Panduan Sterilisasi
Panduan Sterilisasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk
menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan
dengan proses kimia atau fisika.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka
infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu dilakukan
pengendalian infeksi di rumah sakit.
Pusat sterilisasi merupakan salah satu pemutus mata rantai kehidupan mikroba termasuk
endospora. Pusat sterilisasi adalah tempat yang penting di dalam rumah sakit untuk
mengendalikan infeksi dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menekan
kejadian infeksi di rumah sakit. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, pusat sterilisasi
sangat tergantung dengan berbagai unit lain yang terkait antara lain, unsur pelayanan medik,
penunjang medik, bagian lain seperti perlengkapan, logistik, perlengkapan, rumah tangga,
pemeliharaan sarana, sanitasi dan lain-lain. Apabila terjadi hambatan pada salah satu unit
maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan hasil sterilisasi.
Alat dan bahan yang digunakan di klinik sangat bervariasi dan dalam jumlah yang banyak.
Penggunaan alat dan bahan yang disterilkan juga demikian besar. Hal ini merupakan dasar
pemikiran klinik untuk memiliki pusat sterilisasi tersendiri dan mandiri dengan pengelolaan
yang baik. Pusat sterilisasi/ Central Sterile Supply Department (CSSD) merupakan salah satu
instansi yang berada dibawah Kepala Instalasi Kamar Bedah dan bertanggung jawab
langsung kepada
Direktur Pelayanan Rumah Sakit. Pusat sterilisasi ini bertugas memberikan pelayanan
terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari mikroba (termasuk endospora)
secara cepat dan tepat. Untuk melaksanakan tugas sterilisasi alat atau bahan secara
professional, diperlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang baik oleh perawat,
apoteker, ataupun tenaga non medik yang berpengalaman dibidang sterilisasi.
Angka infeksi nosokomial sangat tinggi, dibuktikan dari hasil survey prevalensi di 11 rumah
sakit di Jakarta dan RS. Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2003, didapatkan angka ILO
(infeksi Luka Operasi) 18,9 %, ISK (infeksi Saluran Kemih) 15,1 %, Pneumonia 24,5 % dan
Infeksi saluran nafas lain 15,1 % serta infeksi lain sebesar 32,1 %. Maka peran pusat
sterilisasi (CSSD) untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya adalah sangat perlu diterapkan. Hal ini juga terkait dengan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pendidikan, pembinaan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi terkait
infeksi.
B. Falsafah
Pusat sterilisasi/ CSSD Rumah Sakit memberikan pelayanan sterilisasi alat dan bahan dengan
sebaik-baiknya untuk melayani dan membantu kebutuhan alat dan bahan steril seluruh unit di
rumah sakit.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman dalam pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna menekan kejadian infeksi
di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
d. Sebagai panduan kerja bagi tenaga pemberi pelayanan pusat sterilisasi dalam
memberikan pelayanan.
D. Istilah
1. Aerasi adalah pemaparan kemasan yang baru disterilkan gas etilen oksida
pada sirkulasi udara untuk menghilangkan sisa gas etilen oksida.
9. Bowie-Dick Test adalah uji efektifitas pompa vakum pada mesin sterilisasi
uap berpompa vakum, penemu metodenya adalah j.h Bowie dan J. Dick
11. Disinfeksi adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui sistem termal (panas) atau
kimia
13. Inkubator adalah alat yang digunakan untuk dapat menghasilkan suhu tertentu secara
kontinyu untuk menumbuhkan kultur bakteri
15. Indikator kimia adalah suatu alat berbentuk strip atau tape yang menandaiterjadinya
pemaparan sterilan pada obyek yang disterilkan, ditandai dengan adanya perubahan warna
16. Indikator mekanik adalah penunjuk suhu, tekanan, waktu dll pada mesin
sterilisasi yang menunjukkan mesin berjalan normal
17. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh di Rumah Sakit dimana pada
saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa inkubasi.
18. Lumen adalah lubang kecil dan panjang seperti pada kateter, jarum suntikmaupun
pembuluh darah
20. Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora
21. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora melalui
cara fisika atau kimia
22. Sterilan adalah zat yang mempunyai karakteristik dapat mensterilkan.
23. Termokopel adalah sepasang kabel termo-elektrik untuk mengukur perbedaan suhu dan
digunakan untuk mengkalibrasi suhu pada mesin sterilisasi.
