Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR

TERMOREGULASI
Dosen Pembimbing :

Rahmat Taufiq M.A., S.Si., M.IL

Asisten Dosen :

Fauziah Karlina

Firiyal Mufidah

Eri Sulistiati

Nurul Khoirunnisa

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Hilda Salima : 1177020090


Rialdi Dwi Rizki: 1177020066
Rosi Anggraeni : 1177020068
Saep hidayat : 1177020069
Sarah Patimah : 1177020070
Shafitri Nabila : 1177020072
Shofia Sabila : 1177020073

Tanggal Praktikum : Selasa, 28 November 2017

Tanggal Pengumpulan : Senin, 4 Desember 2017

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Termoregulasi merupakan salah satu hal penting dalam homeostatis.
Termoregulasi adalah proses yang melibatkan mekanisme homeostatik yang
mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan
mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas
yang dikeluarkan. (Brooker, 2008)

Di dalam tubuh organisme (tingkat individu) pasti ada mekanisme regulasi


untuk mencapai keadaan yang homeostatic. Homeostatik pada dasarnya merupakan
suatu upaya mempertahankan atau menciptakan kondisi yang stabil dinamis (“steady
state “) yang menjamin optimalisasi berbagai proses fisiologis dalam tubuh. Untuk
mencapai keadaan tersebut, tubuh melakukan berbagai aktivitas regulasi, sebagai
mekanisme untuk mencapai homeostatis yang diharapkan. Regulasi dan homeostatis
juga terjadi di tingkat populasi dan komunitas dalam suatu ekosistem.

Sistem termoregulasi dikendalikan oleh hipotalamus di otak yang berfungsi


sebagai termostat tubuh. Hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh,
menerima informasi aferenmengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai
penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam meknisme
penambahan atau pengurangan panas sesuai dengan keperluan untuk mengkoreksi
setiap penyimpangan suhu inti dari paokan normal

Hipotalamus mampu berespon terhadap suhu daerah sekecil 0,01°C Tingkat


respons hipotalamus terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan dengan cara
yang sangat cermat, sehingga panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sangat sesuai
dengan kebutuhan untuk memulihkan suhu ke normal. (Sloane, 2003)

Dalam praktikum Termoregulasi ini akan dijelaskan bagaimana pengaruh suhu


pada denyut jantung Daphnia sp

B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia sp


2. Mempelajari produk panas pada hewan homoioterm dan poikoioterm
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Termoregulasi


Manusia adalah homoiterm, arti nya suhu tubuhnya konstan meskipun suhu
lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu tubuhnya. Di dalam kulit
terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat yang dikendalikan oleh
sistem saraf. Disamping itu, terdapat reseptor berbagai macam sensasi. Satu diantaranya
adalah termoreseptor (Soewolo et al. , 2005)
Termoregulasi adalah proses fisiologis yang merupakan kegiatan intgrasi dan
koordinasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh
melawan perubahan suhu dingin atau hangat. Pengaturan suhu tubuh (termogulasi),
pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis, dalam
termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin dan hewan berdarah panas
(Bickley, 2006).
Bila tubuh merasa panas, ada kecenderungan tubuh meningkatkan kehilangan ke
lingkungan; bila tubuh merasa dingin, maka kecenderungannya menurunkan
kehilangkan panas. Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui radiasi dan
konduksi-konveksi ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan lingkungan
eksternal. Bagian pusat tubuh merupakan ruang yang memiliki suhu yang dijaga tetap
sekitar 37oC (Soewolo et al., 2005).
Pada proses termoregulasi, aliran darah kulit sangat berubah-ubah. Vasodilatasi
pembuluh darah kulit yang memungkinkan peningkatan aliran darah panas ke kulit,
akan meningkatkan kehilangan panas.sebaliknya vasokonstriksi pembuluh darah kulit
mengurangi aliran darah ke kulit, sehingga menjaga suhu pusat tubuh konstan, dimana
darah diinsulasi dari lingkungan eksternal, jadi menurunkan kehilangan panas. Respon-
respon vasomotor kulit ini dikoordinasi oleh hipotalamus melalui jalur system ara
simpatik. Aktivitas simpatetik yang ditingkatkan ke pembuluh kutaneus menghasilkan
penghematan panas vasokonstriksi untuk merespon suhu dingin, sedngkan penurunan
aktivitas simpatetik menghasilkan kehilangan panas vasodilatasi pembuluh darah kulit
sebagai respon terhadap suhu panas (Soewolo et al., 2005).
Bila benda dingin ditempelkan langsung pada kulit, pembuluh darah makin
berkontraksi sampai suhu 15oC, saat titik mencapai konstriksi maksimum pembuluh
darah mulai berdilatasi. Dilatasi ini di sebabkan oleh efek langsungpendinginan
setempat terhadap pembuluh itu sendiri. Mekanisme konstraksi dingin membuat
hambatan impuls saraf dating ke pembuluh tersebut pada suhu mendekati suhu 0oC
sehingga pembuluh darah mencapai vasodilatasi maksimum. Hal ini dapat mencegah
pembekuan bagian tubuh yang terkena terutama tangan dan telinga (Syaifuddin, 2009).

