Anda di halaman 1dari 28

GAMBARAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PERAWAT

PRIMER DALAM PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN


DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA
Bambang Sudono DS Dhani Setya A Rif Atiningtyas H

INTISARI

Latar Belakang : Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam pelaksanaan


asuhan keperawatan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis akan meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan.
Tujuan : Untuk mengetahui gambaran kemampuan berpikir kritis perawat primer dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Islam Surakarta.
Metode : Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan pendekatan cross-
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat primer di Rumah Sakit
Islam Surakarta sejumlah 21 responden. Sampel yang digunakan adalah total sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, analisis bivariat data
menggunakan chi square dan spearmans ranks
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan prosentase terbanyak adalah responden berjenis
kelamin wanita (76,2%), memasuki usia dewasa awal (71,4%), berpendidikan DIII
Keperawatan (71,43%), memiliki masa kerja 5-10 tahun (66,7%), tidak memiliki
sertifikat terkait pelatihan perawatan intensif (90,5%). Hasil uji chi square dan spearman
ranks menunjukkan ada hubungan antara kompetensi dengan kemampuan berpikirkritis
(p value=0,035). Tidak ada hubungan jenis kelamin (p value=0,214), umur (p
value=0,716), tingkat pendidikan (p value=0,786), lama bekerja (p value=0,135),
kepemilikan sertifikat (p value=0,471), kecerdasan emosional (p value=0,496), cemas (p
value=0,269) dan motivasi (p value=0,052) dengan kemampuan berpikir kritis.
Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kompetensi dengan
kemampuan berpikir kritis sedangkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama
bekerja, kepemilikan sertifikat, kecerdasan emosional, cemas dan motivasi tidak
mempunyai hubungan dengan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil tersebut
diharapkan upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis mengadopsi pola
penggunaan pembelajaran yang lebih menekankan kepada diskusi kasus, ronde bersama,
dan pendekatan kasus untuk mengembangkan kemampuan klinis dan kemampuan
berpikir kritis

Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Kritis, Perawat Primer, Asuhan Keperawatan

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 79


ABSTRACT

Background : The ability to think critically is very necessary in the implementation of


nursing care. The increase in the ability to think critically will increase the quality of
nursing care.
Objective : To know the description on the ability to think critically of the primary nurses
in the implementation of nursing care in the Islamic Hospital of Surakarta.
Method : Type of this research was descriptive observational using a cross-sectional
approach. Population in this research was all primary nurses in the Islamic Hospital of
Surakarta as many as 21 respondents. Sampling used was total sampling. The data was
collected using a questionnaire, meanwhile, the bivariate analysis of the data used chi
square and spearman ranks.
Results : The results of the research showed that the biggest percentage was female
respondent (76,2%), entering the early adulthood age (71,4%), having educational
background of DIII Nursing (Nursing Diploma) (71,43%), having the period of
employment of 5-10 years (66,7%), and having no certificate related to any intensive
nursing training (90,5%). The Results of the tests of chi square and spearman ranks
showed that there was a correlation between the competence and the ability to think
critically (p value=0,035). There was no correlation between gender (p value=0,214),
age (p value=0,716), educational level (p value=0,786), period of employment (p
value=0,135), possession of certificate (p value=0,471), emotional intelligence (p
value=0,496), anxiety (p value=0,269), and motivation (p value=0,052) and the ability
to think critically.
Conclusion : The results of the research showed that there is a correlation between the
competence and the ability to think critically, meanwhile, the gender, the age, educational
level, period of employment, possession of certificate, emotional intelligence, anxiety and
motivation had no correlation to the ability to think critically. Based on the results, it is
expected that the efforts of increasing the ability to think critically adopt the pattern of
learning use that focuses more on the case discussion, mutual round, and the case
approach in order to develop the clinical ability and the ability to think critically.

Keywords: The ability to think critically, Primary nurses, Nursing care

80 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


PENDAHULUAN dominan (55-65%) juga merupakan
A. Latar Belakang profesi yang memberikan pelayanan
Di tingkat internasional muncul yang konstan dan terus menerus
kecenderungan untuk menggambarkan selama 24 jam kepada pasien setiap
pelayanan yang berfokus pada pasien hari. Oleh karena itu pelayanan
(patient centered care), lebih aman, keperawatan sebagai bagian integral
dan dilandasi perbaikan mutu dari pelayanan kesehatan jelas
pelayanan secara mempunyai kontribusi yang sangat
berkesinambungan.Rumah sakit sesuai menentukan kualitas pelayanan di
Standar Akreditasi Nasional Versi rumah sakit.Sehingga setiap upaya
2012 sebagai provider pelayanan untuk meningkatkan kualitas
harus merubah paradigma dari model pelayanan rumah sakit harus juga
tradisional asuhan pasien yang disertai upaya untuk meningkatkan
menempatkan dokter sebagai captain kualitas pelayanan keperawatan (Yani,
of the ship yang implikasinya 2007)
menimbulkan sikap otoriter, kepada Mutu asuhan keperawatan menjadi
konsep pelayanan modern yang alat utama menjaga kepercayaan
menempatkan pasien sebagai pusat pelanggan pelayanan. Asuhan
asuhan. Konsep ini meletakkan semua keperawatan bermutu dilakukan
profesi pemberi asuhan (dokter, dengan meningkatkan kemampuan
perawat, apoteker, gizi dan profesi berpikir kritis perawat dalam
lainnya) berada di sekitar pasien, melakukan proses keperawatan.
dengan kompetensi yang memadai, Pelayanan keperawatan didasarkan
sama pentingnya pada kontribusi pada pendekatan pengambilan
profesinya, tugas mandiri, delegatif, keputusan yang dapat ditingkatkan
kolaboratif, merupakan model tim dengan berpikir kritis (Ignatavicus &
interdisiplin menjadi tren global dalam Workman, 2006)
pelayanan rumah sakit (Sutoto, dkk, Berpikir kritis dalam keperawatan
2011). merupakan keterampilan berpikir
Perawat merupakan sumber daya perawat menguji berbagai alasan
manusia terpenting di rumah sakit secara rasional sebelum mengambil
karena selain jumlahnya yang keputusan dalam asuhan

