Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA BERMAIN

TERAPI BERMAIN PUZZLE

DI RUANG 7A RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)


RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA BERMAIN

TERAPI BERMAIN PUZZLE

DI RUANG 7A RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
KELOMPOK 6 MAHASISWA D4 KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG

Mengetahui,
Pembimbing Lahan

( )
SATUAN ACARA BERMAIN

Pokok bahasan : Terapi Bermain Puzzle

Sub pokok bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Sakit yang Dirawat di
Rumah Sakit dengan Cara Stimulasi Kognitif dan
Bicara Bahasa

Waktu : 30 menit

Hari/tanggal : Jumat, 18 Oktober 2019

Tempat : Ruang 7A RSSA

Peserta :

Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang 7A yang memenuhi
kriteria:
 Anak usia 3 – 6 tahun
 Tidak mempunyai keterbatasan fisik
 Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
 Pasien kooperatif

1. Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat


menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di
rumah sakit. Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang
berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah (Supartini, 2004).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak
karena menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Perasaan tersebut
dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami
sebelumnya, rasa tidak nyaman dan merasakan sesuatu yang menyakitkan
(Supartini, 2004).

Kecemasan merupakan perasaan paling umum yang dialami oleh pasien


anak terutama usia prasekolah. Potter & Perry (2005) menyatakan usia prasekolah
merupakan masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3-6 tahun. Pada usia ini,
perkembangan motorik anak berjalan terus-menerus. Reaksi terhadap kecemasan
yang ditunjukkan anak usia prasekolah yaitu menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan (Supartini, 2004). Dampak dari hospitalisasi dan kecemasan yang dialami
anak usia prasekolah berisiko dapat mengganggu tumbuh kembang anak dan proses
penyembuhan pada anak (Wong, 2004). Anak usia prasekolah memandang
hospitalisasi sebagai sebuah pengalaman yang menakutkan. Ketika anak menjalani
perawatan di rumah sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak dan
harus banyak beristirahat. Hal tersebut tentunya akan mengecewakan anak sehingga
dapat meningkatkan kecemasan pada anak (Samiasih, 2007). Untuk mengurangi
kecemasan yang dirasakan oleh anak dapat diberikan terapi bermain. Bermain dapat
dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang mengalami
sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011).

Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak.
Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan
pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011). Bermain dapat
digunakan sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal
dengan sebutan Terapi Bermain (Tedjasaputra, 2007). Adapun tujuan bermain bagi
anak di rumah sakit yaitu, mengurangi perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan
nyeri (Supartini, 2004).

2. Tujuan

1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit agar dapat mencapai tugas
perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan walaupun dalam kondisi
sakit.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi bermain selama 30 menit anak mampu:
a. Bersosialisasi dengan perawat baru

b. Menunjukkan ekspresi nonverbal dengan tertawa, tersenyum dan saling


bercanda.

3. Metode dan Media

1. Metode
a. Bermain bersama
b. Mendengarkan tanggapan anak/tanya jawab
2. Media
a. Puzzle
b. Hadiah

4. Kegiatan

1. Pengorganisasian
a. Leader : Ananda Candra
b. Co leader : Talitha Lasufa
c. Fasilitator : Rizka Alifia
d. Observer : Attyatul Q

Pembagian tugas :

1) Peran Leader
 Mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Memimpin jalannya terapi bermain dari awal hingga berakhirnya terapi
 Membuat suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.
2) Co Leader
 Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
 Membantu memimpin jalannya kegiatan
 Menggantikan leader jika terhalang tugas
3) Fasilitator
 Memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan
 Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
 Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak agar dapat
kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan.
 Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
 Membimbing kelompok selama permainan
4) Observer
 Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu, tempat dan
jalannya acara
 Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok
dengan evaluasi kelompok

2. Setting tempat (gambar/denah ruangan)


Keterangan:

