TERMOREGULASI
Dosen Pembimbing :
Asisten Dosen :
Fauziah Karlina
Firiyal Mufidah
Eri Sulistiati
Nurul Khoirunnisa
Disusun Oleh:
Kelompok 4
JURUSAN BIOLOGI
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Termoregulasi merupakan salah satu hal penting dalam homeostatis.
Termoregulasi adalah proses yang melibatkan mekanisme homeostatik yang
mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan
mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas
yang dikeluarkan. (Brooker, 2008)
B. Tujuan
3. Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga
meningkat.
4. Hormon Tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam
tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme
menjadi 50-100% diatas normal.
5. Hormon Kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira
10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran
hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 –
0,6°C di atas suhu basal.
6. Demam (peradangan)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7. Status Gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%.
Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme.
8. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan
antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas)
dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
9. Gangguan Organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan
suhu tubuh.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh
dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga
2.4 Daphnia sp
Daphnia adalah filum Arthropoda yang hidup secara umum di perairan tawar.
Spesies-spesies dari genus Daphnia ditemukan mulai dari daerah tropis hingga arktik
dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau luas. Dari lima
puluh spesies genus ini di seluruh dunia, hanya enam spesies yang secara normal dapat
ditemukan di daerah tropika. Salah satunya adalah spesies Daphnia magna (Delbaere &
Dhert, 1996).
1. Klasifikasi Dahnia magna
Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia magna adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Subkelas : Diplostraca
Ordo : Cladocera
Subordo : Eucladocera
Famili : Daphnidae
Subfamili : Daphnoidea
Genus : Daphnia
Spesies : Daphnia magna
METODE PRAKTIKUM
Metode yang kami gunakan pada praktikum termoregulasi ini adalah metode
eksperimen, karena dalam praktikum ini kami melakukan percobaannya secara
langsung, mengamati prosesnya, kemudian menganalisis data yang diperoleh dari
percobaan ini, serta menuliskan hasilnya dalam bentuk laporan.
3.3 Prosedur
BAB IV
Foto Literatur
100
80
Denyut Jantung
60 T1
40 T2
20 T3
0
15° 25° 35° 45° 55°
Suhu
4.3 Tabel Suhu Terhadap Denyut Jantung per 15 detik
80
70
60
50
40
R
30
20
10
0
15° 25° 35° 45° 55°
4.6 Pembahasan
Morfologi Daphnia sp. pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat.
Kepala menyatu, dengan bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat
dengan jelas melalui lekukan yang jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota
tubuh tertutup oleh carapace, dengan enam pasang kaki semu yang berada pada rongga
perut. Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Pada
beberapa jenis Daphnia, bagian carapace nya tembus cahaya dan tampak dengan jelas
melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya.
Beberapa Daphnia sp. memakan crustacean, tapi sebagian besar adalah filter feeder,
memakan algae uniselular dan berbagai macam detritus organik termasuk protista dan
bakteri. Daphnia sp. juga memakan beberapa jenis ragi, tetapi hanya di lingkungan
terkontrol seperti laboratorium. Pertumbuhannya dapat dikontrol dengan mudah dengan
pemberian ragi. Partikel makanan yang tersaring kemudian dibentuk menjadi bolus yang
akan turun melalui rongga pencernaan sampai penuh dan melalui anus ditempatkan di
bagian ujung rongga pencernaan. Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk
membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak mampu terserap.
Organ Daphnia sp. untuk berenang didukung oleh antenna kedua yang ukurannya lebih
besar. Gerakan antenna ini sangat berpengaruh untuk gerakan melawan arus (Waterman,
1960).