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 81


keperawatan.Berpikir kritis dalam Perawat melakukan pengambilan
asuhan keperawatan memberikan keputusan dalam setiap tindakan,
jaminan keamanan dan memenuhi sementara itu perawat juga
standar pelayanan.Berpikir kritis merencanakan dan memberikan
merupakan suatu pengujian yang asuhan.Efektifitas dan ketepatan
rasional terhadap beberapa ide, pengambilan keputusan membutuhkan
kesimpulan, prinsip, argumen, kemahiran dalam mengumpulkan data
penjelasan, persoalan, pernyataan, dan keterampilan berpikir
keyakinan dan tindakan, serta inti dari kritis.Berpikir kritis dalam
praktik keperawatan profesional keperawatan merupakan komponen
(Taylor, 2006).Berpikir menjadi yang sangat penting dari akuntabilitas
bagian tak terpisahkan dari asuhan profesional dan salah satu penentu
keperawatan yang dilakukan oleh kualitas asuhan keperawatan. Perawat
perawat. yang memiliki kemampuan berpikir
Berpikir kritis penting dilakukan kritis akan menunjukkan sikap percaya
oleh perawat sebelum mengambil diri, berpandangan konseptual, kreatif,
keputusan dalam asuhan fleksibel, rasa ingin tahu, berpikiran
keperawatan.Asuhan keperawatan terbuka, tekun dan reflektif (Ingram,
merupakan satu metode ilmiah dalam 2008). Ignatavicus & Workman (2006)
penyelesaian masalah klien. mendukung pendapat ini dengan
Kemampuan perawat mengidentifikasi mengungkapkan bahwa berpikir kritis
masalah klien dan memilih solusi merupakan kompetensi yang perlu
intervensi yang tepat tidak lepas dari dimiliki oleh perawat agar mampu
kemampuan perawat berpikir kritis, memberikan asuhan keperawatan yang
yaitu kemampuan perawat menggali berkualitas karena berpikir kritis
alasan berdasarkan evidence base dari sangat berkaitan dengan pengambilan
setiap problem dan solusi yang keputusan dan penilaian klinis yang
teridentifikasi. Kemampuan berpikir tepat.
kritis dan disposisinya dapat Selain menjadi komponen yang
digunakan ketika menyelesaikan penting dalam keperawatan, berpikir
masalah keperawatan (Zori & kritis juga menjadi tema yang penting
Morrison, 2009). dalam keperawatan dikarenakan

82 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


semakin kompleksnya pengambilan proses pengkajian item
keputusan klinis dalam pemberian pengelompokan data yang sesuai
pelayanan keperawatan untuk dengan bio, psiko, sosio dan spiritual
mengatasi masalah klien dan akan didapatkan hasil 69,4 %, merumuskan
terjadi risiko yang merugikan klien masalah berdasarkan kesenjangan
jika perawat melakukan kesalahan antara status kesehatan dengan norma
dalam membuat keputusan (Lewis. et dan pola fungsi didapatkan hasil 43,9
al, 2007) %, perumusan diagnosa keperawatan
Standar praktik keperawatan berdasarkan masalah 42,8 %,
profesional di Indonesia telah perumusan diagnosa keperawatan
dijabarkan oleh Persatuan Perawat aktual dan potensial 55 % dan
Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun perencanaan tindakan kolaboratif
2000. Standar tersebut mengacu pada didapatkan hasil pemantauan 60 %.
proses keperawatan yang terdiri atas Hasil pengukuran kemampuan
lima tahap, yaitu pengkajian, berpikir kritis dipengaruhi oleh
diagnosis, perencanaan, implementasi, berbagai faktor. Berpikir kritis dalam
dan evaluasi (Nursalam, 2008). keperawatan sangat dipengaruhi oleh
Proses keperawatan adalah satu sifat-sifat psikologis, fisiologis dan
pendekatan untuk pemecahan masalah lingkungan seperti usia, tingkat
yang memampukan perawat untuk kepercayaan, bias, keterampilan,
mengatur dan memberikan asuhan stress, kelelahan, dan rekan kerja
keperawatan. Proses keperawatan (American Society of Registered
mengandung elemen berpikir kritis Nurses, 2007). Tetapi kemampuan
yang memungkinkan perawat berpikir kritis perawat tidak
membuat penilaian dan melakukan dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
tindakan berdasarkan nalar (Potter & pendidikan, pengalaman kerja, status
Perry, 2005). perkawinan (Sumartini, 2010).
Hasil studi dokumentasi
retrospektif tim mutu keperawatan B. Perumusan Masalah
tahun 2013 di ruang rawat inap Rumah
Sakit Islam Surakarta mendukung kemampuan berpikir kritis perawat
fenomena tersebut dimana dalam primer dan faktor-faktor apa yang

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 83


berhubungan dengan kemampuan pelaksanaan asuhan
berpikir kritis perawat primer dalam keperawatan..
pelaksanaan asuhan keperawatan di d. Mengetahui hubungan antara
lama bekerja dengan
kemampuan berpikir kritis
A. Tujuan Penelitian perawat primer dalam
1. Tujuan umum pelaksanaan asuhan
Untuk mengetahui faktor-faktor keperawatan.
yang berhubungan dengan e. Mengetahui hubungan antara
kemampuan berpikir kritis perawat kepemilikan sertifikat terkait
primer dalam pelaksanaan asuhan pelatihan keperawatan intensif
keperawatan. dengan kemampuan berpikir
2. Tujuan Khusus kritis perawat primer dalam
a. Menggambarkan usia, tingkat pelaksanaan asuhan
pendidikan, lama bekerja keperawatan.
menjadi perawat, kepemilikan f. Mengetahui hubungan antara
sertifikat terkait pelatihan kompetensi tentang proses
perawatan intensif, keperawatan dengan
kompetensi, kecerdasan kemampuan berpikir kritis
emosional, cemas, motivasi perawat primer dalam
dan kemampuan berpikir kritis pelaksanaan asuhan
perawat primer di Rumah Sakit keperawatan.
Islam Surakarta. g. Mengetahui hubungan antara
b. Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan
usia dengan kemampuan kemampuan berpikir kritis
berpikir kritis perawat primer perawat primer dalam
dalam pelaksanaan asuhan pelaksanaan asuhan
keperawatan. keperawatan.
c. Mengetahui hubungan antara h. Mengetahui hubungan antara
tingkat pendidikan dengan cemas dengan kemampuan
kemampuan berpikir kritis berpikir kritis perawat primer
perawat primer dalam

84 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


dalam pelaksanaan asuhan perawat primer di Rumah Sakit Islam
keperawatan. Surakarta sebanyak 21 perawat primer.
i. Mengetahui hubungan
motivasi dengan kemampuan C. Variabel Penelitian
berpikir kritis perawat primer 1. Variabel Independen
dalam pelaksanaan asuhan Variabel independen pada
keperawatan. penelitian ini adalah jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan, lama
METODE PENELITIAN bekerja, kepemilikan sertifikat,
A. Jenis dan Rancangan Penelitian kompetensi, kecerdasan
Penelitian ini merupakan emosional, cemas dan motivasi
penelitian deskriptif observasional 2. Variabel Dependen
dengan pendekatan cross sectional. Variabel dependen dari penelitian
ini adalah kemampuan berpikir
B. Populasi Penelitian kritis.
Populasi dan sekaligus sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh

D. Definisi Operasional

Alat Ukur dan Skala


Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Cara Ukur Ukur
Variabel Confounding
Jenis Istilah yang mengacu Instrumen A 1. Laki-laki Nominal
kelamin pada status biologis Kuesioner data 2. Perempuan
responden, terdiri dari demografi
tampilan fisik yang Responden
membedakan antara memberikan check
pria dengan wanita
satu option terkait
jenis kelamin

