Anda di halaman 1dari 5

4.

Dampak Persoalan Hubungan Pusat Daerah Terhadap Kehidupan


Politik Nasional dan Daerah Sampai Awal Tahun 1960 an
1. Hubungan Pusat Daerah
Setelah memperoleh kemerdekaan pengakuan kedaulatan tgl 27 Desember
1949 bangsa Indonesia telah berhasil melaksanakan agenda besar yakni Pemilihan
Umum I tahun 1955. Hasil dari Pemilu I tersebut belum dapat merubah nasib bangsa
Indonesia ke arah lebih sejahtera karena partai-partai politik hanya memikirkan
kepentingan partainya.
Terbentuknya Kabinet Ali Sastroamijoyo II tgl 24 Maret 1956 berdasarkan
perimbangan partai partai dalam Parlemen tidak berumur panjang karena mendapat
oposisi dari daerah daerah di luar Jawa dengan alaan bahwa pemerintah mengabaikan
pembangunan daerah.
Akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah membentuk
dewan dewan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat :
1) 20 November 1956 di Padang berdiri Dewab Banteng yang dipimpin Letnan
Kolonel Achmad Husein
2) Di Medan berdiri Dewan Gajah dipimpin Kolonel Simbolon
3) Di Sumatera Selatan berdiri Dewan Garuda dipimpin Kolonel Barlian
4) Di Manado berdiri Dewan Manguni dipimpin Kolonel Ventje Sumual
Terbentuknya beberapa dewan di atas merupakan oposisi dari daerah yang
melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah pusat. Permasalahan pertentangan
ini adalah masalah otonomi serta penimbangan keuangan.
Hubungan pemerintah pusat dan daerah yang kurang harmonis
mengakibatkan munculnya pemberontakan di daerah daerah seperti pemberontakan
PRRI Permesta yang mengganggu stabilitas politik.
2. Persaingan Golongan Agama dan Nasionalis
Persaingan antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis/ sosialis/ non
Islam mulai tahun 1950. Dari tahun 1950-1955 terdapat 4 buah Kabinet yang
memerintah, sehingga rata-rata tiap tahun berganti Kabinet.
a. Kabinet Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951)
Dipimpin Perdana Menteri Mohammad Natsir dari Masyumi. Kabinet ini
bubar pada tgl 20 Maret 1951 sehingga mandatnya diserahkan kepada Presiden
Soekarno tgl 21 Maret 1951. Penyebab bubarnya antara lain kegagalan
perundingan soal Irian Barat dengan Belanda, pembentukan DPRD dianggap
menguntungkan Masyumi.
b. Kabinet Sukiman (26 April1951- Februari 1952)
Dipimpin Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) dan Suwirjo (PNI). Dalam
melaksanakan politik luar negerinya Kabinet Sukiman dituduh terlalu condong
kepada Amerika Serikat, yakni dengan ditanda tanganinya persetujuan bantuan
ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar
Mutual Security Act (MSA). Terhadap masalah ini Masyumi dan PNI mengajukan
mosi tidak percaya dan jatuhlah Kabinet SUkiman. Bulan februari 1952 Kabinet
Sukiman menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
c. Kabinet Wilopo (April 1952-2 Juni 1953)
Dipimpin Mr. Wilopo dari PNI. Banyak masalah yang dihadapi antara lain
timbulnya gerakan separatism. Di Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak puas
terhadap pemerintah pusat karena ketidakseimbangan alokasi keuangan yang
diberikan pusat ke daerah. Juga adanya tuntutan diperluasnya hak otonomi daerah.
Kekacauan politik diperparah adanya Peristiwa Tanjung Morawa. Peristiwa ini
memunculkan mosi tidak percaya yang kemudian Kabinet Wilopo jatuh tgl 2 Juni
