bagaimanakah suatu program riset bisa dieliminasi? Keadaan itu berlangsungdari pertimbangan awal yang memperlihatkan suatu kemerosotan pergeseran persoalanyang tidak lebih dari suatu alasan yang cukup untuk mengeliminasi suatu program risetketimbang beberapa penyangkalan yang sudah ketinggalan jaman atau seperti yangdimaksudkan oleh Kuhn dengan bentuk krisis. Menurut Lakatos setiap alasan objektifselalu disiapkan melalui suatu persaingan program riset yang menjelaskan keberhasilanriset yang mendahuluinya dari pesaingnya dan penggantinya melalui suatu kekuatanheuristik lebih lanjut. Lakatos berusaha mencari suatu metodologi yang harmonis yang menampakkanpertentangan atas titik pandangan ini. Suatu metodologi yang dapat menyediakansejumlah kemajuan ilmiah yang rasional, konsisten dengan fakta sejarah. Bagi Lakatos, apa yang kita pikirkan sebagai “teori” merupakan kumpulan yangsesungguhnya rapuh, berbeda dengan teori yang dihimpun dari beberapa gagasan umumatau yang biasa dinamakan Laktos dengan inti pokok program (hard core). Lakatosmenamakan kumpulan ini dengan istilah program riset (Research Programs). Para 12. 12. ilmuwan yang terlibat dalam program ini akan melindungi inti teori dari usaha falsifikasidi belakang suatu sabuk pelindung ( a protective belt) dari hipotesis pelengkap (auxiliaryhypotheses). Sedangkan Popper pada umumnya meremehkan setiap ukuran sebagai halyang bersifat sementara (ad hoc). Lakatos ingin memperlihatkan bahwa pengaturan danpengembangan sabuk pelindung tidak secara niscaya keburukan bagi suatu programriset. Sebagai gantinya, persoalan apakah sebuah hipotesis itu benar atau salah, Lakatosmengajukan persoalan pada kita, apakah suatu program riset mengalami kemajuan ataukemunduran. Suatu program riset dikatakan maju bila ditandai denganperkembangannya, seiring dengan ditemukannya fakta baru yang menarik perhatian(stunning novel facts). Suatu program riset dikatakan mengalami kemunduran karenatidak berkembang, atau perkembangan dari sabuk pelindung yang tidak mengarah padafakta baru. Lakatos percaya bahwa jika suatu program riset mengalami kemajuan, kemudianprogram riset itu rasional bagi para ilmuwan untuk menjaga perubahan hipotesispelengkap agar tetap berpegang pada program riset dalam menghadapi berbagai anomali.Bagaimana pun, jika suatu program riset mengalami kemunduran, kemudian programriset itu menghadapi bahaya dari para pesaingnya, maka ia dapat difalsifikasi olehprogram riset pengganti yang lebih baik atau lebih maju. Hal inilah yang dipercayaLakatos terjadi dalam periode sejarah ilmu seperti yang digambarkan Kuhn sebagaibentuk revolusi. Revolusi ilmiah itu menjadi rasional, karena semata-mata bertentangandengan lompatan keyakinan.Kendatipun demikian ada beberapa butir pemikiran Kuhn yang tidak disetujui Lakatos.Pertama; bagi Lakatos kriteria demarkasi Kuhn cenderung bersifat subjektif, karenasangat tergantung pada apa yang dilakukan dan apa yang dipercaya para ilmuwan.Sebaliknya, Lakatos menuntut bahwa suatu statemen yang mungkin bersifat semu ilmiahmeskipun statemen tersebut sudah terkenal dan setiap orang sangat mempercayainya.Dan suatu statemen yang mungkin bernilai sangat ilmiah meskipun tak seorangpun yangmempercayainya. Kedua; Lakatos juga mempertanyakan apakah suatu kriteria demarkasiharus menjadi perbincangan tentang statemen mana yang ilmiah atau yang semu ilmiah,atau mana yang komunitas ilmiah mana yang bukan. Lakatos sebagai seorang neo-Popperian tumbuh dalam tradisi dimana logika merupakan sarana utama dalam filsafat 13. 