Anda di halaman 1dari 26

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM POLITIK

PEMILIHAN SEBAGAI IMPLEMENTASI NILAI


DEMOKRASI YANG ADA DI INDONESIA

Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik
Dosen Maris,

oleh:
NIKO JOUSIKA WANDIRA SEMBIRING

NPP 29.0152

PROGRAM STUDI PRAKTIK PERPOLISIAN TATA PAMONG


FAKULTAS HUKUM TATA PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Partisipasi Masyarakat Dalam Politik Pemilihan Sebagai Implementasi Nilai
Demokrasi Yang Ada Di Indonesia”.
dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian
makalah ini dapat diperbaiki semakin lebih baik lagi.
Demikian makalah ini diperbuat semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Dan disadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
membutuhkan kritik serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini lebih baik
ke depannya.

Jatinangor, 28 Juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 7
2.1 Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu) ................................................................. 7
2.2 Pengertian Sistem Pemilu............................................................................................ 8
2.3 Pengertian dan Konsep dari Partisipasi Politik .................................................. 9
2.4 Bentuk-bentuk Partisipasi Politik ....................................................................... 11
2.5. Tingkatan Partisipasi Politik ............................................................................... 12
2.6 Faktor pendukung dan penghambat partisipasi pemilu ................................... 12
2.7 Regulasi yang mengatur tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu ........ 14
2.8 Prinsip Pemilu yang Demokratis ......................................................................... 16
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................... 18
3.1 Sekilas tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Di Indonesia ........... 18
3.2 Partisipasi masyarakat dalam Politik Pemilihan Sebagai Implementasi Nilai
Demokrasi yang ada di Indonesia.................................................................................... 19
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 25
4.2 Saran ...................................................................................................................... 25
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 26
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai mahluk Tuhan YME telah memiliki hak dan kewajiban
yang melekat pada dirinya sejak terlahir didunia. Manusia mempunyai hak untuk
memperjuangkan hak-haknya, baik dalam kehidupan berbangsa maupun
bernegara, salah satunya yakni dalam bidang politik. Kehidupan politik yang
merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi warga negara dengan
pemerintah, dan institusi-institusi diluar pemerintah (non formal), telah
menghasilkan dan membentuk variasi pendapat,pandangan, dan pengetahuan
tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena
itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan,
perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya,pemerintahanya, pemimpin
politik dan lain-lain. Akan tetapi, seringkali partisipasi yang bergejolak ataupun
partisipasi yang pasif menimbulkan pro dan kontra dalam kehidupan politik suatu
negara terutama dalam hal pemilihan pemimpin suatu negara. Kehadiran partai
politik dalam suatu pemerintahan terkadang menjadi acuan apakah partisipasi
politik disuatu negara telah berjalan dengan baik ataupun tidak.
Partisipasi politik masyarakat sendiri merupakan salah satu bentuk
aktualisasi dari proses demokrasi. Hal ini menjadi sangat penting bagi masyarakat
dalam proses pembangunan politik bagi negara-negara berkembang seperti
diindonesia, kerena didalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat
dilakukan,salah satunya adalah berlangsung dimana proses pemilihan kepala
negara sampai dengan pemilihan walikota dan bupati secara langsung. Sistem ini
membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses
tersebut.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam pengertian demokrasi, demokratis
atau tidaknya suatu negara itu dilihat dari bagaimanakan perjalanan pemilu yang
ada dinegara tersebut, apabia partisipasi dari masyarakatnya bagus maka dapat
disimpulkan bahwa negara tersebut bisa dinilai sebagai negara yang demokratis,
lalu bagai mana dengan Indonesia? Bukankah indonesia merupakan negara yang
Demokrasi?
Dalam hal ini memang Indonesia merupakan negara yang menerapkan
sistem demokrasi hal ini terlihat dari dengan diadakannya pemilu pertama kali
pada tahun 1955 akan tetapi dalam perjalanannya justru semakin kesini tingkatan
partisipasi dari masyarakat justru semakin berkurang, hal ini terlihat dari semakin
bertambahnya angka prosentase golput.
Sebenarnya ada sejumlah penjelasan yang dikemukakan oleh para
pengamat atau penyelenggara pemilu tentang penyebab adanya Golput
diantaranya pertama masalah administratif. Seseorang pemilih tidak memilih
karena terbentur dengan prosedur administratif seperti tidak mempunyai kartu
pemilih, tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan sebagainya. Kedua masalah
teknis yakni seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu
untuk memilih seperti harus bekerja dihari pemilihan, sedang ada keperluan,
harus ke luar kota disaat pemilihan dan sebagainya. Ketiga, rendahnya
keterlibatanatau ketertarikan pada politik (political engagement) yakni seseorang
tidak memilih karena tidak merasa tertarik dengan politik, acuh dan tidak
memandang pemilu atau pilkada sebagai hal yang penting. Keempat, kalkulasi
rasional yakni pemilih memutuskan tidak menggunakan hak pilhnya karena
secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih, pemilu legislatif
dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan yang berarti,
bahkan bisa jadi karena tidak ada calon yang disukai.[1]
Berbagai masalah tentang banyaknya angka Golput sebenarnya sudah
menjadi perhatian dari KPU di setiap pemilihan umum, sebenarnya KPU sudah
berusaha dengan berbagai cara agar tingkat partisipasi masyarakat terus
meningkat dan angka prosentase golput dapat ditekan seminimal mungkin.