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 85


Variabel Bebas
Umur Lamanya waktu hidup Instrumen A 1. Dewasa Ordinal
yang terhitung sejak Kuesioner data Awal (21-
responden dilahirkan demografi 35 tahun)
sampai waktu saat Responden 2. Dewasa
menghitung umur. menuliskan dengan Tengah
angka pada (36-55
kuisioner tahun)
3. Dewasa
Akhir (>
55 tahun)
Tingkat Pendidikan formal Instrumen A 1. DIII Ordinal
pendidikan keperawatan terakhir Kuesioner data Keperawat
dan mendapatkan demografi an
ijazah saat penelitian Responden 2. S1
memberikan check (Sarjana
Keperawat
satu option terkait an)
tingkat pendidikan 3. Ners
Lama Lamanya kerja Instrumen A 1. < 5 tahun Ordinal
bekerja sebagai perawat sesuai Kuesioner data 2. 5-10 tahun
dengan SK demografi 3. > 10 tahun
penempatan sampai Responden
dengan waktu menuliskan dengan
penelitian angka pada
kuisioner
Kepemili kan Sertifikat pelatihan Instrumen A 1. Tidak Nominal
sertifikat terkait perawatan Kuesioner data 2. Ya
intensif yang dimiliki demografi
responden. Responden
memberikan check

86 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


satu option terkait
kepemilikan
sertifikat perawatan
intensif
Kompetensi Kemampuan perawat Instrumen A Baik ( 75-100 Ordinal
tentang dalam pelaksanaan Elemen Penilaian %)
proses asuhan keperawatan Kompetensi Kurang baik
keperawatan yang dilandasi oleh Kuesioner (<75 %)
pengetahuan tentang terstruktur yang
proses keperawatan terdiri dari 10
pernyataan.
Kecerdasan Gambaran Instrumen A < 28 : Ordinal
emosional kemampuan Elemen Penilaian rendah
emosional perawat di Kecerdasan 28 41 :
ruang rawat inap Emosional sedang
dalam mengelola Item pertanyaan :
segala perasaan dalam pernyataan
kondisi apapun dan sebanyak 14 item
kapanpun menjadi yang akan diisi
energi positif yang oleh responden
terdiri dari dengan alternatif
kemampuan jawaban untuk
mengontrol diri, pertanyaan positif :
menyemangati diri 4 : sangat sesuai
sendiri, 3 : sesuai
mengatur emosi, 2 : tidak sesuai
empati, 1 : sangat tidak
kemampuan sesuai
memahami perasaan Untuk pernyataan
diri sendiri negatif dengan skor
:

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 87


4 : sangat tidak
sesuai
3 : tidak sesuai
2 : sesuai
1 : sangat sesuai
Cemas Cemas merupakan Instrumen A Tidak Cemas Ordinal
reaksi emosional yang Elemen Penilaian : 20-44
timbul oleh penyebab Tingkat Kecemasan
yang tidak spesifik Kecemasan ringan : 45-
yang dapat Item pertanyaan : 59
menimbulkan pernyataan Kecemasan
perasaan tidak sebanyak 20 item sedang : 60-
nyaman dan merasa yang akan diisi 74
terancam , yang oleh responden Kecemasan
diukur dengan dengan 5 butir berat : 75-80
menggunakan Zung pertanyaan positif
Self -Rating Anxiety dan 15 butir
Scale lainnya pertanyaan
negatif dengan
kemungkinan
jawaban :
Tidak Pernah,
Jarang, Kadang,
Sering, Selalu
Motivasi Dorongan yang Instrumen A 3 :Tinggi jika Ordinal
muncul dari dalam Elemen Penilaian
dan luar diri perawat Motivasi Perawat 2 : Sedang
dalam pelaksanaan Kuesioner motivasi jika nilai 25
asuhan keperawatan yang terdiri dari 20 49
pernyataan yang 1 : Rendah
mencakup aspek jika nilai < 25
motivasi

88 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


satisfiersdan
dissatisfiers.
dengan alternatif
jawaban selalu,
sering, kadang-
kadang, dan tidak
pernah
Variabel Terikat
Keterampila Ketrampilan perawat Instrumen B 2 : Baik jika Ordinal
n berpikir menggunakan Menggunakan nilai 75-
kritis dalam keterampilan kognitif instrumen B 100%
pelaksanaan yang terdiri dari tentang 1 : Kurang
asuhan analisis, membuat keterampilan Baik jika
kepearawata kesimpulan, dan berpikir kritis nilai < 75%
n evaluasi (termasuk terdiri dari 25 item
melalui penalaran pertanyaan. Setiap
induktif dan deduktif) item jawaban
dalam pelaksanaan diukur dengan skor
asuhan keperawatan 1 pada item
jawaban benar dan
0 bila salah. Skor
nilai tertinggi 25
dan terendah 0

E. Teknik Analisis Data emosional, cemas, motivasi dan


1. Analisis Univariat kemampuan berpikir kritis.
Analisis univariat dilakukan 2. Analisis Bivariat
terhadap tiap-tiap variabel dan Analisis bivariat dilakukan
hasil penelitian meliputi terhadap tiap dua variabel yang
karakteristik responden, diduga terdapat hubungan antar
kompetensi, kecerdasan variabel. Uji bivariat dilakukan
melalui pengujian statistic dengan

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 89


uji chi square untuk data nominal Keperawatan, yaitu sebanyak 15
dengan ordinal dan spearman responden (71,43%). hampir separuh
ranks untuk data ordinal dengan dari responden memiliki masa kerja 5-
ordinal. 10 tahun, yaitu berjumlah 14
Berdasarkan uji statistic maka responden (66,7%). Kemudian, diikuti
dapat diputuskan : dengan responden dengan masa kerja
a. Bila hasil p value lebih dari 10 tahun yang berjumlah 5
artinya tidak ada hubungan responden (23,8%) dan sisanya
antara variabel independen memiliki masa kerja kurang dari 5
dengan variabel dependen tahun (9,5%), sebagian besar
b. Bila hasil p value< responden yang berpartisipasi dalam
artinya ada hubungan antara penelitian tidak memiliki sertifikat
variabel independen dengan terkait pelatihan perawatan intensif,
variabel dependen yaitu sebanyak 19 responden (90,5%),
responden yang memiliki kompetensi
HASIL DAN PEMBAHASAN tentang proses keperawatan kurang
A. Hasil Penelitian baik sebanyak 11 responden (52,4%),
Hasil Penelitian ini menjawab sebagian besar responden yang
seluruh tujuan dalam penelitian.Hasil berpartisipasi dalam penelitian
penelitian ini meliputi gambaran memiliki kecerdasan emosional yang
kemampuan berpikir kritis perawat tinggi sebanyak 19 responden
primer dalam pelaksanaan asuhan (90,5%), domain pada kecerdasan
keperawatan. Hasil penelitian emosional yang memiliki nilai rata-
menunjukkan bahwa sebagian besar rata tertinggi adalah domain kontrol
responden berjenis kelamin diri menghadapi kritik sebesar 3,35
perempuan, yaitu sebanyak 16 dengan standar deviasi ± 0,513.
responden (76,2%),lebih dari separuh Domain terendah yakni empati sebesar
dari jumlah responden memasuki usia 2,9 dengan standar deviasi ± 0,625,
antara 21 sampai 35 tahun (dewasa seluruh responden yang berpartisipasi
awal), yaitu berjumlah 15 responden dalam penelitian masuk dalam
(71,4%), lebih dari separuh responden kategori tidak cemas (100%), lebih
berpendidikan diploma III dari separuh jumlah responden yang