13. ilmu, sedangkan Kuhn lebih tertarik pada sosiologi ilmu. Ketiga; Kuhn membandingkanantara ilmu dan agama, sedangkan Lakatos menolak perbandingan tersebut. (Malcolm R.Forster, 1998: 1). B.3. 4. Problem sains dan Pseudo-sains Penghargaan manusia atas pengetahuan merupakan salah satu karakteristikmanusia yang paling istimewa. Pengetahuan berasal dari bahasa latin scientia, dan sainsmenjadi nama jenis pengetahuan yang paling berharga. Tetapi apa yang membedakanpengetahuan dari takhayul, ideologi atau pseudo-sains? Menurut Lakatos, hal itudilakukan komunitas gereja Katolik di zaman Copernicus, demikian pula halnya denganPartai Komunis yang dihambat para pengikut Mendel atas dasar ajaran mereka yangdianggap pseudo-sains. Garis batas (demarkasi) antara sains dan pseudo-sains tidaklahsemata-mata suatu persoalan filosofis; tetapi juga terkait erat dengan problem kehidupansosial dan politik. (Lakatos, 1998: 20). Pada umumnya sebagian filsuf coba memecahkan persoalan demarkasi melaluisuatu pernyataan yang membentuk pengetahuan, sehingga banyak orang mempercayaipernyataan tersebut cukup kuat. Tetapi sejarah pemikiran menunjukkan kepada kitabahwa kebanyakan orang sangat menaruh perhatian pada kepercayaan- kepercayaan yangabsurd. Jika kekuatan kepercayaan merupakan suatu tanda pengetahuan, maka kitaseharusnya menghargai kisah-kisah tentang hantu, malaikat, setan, surga dan nerakasebagai pengetahuan. Para ilmuwan di pihak lain merupakan orang-orang yang sangatskeptik bahkan itu terdapat dalam teori-teori andalan mereka. Teori Newton merupakanteori ilmiah yang paling kuat yang pernah dihasilkan, tetapi Newton sendiri tidak pernahpercaya bahwa orang-orang tertarik satu sama lain pada suatu rentang waktu. Jadi takada satu tingkatan komitmen pada kepercayaan orang-orang yang membuat merekamengetahui satu sama lain. Memang tanda tingkah laku ilmiah adalah suatu bentukkeraguan yang pasti bahkan mengarah kepada teori-teori yang paling berharga.Komitmen yang membuta (taklid) terhadap sesuatu bukanlah keutamaan intelektual,melainkan kejahatan intelektual. 14. 14. Jadi sebuah pernyataan mungkin bersifat pseudo-sains bahkan jika itu merupakan“hal yang masuk akal” dan setiap orang percaya dan itu mungkin bernilai ilmiahwalaupun itu tak dipercaya dan tak seorang pun mempercayainya. Sebuah teori mungkinbernilai sangat ilmiah, walaupun tak seorangpun yang mengerti, namun biarlah orangmempercayainya. Nilai kognitif sebuah teori tidak ada hubungannya dengan pengaruhpsikologis terhadap pikiran manusia. Percaya, komitmen, pengertian merupakan bentuk-bentuk pikiran manusia. Tetapi objektif, nilai ilmiah suatu teori bebas dari pikiranmanusia. Yang menciptakannya atau memahaminya. Nilai ilmiah tersebut hanyatergantung pada dukungan objektif perkiraan- perkiraan yang mengandung fakta.Sebagaimana yang dikemukakan Hume:”Jika kita memahami beberapa hal seperti:ketuhanan, metafisika, mari kita tanyakan apakah hal tersebut mengandung penalaranabstrak yang terkait dengan kuantitas atau bilangan? Tidak. Apakah hal tersebutmengandung percobaan yang terkait dengan materi fakta dan keberadaannya? Tidak.Kita melakukan hal itu kemudian membakarnya. Karena itu tidak mengandung sesuatuapa pun, melainkan ilusi”. (Lakatos, 1998: 22). Tetapi apakah penalaran eksperimental itu? Jika kita melihat literatur pada