2.2 Mekanisme Termoregulasi


1. Mekanisme Termoregulasi untuk Keadaan Dingin
a. Secara fisik (prinsif-prinsif ilmu alam) yaitu pengaturan atau reaksi yang terdiri
dari perubahan sirkulasi dan tegaknya bulu-bulu badan (piloerektion)-erector
villi. Pengaturan secara fisik Dilakukan dengan dua cara yaitu:
1) Vasokontriksi pembuluh darah (cutaneus vasokontriksi), pada reaksi dingin
aliran darah pada jari-jari ini bias berkurang + 1% dari pada dalam keadaan
panas. Sehingga dengan mekanisme vasokontriksi maka panas yang keluar
dikurangi atau penambahan isolator yang sama dengan memakai 1 rangkap
pakaian lagi.
2) Limit blood flow slufts (perubahan aliran darah), pada prinsipnya yaitu
panas/temperature inti tubuh terutama akan lebih dihemat (dipertahankan)
bila seluruh anggota badan didinginkan.
b. Secara kimia yaitu terdiri dari penambahan panas metabolisme. Pengaturan suhu
tubuh secara kimia sebagai berikut pada keadaan dingin, penambahan panas
dengan metabolisme akan terjadi baik secara sengaja dengan melakukan
kegiatan otot-otot ataupun dengan cara menggigil. Menggigil adalah kontraksi
otot secara kuat dan lalu lemah bergantian, secara synkron terjadi kontraksi pada
group-group kecil motor unit alau seluruh otot. Pada menggigil kadang terjadi
kontraksi secara simultan sehingga seluruh badan kaku dan terjadi spasme.
Menggigil efektif untuk pembentukan panas, dengan menggigil pada suhu 5
derajat Celcius selama 60 menit produksi panas meningkat 2 kali dari basal,
dengan batas maximal 5 kali (Monkhouse, 2007).

2. Mekanisme Termoregulasi untuk Keadaan Dingin


a. Secara fisik dan keringat.Pertama, fisik terjadi penambahan aliran darah
permukaan tubuh,aliran darah maximum pada anggota badan, perubahan (shift)
dari venus return ke vena permukaan proses ini terutama efektif pada keadaan
temperature kurang / dibawah 34oC. penambahan penambahan konduktivitas
panas (thermal dan aliran darah konduktiviti). Kedua secara keringat yaitu pada
temperature diatas 340 C, pengaturan sirkulasi panas tidak cukup dengan
radiasi, dimana pada kondisi ini tubuh mendapat panas dari radiasi. mekanisme
panas yang dipakai dalam keadaan ini dengan cara penguapan (evaporasi).
Gerakan kontraksi pada kelenjar keringat, berfungsi secara keringat dan periodic
memompa tetesan cairan keringat dari lumen permukaan kulit merupakan
mekanisme pendingin yang paling efektif (Levi, 2005).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh


Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya suhu badan:
1. Kecepatan Metabolisme Basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak
jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan
pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.

2. Rangsangan Saraf Simpatis


Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi
100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak
coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf
simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi
epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.

3. Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga
meningkat.

4. Hormon Tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam
tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme
menjadi 50-100% diatas normal.
5. Hormon Kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira
10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran
hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 –
0,6°C di atas suhu basal.

6. Demam (peradangan)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.

7. Status Gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%.
Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme.

8. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan
antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas)
dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.