1.2 Rumusan Masalah


Indonesia yang menggunakan sistem demokrasi yang mengatas namakan
rakya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dirasakan dapat membawa
pemerintahan indonesia kearah yang lebih baik dan lebih beradab dalam bidang
demokrasi pemilihan. Jika dilihat dari latar belakang diatas dapat diambil
rumusan masalah yakni bagaimana Partisipasi masyarakat dalam Politik
Pemilihan Sebagai Implementasi Nilai Demokrasi yang ada di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas politik
pemilihan tingkat nasional dan daerah serta menambah wawasan para pembaca
sebagai tambahan informasi mengenai Partisipasi masyarakat dalam Politik
Pemilihan Sebagai Implementasi Nilai Demokrasi yang ada di Indonesia
sehingga diharapkan para pembaca dapat menanamkan sikap demokrasi didalam
kegidupan baik pribadi maupun sosial. Selain itu juga penulis berharap agar
masyarakat setelah membaca makalah ini akan semakin sadar tentang seberapa
penting dan berharganya hak pilih dari para pemilih dalam pemilihan umum,
sehingga diharapkan angka golput kedepanya bisa berkurang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu)


Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.[2]
Selain itu pemilu juga dapat diartikan sebagai proses pemilihan orang-
orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut
beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat
pemerintahan, sampai kepala desa. Pemilu sendiri merupakan salah satu usaha
untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan
kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain
kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam,
namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda
banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Selain itu juga ada beberapa pendapat dari para ahli tentang pemilu
diantaranya sebagai berikut :
· Menurut (Ramlan, 1992:181)
Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau
penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai.
· Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan,
Pemilu merupakan: “Elections are the accostions when citizens choose their
officials and cecide, what they want the government to do. ng these decisions
citizens determine what rights they want to have and keep.”
· Menurut Ali Moertopo
Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk
menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam
Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu
Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat
dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-
sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan
negara.

2.2 Pengertian Sistem Pemilu


Dieter Nohlen mendefinisikan sistem pemilihan umum dalam 2
pengertian, dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, sistem
pemilihan umum adalah “…. segala proses yang berhubungan dengan hak pilih,
administrasi pemilihan dan perilaku pemilih." Lebih lanjut Nohlen menyebutkan
pengertian sempit sistem pemilihan umum adalah “… cara dengan mana pemilih
dapat mengekspresikan pilihan politiknya melalui pemberian suara, di mana
suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen atau pejabat publik."
Definisi lain dari sistem pemilihan umum dikemukakan oleh Matias
Iaryczower and Andrea Mattozzi dari California Institute of Technology.
Menurut mereka, yang dimaksud dengan sistem pemilihan umum adalah “…
menerjemahkan suara yang diberikan saat Pemilu menjadi sejumlah kursi yang
dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislatif nasional. Dengan memastikan
bagaimana pilihan pemilih terpetakan secara baik dalam tiap kebijakan yang
dihasilkan, menjadikan sistem pemilihan umum sebagai lembaga penting dalam
demokrasi perwakilan."
Melalui dua definisi sistem pemilihan umum yang ada, dapat ditarik
konsep-konsep dasar sistem pemilihan umum seperti:
Transformasi suara menjadi kursi parlemen atau pejabat publik,
memetakan kepentingan masyarakat, dan keberadaan partai politik. Sistem
pemilihan umum yang baik harus mempertimbangkan konsep-konsep dasar
tersebut.
2.3 Pengertian dan Konsep dari Partisipasi Politik
Pertisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik,
disebabkan keberadaan struktur-struktur politik di dalam masyarakat, seperti
partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan dan juga media masa
yang kritis dan aktif. Hal ini merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat
dalam kehidupan politik (partisipan). Sementara itu pengertian dari partisipasi
politik itu sendiri merupakan kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat, mengaadakan
hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen, menjadi anggota partai salah satu gerakan sosial dengan direct
actionnya dan sebagainya.[3].
Selain itu juga partisipasi dapat diartikan sebagai salah satu aspek penting
demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat
dalam kegiatan-kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat
langsung maupun yang bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan
pemerintah.