abadke-17 tentang ilmu sihir, hal itu berisikan laporan pengamatan yang cermat dan buktiyang diperkuat sumpah, bahkan melalui eksperimen. Glanvill, rumah filsuf di dekat RoyalSociety menganggap ilmu sihir sebagai paradigma penalaran eksperimental. Kita harusmembatasi penalaran eksperimental sebelum kita mulai membakar buku Hume. Dalam penalaran ilmiah, teori-teori dihadapkan pada fakta, dan satu dari kondisisentral penalaran ilmiah ialah bahwa teori harus didukung oleh fakta.Sekarangbagaimana persisnya fakta dapat mendukung teori? Beberapa jawaban yang berbeda telah dikemukakan. Newton sendiri berpikirbahwa ia membuktikan hukum- hukumnya dari fakta. Ia telah membuktikan bukanpengucapan hipotesis semata: ia hanya mempublikasikan teori-teori yang dibuktikan darifakta.Secara khusus ia mengklaim bahwa ia menurunkan hukum-hukumnya darifenomena yang disediakan oleh Kepler. Tetapi kesombongannya itu tidak bermakna,karena menurut Kepler, planet-planet bergerak menurut garis edar (elips), sedangkanmenurut teori Newton planet-planet hanya akan bergerak elips jika planet-planet itu tidakmengganggu satu sama lain dalam gerakan mereka. Tetapi planet-planet itu bergerak. 15. 15. Inilah sebabnya mengapa Newton harus menyingkirkan gangguan teori yang menyatakanbahwa tidak ada planet yang bergerak secara elips. Pada saat ini seseorang dapat dengan mudah mendemonstrasikan bahwasanyapenjabaran sebuah hukum alam dari sejumlah fakta dapat menjadi tidak valid; tetapi kitamasih tetap membaca keberadaan teori- teori ilmiah dibuktikan dari fakta. Mengaparesistensi kepala batu ini terdapat pada logika elementer? Disini ada suatu penjelasan yang sangat masuk akal. Para ilmuwan ingin membuatteori mereka dihargai, sehingga pantas dijuluki ilmu, yaitu pengetahuan sejati.Sekarangpengetahuan yang paling relevan di abad ketujuhbelas, di saat ilmu dilahirkan, konsendengan ketuhanan, kejahatan, surga, dan neraka. Jika seseorang mendapatkanpersangkaan ilmiah tentang materi ilahiah itu salah, maka konsekuensi kesalahantersebut merupakan kutukan abadi. Pengetahuan theologis tidak dapat salah:pengetahuan semacam itu harus diyakini, bukan diragukan. Sekarang ini pemikiranPencerahan menunjukkan bahwa kita dapat salah dan tidak tahu tentang materitheologis. Tidak ada theologi ilmiahdan krn itu tidak ada pengetahuan theologis.Pengetahuan yang ada hanya tentang alam, tetapi jenis baru pengetahuan ini harusdiputuskan melalui standar yang mereka ambil alih langsung dari theologi; hal itu harusdibuktikan di luar keraguan. Ilmu haruslah mencapai kepastian yang diletakkan di luartheologi. Seorang ilmuwan, dikenang jasanya bukan lantaran hal-hal berikut: ia hrsmembuktikan setiap kalimat yang ia ucapkan dari fakta. Ini merupakan kriteriakejujuran ilmiah. Teori-teori yang tidak dibuktikan dr fakta dianggap sbg dosanya ilmusemu, bid’ah dlm komunitas ilmiah. Itu hanya keruntuhan teori Newton dlm abad ini yang dibuat para ilmuwan untukmewujudkan bahwa standar kejujuran ilmiah mrk bersifat utopis.Sebelum Einstein,kebanyakan ilmuwan berpikir bahwa Newton menguraikan hukum-hukum Tuhan melaluipembuktian hukum tersebut dr fakta. Ampere, pd awal abad kesembilanbelas, merasabahwa dia harus menamakan bukunya tentang spekulasinya yang terkait dngelektromagnetis: Teori Matematik Ttg Ketidaksamaran Fenomena Elektromagnetik ygDideduksikan dr Eksperimen. Tetapi pd akhir tulisannya ia sendiri mengakui bahwabeberapa percobaan tidak pernah dibuktikan dan bahkan bbrp instrumen yg diperlukan 16. 