188 25 289 1 10 20180516 PDF
188 25 289 1 10 20180516 PDF
INTISARI
D. Definisi Operasional
100 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
mendapatkan persepsi, apresiasi dan harus menerapkan perencanaan untuk
mengekspresikan emosi, kemampuan meningkatkan kemampuan berpikir
untuk mengakses perasaan yang kritis sehingga kepercayaan diri juga
dibutuhkan untuk memahami dirinya meningkat. Dengan kepercayaan diri,
dan orang lain, kemampuan untuk seseorang akan mampu mengatasi
memahami emosi dan pengetahuan, kecemasan dan memaksimalkan
kemampuan untuk mengatur emosi potensi mereka secara konsisten
dalam rangka meningkatkan (Ratanasirpong, 2012).
intelektual dan emosinya (Salovey & Hasil penelitian menunjukkan
Mayer, 1990). bahwa tidak terdapat hubungan yang
Penelitian menunjukkan bahwa bermakna antara motivasi dengan
tidak terdapat korelasi antara cemas kemampuan berpikir kritis perawat
dengan kemampuan berpikir kritis.Hal primer.Hal ini menunjukkan bahwa
ini didukung oleh hasil penelitian yang motivasi saja tidak cukup secara
dilakukan oleh Perkins (1971) bermakna untuk meningkatkan
menunjukkan bahwa tidak terdapat kemampuan berpikir
korelasi antara cemas dengan kritis.Berdasarkan data mean pada
kemampuan berpikir kritis.Hasil variabel motivasi, maka domain
penelitian ini berbeda dengan insentif merupakan nilai mean yang
penelitian yang dilakukan oleh Rozita paling rendah. Insentif merupakan
Rezael (2013) yang menunjukkan indikator yang penting dalam
bahwa responden dengan tingkat memotivasi seseorang. Hal ini sesuai
kecemasan sedang cenderung dengan pendapat Kopelman (1986
memiliki kemampuan berpikir kritis dalam Ilyas, 2000) yang menyatakan
lemah. Penelitian yang lain yang bahwa imbalan akan mempengaruhi
dilakukan terhadap mahasiswa BSc di seseorang untuk meningkatkan
Thailand menunjukkan bahwa motivasi kerjanya yang secara
menurunnya kepercayaan diri dan langsung dapat meningkatkan
berpikir kritis dikarenakan adanya kinerjanya. Hal yang sama dinyatakan
peningkatan tingkat kecemasan. oleh Musni Riza (2002) yang
Mereka menyimpulkan bahwa menyatakan bahwa salah satu faktor
institusi pendidikan keperawatan yang menyebabkan motivasi kerja
Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 101
perawat berkurang adalah reaward memiliki motivasi pada kategori
yang tidak ada. tinggi dan 17 responden (81%)
memiliki kemampuan berpikir
SIMPULAN DAN SARAN kritis pada kategori kurang baik.
A. Simpulan 2. Tidak ada hubungan antara jenis
Berdasarkan hasil penelitian dan kelamin dengan kemampuan
pembahasan tentang gambaran berpikir kritis perawat primer (p
kemampuan berpikir kritis perawat value=0,214).
primer di Instalasi Rawat Inap Rumah 3. Tidak ada hubungan antara umur
Sakit Islam Surakarta, maka sesuai dengan kemampuan berpikir kritis
dengan tujuan penelitian dapat perawat primer (p value=0,716).
disimpulkan sebagai berikut : 4. Tidak ada hubungan antara tingkat
1. Gambaran karakteristik responden pendidikan dengan kemampuan
dalam penelitian ini sebagian besar berpikir kritis perawat primer (p
berjenis kelamin wanita yaitu value=0,786).
sebanyak 16 responden (76,2%), 5. Tidak ada hubungan antara lama
15 responden (71,4%) memasuki bekerja dengan kemampuan
usia dewasa awal, 15 responden berpikir kritis perawat primer (p
(71,43%) berpendidikan DIII value=0,135).