E. Manfaat
F. Landasan Hukum
BAB II
DI RUMAH SAKIT
Peralatan medis dan bahan penunjang yang digunakan dalam pelayanan kepada pasien yang
membutuhkan kondisi steril, biasanya dilakukan disetiap unit/ ruang yang membutuhkan.
Rumah sakit harus menyediakan alat sterilisasi di masing-masing unit/ ruang dan dengan
menggunakan prosedur yang belum dapat di standarkan. Sistem ini juga menyebabkan
sulitnya melakukan kontrol terhadap hasil/ mempertahankan kualitas hasil sterilitasi. Di
masing-masing unit/ ruang juga masih sulit dalam pengawasan proses dekontaminasi maupun
proses sterilisasi.
Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu, teknologi dan kebutuhan akan pelayanan
medis serta pelayanan yang mengutamakan safety patient, maka rumah sakit perlu
mengembangkan proses sterilisasi yang tersentral dan terkoordinir sehingga seluruh
rangkaian perlakuan terhadap alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril menjadi
lebih efisien, ekonomis, dan terkontrol dengan harapansafety patient semakin terjamin.
Pusat sterilisasi di rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi utama yaitu menyiapkan alat
bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Untuk lebih jelas dari
fungsi dan tugas CSSD adalah dimulai dari menerima, memproses, memproduksi,
mensterilkan, menyimpan dan mendistribusikan peralatan dan bahan medis steril ke seluruh
unit/ ruang di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien.
A. Tujuan
1. Membantu unit/ ruang lain di rumah sakit yang membutuhkan alat dan bahan kondisi
steril untuk mencegah terjadinya infeksi.
2. Menurunkan angka kejadian infeksi yang timbul akibat perawatan di rumah sakit.
4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilitas terhadap produk yang dihasilkan.
5. Membantu effisiensi tenaga medis dan perawat dalam kegiatan pengelolaan alat.
3. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh unit/ ruang perawatan.
4. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh ruang/ unit khusus.
5. Mendistribusikan bahan steril siap pakai untuk semua unit/ ruang sesuai kebutuhan.
Tanggung jawab pusat sterilisasi di rumah sakit tergantung dari besar kecilnya rumah sakit.
Hal ini juga terkait dengan struktur organisasi dan proses sterilisasi yang dilakukan.
1. Penerimaan; alat kotor dari berbagai unit perawatan dan unit khusus diterima oleh
petugas CSSD.
2. Pencatatan; alat yang masuk ke CSSD dicatat dalam buku ekspedisi alat masuk.
3. Perendaman; alat dimasukkan dalam bak dan direndam dalam cairan desinfeksi 10-
15 menit.
4. Pencucian; pencucian alat yang telah digunakan harus dibersihkan dengan baik
sebelum disterilkan.
pencucian loundry, diperiksa, dan dilakukan setting sesuai kebutuhan dan jenis linen.
9. Labelling; setiap kemasan diberi label yang menjelaskan isi set alat,
tanggal sterilisasi, tanggal kadaluarsa, kode petugas dan indikator sterilisasi.
10. Produksi; membuat dan mempersiapkan bahan habis pakai untuk pelayanan steril
(kassa balut, depper, hand scoon, lidi kapas, dll).
13. Distribusi; dilakukan sesuai kebutuhan ruang perawatan/ unit khusus dengan
memperhatikan stok/ kebutuhan.
14. Pembersihan dan kontrol alat sterilisasi; dilakukan pemeliharaan alat sterilisasi rutin
setiap bulan sekali.
Akltivitas sterilisasi dilakukan setiap hari dengan frekuensi yang cukup sering. Dan supaya
aktivitas tersebut berjalan lancer, baik dan tidak terkendala, diperlukan pemeliharaan,
pengaturan jadwal dan maintenance yang teratur terhadap mesin/ alat sterilisasi.
1. Setiap rumah sakit harus memiliki pusat sterilisasi alat dan bahan yang mandiri
yang mampu memberikan pelayanan sterilisasi di rumah sakit dengan baik.
2. Memberikan pelayanan sterilisasi alat dan bahan medik untuk pelayanan perawatan
terhadap pasien untuk kebutuhan seluruh unit rawat inap dan unit khusus di rumah sakit.
10
BAB III
KETENAGAAN
A. Status Kesehatan
Seluruh tenaga yang bekerja di pusat sterilisasi Rumah Sakit (CSSD) diharapkan:
2. Tidak pernah menderita/ sedang menjalani proses pengobatan TBC pada setahun
terakhir.