90 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


berpartisipasi dalam penelitian kepemilikan sertifikat (p value=0,471;
memiliki tingkat motivasi yang tinggi, ), kecerdasan emosional
yaitu sebanyak 14 responden (66,7%), (pvalue p
domain pada motivasi yang memiliki value p
nilai rata-rata tertinggi adalah domain value
tanggung jawab sebesar 2,46 dengan kemampuan berpikir kritis.
standar deviasi ± 0,605, domain
terendah yakni insentif sebesar 1,75 B. Pembahasan
dengan standar deviasi ± 0,928, Hasil penelitian ini menunjukkan
sebagian besar responden memiliki bahwa perawat primer di instalasi
kemampuan berpikir kritis pada rawat inap Rumah Sakit Islam
kategori kurang baik yaitu sebanyak Surakarta didominasi oleh perempuan.
17 responden (81%), domain pada Hasil penelitian sebelumnya yang
kemampuan berpikir kritis yang dilakukan oleh Rusmegawati (2011)
memiliki nilai rata-rata tertinggi juga didapatkan proporsi responden
adalah domain perencanaan sebesar berjenis kelamin wanita yang lebih
0,87 dengan standar deviasi ± 0,342 besar daripada pria, yaitu responden
dan domain terendah yakni wanita dengan prosentase 67,2% lebih
implementasi sebesar 0,56 dengan banyak daripada responden laki-laki.
standar deviasi ± 0,49. Hasil ini sejalan dengan pendapat
Hasil analisis lebih lanjut dengan Prayoga (2009) yang menyatakan
uji chi square dan spearman ranks profesi keperawatan dipandang lebih
menunjukkan ada hubungan antara cocok bagi para wanita daripada laki-
kompetensi dengan kemampuan laki, dan wanita masih dianggap lebih
berpikirkritis (pvalue=0,03 mampu dalam menjalankan tugas-
dengan arah korelasi negatif pada tugas keperawatan.Banyaknya
tingkat sedang (r =-462), Tidak ada perawat berjenis kelamin wanita
hubungan jenis kelamin daripada pria dapat terjadi karena lebih
(pvalue banyak wanita yang tertarik untuk
(pvalue=0, ), tingkat menjadi seorang perawat
pendidikan (p value=0,786 ), dibandingkan laki-laki.
lama bekerja (pvalue

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 91


Berdasarkan usia responden hasil atau 15 responden. Dengan prosentase
penelitian ini menunjukkan bahwa tersebut menunjukkan bahwa
lebih dari separuh dari jumlah kualifikasi pendidikan perawat di
responden memasuki usia antara 21-35 Rumah Sakit Islam Surakarta belum
tahun, Hal ini dapat menjadi kekuatan optimal, karena menurut Standar
sekaligus kelemahan. Dari sisi Pelayanan Prima Kementerian
kekuatan menurut Nugroho (2012), Kesehatan Republik Indonesia
responden yang memasuki usia seharusnya perawat dengan kualifikasi
dewasa awal sangat menguntungkan pendidikan Ners lebih banyak dari
dalam hal dukungan sumber daya perawat dengan pendidikan diploma
manusia mengingat dalam usia < 30 dengan prosentase 55% : 45%. Hasil
tahun kemampuan tenaga perawat penelitian yang sama yang dilakukan
dalam kondisi yang optimal dan oleh Triarini (2014) di RSDM
produktif sehingga ini adalah modal Surakarta didapatkan mayoritas
yang baik untuk pengembangan responden berpendidikan diploma III
sumber daya perawat ke arah yang Keperawatan, yaitu sebanyak 28
lebih baik. Menurut Notoadmojo responden (53,8%), S1 Keperawatan
(2007), semakin cukup usia, maka 13 responden dan sisanya 13,5%
tingkat kematangan dan kekuatan berpendidikan Ners dan diploma IV
seseorang akan lebih matang dan logis Keperawatan sebesar 7,7%. Hal
dalam berpikir. Mayoritas responden tersebut menunjukkan bahwa masih
merupakan kategori usia dewasa awal banyaknya perawat di Indonesia yang
dan dewasa tengah, hal ini berpendidikan DIII Keperawatan,
dikarenakan karakter di rumah sakit Menurut peneliti sudah seharusnya
non pemerintah yang menarik bagi setiap perawat memiliki kesadaran
perawat fresh graduate untuk segera untuk meningkatkan jenjang
bisa memasuki dunia kerja dan pendidikannya ke jenjang yang lebih
meningkatkan pengalaman kliniknya. tinggi, dalam hal ini pendidikan
Data penelitian menunjukkan Ners.Pertimbangan utamanya adalah
bahwa lebih dari separuh jumlah untuk meningkatkan kualitas layanan
responden berpendidikan diploma III yang diberikan pada klien dan
Keperawatan, yaitu sebanyak 71,34% masyarakat melalui kinerja Ners yang

92 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


memperlihatkan penguasaan keilmuan 39 responden (78%) dan hampir 75%
dan pengetahuan keperawatan yang dari jumlah responden memiliki
tinggi dan kemampuan kritikal dalam tingkat pengetahuan yang tinggi.
menetapkan tindakan dengan Hasil penelitian menunjukkan
justifikasi ilmiah yang dapat bahwa 90,5% responden tidak
dipertanggung jawabkan. mempunyai sertifikat terkait
Hasil penelitian menunjukkan perawatan intensif, yaitu sebanyak 19
bahwa lebih dari separuh dari jumlah responden.Fasilitas pelatihan
responden berada pada masa kerja 5- perawatan intensif hanya bagi perawat
10 tahun, yaitu sebanyak 14 responden di unit perawatan intensif.Penelitian
(66,7%).Hal ini menunjukkan bahwa yang dilakukan oleh Liaw, et.al,
perawat primer di instalasi rawat inap menjelaskan bahwa pendidikan
Rumah Sakit Islam Surakarta dibutuhkan untuk mengembangkan
didominasi oleh perawat primer pengetahuan dan keterampilan
dengan masa kerja 5-10 tahun.Jenjang perawat dalam mengenali,
perawat primer memang menuntut melaporkan, dan menanggapi masalah
bukan hanya tingkat pendidikan pasien. Strategi dalam peningkatan
sebagai syarat saja tetapi juga pendidikan ini dapat dilakukan
kompetensi dan masa kerja. Lama diantaranya dengan menggabungkan
bekerja seorang perawat dapat pelatihan dalam masalah-masalah
dijadikan ukuran tingkat pengalaman klinis sebagai kompetensi inti dari
perawat dalam menghadapi kasus- pendidikan keperawatan dan
kasus klinis yang dihadapi pasien. melakukan pembelajaran lebih ketat
Seorang perawat yang bekerja lebih untuk mengevaluasi efektivitas
lama akan semakin banyak memiliki program pendidikan.
pengalaman yang didapatkan sehingga Hasil penelitian menunjukkan
tingkat pengetahuan juga akan bahwa 52,4% responden memiliki
meningkat.Pendapat tersebut kompetensi tentang proses
didukung oleh penelitian yang keperawatan secara umum yang
dilakukan oleh Wardani yang masuk kategori kurang. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa responden dipengaruhi karena pelatihan yang
dengan masa kerja > 5 tahun sebanyak kurang didapat oleh perawat primer