Keperawatan, 14 responden 6. Tidak ada hubungan antara
(66,7%) memiliki masa kerja 5-10 kepemilikan sertifikat dengan
tahun, 19 responden (90,5%) tidak kemampuan berpikir kritis perawat
memiliki sertifikat terkait primer (p value=0,471).
pelatihan perawatan intensif, 11 7. Ada hubungan kompetensi dengan
responden (52,4%) memiliki kemampuan berpikir kritis perawat
kompetensi terkait pengetahuan primer (p value=0,035) dengan
tentang proses keperawatan pada arah korelasi negatif (-0,462).
kategori kurang baik, 19 responden 8. Tidak ada hubungan antara
(90,5%) memiliki kecerdasan kecerdasan emosional dengan
emosional pada kategori tinggi, 21 kemampuan berpikir kritis perawat
responden (100%) pada kategori primer (p value=0,496).
tidak cemas, 14 responden (66,7%)
102 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
9. Tidak ada hubungan antara cemas pelatihan, seminar, ataupun
dengan kemampuan berpikir kritis workshop yang diadakan baik oleh
perawat primer (p value=0,269). organisasi, institusi pendidikan,
10. Tidak ada hubungan antara maupun pihak-pihak terkait serta
motivasi dengan kemampuan tentu saja peningkatan kualifikasi
berpikir kritis perawat primer (p pendidikan dalam rangka
value=0,052). memberikan dasar-dasar ilmu
pengetahuan untuk meningkatkan
B. Saran kemampuan dalam menganalisa,
1. Rumah Sakit :menggali metode membuat kesimpulan serta
untuk meningkatkan kemampuan melakukan evaluasi dengan
berpikir kritis para perawat. Selain penalaran deduktif dan induktif.
itu, penting bagi rumah sakit 3. Institusi Pendidikan :
khususnya divisi keperawatan mengevaluasi efektivitas
untuk menyusun rencana dan kurikulum, metode pembelajaran
menyediakan fasilitas yang selama ini diterapkan dalam
pembelajaran dan pelatihan yang meningkatkan kemampuan
mendukung untuk meningkatkan berpikir kritis bagi mahasiswa
kemampuan berpikir kritis. keperawatan.
2. Perawat : meningkatkan 4. Peneliti : perlu adanya penelitian
kemampuan berpikir kritis yang lebih lanjut tentang kemampuan
dilakukan melalui diskusi kasus, berpikir kritis dan faktor-faktor
ronde keperawatan, pembelajaran yang mempengaruhinyadengan
aplikasi EBNP pada praktek klinis, menggunakan metode pendekatan
diskusi refleksi kasus dengan tetap yang berbeda.
ditopang dengan mengikuti
Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 103
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, M. Sopiyudin. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 5.Jakarta
: Penerbit Salemba Medika
Kozier, B. (2012). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process and Practices. 9th Ed.
New Jersey : Pearson Education, Inc
Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
104 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017
Nursalam. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Kedua. Jakarta: Salemba Medika; 2002.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktek (edisi 4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rezaei, R., Saatzas, S., Nia, H. S., Moulookzadeh, S., Behedhti, Z. (2015). Anxiety and
Critical Thinking in Nursing Students. Britsh Journal of Education, Societry &
Behavioral Science
Rubenfeld, M.G., Scheffer, B.K. (2007). Berpikir kritis dalam keperawatan. Jakarta :
EGC
Siagian, Sondang, P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya.Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sieber, J.E. (1977). Anxiety, Learning, and Instruction. Hillsdale, NJ : Lawrence Erlbaum
Associates
Snyder, M (1993). Critical Thinking : A Foundation for Consumer Focused Care. Journal
of Continuing Education in Nursing. 24(5) : 206-210
Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017 105
Sutoto, dkk.(2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Taylor, Carol. (2011). Fundamentals of Nursing : The Art and Science of Nursing Care.
7th Ed. Wolters Kluwer Health : Lippincott Williams & Wilkins
106 Jurnal Ilmu Keperawatan Indoensia Vol. 10, No. 1, April 2017