Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk menjaga


kepentingan rakyatnya, baik dari segi kesejahteraan, keamanan, dan pertahanan. Salah satu
kepentingan rakyat jika ditinjau dari segi kesejahteraan adalah keinginan untuk hidup makmur
dimana semua kebutuhan bisa tercukupkan. Pemerintah dalam hal ini sangat diharapkan untuk
dapat membantu terwujudnya kepentingan tersebut. Untuk memenuhi kepentingan ini, pemerintah
membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian mengenai sumber
pendapatan pemerintah agar bisa didapatkan informasi yang akurat sehingga dapat dijadikan bahan
masukan yang bersifat membangun untuk alokasi dana pemerintah. (Amina Lainutu 2013).

Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan Negara dalam pembiayaan


pemerintah dan pembangunan Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
perbaikan dan peningkatan sarana publik. Dengan demikian, peranan penerimaan pajak bagi suatu
Negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang
ditunjuk untuk mengelola pajak dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dibawah
naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. (Aisyah 2013).

Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap


subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-undang PPh disebut Wajib Pajak.
Wajib dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau
dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak
subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak (Mardiasmo, 2011:135).

Surat Pemberitahuan merupakan sarana bagi wajib pajak untuk melaporkan seluruh kegiatan
usahanya selama periode waktu tertentu. Selain itu, Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai wujud
pertanggungjawaban Wajib Pajak terhadap kinerja perusahaannya. Oleh karena itu, Surat
Pemberitahuan (SPT) tidak hanya berfungsi sebagai data melainkan sarana komunikasi antara Wajib
Pajak dengan fiskus untuk mempertanggungjawabkan pemenuhan seluruh kewajiban perpajakan
perusahaan selama waktu tertentu. Wajib Pajak yang tidak atau terlambat lapor SPT Tahunan/Masa
setelah jangka waktu yang ditentukan lampau akan dikenakan sanksi berupa denda administrasi

Diharapkan dari peningkatan jumlah Wajib Pajak tersebut bisa meningkatkan penerimaan Pajak
Penghasilan pasal 21 Dengan kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak dapat
melakukan hak dan kewajiban. Kewajiban Wajib Pajak seperti melaksanakan perhitungan, menyetor,
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sehingga dengan semakin banyak jumlah Wajib Pajak
PPh Orang Pribadi yang terdaftar pada Kantor pelayanan Pajak Pratama Manado, maka jumlah Wajib
Pajak yang menyetor pembayaran PPh Pasal 21 akan semakin banyak, akhirnya penerimaan PPh
Pasal 21 Orang Pribadi juga akan meningkat. Penerimaan pajak PPh Pasal 21 merupakan
pembayaran atau iuran yang diterima dari orang pribadi atau badan melalui pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Penerimaan ini akan dipergunakan
untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud
dari tujuan negara yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan
kepada keadilan sosial (Amina Lainutu ,2013).

I.2 PERTYANYAAN PENELITIAN


1. Apakah Efektifitas Wajib Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan PPh Pasal 21 ?
2. Apakah Penyampaian SPT-Masa berpengaruh tehadap Penerimaan PPh Pasal 21 ?
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIRAN, DAN HIPOTESIS

II.1 KAJIAN PUSTAKA

Wajib Pajak
Mardiasmo (2011:23) mendefinisikan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayaran pajak,pemotongan pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak Efektif


Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-26/PJ.2/1988 Tentang Kriteria Wajib Pajak Efektif dan
Wajib Pajak Non Efektif. Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan
kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tambahan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan perpajakan.

SPT-Masa
Menurut Mardiasmo (2011:32) Surat Pemberitahuan (SPT) Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Masa Pajak atau pada suatu saat

Fungsi SPT
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Mardiasmo (2011:31), antara lain:
1. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
a. Pembayaranatau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun
Pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
c. Harta dan kewajiban;dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak
orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan perpajakan.

2. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melaoprkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarn ya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena
Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Bagi pemotongan atau pemungutan pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai
sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkannya.
Batas waktu penyampaian SPT
Menurut Mardiasmo (2011:35), batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
1. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.
Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir
bulan berikutnya Masa Pajak.
2. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
3. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak

Wajib Pajak PPh Pasal 21


Menurut Mardiasmo (2011:171), penerimaan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang
pribadi yang merupakan:
1. pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai, dan akutuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari,
pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang ternasuk teknik komputer dansistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi;
distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
4. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
a. peserta perlombaan dlam segela bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainya;
b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. peserta kegiatan lainnya.
Tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
Menurut Mardiasmo (2011:172) yang tidak termasuk dalam perngertian Penerimaan Penghasilan
yang dipotomg PPh Pasal 21:
1. Pejabat perwakilan diplomatikan dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang
bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21


Menurut Mardiasmo (2011:168) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah;
“Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam negeri.”

Penerimaan Pajak Penghasilan


Mardiasmo (2011) Penerimaan pajak penghasilan merupakan subjek pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Objek PPh Pasal 21


Objek Pajak PPh 21 (Mardiasmo 2011:173)
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan
dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesagon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan
sejenis dengan nama apa pun;
7. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. bukan wajib pajak;
b. wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final; atau
c. wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit).

Tidak Termasuk Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21


Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Mardiasmo 2011:174)
adalah:
1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa;
2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun diberikan
oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, yang diberikan Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus;
3. iuran pensiun yang dibayarkan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

Penelitian Terdahulu

Nama Judul Tahun


AISYAH Jumlah Wajib Pajak Efektif Terhadap Penerimaan Pajak Pada 2013
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang Periode 2009-
2012.
Iprianto dan Pengaruh Ketidak Tepatan Penyampaian Surat Pemberitahuan 2014
Tarmidi (Spt)-Masa Terhadap Penerimaan Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pada
Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Bengkulu.
Amina Lainutu Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan PPH 21 2013 Pada
KPP Pratama Manado.