9. Gangguan Organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan
suhu tubuh.

10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh
dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga

2.4 Daphnia sp
Daphnia adalah filum Arthropoda yang hidup secara umum di perairan tawar.
Spesies-spesies dari genus Daphnia ditemukan mulai dari daerah tropis hingga arktik
dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau luas. Dari lima
puluh spesies genus ini di seluruh dunia, hanya enam spesies yang secara normal dapat
ditemukan di daerah tropika. Salah satunya adalah spesies Daphnia magna (Delbaere &
Dhert, 1996).
1. Klasifikasi Dahnia magna
Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia magna adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Subkelas : Diplostraca
Ordo : Cladocera
Subordo : Eucladocera
Famili : Daphnidae
Subfamili : Daphnoidea
Genus : Daphnia
Spesies : Daphnia magna

2. Morfologi Daphnia magna


Pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat. Kepala menyatu,
dengan bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat dengan jelas
melalui lekukan yang jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota tubuh
tertutup oleh carapace, dengan enam pasang kaki semu yang berada pada rongga
perut. Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Pada
beberapa jenis Daphnia, bagian carapace nya tembus cahaya dan tampak dengan jelas
melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya.
Beberapa Daphnia memakan crustacean dan rotifer kecil, tapi sebagian besar
adalah filter feeder, memakan algae uniselular dan berbagai macam detritus organik
termasuk protista dan bakteri. Daphnia juga memakan beberapa jenis ragi, tetapi
hanya di lingkungan terkontrol seperti laboratorium. Pertumbuhannya dapat dikontrol
dengan mudah dengan pemberian ragi. Partikel makanan yang tersaring kemudian
dibentuk menjadi bolus yang akan turun melalui rongga pencernaan sampai penuh
dan melalui anus ditempatkan di bagian ujung rongga pencernaan. Sepasang kaki
pertama dan kedua digunakan untuk membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel
makanan yang tidak mampu terserap. Organ Daphnia untuk berenang didukung oleh
antenna kedua yang ukurannya lebih besar. Gerakan antenna ini sangat berpengaruh
untuk gerakan melawan arus (Waterman, 1960).

3. Reproduksi Daphnia magna


Mekanisme reproduksi Daphnia adalah dengan cara parthenogenesis. Satu
atau lebih individu muda dirawat dengan menempel pada tubuh induk. Daphnia yang
baru menetas harus melakukan pergantian kulit (molting) beberapa kali sebelum
tumbuh jadi dewasa sekitar satu pekan setelah menetas. Siklus hidup Daphnia sp.
yaitu telur, anak, remaja dan dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat setelah telur
menetas di dalam ruang pengeraman.Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5 mm, anak
pertama sebesar 0,8 mm dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai
menghasilkan anak pertama kali pada umur 4-6 hari. Adapun umur yang dapat
dicapainya 12 hari. Setiap satu atau dua hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29
ekor, individu yang baru menetas sudah sama secara anatomi dengan individu dewasa
(Gambar 2). Proses reproduksi ini akan berlanjut jika kondisi lingkungannya
mendukung pertumbuhan. Jika kondisi tidak ideal baru akan dihasilkan individu
jantan agar terjadi reproduksi seksual (Waterman, 1960).
Daphnia jantan lebih kecil ukurannya dibandingkan yang betina. Pada
individu jantan terdapat organ tambahan pada bagian abdominal untuk memeluk
betina dari belakang dan membukacarapacae betina, kemudian spermateka masuk
dan membuahi sel telur. Telur yang telah dibuahi kemudian akan dilindungi lapisan
yang bernama ephipium untuk mencegah dari ancaman lingkungan sampai kondisi
ideal untuk menetas (Mokoginta, 2003).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Metode Praktikum

Metode yang kami gunakan pada praktikum termoregulasi ini adalah metode
eksperimen, karena dalam praktikum ini kami melakukan percobaannya secara
langsung, mengamati prosesnya, kemudian menganalisis data yang diperoleh dari
percobaan ini, serta menuliskan hasilnya dalam bentuk laporan.