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 93


terkait penggunaan proses tinggi.Hasil penelitian ini selaras
keperawatan sebagai metode ilmiah dengan hasil penelitian yang dilakukan
bagi seorang perawat dalam oleh Nurita (2012) yang menunjukkan
memecahkan masalah klien serta bahwa mayoritas responden perawat di
implementasi proses keperawatan Rumah sakit Fatmawati Jakarta
secara berkesinambungan, terstruktur memiliki kecerdasan emosional
melalui penggunaan form tinggi.Kriteria responden adalah
keperawatan yang memfasilitasi perawat primer yang setidaknya telah
penggunaan proses keperawatan, serta memiliki masa kerja lebih dari 2
diskusi kasus yang mengadopsi proses tahun.Dalam kurun waktu tersebut
keperawatan dalam memecahkan dapat diasumsikan bahwa perawat
masalah klien. Untuk itu, perencanaan telah mampu untuk beradaptasi
pendidikan dan pelatihan, penggunaan dengan lingkungan dan tuntutan yang
form yang memfasilitasi proses ada di dalamnya. Perpaduan antara
keperawatan sebagai metode ilmiah keahlian, kemampuan dan kemauan
dalam memecahkan masalah klien seseorang akan mempengaruhi
serta kegiatan yang lain yang kemampuan untuk berhasil
meningkatkan peran proses menghadapi tuntutan dan tekanan
keperawatan dalam memecahkan lingkungan yang disebut kecerdasan
masalah klien bagi perawat primer emosional (Robbins & Coulter, 2007).
khususnya dan perawat pelaksana Diperoleh data bahwa pada kecerdasan
secara keseluruhan di Rumah Sakit emosional yang memiliki nilai rata-
Islam Surakarta perlu ditingkatkan. rata paling tinggi adalah pada domain
Salah satu yang mempengaruhi kontrol diri menghadapi kritik dan
kompetensi yang berhubungan dengan nilai paling rendah yaitu pada domain
pengetahuan seseorang adalah empati.Pada penelitian yang dilakukan
ketersediaan fasilitas sebagai sumber oleh Wiwit Dhika Sari (2011), didapat
informasi (Notoatmodjo, 2003). bahwa domain tertinggi adalah
Hasil penelitian menunjukkan memahami emosi pribadi dan yang
bahwa sebagian besar (90,5%) terendah adalah pengaturan emosi diri.
responden memiliki kecerdasan Perawat dengan kontrol terhadap kritik
emosional yang masuk kategori yang rendah, ketika dihadapkan

94 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


dengan keluhan dari pasien, maka Lubis, 2009).Hasil ini berbeda dengan
yang sangat mungkin akan terbawa hasil penelitian yang dilakukan oleh
balik mengomentari atau menjadi Rozita Rezael (2013) yang dilakukan
kurang bersedia untuk mendengarkan terhadap mahasiswa keperawatan di
atau merawat pasien (Bushell, 1998 cit Iran, dimana pada penelitian tersebut
Rego, 2010) yang pada akhirnya dapat didapatkan bahwa nilai rerata pada
merusak hubungan kepercayaan variabel tingkat kecemasan
dengan pasien (Cooper, 1997 cit Rego, mengindikasikan masuk kriteria
2010) sedang.
Hasil penelitian menunjukkan Menurut Sieber (dalam Sudrajat, 2008:
bahwa seluruh responden (100%) 1) kecemasan dianggap sebagai satu
berada pada kategori tidak faktor penghambat dalam belajar yang
cemas.Hasil penelitian ini menurut dapat mengganggu kinerja fungsi-
asumsi peneliti berhubungan dengan fungsi kognitif seseorang, seperti
minimnya faktor pencetus yang dapat dalam berkonsentrasi, mengingat,
meningkatkan kecemasan.Responden pembentukan konsep dan pemecahan
pada waktu mengisi kuesioner tidak masalah.
mendapatkan stressor yang berlebihan Hasil penelitian menunjukkan
dari luar dirinya yang berpotensi bahwa 66,7% responden memiliki
memberikan ancaman baik itu nyata motivasi yang tinggi. Dari hasil
ataupun khayal. Hal ini sebagaimana penelitian juga didapatkan bahwa pada
yang dinyatakan oleh Nevid Jeffrey S, motivasi perawat primer, domain yang
Rathus Spencer A, & Greene Beverly mempunyai nilai rata-rata tertinggi
(2005) bahwa kecemasan sebagai adalah tanggung jawab dan domain
suatu keadaan emosional yang yang memiliki nilai rata-rata terendah
mempunyai ciri keterasingan adalah domain insentif.Hasil
fisiologis, perasaan tegang yang tidak penelitian menunjukkan bahwa
menyenangkan dan kekhawatiran mayoritas responden memiliki
sesuatu yang buruk akan terjadi. pemahaman yang tinggi bahwa
Kecemasan juga merupakan perawat harus melaksanakan tugas
tanggapan dari sebuah ancaman nyata sesuai jadwal yang diberikan dan
ataupun khayal (Namora Lumongga pemahaman untuk memenuhi

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 95


kebutuhan asuhan keperawatan setiap berpikir kritis kurang baik.Hal ini
penderita menjadi tanggung jawabnya. terjadi karena kurikulum pendidikan
Hasil penelitian ini juga menunjukkan yang belum menjadi jalan dan
bahwa nilai rata-rata terendah adalah memfokuskan diri pada peningkatan
pada domain insentif dengan distribusi kemampuan berpikir kritis, perawat
penyebab kurangnya motivasi karena terjebak pada kegiatan yang bersifat
tidak puas atas insentif yang diberikan rutinitas dan belum maksimalnya
sebesar 56,2%. upaya pendidikan dan pelatihan
Hasil penelitian ini untuk penyebab berkelanjutan yang lebih berorientasi
kurangnya motivasi selaras dengan pada peningkatan kemampuan
penelitian yang dilakukan oleh Rhona berpikir kritis. Hasil penelitian ini
Sandra (2012).Perawat primer dalam didukung oleh hasil penelitian
melaksanakan asuhan keperawatan Sukihananto (2010) yang menyatakan
membutuhkan dorongan dan bahwa perawat yang memiliki
dukungan baik secara internal maupun kemampuan berpikir kritis kurang baik
secara eksternal.Menurut Simamora sejumlah (55,7%). Hasil penelitian ini
(2004) faktor yang penting untuk berbeda dengan hasil penelitian
meningkatkan prestasi kerja, motivasi Mulyaningsih (2011) yang
dan kepuasan kerja adalah dengan menyatakan bahwa perawat yang
pemberian kompensasi, yang dapat mempunyai kemampuan berpikir
berupa kompensasi finansial dan non kritis pada kategori baik (54,55%). Hal
finansial. Hal yang sama juga ini dapat terjadi dimungkinkan karena
diungkapkan oleh Kopelman (1981 metode yang digunakan untuk
dalam Ilyas, 2002) bahwa kompensasi mengukur kemampuan berpikir
akan berpengaruh untuk kritisnya berbeda dan sebagaimana
meningkatkan motivasi kerja, yang diketahui, banyak faktor yang dapat
pada akhirnya secara langsung akan mempengaruhi hasil
meningkatkan kinerja individu. pengukuran.Diantara faktor yang
Data hasil penelitian terkait dapat menurunkan kemampuan
kemampuan berpikir kritis berpikir kritis adalah terjebak dalam
menunjukkan bahwa 81% dari rutinitas, dan cara tersering yang
responden memiliki kemampuan membuat kita terjebak dalam rutinitas