Wahyudi Kumorotomo mengatakan


“Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual
yang memperlihatkan adanya hubungan timbale balik antara pemerintah dan
warganya.”[4]
Lebih jauh dia mengingatkan bahwa secara umum corak partisipasi warga
negara dibedakan menjadi empat macam, yaitu : pertama, partisipasi dalam
pemilihan (electoral participation), kedua, partisipasi kelompok (group
participation), ketiga, kontak antara warga negara dengan warga pemerintah
(citizen government contacting) dan keempat, partisipasi warga negara secara
langsung.
Untuk memperjelas konsep arti dari partai politik, para ahli merumuskan
beberapa rumusan tentang pengertian partisipasi politik sebagai berikut :
1) Herbert McClosky (dalam International Encyclopedia of The Social
Science)
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses
pembentukan kebijaksanaan umum

2) Prof. Mirian Budiharjo dalam Dasar-dasar Ilmu Politik.


Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai
politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui
mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-
pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung
dalam pembentukan kebijakan umum. Indikatornya adalah berupa
kegiatan individu atau kelompok yang bertujuan untuk ikut aktif dalam
kehidupan berpolitik, memilih pemimpin publik atau mempengaruhi
kebijakan publik.

3) Gabriel Almond (2004:26)


Partisipasi politik hanya terbatas pada kegiatan sukarela saja
yaitu kegiatan yang dilakukan tanpa paksan atau tekanan dari siapapun.
2.4 Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik
yang dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Partisipasi aktif
Merupakan bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan
keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul
mengenai suatu kebijakana umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang
berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan
untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut srta dalam kegiatan
pemilihan pimpinan pemerintahan.
b. Partisipasi Pasif
Merupakan bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu
sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan
melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.[5]
Ditingkat individu, secara lebih spesifik Milbrarth M.L. Goel mengidentifikasi
tujuh bentuk partisipasi politik individual .
No Bentuk Partisipasi Keterangan

1 Aphatetic Inactuves Tidak beraktifitas yang partisipatif, tidak pernah memilih.

2 Passive Supporters Memilih secara reguler/teratur, menghadiri parade patriatik,


membayar seluruh pajak, “mencintai negara”.

3 Contact Specialist Pejabat penghubung lokal (daerah), propinsi dan nasional dalam masalah-masalah tertentu.

4 Communicators Mengikuti informasi-informasi politik, terlibat dalam diskusi-diskusi, menulis surat pada editor surat
kabar, mengirim pesan-pesan dukungan dan protes terhadap pemimpin-pemimpin politik.

5 Party and campign workers Bekerja untuk partai politik atau kandidat, meyakinkan orang lain tentang bagaimana memilih,
menghadiri pertemuan-pertemuan, menyumbang uang pada partai politik atau kandidat, bergabung dan
mendukung partai politik, dipilih jadi kandidat partai politik.

6 Community activitis Bekerja dengan orang lain berkaitan dengan masalah-masalah lokal, membentuk kelompok untuk
menangani problem-problem lokal, keanggotaan aktif dalam organisasi-organisasi kemasyara-katan,
melakukan kontak terhadap pejabat-pejabat berkenan dengan isu-isu sosial.