3.2 Alat dan Bahan

NO Nama Alat Jumlah


1 Mikroskop Cahaya 1 buah
2 Kaca Objek 1 buah
3 Penutup Kaca Objek 1 buah
4 Stopwatch 1 buah
5 Handcounter 1 buah
6 Waterbath 1 buah
7 Tabung Reaksi 1 buah
8 Pipet Tetes 1 buah

No Nama Bahan Junlah


1 Daphnia sp secukupnya
2 Akuades secukupnya

3.3 Prosedur

Prosedur kerja pada praktikum termoregulasi ini, pertama-tama diletakkan kultur


Daphnia sp dalam tabung reaksi, kemudian dimasukkan tabunng reaksi yang berisi Daphnia
sp ke dalam waterbath dengan suhu ruang 25C, diamkan selama 5 menit, diambil seekor
Daphnia sp dengan menggunakan pipet, diletakkan di atas objek glass, setelah itu diamati
dengan mikroskop, lalu dihitung denyut jantung Daphnia sp selama 15 detik dengan
menggunakan handcounter, setelah itu diambil Daphnia sp lain lalu lakukan perhitungan
denyut jantung , seperti sebelumnya, dilakukan sebanyak 3 kali, lakukan hal yang sama pada
suhu 15 C, 25 C, 35 C, 45 C, dan 55 C, terahir dihitung frekuensi denyut jantung Daphnia sp
permenit untuk masing-masing suhu

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Gambar Jantung Daphnia sp.

Foto Literatur

(sumber : Dokumen pribadi, 2017) (sumber : Andi, 2006)

4.2 Grafik Suhu Terhadap Denyut Jantung per 15 detik

100
80
Denyut Jantung

60 T1
40 T2
20 T3
0
15° 25° 35° 45° 55°
Suhu
4.3 Tabel Suhu Terhadap Denyut Jantung per 15 detik

Suhu Jumlah Denyut Jantung Rata-rata Denyut Jantung Q10


(°C) (per 15”) (per detik) (R2/R1)

5° T1=37 , T2=37 , T3=35 36,33 1,17


15° T1=46 , T2=36 , T3=46 42,67 1,59
25° T1=64 , T2=72 , T3=68 68 0,245
35° T1=20 , T2=21 , T3=09 16,7 3,53
45° T1=77 , T2=54 , T3=46 59 0,796
55° T1=30 , T2=48 , T3=63 47 0

4.4 Grafik Suhu Terhadap Rata-rata Denyut Jantung (per detik)

80
70
60
50
40
R
30
20
10
0
15° 25° 35° 45° 55°

4.5 Grafik Suhu Terhadap Q10


4
3.5
3
2.5
2
Q10
1.5
1
0.5
0
15° 25° 35° 45° 55°

4.6 Pembahasan

Morfologi Daphnia sp. pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat.
Kepala menyatu, dengan bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat
dengan jelas melalui lekukan yang jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota
tubuh tertutup oleh carapace, dengan enam pasang kaki semu yang berada pada rongga
perut. Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Pada
beberapa jenis Daphnia, bagian carapace nya tembus cahaya dan tampak dengan jelas
melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya.