1953.
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
Dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamidjyo dari unsur PNI sebagai Perdana
Menteri. Kabinet Ali I ini berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di
Bandung tgl 18-24 April 1955. Tgl 24 Juli 1955 Kabinet Ali I jatuh disebabkan
adanya persoalan dalam TNI-AD, yakni soal pimpinan TNI-AD menolak pimpinan
baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan tanpa menghiraukan norma norma
yang berlaku dalam lingkungan TNI-AD.
Persaingan ideology juga tampak dalam tubuh konstituante. Anggota
anggota konstituante seperti anggota DPR terbagi 2 kelompok utama yakini
kelompok Islam dan kelompok nasionalis/sosialis/non Islam. Antara 2 kelompok
tersebut tidak pernah tercapai kata sepakat mengenai isi Undang Undang Dasar
yang akhirnya mendorong Presiden mengemukakan gagasan untuk kembali ke
UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dengan demikian persaingan antara kelompok agama dan nasionalis yang
berlangsung sampai awal tahun 1960 an mengakibatkan keadaan politik nasional
tidak stabil.
3. Pergolakan Sosial Politik
Pemilu I 1955 belum dapat membawa perubahan menuju kesejahteraan bagi
rakyat Indonesia. Hal ini menimbulkan protes oleh daerah terhadap pemerintah
pusat. Protes tidak langsung pertama kali terjadi pada tahun 1956 yang dijadikan
sebagai sasarannya adalah orang Cina terutama dianggap hanya mencari untung di
bumi Indonesia. Dalam menghadapi protes ini akhirnya pemerintah menegaskan
tekadnya untuk membantu usaha-usaha pribumi.
Protes yang lain juga dilakukan oleh daerah daerah di luar Jawa dengan
alasan pusat tidak memperhatikan daerah. Selain itu kelemahan pemerintah pusat
dalam menjalankan kebijakan politik di daerah-daerah terbukti tampilnya
perebutan kekuasaan di daerah oleh pihak militer. Menurut pandangan mereka
pemerintah pusat tidak cakap dalam memerhatikan kepentingan daerah, tidak adil
dalam pembagian pendapatan ekspor dan terlalu birokratis dalam menyelesaikan
sesuatu urusan. Kelemahan kelemahan pusat ini nantinya akan berakibat
munculnya pemberontakan di daerah daerah. Adapun secara singkat terjadinya
pemberontakan pemberontakan yang merupakan pergolakan sosial politik pasca
pengakuan kedaulatan tersebut sebagai berikut.
a. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Salah satu isi dari persetujuan KMB tgl 2 November 1949 adalah
bahwa pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai
intinya. Pembentukan APRIS menimbulkan ketegangan dan dipertajam
dengan pertentangan politik antara golongan “federalis” yang ingin
mempertahankan bentuk Negara bagian dengan golongan “unitaris” yang
menghendaki negara kesatuan.
Tgl 23 Januari 1950 di Bandung Kapten Raymond Westerling
memimpin gerombolan APRA yang berjumlah kurang lebih 800 orang dan
terdiri dari bekas KNIL. Gerombolan ini mengultimatum pemerintah RIS
dan Negara Pasundan agar mereka diakui sebagai “Tentara Pasundan” dan
menolak usaha membubarkan negara boneka.
Upaya pemerintah RIS untuk menumpas gerombolan APRA dengan
mengirimkan bantuan kesatuan kesatuan polisi dari Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Akhirnya pada tgl 24 Januari 1950 pasukan TNI berhasil
menghancurkan gerombolan APRA sedangkan Westerling melarikan diri.