7 Protesters Bergabung dengan demonstrasi-demonstrasi publik di jalanan, melakukan kerusuhan bila perlu,
melakukan protes keras bila pemerintah melakukan sesuatu yang salah, menghadapi pertemuan-
pertemuan protes, menolak mematuhi aturan-aturan.
Dari berbagai aktivitas-aktivitas ini, kita bisa melihat keberagaman
aktivitas dalam partisipasi politik. Dari hal yang paling sederhana hingga yang
kompleks, dari bentuk-bentuk yang mengedepankan kondisi damai sampai
tindakan-tindakan kekerasan. Namun seluruh aktivitas ini termasuk dalam
kerangka partisipasi politik, setiap tindakan yang berhadapan dengan pembuat
dan pelaksana kebijakan, dan partisipan terlibat untuk mempengaruhi jalannya
proses tersebut agar sesuai kepentingan dan aspirasinya[6]

2.5. Tingkatan Partisipasi Politik


Tingkatan partisipasi politik merupakan pencerminan dari kapasitas
partisipan dalam berpartisipasi politik. Semakin tinggi tingkatan yang ditempati,
maka semakin tinggi juga tingkatan partisipasi politiknya. Menurut Huntington
dan Nelson, Rush dan Althoff tingkatan partisipasi politik dibagi sebagai berikut:
1. Menduduki jabatan politik atau administratif
2. Mencari jabatan politik atau administratif
3. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
4. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
5. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi-political)
6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi-political)
7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainya
8. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam bidang politik
9. Voting (pemberian suara)

2.6 Faktor pendukung dan penghambat partisipasi pemilu


a. Faktor pendukung dari partisipasi politik
1. Pendidikan politik
Menurut Ramdlon Naning, pendidikan politik merupakan usaha untuk
memasyarakatkan politik dalam, arti mencerdaskan kehidupan politik,
meningkatkan kesadaran setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, serta meningkatkan kepekaan dan kesadaran rakyat terhadap hak,
kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap berbangsa dan bernegara.
2. Kesadaran politik
Menurut Drs. M. Taupan, kesadaran politik merupakan suatu proses batin
yang menampakan keinsafan dari setiap warga negara akan urgensi
kenegaraan dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, kesadaran politik
atau keinsafan hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupan bernegara
menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas negara
bersifat menyeluruh dan kompleks sehingga tanpa dukungan positif dari
seluruh warga masyarakat, tugas-tugas negara banyak yang terbengkalai.
3. Sosialisasi politik
Sosialisasi politik merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan
orientasi pada politik. Adapun alat yang dapat dijadikan sebagai perantara
atau sasran dalam sosialisasi olitik yakni : keluarga, sekolah, serta partai
politik [7]

b. Faktor penghambat partisipasi politik


Banyak hal yang menyebabkan banyak orang tidak ikut berpartisipasi
dalam politik yakni :
1. Apatis (masa bodoh) hal ini dapat diartikan sebagai tidak adanya perhatian
seseorang terhadap oranglain, situasi atau gejala-gejala.
2. Sisisme, menurut Agger sinisme dapat diartikan sebagai “kecurigaan yang
busuk dari manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan
kotor, tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi plitik dalam bentuk
apapui itu sia-sia dan tidak ada hasilnya.
3. Alienas, menurut Lane Alienase merupakan suatu perasaan keterasingan
seseorang dari politik mengenai pemerintah dan politik bangsa yang
dilakukan oleh orang lain untuk orang lain tidak adil.
4. Anomie, menurut Lane Anomie merupakan suatu perasaan kehidupan nilai
dan ketiadaan awal dengan kondisi orang individu mengalami perasaan
ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang
mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk
bertindak.[8]

2.7 Regulasi yang mengatur tentang Partisipasi Masyarakat dalam


Pemilu
Didalam Undang-undang yang terbaru, penyelenggaraan pemilihan
umum diatur dalam undang-undang no 15 tahun 2011. Didalamnya disebutkan
pasal 1 angka 1 bahwa pemilihan umum merupakan sarana dari pelaksanaan
kedaulatan yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adildalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Jika dilihat
dari pengertian yang sudah dijelaskan pada pasal 1 ayat 1 undang-undang no 15
tahun 2011 seharusnya pemilihan umum dimaknai sebagai suatu tindakan yang
bertujuan untuk menghendaki adanya suatu bentuk pemerintahan yang
demokratis yang ditentukan secara jujur dan adil.