Beberapa Daphnia sp. memakan crustacean, tapi sebagian besar adalah filter feeder,
memakan algae uniselular dan berbagai macam detritus organik termasuk protista dan
bakteri. Daphnia sp. juga memakan beberapa jenis ragi, tetapi hanya di lingkungan
terkontrol seperti laboratorium. Pertumbuhannya dapat dikontrol dengan mudah dengan
pemberian ragi. Partikel makanan yang tersaring kemudian dibentuk menjadi bolus yang
akan turun melalui rongga pencernaan sampai penuh dan melalui anus ditempatkan di
bagian ujung rongga pencernaan. Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk
membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak mampu terserap.
Organ Daphnia sp. untuk berenang didukung oleh antenna kedua yang ukurannya lebih
besar. Gerakan antenna ini sangat berpengaruh untuk gerakan melawan arus (Waterman,
1960).
Reproduksi Daphnia sp. Mekanisme reproduksinya adalah dengan cara
parthenogenesis. Satu atau lebih individu muda dirawat dengan menempel pada tubuh
induk. Daphnia yang baru menetas harus melakukan pergantian kulit (molting) beberapa
kali sebelum tumbuh jadi dewasa sekitar satu pekan setelah menetas. Siklus hidup
Daphnia sp. yaitu telur, anak, remaja dan dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat
setelah telur menetas di dalam ruang pengeraman. Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5
mm, anak pertama sebesar 0,8 mm dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai
menghasilkan anak pertama kali pada umur 4-6 hari. Adapun umur yang dapat dicapainya
12 hari. Setiap satu atau dua hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29 ekor, individu yang
baru menetas sudah sama secara anatomi dengan individu dewasa. Proses reproduksi ini
akan berlanjut jika kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan. Jika kondisi tidak
ideal baru akan dihasilkan individu jantan agar terjadi reproduksi seksual. Daphnia jantan
lebih kecil ukurannya dibandingkan yang betina. Pada individu jantan terdapat organ
tambahan pada bagian abdominal untuk memeluk betina dari belakang dan membuka
carapacae betina, kemudian spermateka masuk dan membuahi sel telur. Telur yang telah
dibuahi kemudian akan dilindungi lapisan yang bernama ephipium untuk mencegah dari
ancaman lingkungan sampai kondisi ideal untuk menetas.
Habitat Daphnia sp. yang dikenal sebagai pakan ikan banyak ditemukan hampir
seluruh pelosok tanah, hidup secara bergerombol di perairan yang banyak mengandung
bahan organik, atau sisa-sisa pembusukan tananam, seperti sawah, rawa, solokan dan
perairan yang berair tenang atau tidak deras. Selain di Indonesia, Daphnia juga ditemukan
di negara lain, seperti Malaysia, Thailand dan Kamboja. Daphnia termasuk hewan air
yang tergolong kedalam jenis udang-udangan tingkat rendah. Adapun hidupnya
mengambang di air dan berkelompok hingga jutaan ekor sehingga permukaan air tampak
berwarna kemerahan.
Hal ynag mempengaruhi hasil pengamatan pada praktikum ini dengan hasil teori
selain suhu ketika memindahkan Daphnia sp. dari gelas kimia yang datur suhunya ke
mikroskop terjadi perubahan sehingga hasilnya tidak maksimal. Ada beberapa faktor
ynag dapat menyebabkan hasil pengamatan praktikum yang kami lakukan tidak sesuai
dengan teori. Hal ini dikarenakan salah menghitung dneyut jantung pada Daphnia sp.,
karena ekor pada Daphnia sp. sangat aktif bergerak-gerak sehingga ynag mengamati
dibawah mikroskop tertukar untuk menghitung denyut jantung, sehingga hasil perhitunga
yang didapatkan tidak maksimal.

BAB V
KESIMPULAN

Termoregulasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh hewan untuk mempertahankan


panas tubuhnya. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan
ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan
dibagi menjadi dua golongan, yaitu
1. Poikiloterm.
Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam
lebih tinggi
2. Homoiterm
Homoiterm sering disebut hewan berdarah panas. Pada hewan homoiterm suhunya
lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat
mengatur suhu tubuh
Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya terjadi melalui empat
cara yaitu kondukssi, konveksi, radiasi dan evaporasi.

Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan
baik.
Hewan Ekstoterm Akuatik : Suhu lingkungan akuatik relatif stabil Hewan tidak
mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit. Suhu tubuh stabil dan relatif sama
dengan suhu air, dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh
dengan cara evaporasi.
Hewan Ekstoterm Terestrial : Hewan ekstoterm terestrial memperoleh panas dengan
cara menyerap radiasi matahari baik pada vertebrata maupun invertebrate.

DAFTAR PUSTAKA

Gibson. (2002). Organisasi Perilaku – Struktur – Proses (Fifth Ed.). Jakarta: Erlangga.

Levi, D. M. (2005). Preceptual Learning in Adults with Amblyopia: A Reevaluation of


Critical Periods in Human Vision. Development Physiology, 46: 222-232.

Monkhouse, W. S. (2007). Master Medicine: Clinical Anatomy (Second Ed.). New York:
Churchill Livingstone, Inc.

Pengajar, team. 2014. Modul Praktikum Fisiologi Hewan. Bandung: Prodi Pendidikan
Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati.

Pennak, R. W. (1989). Coelenterate, Fresh – Water Invertebrates Of The United States:


Protozoa To Mollusca (Third Ed.). New York: John Wiley And Sons, Inc.

Seeley, R. R. (2007). Anatomy And Physiology (Eighth Ed.). New York: McGrow – Hill
Book Co.
Soewolo. (2005). Fisiologi Manusia. Malang: UM Press.

Syaifuddin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia (Second Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Waterman, T. H and F.A. Chace, Jr. (1960) General Crustacean Biology. The Physiology of
Crustacea, 1: . 1–33. New York: Academic Press.

Bickley, L. S and Szilagyi, P. G. (2006). Physical Examination and History Taking (ninth
ed.). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai