Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Bencana III
dengan judul “Manajemen Kesiapsiagaan Bencana”. Kami berterima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………3
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………...15
3.2 Saran………………………………………………………………………………….15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….16
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana sebagai ciri khas yang dimiliki di sebagian besar wilayah Indonesia. Keadaan
Iklim, Geologi, Geomorfologi, Tanah, dan Hidrologi menjadikan Indonesia sebagai
Negara Rawan Bencana. Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya, serta kondisi fisik Indonesia
berpengaruh terhadap tingkat risiko bencana.
Berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang penaggulangan bencana, risiko
bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah
dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat (Emi, 2009). Masyarakat diharapkan memiliki kapasitas yang
memadai untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana serta tanggap dan
sadar bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana.
Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang menunjukkan respons terhadap bencana. Faktor
yang berperan dalam kesiapsiagaan bencana adalah Masyarakat dan pihak pengambil
keputusan. Kesiapsiagaan adalah bagian yang integral dari pembangunan berkelanjutan.
Jika pembangunan dilaksanakan dengan baik, upaya kesiapsiagaan terhadap bencana
akan lebih ringan tugasnya (Kharisma, 2009).
1.3 Tujuan
Mahasiswa mengerti tentang manajemen kesiapsiagaan bencana dan dapat menambah
wawasan masyarakat secara umum sehingga dapat turut serta dalam upaya
pcnanggulangan bencana.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
The United Nations International Strategy for Disaster Reduction (LJNISDR, 2009)
mendefinisikan kesiapsiagaan sebagai berikut:
“Kesiapsiagaan adalah pengetuhuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah,
lembaga-lembaga profesional dalam bidang respons dan pemulihan, serta masyarakut dan
perorangan dalam mengantisipasi, merespons, dan pulih secara efektif dari dampak
dampak peristiwa atau kondisi ancaman bahaya yang mungkin ada, akan segera ada, atau
saat ini ada.”
The International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC)
menunjukkan bahwa kesiapan bencana harus menjadi proses yang berkesinambungan dan
terpadu yang dihasilkan dari berbagai kontributor, sumber daya dan kegiatan. Dari
perspektif IFRC, kesiapsiagaan bencana memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektivitas dan dampak dari mekanisme tanggap darurat
bencana di tingkat masyarakat dan nasional.
2. Penguatan kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat melalui program nasional
untuk masyarakat, dan melalui dukungan langsung dari masyarakat kegiatan sendiri.
3. Mengembangkan kegiatan yang berguna untuk mengatasi kedua risiko sehari-hari
yang masyarakat mungkin menghadapi, serta menanggapi situasi bencana.
4
Kesiapsiagaan (preparedness) adalah aktivitas-aktivitas dan langkah-langkah
kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan
masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain :
a) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
b) Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor penanggulangan bencana
(SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
c) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
d) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
e) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
f) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning).
g) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).
h) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan).
5
Kesiapsiagaan merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen bencana secara
terpadu.
Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana
masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari risiko yang akan
terjadi. Misalnya memilih tempat tinggal yang jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan
adalah setiap aktivitas sebelurn terjadinya bencana yang bertujuan untu mengembangkan
kapasitas operasional dan memfasilitasi respons yang efektif ketika suatu bencana
terjadi.
1. Mengevaluasi risiko yang ada pada suatu negara/daerah tertentu terhadap bencana.
2. Menjalankun standar dan peraturan.
3. Mengatur sistem komunikasi, informasi, dan peringatan.
4. Menjamin mekanisme koordinasi dan tanggapan.
5. Menjalankan langkah-langkah untuk memastikan bahwa sumber daya keuangan dan
sumber daya lain yang tersedia untuk meningkatkan kesiapan dan dapat
dimobilisasikan saat situasi bencana.
6
MPP fokus pada enam bidang yang dipandang penting untuk mewujudkan respon yang
efektif dan terkoordinasi:
7
7) Identifikasi anggota keluarga yang rentan (anak-anak, lanjut usia, ibu hamil, dan
penyandang disabilitas).
2. 10 benda yang dibutuhkan saat bencana, yaitu:
1) Air minum untuk 3-10 hari
2) Makanan untuk 3-10 hari
3) Obat p3k
4) Obat-obatan pribadi
5) Lampu senter (dan ekstra baterai)
6) Radio (dan ekstra baterai)
7) Sejumlah uang dan dokumen penting (sertifikat kelahiran, sertifikat tanah/rumah,
ijazah, dokumen asuransi, surat kepemilikan asset)
8) Pakaian, jaket dan sepatu
9) Peralatan (peluit, sarung tangan, selotip, pisau serbaguna, masker, pelindung
kepala)
10) Pembersih higienis (tisu basah, hand sanitizier, perlengkapan mandi)
3. Mencari informasi dari berbagai media, seperti radio, televisi, media online, maupun
sumber lain yang resmi.