Reproduksi Daphnia sp. Mekanisme reproduksinya adalah dengan cara
parthenogenesis. Satu atau lebih individu muda dirawat dengan menempel pada tubuh
induk. Daphnia yang baru menetas harus melakukan pergantian kulit (molting) beberapa
kali sebelum tumbuh jadi dewasa sekitar satu pekan setelah menetas. Siklus hidup
Daphnia sp. yaitu telur, anak, remaja dan dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat
setelah telur menetas di dalam ruang pengeraman. Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5
mm, anak pertama sebesar 0,8 mm dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai
menghasilkan anak pertama kali pada umur 4-6 hari. Adapun umur yang dapat dicapainya
12 hari. Setiap satu atau dua hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29 ekor, individu yang
baru menetas sudah sama secara anatomi dengan individu dewasa. Proses reproduksi ini
akan berlanjut jika kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan. Jika kondisi tidak
ideal baru akan dihasilkan individu jantan agar terjadi reproduksi seksual. Daphnia jantan
lebih kecil ukurannya dibandingkan yang betina. Pada individu jantan terdapat organ
tambahan pada bagian abdominal untuk memeluk betina dari belakang dan membuka
carapacae betina, kemudian spermateka masuk dan membuahi sel telur. Telur yang telah
dibuahi kemudian akan dilindungi lapisan yang bernama ephipium untuk mencegah dari
ancaman lingkungan sampai kondisi ideal untuk menetas.
Habitat Daphnia sp. yang dikenal sebagai pakan ikan banyak ditemukan hampir
seluruh pelosok tanah, hidup secara bergerombol di perairan yang banyak mengandung
bahan organik, atau sisa-sisa pembusukan tananam, seperti sawah, rawa, solokan dan
perairan yang berair tenang atau tidak deras. Selain di Indonesia, Daphnia juga ditemukan
di negara lain, seperti Malaysia, Thailand dan Kamboja. Daphnia termasuk hewan air
yang tergolong kedalam jenis udang-udangan tingkat rendah. Adapun hidupnya
mengambang di air dan berkelompok hingga jutaan ekor sehingga permukaan air tampak
berwarna kemerahan.
Hal ynag mempengaruhi hasil pengamatan pada praktikum ini dengan hasil teori
selain suhu ketika memindahkan Daphnia sp. dari gelas kimia yang datur suhunya ke
mikroskop terjadi perubahan sehingga hasilnya tidak maksimal. Ada beberapa faktor
ynag dapat menyebabkan hasil pengamatan praktikum yang kami lakukan tidak sesuai
dengan teori. Hal ini dikarenakan salah menghitung dneyut jantung pada Daphnia sp.,
karena ekor pada Daphnia sp. sangat aktif bergerak-gerak sehingga ynag mengamati
dibawah mikroskop tertukar untuk menghitung denyut jantung, sehingga hasil perhitunga
yang didapatkan tidak maksimal.
BAB V
KESIMPULAN
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan
baik.
Hewan Ekstoterm Akuatik : Suhu lingkungan akuatik relatif stabil Hewan tidak
mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit. Suhu tubuh stabil dan relatif sama
dengan suhu air, dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh
dengan cara evaporasi.
Hewan Ekstoterm Terestrial : Hewan ekstoterm terestrial memperoleh panas dengan
cara menyerap radiasi matahari baik pada vertebrata maupun invertebrate.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson. (2002). Organisasi Perilaku – Struktur – Proses (Fifth Ed.). Jakarta: Erlangga.
Monkhouse, W. S. (2007). Master Medicine: Clinical Anatomy (Second Ed.). New York:
Churchill Livingstone, Inc.
Pengajar, team. 2014. Modul Praktikum Fisiologi Hewan. Bandung: Prodi Pendidikan
Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati.
Seeley, R. R. (2007). Anatomy And Physiology (Eighth Ed.). New York: McGrow – Hill
Book Co.
Soewolo. (2005). Fisiologi Manusia. Malang: UM Press.
Syaifuddin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia (Second Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Waterman, T. H and F.A. Chace, Jr. (1960) General Crustacean Biology. The Physiology of
Crustacea, 1: . 1–33. New York: Academic Press.
Bickley, L. S and Szilagyi, P. G. (2006). Physical Examination and History Taking (ninth
ed.). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.