: Leader

: Co leader

: Peserta

: Fasilitator

: Observer

: Orang tua

3. Kegiatan bermain

No Waktu Terapis Anak


1 5 Pembukaan:
menit 1. Co leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
Mendengarkan
3. Memperkenalkan
Mendengarkan
pembimbing
4. Memperkenalkan anak Mendengarkan dan
satu persatu dan anak saling saling berkenalan
berkenalan dengan temannya
5. Kontrak waktu dengan
Mendengarkan
anak
Mendengarkan
6. Mempersilahkan leader
2 20 Kegiatan bermain:
menit 1. Leader menjelaskan cara Mendengarkan
bermain Menjawab pertanyaan
2. Menanyakan pada anak,
anak mau bermain atau tidak
Menerima permainan
3. Membagikan permainan
4. Leader, co leader, dan Bermain
fasilitator memotivasi anak
5. Observer mengobservasi
Bermain
anak
Mengungkapkan
6. Menanyakan perasaan
anak perasaan
3 5 Penutup:
menit 1. Leader menghentikan Selesai bermain
permainan Mengungkapkan
2. Menanyakan perasaan
perasaan
anak
Mendengarkan
3. Menyampaikan hasil
Senang
permainan
4. Memberikan hadiah pada
anak yang cepat dalam Senang
menyusun puzzle
5. Membagikan hadiah
Mengungkapkan
pada semua anak yang bermain
perasaan
6. Menanyakan perasaan
Mendengarkan
anak
7. Co leader menutup acara Menjawab salam
8. Mengucapkan salam

5. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
Yang diharapkan:
 Alat-alat yang digunakan lengkap

 Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi Proses
Yang diharapkan:
 Terapi dapat berjalan dengan baik
 Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
 Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi

 Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya

3. Evaluasi Hasil
Yang diharapkan:
 Anak dapat mengembangkan bicara dan bahasa serta kognitif dengan
menebak gambar dengan sesuai
 Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
 Anak merasa senang
 Anak tidak takut lagi dengan perawat
 Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai
 Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan terapi bermain

Lampiran materi:

TERAPI BERMAIN MENYUSUN PUZZLE


DENGAN USIA 3-6 TAHUN

A. Pengertian
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ
yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi
fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).
Menurut Joyce Engel (1999), yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah
anak-anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:
1. Aspek fisik
2. Aspek motorik
3. Aspek bahasa
4. Aspek kognitif
5. Aspek sosialisasi

Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya membantu
mengembangkan kemampuan motorik anak saja tetapi juga berperan penting dalam
proses pengembangan kognitif klien dan emosional klien, serta membantu klien
untuk menggunakan kemampuan bahasanya dengan bertanya sehingga klien akan
terbiasa dengan proses sosialisasi dengan orang, lingkungan dan kondisi
disekitarnya.
Ketika anak sudah mampu bermain menyusun pazel secara lancar maka dia
sudah siap untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih lanjut seperti
bersosialisasi dengan orang lain seperti mengenalkan diri

B. Stimulasi Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun


Stimulasi yang diperlukan anak usia 3-5 tahun adalah:
1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak melakukan
permainan yang melakukan ketangkasan dan kelincahan.
2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar
menggambar.
3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti
satu separuh dengan cara membagikan kue.
4. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain
ke tetangga (Suherman, 2000)

C. Faktor penyebab ketidakmampuan menyusun puzzle

Menurut Immanuel, ketidakmampuan melakukan tugas perkembangan


tertentu, seperti bergerak, tumbuh, bicara, ataupun kecakapan motorik tertentu
seperti menyusun, merangkai ataupun memposisikan benda, dapat menghambat
berkembangnya ketrampilan berikutnya, diwaspadai kemungkinan mengalami
keterlambatan. Faktor penyebabnya antara lain:

1. Karena kurang dirangsang atau kurang latihan


Anak dengan usia 3-5 tahun perlu dilatih rangsangan motorik halus dan kasarnya
dengan memberinya stimulus pendukung. Umumnya anak usia ini berminat pada
hal-hal yang berhubungan dengan sebab akibat, sehingga ingi mencoba memadukan
satu benda dengan benda lain.
2. Ada ganguan pada mata
Pandangan yang tidak jelas pada anak membuatnya enggan melakukan kegiatan
yang menggunakan benda-benda kecil. Anda perlu memeriksanya ke dokter
sebelum hal ini berlangsung lama.
3. Ada gangguan pada saraf atau retardasi mental.
Gangguan ini dapat diwaspadai dari kemampuan meraba. Bila anda mendapati si
kecil anda mengalami kelainan pada ketrampilan meraba, anda perlu waspada.
Segera bawa ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan.

D. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan


Faktor instrinsik sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kegagalan
berkembang terutama berkaitan dengan terjadinya penyakit pada anak, yaitu:
1. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)
2. Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid,
kekurangan hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya
3. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan
dalam pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
4. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan
gangguan mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh
5. Anemia atau penyakit darah lainnya

6. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau


hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi

Menurut Soetjiningsih secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi


tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor lingkungan
(ekstrinsik). Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Faktor ini adalah bawaan yang normal dan patologis,
jenis kelamin, suku bangsa / bahasa, gangguan pertumbuhan di negara maju lebih
sering diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang sedang berkembang,
gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh faktor genetik juga faktor
lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal.