Dapat diperoleh informasi resmi terhadap penanganan darurat dari BPBD, BNPB, dan
kementerian/lembaga terkait. Apabila sudah berbentuk posko,informasi lanjutan akan
diberikan oleh posko setempat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa sebagian warga indonesia kurang baik dalam
kesiapsiagaan bencananya disebabkan masyarakat banyak yang belum mengetahui
kerentanan wilayahnya terhadap bencana. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan
8
terhadap kesiapsiagaan bencana harus di tingkatkan. Di indonesia hal tersebut belum
di lakukan secara menyeleruh. Di indonesia selalu hanya di lakukan penanggulangan
dan kurang terhadap pencegahan dan kesiapsiagaan.
Tetapi ada daerah di indonesia yang sudah memiliki kesadaran terhadap bencana
yaitu terdapat di daerah aceh. Desa itu bernama desa siaga. Desa tersebut sudah nilai
yang baik dalam aspek sikap, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana,
dan pengetahuan.
2. Jepang
Jepang merupakan salah satu Negara yang mengalami bencana terbesar. Ketika
mengalami bencana, Negara tersebut langsung bertindak cepat dalam penanganan dan
rekontruksinya. Setelah itu Negara Jepang langsung membuat management
kesiapsiagaan untuk mengurangi dampak dari bencana. Berikut merupakan
manajemen yang dilakukan jepang, yaitu :
1) Merancang bangunan-bangunan yang tahan gempa. Ini sebagai langkah antisipasi
awal apabila terjadi gempa yang muncul sewaktu-waktu
2) Merancang aturan mengenai pemeliharaan lingkungan, seperti perlindungan hutan
di pesisir dan perlindungan awal gelombang tsunami (dengan menempatkan batu-
batu pemecah ombak ditepian laut ntuk mengurangidampak tsunami).
3) Menggembangkan system peringatan dini bencana alam (disaster early warning
system). Ini dimaksudkan agar semua pihak bisa merespon dengan cepat, serta
masyarakat yang berpotensi mengalami dampak bencana agar segera
mempersiapkan diri untuk berlindung ditempat yang sudah dipersiapan.
10
4) Mendirikan area perlindungan (shelter) bagi korban dampak bencana alam
5) Mengembangkan secara terus-menerus system tanggap darurat bencana agar
mampu bekerja secara efektif
6) Memberikan pelatihan rutin kepada masyarakat sebagai respon cepat atas bencana
alam yang bisa datang kapan saja
1) Non fisik
Masyarakat jepang melakukan persiapan non fisik dengan mengaupdate
pengetahuan tentang bencana seperti melakukan pelatihan atau membaca teori-
dasar dasar dan jurnal tentang bencana. Warga jepang mengetahui bencana yang
terjadi di negaranya melalui suatu system yang dapat diakses di internet yang
bernama Jishin Sokuhou
2) Fisik
Masyarakat jepang mempunyai kebiasaan untuk menyiapkan tas yang berisi
pembekalan makanan, minuman, kantong keresek, senter sebagai wujud
kesiapsiagaan mereka terhadap bencana.
Masyarakat jepang sudah dikenali dengan tanda-tanda bencana sejak belia. Anak
sudah di paparkan cara kesiapsiagaan dalam bencana-bencana yang bisa terjadi di
sana. Orang dewasa dapat mengetahui tentang kesiapsiagaan dari buku atau
penelitian-penelitian terbaru. Disana juga sering dilakukan pelatihan-pelatian untuk
orang awam dalam bencana. Dalam suatu jurnal di jelaskan bahwa masyarakat jepang
jika terjadi bencana sudah tidak panik dan langsung melakukan tindakan yang harus
di laksanakan dengan segera untuk penyelamatan diri.
11
3. Australia
Negara Australia adalah salah satu Negara yang bekerja sama dengan Indonesia
dalam pengembangan siaga bencana. Negara Australia dan Indonesia bermitra untuk
meningkatkan pengetahuan dan teknologi. Negara Australia membuat alat untuk
mendeteksi bencana yang akan terjadi dan sekaligus mengetahui radius wilayah yang
akan terkena bencana. Alat itu di gunakan juga untuk menganalisis dampak dari
bencana tersebut. Negara tersebut juga meningkatkan pengetahuannya di bidang
bencana. Informasi yang didapat di Indonesia terkait bencana di manfaatkan untuk
meningkatkan kesiap siagaan di negaranya.