b. Pemberontakan Andi Azis


Tgl 5 April di Makassar timbul pemberontakn oleh kesatuan kesatuan
bekas KNIL di bwh pimpinan Kapten Andi Azis. Berbagai tuntutan Andi
Azis terhadap RIS sebagai berikut.
1. Andi Azis menuntut agar pasukan APRIS bekal KNIL saja yang
bertanggung jawab atas keamanan di daerah NIT
2. Andi Azis menentang dan menghalangi masuknya pasukan APRIS dari
TNI yang sedang dikirim dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Mayor
Worang.
3. Andi Azis menyatakan bahwa NIT harus dipertahankan supaya tetap
berdiri.
Untuk menumpas pemberontakan Andi Azis pemerintah RIS
melakukan berbagai upaya.
1. Setelah ultimatum kepada Andi Azis, pemerintah mengirim pasukan
untuk menumpas pemberontakan tersebut.
2. Pemerintah mengirim pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel
Alex Kawilarang dan terdiri dari berbagai kesatuan dari ketiga angkatan
dan kepolisian.

APRIS bergerak dan menguasai Makassar dan sekitarnya. April 1950


Andi Azis menyerahkan diri akan tetapi pertempuran pertempuran antara
pasukan APRIS dan pasukan KNIL masih berlangsung pada bulan Mei dan
Agustus 1950.

c. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)


Terjadi di Ambon tgl 25 April 1950 yang dilakukan orang orang
Indonesia bekas anggota KNIL yang pro Belanda. Dipimpin oleh
Dr.Soumokil, bekas Jaksa Agung NIT.
Untuk menumpas pemberontakan RMS, pemerintah mencoba
menyelesaikan secara damai dengan mengirimkan misi yang dipimpin Dr.
Leimena. Upaya ini tidak berhasil. Pemerintah mengirim pasukan ekspedisi
di bawah pimpinan Kolonel AE.Kawilarang. Tgl 25 September 1950 seluruh
Ambon dikuasai pasukan pemerintah. Tokoh yang gugur dalam pertempuran
melawan pemberontak RMS ialah Slamet Riyadi, S.Sudiarso, Mayor
Abdullah.
Setelah Ambon jatuh ke tangan pemerintah maka sisa sisa pasukan
RMS melarikan diri ke hutan hutan dan melakukan pengacauan.
d. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan
Pemberontakan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)
Pertentangan antara pemerintah pusat dan beberapa daerah yang
menjadi pangkal permasalahan adalah masalah otonomi dan perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah. Pertentangan ini semakin meruncing dan
terbentuklah Dewan Banteng, Gajah, Manguni, dan pengambilalihan
kekuasaan pemerintah akhirnya pecah menjadi perang terbuka yang dikenal
sebagai pemberontakan PRRI-Permesta.
Tgl 10 Februari 1958 Letnan Kolonel Ahmad Husein mengultimatum
kepada pemerintah pusat agar dalam waktu 5x24 jam seluruh anggota
Kabinet Juanda mengundurkan diri.
Tgl 15 Februari 1958 pemberontakan mencapai puncaknya ketika
Acham Husein memproklamirkan berdirinya “Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia”. Berdirinya PRRI mendapat sambutan di Indonesia
bagian Timur yang merupakan gerakan separatis.
Tgl 1 Maret 1957 Letnan Kolonel H.N. Ventje Sumual, panglima TT
VII Timur mengikrarkan gerakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)
yang menguasai daerah Sumatra Utara dan Sumatra Tengah. Gerakan ini
menuntut dilaksanakannya Repelita dan pembagian pendapatan daerah
secara adil, yakni daerah surplus mendapat 70% dari hasil ekspor.
Untuk menumpas PRRI di Sumatra dan Permesta di Indonesia bagian
timur dengan kekuatan senjata, antara lain:
1) Operasi Tegas di bawah pimpinan Kolonel Kaharuddin Nasution untuk
menguasai daerah Riau
2) Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani untuk
mengamankan daerah Sumatera Barat
3) Operasi Sapta Marga di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Djatikusumo
untuk mengamankan daerah Sumatera Utara
4) Operasi Sadar di bawah pimpinan Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutowo untuk
mengamankan daerah Sumatera Selatan.
Dengan berbagai operasi diatas akhirnya PRRI menyerah.untuk
menumpas Permesta di Indonesia bagian Timur dilancarkan operasi
gabungan, yakni Operasi Merdeka di bawah pimpinan Kolonel Rukminto
Hendraningrat. Tgl 18 Mei 1958 pesawat Allan Lawrence Pope ditembak
jatuh di Ambon dan pada bulan Agustus 1958 Permesta dapat ditumpas.

Anda mungkin juga menyukai