16. tdk dibuat. Jika semua teori ilmiah tidak terbukti, lalu apa yg membedakan pengetahuanilmiah dng ketidaktahuan, ilmu dng pseudo sains? Suatu jawaban atas pertanyaan ini diajukan pd abad keduapuluh oleh penganutlogika induktif. Logika induktif mengungkapkan berbagai kemungkinan teori yangberbeda menurut bukti total yg tersedia. Jika kemungkinan matematis sebuah teori itutinggi derajatnya, maka hal itu memenuhi persayatan ilmiah; namun jika probabilitasnyarendah atau kosong, maka itu tidak ilmiah. Jadi tanda kejujuran ilmiah bukannyamengatakan segala sesuatu tidak paling kecil kemungkinannya. Probabilisme mengandungsuatu bentuk atraktif: sebagai ganti dari ketersediaan hitam-putih yg simpel, perbedaanantara ilmu dan pseudo sains, melainkan menyediakan suatu skala berkelanjutan dariteori-teori jelek dng probabilitas yg rendah menuju teori yang baik dng probabilitas tinggi.Tetap pd tahun 1934, Popper,seorang filsuf yg paling berpengaruh pd masa ini,membantah probabilitas matematik dari seluruh teori, ilmiah atau pseudo sains,diberikannya sejumlah bukti adalah nihil. Jika Popper benar, teori-teori ilmiah tidakhanya tak terbukti sama, tetapi juga tidak mungkin sama. Suatu kriteria demarkasi baruyang dibutuhkan dan Popper mengusulkan seuatu yg menarik perhatian. Sebuah teorimungkin menjadi ilmiah walaupun tidak ada secuil bukti yang menyertainya. Perdebatantentang hal ini terjadi pula di Indonesia seputar penolakan sebagaian besar ilmuwan ataskadar keilmiahan Prof.Hembing, seorang ahli pengobatan alternatif dengan menggunakantumbuh-tumbuhan. Para ilmuwan itu mempertanyakan kadar keabsahan pernyataan-pernyataan Hembing dan kecermatan penelitiannya tentang komposisi zat pada tumbuhanuntuk mengobati suatu penyakit. Demikian pula halnya dengan kasus di bidang astrologi,pada zamannya bidang tersebut diakui kadar ke”ilmiah”annya, namun sekarang banyakilmuwan yang mempertanyakan keakuratan prediksi di bidang astrologi. B.3. 5.Scientific Research Programs Lakatos membedakan antara ilmu yang matang (mature science) dan ilmu yang belummatang (immature science). Ilmu yang sudah matang ditandai dengan program riset,sedang ilmu yang belum matang lebih ditandai dengan pola uji coba (trial and error). 17. 17. Lakatos telah mendiskusikan persoalan penilaian objektif tentang perkembanganilmiah dalam istilah pergeseran persoalan yg maju dan merosot dalam rangkaian teori-teori ilmiah. Hal terpenting pada setiap rangkaian dlm perkembangan ilmiah itu adalahbahwa perkembangan itu dikarakterisasikan melalui suatu kontinyuitas yg pasti ygmelibatkan hubungan antar anggotanya. Kontinyuitas ini berkembang dr suatu programriset yg sungguh-sungguh yg dibayangkan pada awalnya. Program itu terdiri atas aturanmetodologis: beberapa ahli menceritakan pd kita langkah-langkah penelitian apa yg haruskita hindari (heuristic negative), sedangkan ahli yg lain menunjukkan langkah- langkahriset apa yg harus kita kerjakan. Ilmu sebagai suatu sistem keseluruhan dpt dinyatakan sebagai suatu programriset yg luas dng aturan heuristik yg tinggi seperti pernyataanPoipper:”menemukan persangkaan-persangkaan mengandung isi yg lebih empiricketimbang para pendahulunya”. Setiap aturan metodologis bisa diformulasikanseperti yg ditunjukkan Popper sebagai prinsip metafisik. S ebagai contoh aturananti-konvensionalis yang menentang rintangan kecuali yang mungkin