3. Mempunyai data kesehatan yang mencakup data fisik dan X-ray untuk penyakit paru.
4. Cek up kesehatan dan mempunyai laporan mengenai sakit yang pernah dialami selama
bekerja di CSSD seperti infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi gastrointestinal, infeksi
pada mata dan tertusuk jarum minimal setahun satu kali.
Kualifikasi tenaga yang bekerja di CSSD dibedakan sesuai dengan kapasitas tugas dan
tanggung jawabnya. Pembagian tugasnya dibagi atas penanggungjawab dan teknis pelayanan
sterilisasi.
a. Uraian tugas:
3) Menyiapkan konsep dan rencana kerja serta melakukan evaluasi terhadap kinerja
petugas CSSD.
b. Kualifikasi Tenaga:
1) Pada RS kelas A dan B, minimal pendidikan S1 dibidang kesehatan atau S1 umum
dengan masa kerja minimal 5 tahun dibidang sterilisasi.
11
2. Penanggungjawab CSSD
a. Uraian tugas:
1) Mengarahkan semua aktivitas staf yang berkaitan dengan proses sterilisasi di rumah
sakit.
2) Mengarahkan semua aktivitas terkait supply alat medis steril bagi perawatan pasien
di rumah sakit.
3) Mengikuti ilmu pengetahuan terkini dalam pengembangan diri/ personel lain demi
kemajuan CSSD.
7) Melakukan koordinasi dengan unit lain dan bekerjasama dalam mewujudkan mutu
pelayanan.
11) Membuat rencana program terhadap kebutuhan alat dan bahan sesuai kebutuhan.
b. Kualifikasi Tenaga:
3) Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep aktivitas dari unit yang
dipimpinnya.
12
3. Staf CSSD
a. Uraian tugas:
5) Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp.
9) Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/
bangunan dan aset yang ada.
b. Kualifikasi Tenaga:
a. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat dengan tambahan kursus/ pelatihan
sterilisasi.
4. Administrator
a. Uraian tugas:
5) Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp.
10) Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/
bangunan dan aset yang ada.
13
b. Kualifikasi Tenaga:
7) Disiplin dalam mengerjakan pelaporan bulanan, stok opname, anfrah BMHP, dll.
14
BAB IV
Sarana fisik dan peralatan di CSSD sangat mempengaruhi efisiensi kerja dan membantu
pelayanan di pusat sterilisasi rumah sakit. Dalam perencanaan sarana fisik dan bangunan
sebaiknya melibatkan staf CSSD. Mengingat pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit
dimana CSSD mempunyai tugas pokok menerima bahan dan alat medik dan menjadikan
seluruh bahan dan alat medik dari semua unit di rumah sakit dalam kondisi rsirsirsirsisteril
serta mendistribusikannya sesuai kebutuhan kondisi steril. Hal ini tidak lepas dari
menentukan lokasi/ tempat CSSD berada.
A. Bangunan CSSD
5. RS dengan 1000 TT, luas bangunan minimal 450 m2 Denah ruang CSSD (Lampiran
1)
15
B. Lokasi CSSD
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruang pemakai alat/ bahan steril terbesar di
rumah sakit seperti kamar bedah, ICU, unit perawatan, dll di rumah sakit. Penetapan/
pemilihan lokasi yang tepat akan memudahkan dan berdampak pada efisiensi kerja dan
meningkatkan pengendalian infeksi di rumah sakit. Lokasi ytang tepat akan meminimalkan
resiko kontaminasi silang karena pengaruh lalu lintas/ transportasi alat steril. Unit CSSD
diupayakan juga dekat dengan loundry atau pencucian linen karena set linen untuk kebutuhan
steril akan lebih mudah dalam penyiapannya.