96 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


adalah penggunaan model kebiasaan penelitian yang dilakukan oleh
yang berlebihan (Rubenfeld & Aprisunardi (2011) yang
Scheffer, 2007). Untuk menghindari menunjukkan kecenderungan berpikir
terjadinya masalah tersebut hendaknya kritis membuat intervensi dengan
perawat dapat mengembangkan kualitas baik yang cukup tinggi yaitu
kemampuannya, konsisten dalam sebesar 87,5% dari 30
penggunaan ide dan kreatifitas serta responden.Kemampuan berpikir kritis
menelaah perkembangan dunia dapat memberikan pandangan yang
keperawatan. Cara yang dapat luas dan solusi kreatif yang dibutuhkan
dilakukan adalah implementasi secara untuk keberhasilan peningkatan
berkala diskusi refleksi kasus, kualitas asuhan keperawatan.Snyder
pelaksanaan praktek keperawatan mengemukakan bahwa perawat harus
yang dilandasi bukti, pelaksanaan pre memanfaatkan waktunya untuk
dan post conference serta terlibat memberikan asuhan keperawatan yang
dalam penelitian keperawatan dan berfokus pada pasien sehingga tidak
mengikuti pelatihan serta membaca hanya sebatas melakukan aspek
jurnal keperawatan. Hal ini juga administratif pada pelayanan
disampaikan Benner dan Wrubel kesehatan. Proses berpikir kritis akan
dalam Brunt (2005) yang meningkatkan kemampuan perawat
menyarankan penggunaan metode mengidentifikasi indikator-indikator
diskusi tentang insiden atau kondisi klinis, mengkaji signifikansinya dan
kritis, ronde bersama-sama, dan mendiskusikan area-area yang harus
pendekatan kasus untuk dikembangkan. Berpikir kritis dalam
mengembangkan pengetahuan klinis keperawatan merupakan komponen
perawat dan kemampuan berpikir yang sangat penting dari akuntabilitas
kritis. Hasil penelitian juga professional dan salah satu penentu
menunjukkan bahwa pada kualitas asuhan keperawatan. Perawat
kemampuan berpikir kritis nilai rata- yang memiliki kemampuan berpikir
rata tertinggi adalah pada domain kritis akan menunjukkan sikap percaya
perencanaan dan nilai rata-rata diri, berpandangan konseptual, kreatif,
terendah adalah pada domain fleksibel, rasa ingin tahu, berpikiran
implementasi. Hal ini selaras dengan terbuka, tekun dan reflektif.

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 97


Hasil penelitian menunjukkan seseorang biasanya pengetahuan
bahwa menunjukkan bahwa tidak ada cenderung meningkat. Namun dari
hubungan antara jenis kelamin dengan hasil penelitian ini disimpulkan tidak
kemampuan berpikir kritis perawat ada pengaruh yang bermakna bahwa
primer.Hasil ini sejalan dengan dengan bertambahnya umur maka
penelitian Sumartini (2010) bahwa kemampuan berpikir kritis akan
jenis kelamin bukan faktor yang meningkat.Pekerjaan seorang perawat
mempengaruhi kemampuan berpikir primer memerlukan kemampuan
kritis perawat primer secara berpikir kritis, ketrampilan klinis dan
bermakna.Komponen penilaian mengambil keputusan klinis. Perawat
kemampuan berpikir kritis perawat primer berusia muda pun memiliki
primer, menurut asumsi peneliti, tidak kesempatan yang sama dalam
mempunyai kecenderungan yang kemampuan berpikir kritis.
memihak pada komponen gender yang Hasil penelitian menunjukkan
merujuk pada salah satu jenis kelamin bahwa tidak ada korelasi antara tingkat
sehingga dapat memperoleh nilai pendidikan dengan kemampuan
lebih, karena semua komponen berpikir kritis.Hasil penelitian ini
memerlukan kemampuan untuk selaras dengan penelitian yang
analisis, membuat kesimpulan, dan dilakukan oleh Sumartini (2010) yang
evaluasi melalui penalaran deduktif menunjukkan bahwa kemampuan
dan induktif. berpikir kritis perawat tidak
Hasil penelitian juga menunjukkan dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
bahwa tidak ada korelasi yang pendidikan, pengalaman kerja dan
bermakna antara umur dengan status perkawinan.Hal tersebut
kemampuan berpikir kritis perawat menunjukkan perbedaan dengan teori
primer.Hasil ini sejalan dengan yang menjelaskan bahwa semakin
penelitian Sumartini (2010) bahwa tinggi tingkat pendidikan keperawatan
umur bukan faktor yang seseorang akan semakin baik pula
mempengaruhi kemampuan berpikir kemampuan berpikir kritis. Secara
kritis perawat primer secara umum, pendidikan adalah segala
bermakna.Walaupun, menurut upaya yang direncanakan untuk
Robbins (2003) semakin matang usia mempengaruhi orang lain baik

98 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017


individu, kelompok, atau masyarakat Pengujian hubungan antara lama
sehingga mereka melakukan apa yang bekerja dengan kemampuan berpikir
diharapkan oleh pelaku pendidikan. kritis dengan uji
Pendidikan merupakan pondasi dalam didapatkan hasil p value = 0,135 yang
menyiapkan perangkat-perangkat berarti tidak terdapat korelasi antara
untuk menginisiasi proses berpikir lama bekerja dengan kemampuan
kritis. Apabila perawat sebagai berpikir kritis. Hasil penelitian ini juga
individu mampu memaksimalkan sesuai dengan penelitian yang
infiltrasi ilmu yang dia dapatkan dilakukan oleh Sumartini (2010) yang
selama masa pendidikan, maka dia menunjukkan bahwa tidak ada
akan memiliki perangkat-perangkat pengaruh pengalaman kerja dengan
sebagai pondasi berikir kritis. Tentu kemampuan berpikir kritis.Penelitian
saja, dengan sangat bervariasinya yang dilakukan oleh Ingram (2008),
luaran kualitas hasil pendidikan pada juga menunjukkan tidak mendukung
level tertentu tidak menjadi gambaran asumsi bahwa kemampuan berpikir
umum akan melekatnya suatu kritis sejalan dengan peningkatan
kemampuan hanya pada tingkat pengalaman.Hasil penelitian ini
pendidikannya. Dan dengan berbeda dengan teori menurut Potter &
banyaknya faktor yang dimungkinkan Perry (2009), yang menyatakan
mempengaruhi kemampuan berpikir lamanya pengalaman klinik
kritis pada penelitian ini menunjukkan mempengaruhi kemampuan berpikir
bahwa tingkat pendidikan tidak kritis perawat.
mempengaruhi secara bermakna Hasil penelitian menunjukkan
terhadap kemampuan berpikir kritis. tidak terdapat hubungan yang
Hasil penelitian ini berbeda dengan bermakna antara kepemilikan
penelitian yang dilakukan Mei Jen sertifikat dengan kemampuan berpikir
Chang, et all yang menunjukkan
bahwa terdapat korelasi positif antara dipengaruhi metode pengajaran atau
tingkat pendidikan dengan pembelajaran dalam
kemampuan berpikir kritis perawat pelatihan.Pendekatan pengajaran yang
klinis. digunakan dalam pelatihan sangat
mempengaruhi domain mana yang