Selain itu juga jika dilihat dari Undang-undang tahun 1945 memang
seharusnya indonesia mempunyai sistem kekuasaan yang terdiri dari Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif. Bahkan menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo kekuasaan
yang ada di Indonesia didistribusikan ke dalam enam kekuasaan, yaitu :
1. Kekuasaan konsitutif,
2. Legislatif,
3. Yudikatif,
4. Eksekutif,
5. Konsultatif
6. Inspektif.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat


menyatakan bahwa “kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu
Undang-Undang Dasar yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat”. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
pasal 2 ayat(1) menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tanagan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”
Selain mengacu pada Undang-Undang Dasar, ketentuan lain juga diatur
melalui peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang Dasar. Pada
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, menunjukkan adanya bentuk pelanggaran hukum terhadap
jaminan hak memilih yang melekat pada warga negara Indonesia. Menurut
ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan
bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan
politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999, dinyatakan bahwa :
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan
umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Jika dilihat berdasarkan ketentuan kedua pasal yang telah dijelaskan
diatas, sudah jelas bahwa terdapat jaminan yuridis yang melekat bagi setiap
warga Negara Republik Indonesia untuk memperoleh dan melaksanakan hak
memilihnya dalam pemilihan umum.
2.8 Prinsip Pemilu yang Demokratis
Suatu pemilu yang demokratis mempunyai beberapa ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU dan Jajaran
BAWASLU) yang mandiri dan bebas intervensi dari pihak manapun.
2. Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
3. Semua tahapan dilaksanakan secara demokratis, prosedural, transparan dan
akuntabel.
4. Pemerintah dan jajarannya menjaga integritas dan netralitas.
5. Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih dengan prinsip satu suara
mempunyai nilai yang sama (one person, one vote dan one value).
Selain prinsip-prinsip yang sudah dijelaskan diatas, dalam manifesto dan
deklarasi tentang kriteria pemilu yang bebas dan adil yang telah diterima oleh
Dewan Antar Parlemen dijelaskan tentang beberapa hal pokok sebagai berikut:
1. Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara dalam Pemilu tanpa
diskriminasi.
2. Setiap pemilih mempunyai hak mendapatkan akses informasi yang efektif,
tidak berpihak dan tidak diskriminatif.
3. Tidak seorang pun warga yang memilih hak dapat dicegah haknya untuk
memberikan suara atau didiskualifikasi untuk mendaftar sebagai pemilih,
kecuali sesuai kriteria obyektif yang ditetapkan undang-undang.
4. Setiap orang yang ditolak haknya untuk memilih atau untuk didaftarkan
sebagai pemilih berhak naik banding ke pihak yang berwenang untuk
meninjau keputusan itu dan untuk mengoreksi kesalahan secara cepat dan
efektif.
5. Setiap pemilih mempunyai hak dan akses yang sama pada tempat pemungutan
suara untuk dapat mewujudkan hak pilihnya.
6. Setiap pemilih dapat menentukan haknya sama dengan orang lain dan
suaranya mempunyai nilai yang sama dengan suara pemilih yang lain.
7. Setiap pemilih mempunyai hak memberikan suara secara rahasia adalah
mutlak dan tidak boleh dihalangi dengan cara apapun.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sekilas tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Di Indonesia


Partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator
implementasi penyelenggaraan kekuasaaan negara tertinggi yang absah oleh
rakyat (kedaulatan rakyat), yang dimanifestasikan keterlibatan mereka dalam
pesta demokrasi (Pemilu). Semakin tinggi tingkat partisipasi politik
mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta melibatkan diri
dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang rendah
pada umumnya mengindikasikan bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau
minat terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan. Rendahnya tingkat partisipasi
politik rakyat direfleksikan dalam sikap golongan putih (golput) dalam pemilu.
Tingkat partisipasi poitik pemilih dalam Pemilu di Indonesia pada Pemilu
tahun 1955 mencapai 91,4 % dan jumlah Golput mencapai 8,6%, pada Pemilu
1971 tingkat partisipasi politik pemilih 96,6% dan jumlah Golput mencapai 3,4
%, Pemilu 1977 dan Pemilu 1982 tingkat partisipasi politik pemilih 96,5% dan
jumlah Golput mencapai 3,5%, pada Pemilu 1987 tingkat partisipasi politik
pemilih mencapai 96,4% dan jumlah Golput 3,6%, pada Pemilu 1992 tingkat
partisipasi politik pemilih mencapai 95,1% dan jumlah Golput mencapai 4,9%,
pada Pemilu 1997 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 93,6% dan jumlah
Golput mencapai 6,4%, pada Pemilu 1999 tingkat partisipasi politik pemilih
mencapai 92,6% dan jumlah Golput 7,3%, pada Pemilu Legislatif tahun 2004
tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 84,1% dan jumlah Golput 15,9%,
pada Pilpres putaran pertama tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 78,2%
dan jumlah Golput 21,8%, sedangkan pada Pilpres putaran kedua tingkat
partisipasi politik pemilih mencapai 76,6% dan jumlah Golput 23,4%. Pada
Pemilu Legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih semakin menurun
yaitu hanya mencapai 70,9% dan jumlah Golput semakin meningkat yaitu 29,1%
dan pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 71,7% dan
jumlah Golput mencapai 28,3%. Sedangkan dalam pemilu tahun 2014 Justru
semakin memburuk, hal ini terlihat dari banyaknya warga masyarakat yang
memilih untuk GOLPUT bahkan prosentasenya mencapai 32,75%.

3.2 Partisipasi masyarakat dalam Politik Pemilihan Sebagai


Implementasi Nilai Demokrasi yang ada di Indonesia.
Di Indonesia berpartisipasi dalam pemilihan umum merupakan tindakan
yang dijamin oleh negara, hal tersebut tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang
berbunyi “ kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu juga diatur
secara jelas dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2005 mengenai jaminan sipil
dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai
hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan
hukum dan pemerintah, hak mendapatkan keadilan,dll
Salah satu contoh implementasi dari kebebasan yang dimaksud diatas
yakni partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, hal ini merupakan salah
satu implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia, hal tersebut mencerminkan
nilai kebebasan, dimana masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih dan
mendukung calonnya dalam pemilihan umum.selain itu juga masyarakat
diberikan kebebasan melakukan protes terhadap pemerintah, hal ini menunjukan
bahwa partisipasi masyarakat dalam politik di Indonesia mengalami peningkatan.
Budiarjo (1996:185) menyatakan dalam negara-negara demokratis umumnya
dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam pemikiran
ini, tingginya tingkat partisipasi menunjukan bahwa warga negara mengikuti dan
memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu. Sebagai
pelaksana nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik pemilihan
memiliki peran yang sangat penting. Karena dalam negara demokrasi semua
bersumber dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat.
Akan tetapi dalam pelaksanaanya pemilihan umum yang dilaksanakan
sejak reformasi masih saja ditemukan berbagai masalah, salah satunya yang
menjadi masalah yang jadi perhatian yakni jumlah partisipasi masyarakat
terhadap pemilihan umum, masih banyaknya warga masyarakat yang golput
dalam pemilu, hal tersebut dapat dilihat dari prosentase partisipasi dalam pemilu
sebagai berikut :

Sumber : Litbang kompas/VOH, diolah dari KPU


Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa angka prosentase golput dari
kurun waktu ke waktu cenderung mengalami penurunan. Hal ini tidak lepas dari
kinerja DPR dan DPRD periode 1999-2004 tak sebagus yang dibayangkan.
Bersamaan dengan berlakunya kebijakan otonomi daerah, maka DPRD pun
punya kuasa penuh atas APBD, sejak saat itulah korupsi marak diberbagai daerah
sampai pusat, dan korupsi semakin merata diberbagai bidang. Dengan banyaknya
kasus korupsi yang melibatkan para anggota yang duduk diparlemen, tidak heran
jika tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu semakin menurun dikarenakan
ketidak percayaan masyarakat dengan para calon anggota legislatif.
Bahkan pada pemilu tahun 2014 tingkat partisipasi masyarakat justru
cenderung semakin menurun, hal ini dapat dilihat dari banyaknya angka golput
bahkan mencapai prosentase 32,75%, angka tersebut dapat dilihat dari tabel
berikut :
Tahun DPT PARTISIPASI TIDAK MEMILIH %