Pada prinsipnya ruang CSSD terdiri dari ruang bersih dan ruang kotor yang didesain
sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antara ruang kotor ke
ruang bersih. Selain itu pembagian ruang CSSD juga dibuat senyaman mungkin disesuaikan
dengan alur kerjanya. Ruang CSSD dibagi dalam 5 (lima) ruang yaitu :
1. Ruang dekontaminasi
Ruang ini didesain untuk penerimaan barang kotor. Unit yang mengirimkan alat kotor setelah
digunakan melalui ruang ini. Ruang dekontaminasi harus dapat menampung semua barang
kotor yang akan dibersihkan dan akan menjalani proses sterilisasi. Ruang dekontaminasi
direncanakan, dipelihara dan selalu dikontrol untuk mendukung efisiensi proses
dekontaminasi dan untuk melindungi petugas penerimaan CSSD dari benda-benda tajam,
yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya.
a. Ventilasi
Udara dan partikel kecil pada debu dapat membawa mikroorganisme dari satu termpat ke
tempat lainsehingga dapat mengkontaminasi alat kesehatan yang sudah melewati
dekontaminasi, alat bersih siap disterilkan dan bahkan alat yang sudah steril. Oleh sebab itu,
ruang dekontaminasi harus mempunyai sistem ventilasi yang baik, yaitu:
2) Tekanan udara harus negatif supaya tidak mengkontaminasi udara ruang lainnya.
16
Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi lingkungan kerja dan juga kenyamanan para
petugas di ruang dekontaminasi. Suhu dan kelembaban yang direkomendasikan adalah:
c. Kebersihan
Kebersihan ruang CSSD sangatlah penting. Pembersihan ruang, alat dan bahan yang ada di
CSSd harus menggunakan pembersih yang sesuai.Debu, serangga dan vermin adalah
pembawa mikroorganisme penyebab/ penyebar infeksi. Harus ada peraturan tertulis mengenai
prosedur pengumpulan sampah, pembuangan limbah dan transportasinya. Hal ini
diberlakukan pada sampah dan limbah baik yang menyebabkan infeksi dan yang berbahaya
atau tidak.
2) Setidaknya sekali sehari membersihkan meja kerja, tempat cuci dan peralatan.
4) Barang/ alat kotor dicuci/ dibersihkan dan/ atau didesinfeksi sebelum masuk ke area
bersih atau ruang setting sebelum masuk ke mesin sterilisasi.
Di ruang ini dilakukan proses pengemasan alat. Alat kesehatan sebelum masuk mesin
sterilisasi disetting sesuai dengan kebutuhan alat yang dibutuhkan oleh
17
berbagai unit/ ruangan. Diruang ini juga menyimpan alat dan bahan bersih dan dianjurkan ada
tempat penyimpanan barang bersih.
Ruang ini adalah ruang untuk mempersiapkan bahan penunjang seperti kassa, kapas, cotton
swabs, hand scoon, dan lain-lain. Diruang ini juga dilakukan pemeriksaan linen dari loundry,
dilipat dan dikemas berdasar setting linen kebutuhan kamar bedah, kamar bersalin, poliklinik,
IGD dan ruang lain yang membutuhkan. Pada daerah ini terdapat rak penyimpanan barang
dan linen untuk persiapan sterilisasi.
4. Ruang Sterilisasi
Dari ruang produksi dan setting linen, alat, bahan dan barang masuk ke mesin sterilisasi.
Proses sterilisasi ini dilakukan berdasar bahan dan jenisnya. Desain mesin sterilisasi pintu
masuk alat bersih berbeda dengan pintu keluar saat alat sudah steril. Hal ini untuk
mengurangi kemungkinan kontaminasi barang yang sudah steril terhadap kontaminan. Untuk
ruang sterilisasi dengan menggunakan Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang
terpisah tetapi masih dalam satu unit dan memungkinkan udara keluar atau
penggunaan exhouse.
Ruang ini berada dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila menggunakan mesin sterilisasi dua
pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang simpan barang steril.
Penerangan pada ruang ini harus memadai, suhu ruang antara 18- 22 Celcius dan kelembaban
35-75 %, menggunakan tekanan positif dan mempunyai dinding lantai keras tapi halus
sehingga mudah dibersihkan. Alat steril yang disimpan ditata di atas rak penyimpanan yang
ada jarak dari lantai 19-24 cm dan minimum 43 cm dari langit-langit. Rak mempunyai jarak 5
cm dari dinding untuk memudahkan pembersihan. Hindari terjadinya penumpukan debu pada
kemasan dan jangan letakkan rak dekat dengan kran atau saluran air lainnya.
Petugas yang berdinas di ruang penyimpanan barang steril adal;ah petugas yang terlatih,
sehat, terbebas dari penyakit menular terutama yang ditularkan melalui droplet. Petugas
didalam ruang penyimpanan bahan steril menggunakan jas khusus yang sesuai dengan
persyaratan. Lokasi ruang penyimpanan barang steril tidak berada di lalu lintas utama dengan
pintu khusus dan jendela yang minim untuk mengurangi kemungkinan kuman dari luar
masuk.