dinyatakan sebagaiprinsip metafisik:”alam tidak mengizinkan kekecualian”. Inilah sebabnya mengapaWatkins menyebut setiap aturan itu mengandung pengaruh metafisik.Dalam hal ini Lakatos berupaya mencari suatu metodologi yang harmonis, yanmg tidakbersifat kontraditoris. Metodologi tersebut menyediakan seperangkat kemajuan ilmiahyang konsisten dengan catatan sejarah. Bagi Lakatos, apa yang kita anggap sebagai teori-teori merupakan kumpulan teori yang berbeda- beda yang terbentuk dari sharing berbagaigagasan umum, atau lebih tepat dinamakan inti pokok program (hard-core). Tetapi hal yang diutamakan Lakatos bukanlah ilmu sebagai suatu keseluruhan,melainkan lebih pada bagian program riset, seperti yang dikenal sebagai MetafisikaCartesian. Metafisika Cartesian ialah teori mekanistik tentang semesta yang menganggapsemesta itu seperti sebuah mesin jam raksasa yang menjadi pendorong sebab dari fungsigerak sebagai suatu prinsip heuristic yang kuat. Itu merupakan kerja yang mengecilkanhati tentang teori ilmiah – sebagaimana halnya (menurut versi Essensialist)teori Newton tentang tindakan pada suatu jarak – yang tidak konsisten sebagaiheuristic negatif. Di pihak lain, hal itu merupakan kerja yang berani atashipotesis pelengkap yang mungkin menyimpan kerja itu dari pembuktian ulangyang dilakukan – seperti konsep Ellips Keplerian sebagai bentuk heuristicpositif. Lakatos juga percaya bahwa program riset mengandung aturan metodologis 18. 18. yang menginstruksikan tentang langkah-langkah riset apa yang harus dihindari. Lakatosmenamakan hal ini dengan istilah heuristik negatif, sedangkan langkah-langkah yangharus diiikuti dinamakannya dengan istilah heuristik positif. Langkah-langkah tersebutsangat diperlukan bagi pengembangan filsafat ilmu. Lakatos secara eksplisit menyatakanbahwa problema sentral dalam filsafat ilmu adalah problema menetapkan syarat-syaratuniversal yang diperlukan teori untuk bisa dinilai ilmiah. (Chalmers, 1983. h: 109).Kriteria universal yang dimaksud Lakatos adalah metodologi program riset ilmiah. Ada 3hal penting dalam pemikiran Lakatos tentang program riset ilmiah, yaitu intipokok program, heuristik negatif, heuristik positif.(a). Inti-pokok program merupakan sesuatu yang menentukan ciri-ciri suatuprogram, sebagai hipotesa teoritis yang sangat umum yang menjadi dasarprogram yang akan dikembangkan. (Chalmers, 1983: 85). Sebagai contoh inti- pokok astronomi Copernicus merupakan asumsi bahwa bumi, planet-planetmengitari matahari, dan bumi berputar pada porosnya sendiri sekali sehari.(b). Heuristik negatif inti pokok program merupakan program terperinci yangmenetapkan asumsi-asumsi dasar yang melandasi program itu, seharusnya jangan sampaiditolak atau dimodifikasi. Inti pokok program dilindungi dari ancaman falsifikasi olehsuatu lingkaran pelindung (Safety belt). Yang terdiri atas hipotesa-hipotesa pendukung,kondisi awal.(Chalmers, 1983: 84). Lakatos mengemukakan tentang heuristic negativedalam pernyataan berikut: “The idea of `negative heuristic of a scientific research programme rationalizes classical conventionalism to a considerable extent. We may rationally decide not to allow `refutations to transmit falsity to the hard core as long as the corroborated empirical content of the protecting belt of auxiliary hypotheses inerceases”. (Lakatos, 1998:21)Semua program riset ilmiah sangat ditentukan oleh inti pokok. Heuristik negatif programmelarang kita mengarah pd