2014 185,826,024 139,573,927 46,252,097 24,9%

SUARA SAH SUARA TIDAK SAH % GOLPUT %


124,972,491 14,601,436 10,5% 60,853,533 32,75%

Prosentase Golput pada pemilu 2014 (sumber: kompasiana, diolah dari data KPU)
Jika dilihat dari data-data yang telah disajikan diatas terlihat bahwa
partisipasi masyarakat dalam pemilu dari waktu ke waktu cenderung mengalami
penurunan, hal ini terlihat dari banyaknya pemilih yang Golput dalam pemilu.
Dengan banyaknya warga masyarakat yang golput menimbulkan pertanyaan,
sebenarnya apa sih faktor-faktor yang mempengaruhi mereka?
Ada beberapa alasan mengapa tingkat status sosial-ekonomi
berkorelasi dengan kehadiran atau ketidakhadiran pemilih pada saat Pemilu, yaitu
:
1. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan-pekerjaan tertentu lebih mengahargai partisipasi warga. Para
pemilih yang bekerja di lembaga-lembaga sektor-sektor yang berkaitan langsung
dengan kebijakan pemerintah cenderung lebih tinggi tingkat kehadiran dalam
pemilu dibanding para pemilih yang bekerja pada lembaga-lembaga atau sektor-
sektor yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah. Para pegawai negeri atau pensiunan, menunjukkan tingkat kehadiran
memilih lebih tinggi dibanding dengan yang lain. Sebab, mereka sering terkena
langsung dengan kebijakan pemerintah, seperti misalnya kenaikan gaji,
pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Begitu pula para pensiunan yang
sangat berkepentingan langsung dengan berbagai kebijakan pemerintah,
khususnya tentang besarnya tunjangan pensiun kesehatan, kesejahteraan atau
tunjangan-tunjangan lainnya.

2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat dikatakan turut mempengaruhi perilaku pemilih
masyarakat di Kecamatan Medan Amplas. Faktor pendidikan merupakan hal
yang sangat penting untuk diperhatikan, sebab pendidikan sebagai suatu kegiatan
yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam menganalisa teori serta
mampu untuk menentukan keputusan dalam persoalan-persoalan untuk mencapai
tujuan menjadi faktor yang penting bagi masyarakat sebagai pelaku partisipasi
aktif dalam pemilihan. Karena semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
ketajaman dalam menganalisa informasi tentang politik dan persoalan-persoalan
sosial yang diterima semakin meningkat dan menciptakan minat dan
kemampuannya dalam berpolitik.

3. Pengaruh Keluarga
Keluarga juga memberikan pengaruh yang cukup besar pada masyarakat
dalam hal tidak ikut memilih pada Pemilu Legislatif, kuatnya pengaruh pimpinan
keluarga (ayah) dalam menentukan pilihan politik keluarga. Secara umum apabila
kepala keluarga (ayah) tidak ikut memilih akan memberikan pengaruh kepada
anggota keluarga lainnya untuk tidak ikut memilih.
Banyaknya warga masyarakat yang golput sangat disayangkan, padahal
yang seharusnya masyarakat seharusnya memilih para wakilnya yang duduk
diparlemen agar aspirasi mereka dapat tersalurkan, akan tetapi faktanya justru
banyak masyarakat yang tidak percaya lagi terhadap para calon legislatif yang
awalnya pada saat kampanye mereka beraspirasi akan mementingkan
kepentingan masyarakat, tapi pada saat telah terpilih justru banyak dari anggota
legislatif yang mementingkan kepentingan sendiri dan akhirnya banyak yang
melakukan korupsi. Oleh sebab itu agar partisipasi masyarakat kembali
meningkat lagi, maka perlu ada kerjasama antara pihak pemerintah dan
masyarakat. Dan pemerintah harus benar-benar mengusut berbagai kasus korupsi
yang ada diindonesia agar masyarakat kembali percaya terhadap para anggota
legislatif.
Sebenarnya upaya untuk mengatasi minimnya partisipasi masyarakat
(golput) sudah dilakukan oleh KPU. Salah satunya yakni dengan menggunakan
sistem input data online dan sosialisasi yang dilakukan secara gencar yang
dilakukan oleh KPU baik KPU pusat maupun KPU daerah. Selain itu juga KPU
melakukan sosialisasi tentang Daftar Pemilih Sementara (DPS) sebelum menjadi
Daftar Pemilih Tetap (DPT), tindakan yang dilakukan KPU tersebut perlu
diapresiasi oleh semua pihak karena KPU telah memperlihatkan Upayanya untuk
melakukan perbaikan keadaan. Sebenarnya sudah banyak pendapat yang
diberikan oleh banyak ahli guna memperoleh data yang bersih, valid dan reliable,
akan tetapi hal ini sangat sulit dilakukan. Penelitian yang terkait untuk
memperoleh data yang bersih, valid dan reliable sebenarnya dapat dilakukan dan
ditelusuri apabila pemerintah punya catatan kematian dari penduduk yang tercatat
dalam Single Identity Number (SIN) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK)
sebagai acuan untuk memperoleh data yang bersih, valid dan reliable.
Akan tetapi Upaya yang dilakukan sia-sia, pemerintah harusnya
melakukan pendekatan secara persuasi (tidak bisa memaksa) agar masyarakat
aktif untuk mempelototi daftar pemilih.
Dalam pelaksanaan pemilu yang demokratis haruslah sesuai dengan asas
dari pemilu itu sendiri diantaranya adalah :
1. Jujur
Penyelenggara/pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu,
pengawas, dan pemantau Pemilu dan pemilih bersikap dan bertindak jujur.
2. Adil
Penyelenggaraan Pemilu setiap pemilih dan Parpol peserta Pemilu mendapat
perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
3. Langsung
Rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya
sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
4. Umum
Semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu
sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam
Pemilu.
5. Bebas
Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan
paksaan dari siapapun.
6. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Salah satu implementasi dari nilai demokrasi adalah partisipasi dari
masyarakat dalam politik pemilihan, Budiardjo (2009:367) menyatakan bahwa
partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
kebijakan pemerintah. Selain itu juga bentuk lain dari partisipasi masyarakat
dalam politik antara lain adalah partisipasi dalam pemilihan umum baik ditingkat
nasional maupun ditingkat daerah.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya dari kurun waktu 1999 sampai dengan
pemilu tahun 2014 partisipasi masyarakat dalam pemilu cenderung mengalami
penurunan, hal ini disebabkan oleh berbagai hal salah satunya adalah ketidak
percayaan masyarakat terhadap para calon legislatif yang ada dikarenakan
kebanyakan dari para anggota legislatif yang telah terpilih cenderung hanya
mementingkan kepentingan sendiri dan banyak dari mereka bukannya membela
kepentingan masyarakat justru banyak dari mereka yang melakukan korupsi.

4.2 Saran
Agar tingkat partisipasi tidak terus mengalami penurunan maka
perlu ada tindakan dari pemerintah agar tingkat partisipasi masyarakat kembali
meningkat. Selain dengan usaha pemerintah masyarakat juga harus ikut andil
dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Jadi agar partisipasi
mengalami peningkatan perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan
masyarakat.
Daftar Pustaka

Budiarjo, Miriam. 1996. Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan


Demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia
Huntington, Samuel P dan Nelson, Joan. 1994. Partisipasi Politik di Negara
Berkembang. Jakarta: Renika Cipta.
Michael Rush dan Althoff. 1989. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT Rajawali
Nawawi, Hadari. 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:Gajah Mada
University Press.
Sudijono, Sastroadmojo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Tumija. 2009. Budaya Politik, dalam http://tumija.wordpress.com/2009/07/31/budaya-
politik/ diakses 27 april 2015
Wayan. 2012. Faktor pendukung partisipasi politik,
dalam http://wayanpolitik.blogspot.com/2012/11/faktor-faktor-pendukung-
partisipasi.html diakses 30 April 2015
Wahyudin, Tur. 2008. Partisipasi Politik, dalam http://turwahyudin.
wordpress.com/2008/04/16/partispasi-politik/ diakses 3 Mei 2015
http://www.3sfirm.com/index.php/journal/41-karya-tulis/98-makalah-02-strategi-
peningkatan-partisipasi-masy-pada-pemilu diakses 29 April 2015

Anda mungkin juga menyukai