18
2. Perbaikan terhadap komponen umum dapat dilakukan oleh RS dengan petugas yang
telah mendapat pelatihan dari supplier alat.
3. Perbaikan komponen hanya dilakukan oleh pihak supplier dan petugas RS yang
berkompeten.
4. Staf teknisi yang terlibat dalam pemeliharaan peralatan CSSD harus terlatih oleh
lembaga berwenang atau pihak pembuat mesin sterilisasi tersebut.
5. Produsen mesin harus membuat instruksi tertilis untuk pemeliharaan mesin sterilisasi.
E. Kalibrasi alat
Kalibrasi alat secara periodik dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalibrasi alat
harus dilakukan oleh orang terlatih terhadap jenis mesin sterilisasi. Secara periodic minimal
sekali dalam setahun dilakukan oleh BPFK atau Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan
Departemen Kesehatan atau agen tunggal pemegang merk alat.
F. Pendokumentasian
Setiap mesin yang ada mempunyai dokumentasi riwayat pemeliharaan/ perawatan mesin.
Dokumentasi ini tersimpan dan dilaporkan pada bagian pemelihgaraan sarana medis RS,
teknisi CSSD atau pihak yang membutuhkan perawatan mesin tersebut.
6. Keterangan/ lain-lain,
Pusat sterilisasi (CSSD) harus dilengkapi dengan alat pelindung diri sesuai kebutuhan tenaga
kerja yang ada didalamnya. Apron lengan panjang yang tahan terhadap cairan kimia, penutup
kepala, masker dan goggle yang dipakai oleh staf saat melakukan pekerjaan yang
memungkinkan adanya percikanatau kontaminasi cairan yang mengandung darah atau cairan
infeksius lainnya. Harus ada alas kaki khusus untuk memasuki ruang dekontaminasi dan
penutup kaki yang tahan air.
19
Penggunaan sarung tangan, gaun pelindung dan goggle harus dicuci setiap selesai dipakai.
20
BAB VI
Pusat sterilisasi (CSSD) melayani semua unit dirumah sakit yang membutuhkan alat dan
bahan kondisi steril. Dalam melaksanakan tugasnya, CSSD selalu berhubungan dengan unit
lain diantaranya yaitu:
3. Instalasi farmasi.
4. Sanitasi.
5. PPI.
a. Linen
b. Instrumen / alat
b. Instrumen
3. Setting
a. Set Instrument
b. Set Linen
a. Linen
b. Instrumen
c. BHP
5. Proses sterilisasi
a. Linen
b. Instrumen
c. BHP
Disesuaikan dengan tanggal kadaluarsa, disesuaikan dan ditempatkan pada rak sesuai ruang
yang membutuhkan.
21
B. Alur Kerja
Alur kerja yaitu urutan-urutan dalam melakukan proses terhadap alat/ bahan. Tujuan
dibuatnya alur sebagai berikut:
4. Perendaman
6. Pengeringan
7. Pengesetan
8. Pengemasan
9. Labeling
12. Distribusi
1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang
mungkin terkontaminasi oleh mikroba berbahaya bagi kehidupan, sehingga menjadi aman
untuk proses-proses selanjutnya. Tujuan dari proses dekontaminasi ini adalah untuk
melindungi pekerja yang bersentuhan langsung dengan alat-alat kesehatan yang sudah
melalui proses dekontaminasi tersebut, dari penyakit yang mungkin timbul akibat dari
mikroorganisme pada alat kesehatan tersebut.
a. Menangani dan Transportasi Benda Kotor
Alat kesehatan pakai ulang yang sudah terkontaminasi harus ditangani dengan serius,
dikumpulkan dan dibawa ke CSSD sedemikian rupa sehingga dapat terhindar dari
kontaminasi terhadap pengunjung, pasien, pekerja dan fasilitas lainnya. Proses
penanganannya adalah:
22
2) Pisahkan benda tajam dan masukkan kedalam container khusus benda tajam
3) Kain dan linen dipisahkan dan masukkan ke unit loundry untuk penanganan lebih
lanjut.