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 99


akan terjadi peningkatan. Hasil mempunyai kemampuan berpikir
penelitian ini berbeda dengan kritis kurang baik. Hal ini dikarenakan
pendapat Notoatmojo bahwa pelatihan kompetensi pengetahuan tentang
yang diikuti dapat meningkatkan proses keperawatan secara global
kemampuan peserta, baik dalam belum mengejawantahkan item-item
pengetahuan, keterampilan maupun berpikir kritis pada setiap tahapan
sikap. dalam proses keperawatan. Pada
Hasil penelitian menunjukkan waktu perawat tidak mengetahui dan
terhadap hubungan antara kompetensi memahami item-item berpikir kritis
dengan kemampuan berpikir kritis (p pada setiap tahapan proses
value keperawatan maka kemampuan
ranks juga menunjukkan koefisien berpikir kritis dalam asuhan
korelasi = -0,462 yang berarti bahwa keperawatan akan tidak sesuai dengan
hubungan yang bermakna tersebut yang diharapkan.
mempunyai arah korelasi yang negatif Hasil penelitian menunjukkan
dengan kategori sedang yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang
responden dengan kompetensi kurang bermakna antara kecerdasan
baik mempunyai kecenderungan emosional dengan kemampuan
terbalik memiliki kemampuan berpikir berpikir kritis Hal iniberhubungan
kritis pada kategori baik dengan dengan ketidakseragman dari domain
kekuatan korelasi sedang. Variabel kecerdasan emosional yang menjadi
kompetensi tentang pengetahuan penghambat keterampilan berpikir
terhadap proses keperawatan hanya kritis. Kemampuan dalam pengaturan
mencakup pengetahuan terhadap diri dalam proses pengambilan
proses keperawatan secara global. Dan keputusan menunjukkan pada
hal ini tergambarkan pada penelitian kapasitas kepemimpinan. Kemampuan
ini bahwa pada waktu perawat tersebut akanmenyediakan kekuatan
memiliki pengetahuan tentang proses perubahan dan kemampuan dalam
keperawatan secara makro tidak membuat perencanaan. Kecerdasan
mendukung dia untuk memiliki emosional yang baik dan
kemampuan berpikir kritis dan bahkan komprehensif pada setiap domainnya
cenderung pada tingkat sedang akan memfasilitasi kemampuan untuk

100 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
mendapatkan persepsi, apresiasi dan harus menerapkan perencanaan untuk
mengekspresikan emosi, kemampuan meningkatkan kemampuan berpikir
untuk mengakses perasaan yang kritis sehingga kepercayaan diri juga
dibutuhkan untuk memahami dirinya meningkat. Dengan kepercayaan diri,
dan orang lain, kemampuan untuk seseorang akan mampu mengatasi
memahami emosi dan pengetahuan, kecemasan dan memaksimalkan
kemampuan untuk mengatur emosi potensi mereka secara konsisten
dalam rangka meningkatkan (Ratanasirpong, 2012).
intelektual dan emosinya (Salovey & Hasil penelitian menunjukkan
Mayer, 1990). bahwa tidak terdapat hubungan yang
Penelitian menunjukkan bahwa bermakna antara motivasi dengan
tidak terdapat korelasi antara cemas kemampuan berpikir kritis perawat
dengan kemampuan berpikir kritis.Hal primer.Hal ini menunjukkan bahwa
ini didukung oleh hasil penelitian yang motivasi saja tidak cukup secara
dilakukan oleh Perkins (1971) bermakna untuk meningkatkan
menunjukkan bahwa tidak terdapat kemampuan berpikir
korelasi antara cemas dengan kritis.Berdasarkan data mean pada
kemampuan berpikir kritis.Hasil variabel motivasi, maka domain
penelitian ini berbeda dengan insentif merupakan nilai mean yang
penelitian yang dilakukan oleh Rozita paling rendah. Insentif merupakan
Rezael (2013) yang menunjukkan indikator yang penting dalam
bahwa responden dengan tingkat memotivasi seseorang. Hal ini sesuai
kecemasan sedang cenderung dengan pendapat Kopelman (1986
memiliki kemampuan berpikir kritis dalam Ilyas, 2000) yang menyatakan
lemah. Penelitian yang lain yang bahwa imbalan akan mempengaruhi
dilakukan terhadap mahasiswa BSc di seseorang untuk meningkatkan
Thailand menunjukkan bahwa motivasi kerjanya yang secara
menurunnya kepercayaan diri dan langsung dapat meningkatkan
berpikir kritis dikarenakan adanya kinerjanya. Hal yang sama dinyatakan
peningkatan tingkat kecemasan. oleh Musni Riza (2002) yang
Mereka menyimpulkan bahwa menyatakan bahwa salah satu faktor
institusi pendidikan keperawatan yang menyebabkan motivasi kerja

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 101
perawat berkurang adalah reaward memiliki motivasi pada kategori
yang tidak ada. tinggi dan 17 responden (81%)
memiliki kemampuan berpikir
SIMPULAN DAN SARAN kritis pada kategori kurang baik.
A. Simpulan 2. Tidak ada hubungan antara jenis
Berdasarkan hasil penelitian dan kelamin dengan kemampuan
pembahasan tentang gambaran berpikir kritis perawat primer (p
kemampuan berpikir kritis perawat value=0,214).
primer di Instalasi Rawat Inap Rumah 3. Tidak ada hubungan antara umur
Sakit Islam Surakarta, maka sesuai dengan kemampuan berpikir kritis
dengan tujuan penelitian dapat perawat primer (p value=0,716).
disimpulkan sebagai berikut : 4. Tidak ada hubungan antara tingkat
1. Gambaran karakteristik responden pendidikan dengan kemampuan
dalam penelitian ini sebagian besar berpikir kritis perawat primer (p
berjenis kelamin wanita yaitu value=0,786).
sebanyak 16 responden (76,2%), 5. Tidak ada hubungan antara lama
15 responden (71,4%) memasuki bekerja dengan kemampuan
usia dewasa awal, 15 responden berpikir kritis perawat primer (p
(71,43%) berpendidikan DIII value=0,135).
Keperawatan, 14 responden 6. Tidak ada hubungan antara
(66,7%) memiliki masa kerja 5-10 kepemilikan sertifikat dengan
tahun, 19 responden (90,5%) tidak kemampuan berpikir kritis perawat
memiliki sertifikat terkait primer (p value=0,471).
pelatihan perawatan intensif, 11 7. Ada hubungan kompetensi dengan
responden (52,4%) memiliki kemampuan berpikir kritis perawat
kompetensi terkait pengetahuan primer (p value=0,035) dengan
tentang proses keperawatan pada arah korelasi negatif (-0,462).
kategori kurang baik, 19 responden 8. Tidak ada hubungan antara
(90,5%) memiliki kecerdasan kecerdasan emosional dengan
emosional pada kategori tinggi, 21 kemampuan berpikir kritis perawat
responden (100%) pada kategori primer (p value=0,496).
tidak cemas, 14 responden (66,7%)