modus tollens (Modus tolendo tolens/menidakkan sebabberarti menidakkan akibat dan Modus ponendo tolens/mengiakan sebab berarti mengiakanakibat). Sebagai gantinya kita hrs menggunakan kelihaian kita utk mengartikulasikanatau menemukan hipotesis pendukung, yang mana suatu lingkaran pelindung mengelilingiinti pokok, dan kita hrs mengarahkan kembali modus tolens pada hipotesis pembantu. Ituberarti lingkaran pelindung hipotesis pendukung yg harus menanggung bagian terberatdari pengujian dan dpt diatur dan diatur kembali, atau bahkan ditempatkan kembalisecara lengkap, utk mempertahankan inti pokok itu. Suatu program riset dikatakanberhasil jika seluruh langkah ini mengarah pd pergeseran masalah yang lebih maju; 19. 19. dikatakan gagal jika seluruh langkahnya mengarah pd kemerosotan pergeseran masalah.Lakatos mencontohkan program riset yg berhasil seperti dalam teori gravitasi Newton:mungkin contoh program riset yang paling sukses. Ketika teori itu pertamakali dihasilkan,teori tersebut tenggelam di samudera anomali (atau bisa dikatakan sbg contoh tandingan).(c). Heuristik Positif meliputi bimbingan garis besar yang menunjukkan bagaimanaprogram riset itu dapat dikembangkan. Perkembangan itu memerlukan perlengkapanbagi inti-pokok program dengan asumsi tambahan untuk menerangkan fenomena yangsudah dikenal lebih dahulu dan meramalkan fenomena baru. Berhasil atau tidaknyaprogram riset itu sangat tergantung pada seberapa jauh program riset itu sukses ataugagal melakukan temuan baru. (Chalmers, 1983: 84-85). Heuristik positif bagi Lakatosmerupakan suatu indikasi yang menunjukkan bagaimana inti-pokok program harusdilengkapi supaya dapat menjelaskan dan memprediksi fenomena yang benar- benarnyata. C. Penutup dan Kesimpulan Kajian tentang Scientific Research Program Imre Lakatos sebagai langkahmetodologis menuju teori ilmiah merupakan salah satu wacana yang berkembang bidangFilsafat Ilmu. Diawali dengan penolakan Lakatos atas prinsip Falsifikasi Popper yangdipandangnya sebagai ketidakmampuan melindungi inti pokok program (hard-core).Lakatos berupaya melakukan revisi atas pemikiran Popper melalui langkah-langkahmetodologis, terutama heuristik negatif dan heuristik positif. Berdasarkan hasil penelitiandi atas dapat ditarik beberapa butir kesimpulan sebagai berikut. Pertama, Lakatos mengusulkan sejumlah pengetahuan matematik yang didasarkanpada ide heuristik. Ia bermaksud memberikan beberapa aturan dasar untuk menemukanpembuktian dan contoh tandingan untuk dugaan. Eksperimen pemikiran matematikmerupakan suatu cara yang valid untuk menemukan dugaan dan pembuktian matematik,ia menamakan filsafatnya Kuasi- empirisme. Kedua, Lakatos merasa perlu untuk menggugat konsep falsifiable Popper yangmenuntut para ilmuwan untuk memerinci kemajuan ilmu melalui jalan eksperimen atauobservasi yang dapat difalsifikasi. Sesuatu akan dianggap pseudo-ilmiah jika seseorangmenolak untuk memerinci setiap pemfalsifikasi yang potensial. Masalahnya menurut 20. 