4) Peralatan yang terkontaminasi ditempatkan dalam wadah khusus dan masuk keruang
dekontaminasi melewati petugas pencatatan
b. Pembuangan limbah
Limbah atau pembuangan harus dipisahkan dari alat pakai ulang . Diidentifikasi dan dibuang
sesuai kebijakan RS mengacu peraturan pemerintah.
c. Mencuci/ Cleaning
Semua alat pakai ulang harus melalui pencucian hingga benar-benar bersih sebelum
dilakukan sterilisasi.
Pembersihan alat pakai ulang yang terkontaminasi harus sesegera mungkin setelah dipakai.
Hal ini dumaksudkan untuk mencegah kotoran menjadi kering dan lebih sulit dalam
pembersihannya. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka:
2) Dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air mengalir di tempat pemakaian sesuai
prosedur yang berlaku dan langsung dibungkus untuk menghindari cipratan, tumpahan atau
penguapan dan dibawa keruang dekontaminasi CSSD.
Supaya efektif, baha pencuci harus membantu menghilangkan residu dan kotoran organic
tanpa merusak alat. Bahan pencuci harus:
23
1) Sesuai dengan bahan yang disarankan pada alat dan metode mencuci yang dipilih.
2) Ikuti rekomendasi dari produsen alat mengenai tipe bahan pencuci yang dapat dipakai.
3) Pemilihan bahan pencuci juga bergantung pada tipe kotoran yang ada. Protein cukup
bengan detergen yang bersifat basa. Garam mineral dengan menggunakan detergen asam.
Mencuci bersih adalah proses menghilangkan semua partikel yang kelihatan dan hamper
semua partikel yang tidak tampak, dan menyiapkan alat-alat agar aman untuk proses
desinfeksi dan sterilisasi. Mencuci dapat dilakukan secara manual maupun mekanikal atau
kombinasi keduanya. Untuk memastikan kebersihan al;at dan supaya tidak merusak alat,
maka:
2) Dimulai dengan merendam dalam air pada suhu 20 C-43 C selama 15-20 menit dan
atau dalam produk enzyme yang dapat melepaskan darah dan protein lainnya untuk
mencegah terjadinya koagulasi darah pada alat dan juga membantu menghilangkan
mikroorganisme.
3) Bilas dengan air keran yang mengalir untuk menghilangkan protein dan partikel-
partikel kotoran.
h. Mencuci Manual
1) Pencucian secara manual dilakukan pada intrumen atau alat yang lembut dan rumit.
2) Gunakan sikat yang sesuai dengan kebutuhan alat atau yang disarankan oleh
produsen alat.
3) Bilas dengan air mengalir dengan suhu 40 C-50 C. Lebih baik lagi menggunakan air
deionisasi atau air sulingan.
4) Setelah dicuci, dibilas, keringkan terlebih dahulu sebelum melalui proses berikutnya.
i. Mencuci Mekanik
1) Menggunakan mesin cuci akan dapat meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan
lebih aman untuk petugas.
24
j. Desinfeksi Kimia
1) Pemilihan jenis desinfeksi berdasarkan pemakaian alat dan level desinfeksi yang
diperlukan untuk pemakaian tersebut.
2) Harus sesuai label instruksi dari produsen alat dan bahan tersebut.
2. Pengemasan
Pengemasan yang dimaksud adalah termasuk semua material yang tersedia untuk
membungkus, mengemas dan menampug alat-alat yang dipakai ulang sebelum proses
sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan adalah sebagai perlindungan
terhadap alat dan bahan terhadap segala penyebab yang merusak kondisi steril.
c. Mudah digunakan
g. Masa kadaluarsa
a. Kertas
b. Film Plastik
c. Kain (linen)
d. Kain campuran
f. Tips dan penempatan yang tepat indicator kimia eksternal dan internal
j. Aplikasi informasi pengendalian mutu, seperti nomer lot, tanggal, kode petugas
25
3. Metode Sterilisasi
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas akan diabsorbsi oleh permukaan
luar dari alat yang disterilkan lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya
suhu sterilisasi tercapai. Biasanya digunakan pada bahan yang terbuat dari kaca.
Bahan kemasan harus memudahkan penyerapan gas dan uap sterilan yang baik, dan juga siap
melepaskan gas dan uap tersebut dari kemasan dan isinya selama waktu aerasi
c. Sterilisasi uap
Uap dapat membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi sel protein
secara irreversible.