102 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
9. Tidak ada hubungan antara cemas pelatihan, seminar, ataupun
dengan kemampuan berpikir kritis workshop yang diadakan baik oleh
perawat primer (p value=0,269). organisasi, institusi pendidikan,
10. Tidak ada hubungan antara maupun pihak-pihak terkait serta
motivasi dengan kemampuan tentu saja peningkatan kualifikasi
berpikir kritis perawat primer (p pendidikan dalam rangka
value=0,052). memberikan dasar-dasar ilmu
pengetahuan untuk meningkatkan
B. Saran kemampuan dalam menganalisa,
1. Rumah Sakit :menggali metode membuat kesimpulan serta
untuk meningkatkan kemampuan melakukan evaluasi dengan
berpikir kritis para perawat. Selain penalaran deduktif dan induktif.
itu, penting bagi rumah sakit 3. Institusi Pendidikan :
khususnya divisi keperawatan mengevaluasi efektivitas
untuk menyusun rencana dan kurikulum, metode pembelajaran
menyediakan fasilitas yang selama ini diterapkan dalam
pembelajaran dan pelatihan yang meningkatkan kemampuan
mendukung untuk meningkatkan berpikir kritis bagi mahasiswa
kemampuan berpikir kritis. keperawatan.
2. Perawat : meningkatkan 4. Peneliti : perlu adanya penelitian
kemampuan berpikir kritis yang lebih lanjut tentang kemampuan
dilakukan melalui diskusi kasus, berpikir kritis dan faktor-faktor
ronde keperawatan, pembelajaran yang mempengaruhinyadengan
aplikasi EBNP pada praktek klinis, menggunakan metode pendekatan
diskusi refleksi kasus dengan tetap yang berbeda.
ditopang dengan mengikuti

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 103
DAFTAR PUSTAKA

Alfaro-LeFevre, R. (2003). Critical Thinking in Nursing : A Practical Approach. 3rd Ed.


Philadelphia : Saunders

Alfaro-LeFevre, R. (2004). Critical Thinking and Clinical Judgment : A Practical


Approach. 3rd. Ed. St. Louis : Saunders

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta; 2006.

Brunt, B. A. (2005). Models, Measurement, And Strategies In Developing Critical


Thinking Skills. The Journal of Continuing Education in Nursing.

Cooper, R.K. and Sawaf, A. (1997).Executive EQ : emotional Intelligence in Leadership


and Organization. New York : The Berkley Publishing Group
Cottrell, S. (2005).Critical thinking skills: Developing effective analysis and argument.
New York: Palgrave MacMillan

Dahlan, M. Sopiyudin. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 5.Jakarta
: Penerbit Salemba Medika

Facione, P. A. (2006) Critical Thinking : What It Is and Why It Counts, Millbrae, CA :


Calofornia Academic Press

Facione, P. A., & Facione, N. C. (2004) Talking Critical Thinking, Millbrae, CA :


Calofornia Academic Press

Kozier, B. (2012). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process and Practices. 9th Ed.
New Jersey : Pearson Education, Inc

Liaw SY, Scherpbier A, Klainin-Yobas P, Rethans J-J. A review of educational strategies


rating
patients.Int. Nurs. Rev.

Malayu, S. P. Hasibuan. (2010). Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan


Produktivitas.Jakarta : PT Bumi aksara

McGregor, D. (2007). Developing thinking developing learning; A guide to thinking skills


in education. New York: The McGraw-Gill Companies

Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.

Nugroho A, Widodo A. (2012). Hubungan motivasi kerja perawat dengan pemberian


pelayanan keperawatan pada pasien keluarga miskin (jamkesmas) di RSUI
Kustati Surakarta. Surakarta : UMS

104 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
Nursalam. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Kedua. Jakarta: Salemba Medika; 2002.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktek (edisi 4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Prayoga, G. (2009). Kesetaraan Gender Perawat Laki-Laki Dan Perawat Perempuan


Dalam Pelayanan Kesehatan. Surakarta : Skripsi FISIP UNS

Ratanasiripong P, Ratanasiripong N, Kathalae D. (2012). Biofeedback intervention for


stress and anxiety among nursing students: A randomized controlled trial. ISRN
Nursing.

Riza, Musni. (2002). Telaahan Penelitian Optimalisasi Pendokumentasian Keperawatan


di RS Dharmais.Jakarta : Jurnal Keperawatan Indonesia Vol III No 9:334

Rezaei, R., Saatzas, S., Nia, H. S., Moulookzadeh, S., Behedhti, Z. (2015). Anxiety and
Critical Thinking in Nursing Students. Britsh Journal of Education, Societry &
Behavioral Science

Rubenfeld, M.G., Scheffer, B.K. (2007). Berpikir kritis dalam keperawatan. Jakarta :
EGC

Rusmegawati. (2011) Pengaruh Supervisi Reflektif Interaktif terhadap Keterampilan


Berpikir Kritis Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di IRNA RS
Dr. H. M. Ansari Saleh Banjarmasin. Depok : Tesis FIK UI

Siagian, Sondang, P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya.Jakarta : PT. Rineka Cipta

Sieber, J.E. (1977). Anxiety, Learning, and Instruction. Hillsdale, NJ : Lawrence Erlbaum
Associates

Simamora.(2004). Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu


Ekonomi YKPN

Snyder, M (1993). Critical Thinking : A Foundation for Consumer Focused Care. Journal
of Continuing Education in Nursing. 24(5) : 206-210

Sukihananto. (2010). Hubungan dokumentasi keperawatan berbasis komputer dengan


daya berpikir kritis perawat pada pelaksanaan proses keperawatan di RSUD
Banyumas. Tesis FIK UI

Sumartini, B. T. (2010). Pengaruh Penerapan Panduan Coaching Kepala Ruang


Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Pengambilan Keputusan Perawat
Primer Dalam Proses Keperawatan Di Ruang Rawat Inap PKSC. Depok : Tesis
FIK UI

Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 105
Sutoto, dkk.(2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

Swanburg, Russel C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan


untuk Perawat Klinis, Jakarta : EGC

Taylor, B. J. (2006). Reflective Practice: A Guide For Nurses and Midwives.


Meidenhead: Open University Press.

Taylor, Carol. (2011). Fundamentals of Nursing : The Art and Science of Nursing Care.
7th Ed. Wolters Kluwer Health : Lippincott Williams & Wilkins

Tunner, C. A. (2000). Critical Thinking : Beyond Nursing Process. Journal of Nursing


Education, 39(8) : 338-339

Wardani Y. Analisis kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di RSU


PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. J. Kesehat. Masy.

Warawirasmi, T. (2014) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Perawat TentangCatheter-Associated Urinary Tract Infections Di Intensive Care
Unit

106 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017

Anda mungkin juga menyukai