12
4. Amerika
Amerika merupakan Negara yang baru terkena bencana. Manajemen kesiapsiagaan
bencana yang di lakukan oleh Amerika adalah :
1) Rencana darurat keluarga - Pelajari cara menemukan tempat berlindung,
merencanakan rute evakuasi, dan menyimpan kontak kerabat.
2) Perlengkapan diri sendiri - Cari tahu persediaan dan barang-barang penting apa
yang harus Anda kemas saat membuat perlengkapan darurat Anda sendiri.
3) Mempersiapkan obat-obatan dan persediaan medis - Dapatkan informasi tentang
menyiapkan obat jika terjadi bencana dan apa yang harus dilakukan selama
bencana jika Anda memiliki cacat.
4) Persiapan secara finansial untuk bencana - Kumpulkan informasi keuangan dan
medis yang penting, simpan rekening tabungan darurat, dan pastikan kebutuhan
asuransi Anda dipenuhi.
5) Persiapan darurat hewan peliharaan - Pelajari cara menyiapkan hewan peliharaan
Anda, membuat kit dengan barang-barang dasar untuk bertahan hidup, dan lain-
lain.
6) Rencana darurat bisnis - Dapatkan tip untuk mempersiapkan organisasi Anda
menghadapi bahaya, termasuk mengidentifikasi risiko Anda, dan cara tetap aman
dari berbagai jenis bencana.
13
Dapatkan Peringatan Cuaca dan Alarm Darurat
Temukan alat dan informasi untuk membantu rumah, keluarga, dan bisnis Anda untuk
menghadapi bencana dan keadaan darurat.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU
RI No. 24 Tahun 2007).
Kesiapsiagaan merupakan suatu keadaan yang harus di lakukan dengan segera namun
dapat menyelamatkan nyawa. Kesiapsiagaan harus di dukung dengan persiapan mitigasi
yang matang pula. Negara yang sering terkena bencana alam atau non alam harus lebih
waspada. Negara yang memiliki bencana terbanyak salah satunya adalah Indonesia.
Negara yang menjalin mitra dengan Indonesia terkait dengan bencana adalah Negara
Jepang, Australia, dan Amerika. Negara-negara tersebut meneliti dan mengembangkan
peraturan dan pengetahuin kebencanaan di Indonesia. Kesadaran dan pendidikan harus di
tingkatkan dalam kesiapsiagaan bencana untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat.
Manajemen kesiapsiagaan bencana dilakukan dengan simulasi kesiapsiagaan untuk
mengukur kesiapsiagaan suatu masyarakat atau kelompok atau negara terhadap bencana.
Dilihat dari banyaknya bencana yang sangat beragam di Indonesia, seharusnya warga
Indonesia lebih memahami dan mengerti serta lebih sadar akan tanda dari bencana.
3.2 Saran
Kesiapsiagaan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintah atau lembaga-lembaga
yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan
masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpatisipasi dalam upaya kesiapsiagaan bencana.
15
Daftar Pustaka
Aminudin. 2013. Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Alam. Bandung : Penerbit Angkasa
Bandung.
Deny Hidayati. 2008. Jurnal Kesiapsiagaan Masyarakat: Paradigma Baru Pengelolaan
Bencana Alam Di Indonesia Vol. III, No. I, 2008 6.
Heti Aprilin, dkk. Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 20 (2018) pp. Kesiapsiagaan Sekolah
Terhadap Potensi Bencana Banjir Di Sdn Gebangmalang Kecamatan Mojoanyar
Kabupaten Mojokerto JBP Vol.20, No. 2, Agustus 2018
BNPB. 2017. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana.
Febriana, dkk. Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.
Kesiapsiagaan Masyarakat Desa Siaga Bencana Dalam Menghadapi Bencana Gempa
Bumi Di Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Volume 2, No. 3, Agustus 2015.
Khambali, I. 2017. Manajemen Penanggulangan Bencana. Ed I. Yogyakarta: ANDI
UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
UN - ISDR, 2004. Living with Risk “A Hundred Positive Examples of How People are
Making The World Safer”, United Nation Publication, Geneva, Switzerland.
Nurjannah, dkk. 2011. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta
Respon Bencana di Asia Pasifik Panduan Perangkat dan Layanan Internasional. OCHA-
ROAP Regional Office for Asia and the Pacific, Executive Suite, Second Floor, UNCC
Building, Rajdamnern Nok Avenue, Bangkok 10200, Thailand.
https://www.usa.gov/prepare-for-disasters.
16