E. Dampak Hospitalisasi Pada Anak


1. Separation ansiety
2. Tergantung pada orang tua
3. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
4. Tahap putus asa: berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,
menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
5. Tahap menolak: Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima
hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan

F. Manfaat Bermain Pada anak Di Rumah Sakit


1. Terapi bermain menyusun balok dapat merangsang keterampilan proses
berfikir dan motorik anak
2. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
3. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak
4. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang
pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih tegang dan nyeri
5. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif.

G. Prinsip Bermain di Rumah Sakit

Menurut Supartini (2004), terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit


tetap harus memperhatikan kondisi kesehatan anak. Ada beberapa prinsip permainan
pada anak di rumah sakit.

Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang


dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang
dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan
yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan (Supartini, 2004).

Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil


perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti boneka
yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di
malam hari (Wong, et al, 2008).

J . Alat Mainan yang Sesuai dengan Usia dan Kondisi Anak

Alat mainan dapat diberikan pada anak dalam keadaan kondisi sakit ringan,
dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang
minimal. Pengamatan dekat dan tanda vital serta status dalam keadaan normal dan
kondisi sakit sedang, dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan
dan pengobatan yang sedang, pengamatan dekat dan status psikologis dalam
keadaan normal. Sedangkan anak dalam keadaan sakit berat tidak diberikan
aktivitas bermain karena anak berada dalam status psikologis dan tanda vital yang
belum normal, anak gelisah, mengamuk serta membutuhkan perawatan yang ketat
(Whaley & Wong, 2004).

Pada usia bayi, saat anak mengalami sakit ringan, alat mainan yang sesuai
seperti balok dengan warna yang bervariasi, buku bergambar, cangkir atau sendok,
kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi. Sedangkan saat
anak sakit sedang, mainan yang dapat diberikan berupa kotak musik, giring-giring
yang dipegang, boneka yang berbunyi (Wong, et al, 2008).

Alat mainan yang dapat didorong dan ditarik, balok-balok, mainan


bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku gambar, kertas, crayon, dan
manik-manik besar dapat diberikan pada anak usia toodler saat mengalami sakit
yang ringan. Sedangkan pada saat anak sakit dalam tingkat yang sedang, mainan
yang diberikan dapat berupa mainan bermusik, alat rumah tangga, telephone
mainan, buku bergambar, dan manik-manik besar (Wong, et al, 2008).

Pada usia pra sekolah, saat mereka mengalami sakit ringan, alat mainan yang
dapat diberikan berupa boneka-bonekaan, puzzle, mobil-mobilan, buku gambar,
teka-teki, menyusun potongan gambar, kertas untuk melipat-lipat, crayon, alat
mainan bermusik dan majalah anak-anak. Dan saat anak pra sekolah mengalami
sakit sedang, mainan yang diberikan dapat berupa boneka-bonekaan, mobil-
mobilan, buku bergambar, dan alat mainan musik (Wong, et al, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Immanuel, R. (2006). Permainan Edukatif dalam Perkembangan Logic-Smart Anak.


Terdapat pada:
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01fd/325abfcd.dir/doc.p
df.
Kaplan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. 2000. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku,
Psikiatri. Klinis, Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna .
Veltman M,W Browne K.D. 2000. An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing from
Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect.
Whaley L.F, Wong D.L. 2001. Nursing Care of infants and children in-ed. St Louis : Mosby
year book
Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Jakarta : EGC.
Wong, D. L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Alih Bahasa. Jakarta : EGC.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1, Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Samiasih, Amin. (2007). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan Anak
Usia Prasekolah Selama Tindakan Keperawatan di Ruang Lukman Rumah Sakit
Roemani Semarang. Terdapat pada :
http://www.academia.edu/3585452/PENGARUH_TERAPI_BERMAIN_TERHAD
AP_TINGKAT_KECEMASAN_ANAK_USIA_PRASEKOLAH_SELAMA_TIND
AKAN_KEPERAWATAN_DI_RUANG_LUKMAN RUMAH SAKIT ROEMANI
SEMARANG. Diakses pada tanggal 6 Maret 2019
Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak
Usia Pra Sekolah (3-5 tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo Semarang.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/arti
cle/view/92.
Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap Tingkat
Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD dr. R.
Goetheng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Tedjasaputra, Maykes. (2007). Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta : Grasindo

Anda mungkin juga menyukai