II.2 KERANGKA PEMIKIRAN

X1 :: Efektifitas
X1 Efektifitas wajib
Wajib
pajak
Pajak Orang Pribadi
Y : Penerimaan PPh
Pasal 21
X2 : Penyampaian
SPT-Masa
Pengaruh Efektifitas Wajib Pajak Terhadap Penerimaan PPh Pasal 21
Kewajiban Wajib Pajak seperti melaksanakan perhitungan, menyetor, dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang. Sehingga dengan semakin banyak jumlah Wajib Pajak PPh Orang Pribadi yang
terdaftar pada Kantor pelayanan Pajak Pratama Manado, maka jumlah Wajib Pajak yang menyetor
pembayaran PPh Pasal 21 akan semakin banyak, akhirnya penerimaan PPh Pasal 21 Orang Pribadi
juga akan meningkat (Amina Lainutu 2013).

Pengaruh Penyampaian SPT Masa Terhadap Penerimaan PPh Pasal21


Dalam penyampaian SPT Masa sangat menentukan tercapaianya realisasi penerimaan pajak
penghasilan (PPh) pasal 21. Sedangkan agar pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas
penghasilan wajib pajak dapat dilakukan sebaik- baiknya, maka perlu ditetapkan ketentuan
mengenai pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan (PPh), khususnya
pajak penghasilan (PPh) pasal 21 (Iprianto dan Tarmidi 2014).

II.3 HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut :

H1 : Terdapat Pengaruh Efektifitas Wajib Pajak Terhadap Penerimaan PPh Pasal 21


H2 : Terdapat Pengaruh Penyampaian SPT-Masa Terhadap Penerimaan PPh Pasal 21
III. METODE PENELITIAN

III.1 METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif verifikatif dengan
pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang
siginifikan antara variable yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan memperjelas gambaran
mengenai objek yang diteliti.

III.2 OPERASIONAL VARIABEL


Berdasarkan judul proposal yang telah dikemukakan diatas yaitu “Pengaruh Efektifitas Wajib Pajak
dan Penyampaian SPT-Masa Terhadap Pajak PPh Pasal 21”. Maka variabel-variabel yang diteliti
dapat dibedakan menjadi dua
1. Variabel Bebas / Independent (variabel X)
Dalam hal ini variabel bebas yang akan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah
variabel X1 adalah Efektifitas Wajib Pajak dan X2 adalah SPT-Masa Dalam operasionalisasinya
variabel ini semua diukur oleh instrument pengukur dalam bentuk rasio.
2. Variabel tidak Bebas / dependent (variabel Y)
Dalam hal ini variabel yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah Penerimaan
PPh Pasal 21.

III.3 SUMBER DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Berdasarkan sifatnya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Data Kuantitatif.
Adalah data yang berupa angka -angka seperti jumlah wajib pajak efektif dan jumlah
penerimaan pajak. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu :
1. Data Primer.
Maksud data primer dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
pihak yang terkait baik melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak bagian
pengolahan data ataupun pengumpulan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian.
2. Data Sekunder.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber di luar perusahaan/instansi dalam bentuk
literatur-literatur perpajakan maupun laporan-laporan penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan penelitian.

III.4 METODE ANALISIS DATA


Uji Parsial (Uji t)
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. a. Jika t-hitung < t-tabel, maka Ha ditolak dan H0 tidak dapat Ditolak (maka secara
parsial tidak berpengaruh signifikan)
b. Jika t-hitung > t-tabel, maka Ha diterima dan H0 ditolak (maka secara parsial
berpengaruh signifikan)
2. a. Jika Probabilitas signifikasi > 0.05, maka Ha ditolak dan H0 tidak dapat ditolak. (maka
secara parsial tidak berpengaruh signifikan)
b. Jika probabilitas signifikan < 0.05, maka Ha diterima dan H0 ditolak. (maka secara
parsial berpengaruh signifikan)
Uji Simultan (Uji F)
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. a. Jika f-hitung < f-tabel, maka Ha ditolak dan H0 tidak dapat Ditolak (maka secara
simultan tidak berpengaruh signifikan)
b. Jika f-hitung > f-tabel, maka Ha diterima dan H0 ditolak (maka secara simultan
berpengaruh signifikan)
2. a. Jika Probabilitas signifikasi > 0.05, maka Ha ditolak dan H0 tidak dapat ditolak (maka
secara simultan tidak berpengaruh signifikan)
b. Jika probabilitas signifikan < 0.05, maka Ha diterima dan H0 ditolak (maka secara
simultan berpengaruh signifikan)
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2013. Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Efektif Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang Periode 2009-2012. Universitas Maritim Raja
Ali Haji
Amina Lainutu. 2013. Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan PPH 21 Pada
KPP Pratama Manado. Universitas Sam Ratulangi Manado
Iprianto dan Tarmidi . 2014. Pengaruh Ketidak Tepatan Penyampaian Surat Pemberitahuan (Spt)-
Masa Terhadap Penerimaan Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak (Kpp)
Bengkulu. Universitas Muhammadiyah Bengkulu
Mardiasmo.Perpajakan Edisi Revisi 2011 .Yogyakarta: Penerbit Andi. 2011

Anda mungkin juga menyukai