20. Lakatos, Popper tidak membatasi pernyataan ilmiah dng pernyataan yang pseudo-ilmiah, melainkan justeru membedakan metode ilmiah dengan metode yang tidak ilmiah. Ketiga, Lakatos berusaha mencari suatu metodologi yang harmonis yang dapat menyediakan sejumlah kemajuan ilmiah yang rasional, konsisten dengan fakta sejarah. Keempat, Lakatos memfokuskan pada teori yang dihimpun dari beberapa gagasan umum atau inti pokok program (hard core), ia menamakan kumpulan ini dengan istilah program riset (Research Programs). Menurut Lakatos para ilmuwan yang terlibat dalam program ini akan melindungi inti teori dari usaha falsifikasi di belakang suatu sabuk pelindung ( a protective belt) dari hipotesis pelengkap (auxiliary hypotheses). Kelima, Bagi Lakatos suatu program riset dikatakan maju bila ditandai dengan perkembangannya, seiring dengan ditemukannya fakta baru yang menarik perhatian (stunning novel facts); sedangkan program riset dikatakan mengalami kemunduran karena tidak berkembang, atau perkembangan dari sabuk pelindung tidak mengarah pada fakta baru. Keenam, Inti-pokok program (Hard-core) merupakan sesuatu yang menentukan karakteristik suatu program, yakni sebagai hipotesa teoritis umum yang menjadi dasar program yang akan dikembangkan. Ketujuh, Heuristik negatif inti pokok program adalah program terperinci yang menetapkan asumsi dasar yang melandasi program itu. Oleh karena itu tidak seharusnya ditolak atau diubah. Inti pokok program harus dilindungi dari ancaman falsifikasi oleh suatu lingkaran pelindung (Safety belt) yang terdiri atas hipotesa pendukung. Kedelapan, Heuristik Positif inti pokok program adalah garis besar yang menunjukkan bagaimana program riset itu dapat dikembangkan. Perkembangan itu memerlukan perlengkapan bagi inti-pokok program dengan asumsi tambahan untuk menerangkan fenomena yang sudah dikenal lebih dahulu untuk meramalkan fenomena baru D. Daftar Pustakahalmers, A.F., 1983, Apa itu Yang Dinamakan Ilmu?, Terjemahan: Redaksi Hasta Mitra, What is this thing called Science?, Penerbit Hasta Mitra, Jakarta.urd, Martin & Cover, J.A., 1998, Philosophy of Science: The Central Issues, W.W.Norton & Company, New York. 21. 21. orster, Malcolm R. , 1998, Lakatoss Methodology of Scientific Research Programs, Last modified on Thursday, September 24, 1998, www:Im Lakat_filesLakatos and Kuhn.htmHerati, Toety., 1993, Meta-Metodologi, Pidato Pengukuhan Guru Besar ilmu Sastra dan Filsafat Universitas Indonesia, Jakarta.Hickey, Thomas.J., 2005, History of Twentieth- Century Philosophy of Science, www.philsci.com.Honderich, Ted., 1995, The Oxford Companion to Philosophy, Oxford University Press, Oxford. audah, Muhammad Gharib., 2007, 147 Ilmuwan Terkemuka Dalam Sejarah Islam, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.Kadvany,John., 2001, Imre Lakatos and the Guises of Reason, Durham and London: Duke University Press. ISBN 0-8223-2659-0; authors Web site: http://www.johnkadvany.com.Kitcher, Philip., 2002, “Theories, Theorist and Theoretical Change”, dalam Yuri Balashov dan Alex Rosenberg (editor), Philosophy of Science: Contemporary Readings, Routledge, London. akatos, Imre, 1998, “Science and Pseudoscience”, dalam Philosophy of Science: The Central Issues, ed.: Martin Curd & J.A.Cover, W.W.Norton & Company, New York. arvor, Brendan., 1998, Lakatos: An Introduction. London: Routledge. ISBN 0415142768Magee, Bryan., 1998, The Story of Thought: The Essential Guide to the History of Western Philosophy, The Quality Paperback, Bookclub, New York.Mason, Stephen. F, 1962, A History of the Sciences, Collier Books, New York. opper, K.R., 1987, The Logic of Scientific Discovery, Hutchinson, London. mith, Newton, W.H., 1996, The Rationality of Science, Balliol College, Oxford, London. he Liang Gie, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta. ----------------, 1998, Lintasan Sejarah Ilmu, PUBIB, Yogyakarta.