Sterilisasi ini digunakan pada plasma yang terbentuk dari hidrogen piroksida
Telah lama digunakan untuk mendisinfeksi ruangan, lemari, maupun instrumen. Sayangnya
formaldehid (dalam keadaan tunggal) tidak dapat digunakan untuk sterilisasi alat rentan
panas, khususnya dengan lumen kecil, karena daya penetrasinya lemah serta aktivitas
sporisidalnya juga lemah.
BAB V
A. Monitoring
Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan proses
sterilisasi dan cakupan program pelayanan proses sterilisasi seawal mungkin, untuk dapat
menemukan dan selanjutnya memperbaiki masalah dalam pelaksanaan program.
a. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau disain dari sistem pelayanan
sterilisasi (bila perlu).
c. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian pelayanan
sterilisasi di Rumah Sakit. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai keperluan dan
dipergunakan segera untuk perbaikan program.
Setiap item/kemasan yang akan disterilkan harus mencantumkan identitas berupa nomor lot
yang mencakup nomor mesin sterilisasi, tanggal proses sterilisasi, dan keterangan siklus
keberapa dari mesin sterilisasi. Pengidentifikasian ini akan memudahkan pada saat
diperlukannya melakukan recall atau penarikan kembali kemasan yang sudah
terdistribusikan.
Untuk setiap siklus sterilisasi yang dilakukan informasi berikut harus didokumentasikan :
1) Nomor lot
3) Waktu pemaparan dan suhu (kalau belum tercatat oleh mesin sterilisasi)
4) Nama operator
27
Dokumentasi ini akan bermanfaat dalam monitoring proses dan memastikan bahwa parameter
pada setiap siklus proses sterilisasi telah tercapai sehingga akuntabilitas proses terjamin.
Dengan melakukan dokumentasi ini maka apabila ada barang yang harus ditarik ulang akan
menjadi lebih mudah.
c. Waktu Kadaluarsa.
Setiap kemasan steril yang akan digunakan harus diberi label yang mengindikasikan waktu
kadaluarsa untuk memudahkan melakukan rotasi stok, walaupun kadaluarsa tidak tergantung
pada waktu melainkan pada kejadian yang dialami oleh kemasan tersebut.
B. Evaluasi
Setiap kegiatan harus selalu di evaluasi pada tahap proses akhir seperti pada tahap
pengemasan, sterilisasi dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam rangka
kinerja dari pengelolaan sterilisasi di Rumah Sakit
BAB VI
Tanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan secara aman di lingkungan CSSD
menjadi tanggung jawab petugas CSSD setelah dilakukan pembekalan terhadap petugas
tehadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan CSSD. Pada dasarnya
kecelakaan dapat dihindari dengan mengetahui potensi bahaya yang dapat di timbulkannya.
Dengan memperhatikan secara seksama dan melatih teknik-teknik bekerja secara aman maka
resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat di turunkan secara signifikan.
Bahaya pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya maupun zat-zat kimia di
lingkungan CSSD dapat menyebabkan luka, penyakit dan dalam kondisi yang ekstrim
menyebabkan kematian. Upaya pencegahan dapat di lakukan secara efektif dengan
menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, penutup kepala, penutup kaki, gaun
anti cairan, masker maupun goggle mata. Penyedian alat pelindung diri menjadi tanggung
jawab institusi bersangkutan, tetapi adalah tanggung jawab petugas CSSD untuk melindungi
dirinya dengan menggunakan alat pelindung diri secara benar.
Penanganan yang salah terhadap alat-alat tajam terkontaminasi seperti pisau, jarum dll dapat
menyebabkan rusaknya permukaan kulit yang pada akhirnya dapat memungkinkan masuknya
mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh sehingga menyebabkan terjadinya penyakit.
2. Tuangkan cairan yang dapat mengganggu pengenalan secara visual alat-alat, lalu
pindahkan alat/instrument satu persatu. Pastikan agar bagian yang runcing
dari instrument mengarah berlawanan terhadap tubuh kita pada saat transportasi.
3. Buang sampah benda tajam (jarum suntik, blades) ke dalam wadah yang tahan tusukan
dan tidak dibuang pada tempat sampah biasa.
4. Pada saat memproses ulang benda tajam pakai ulang, pisahkan dariinstrument lain dan
posisikan sedemikian sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya luka pada petugas
lain dengan penanganan normal
29
5. Ikuti petunjuk/rekomendasi pabrik untuk penanganan zat kimia secara aman, dan
gunakan alat pelindung diri untuk mencegah pemaparan zat kimia terhadap kulit dan
membran mukosa yang dapat menyebabkan luka bakar kimia
6. Berhati-hatilah apabila mendekati daerah dimana air biasa digunakan, periksa kondisi
lantai untuk mencegah terjatuh akibat licin lantai, sebaiknya ada rambu-rambu peringatan
7. Pada saat mencuci instrument di dalam sink, perhatikan untuk selalu menggosok
dibawah permukaan air untuk mencegah terjadinya aerosol yang dapat terhirup.
Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih yang sudah
mendapatkan pelatihan tentang prinsip dasar sterilisasi dan cara menggunakan mesin
sterilisasi secara benar. Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
dapat diperkecil dan upaya untuk menghasilkan barang-barang steril menjadi lebih terjamin.
Jenis-jenis luka yang dapat terjadi di daerah ini meliputi luka bakar pada kulit maupun
membran mukosa, akibat kelalaian pada penggunaan zat kimia maupun akibat terlalu
dekatnya posisi terhadap sumber panas (sterilisasi uap atau kereta barang yang panas). Luka
bakar elektris, akibat penggunaan instrument/alat listrik. Luka pada mata akibat cipratan zat
kimia sehingga pemakaian alat pelindung mata diperlukan.
1. Gunakan sarung tangan tahan panas pada saat menangani kereta mesin sterilisasi atau
pada saat berhubungan dengan objek lain bersuhu tinggi
2. Letakkan kereta mesin sterilisasi diluar daerah lalu lalang petugas CSSD lain untuk
menghindari petugas lain menyentuh kereta yang panas ini.
5. Pengoperasian dan instalasi mesin sterilisasi etilen oksida harus dilakukan dengan
memperhatikan sistem ventilasi dan sistem exhaust yang berhubungan langsung dengan udara
luar (ke luar gedung)
6. Pada saat memindahkan barang ke dalam cabinet aerasi, petugas harus menggunakan
sarung tangan dan tidak memegang barang dekat dengan tubuh atau menghisap udara di atas
barang yang di pindahkan tersebut
7. Pada saat memindahkan wadah dari mesin EO ke dalam aerator sebaiknya kereta
ditarik dan tidak di dorong
8. Setelah barang di masukkan ke dalam kabinet aerasi dan siklus aerasi sudah di
jalankan, maka fase siklus tersebut tidak boleh dihentikan sampai proses aerasi selesai
30
9. Apabila ada petugas yang terpapar dengan EO segera bawa ke ruang gawat darurat
untuk evaluasi lebih lanjut.
Petugas CSSD mempunyai tanggung jawab dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan
pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit sehubungan dengan alat-alat/instrument yang di
gunakan. Melakukan proses dekontaminasi, disinfeksi, pengemasan, sterilisasi, dan
penanganan barang steril secara aseptic dan benar sesuai dengan SOP yang ditetapkan
merupakan cara terbaik bagi petugas untuk mencegah terjadinya kecelakaan/luka pada
pasien. Pasien penerima barang yang belum di uji kelayakan fungsi dan cara pakainya dapat
mengalami komplikasi maupun penundaan tindakan. Alat-alat terkontaminasi atau on-steril
(sepertiinstrument bedah) apabila di gunakan pada pasien dapat menimbulkan infeksi
nosokomial.
2. Pastikan bahwa semua barang telah di dekontaminasi dan bebas dari pengotor,
kerusakan atau bahaya lain yang dapat mempengaruhi penggunaan barang /alat
3. Pastikan agar barang terkontaminasi selalu dalam keadaan tertutup pada saat
transportasi menuju daerah dekontaminasi
5. Pastikan bahwa semua komponen instrument berada dalam keadaan lengkap, dan
berfungsi secara normal
6. Pastikan bahwa semua mesin sterilisasi termonitor secara visual selama siklus
berlangsung melalui pengujian indikator kimia, biologis dan pengujian deteksi udara
dalam chamber (sistem mesin sterilisasi uap pre-vakum)
Penanganan zat-zat kimia di CSSD sangat perlu di perhatikan mengingat banyak zat kimia
yang digunakan di CSSD bersifat toksik. Apabila penanganannya tidak dilakukan dengan
baik maka dapat membahayakan baik petugas CSSD itu sendiri maupun pasien.
1. Alkohol
Alkohol dalam bentuk Etil atau Isopropil alkohol (60-90 %) digunakan sebagai desinfektan
intermediat dengan kemampuan bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal.
31
Tindakan pertolongan
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi,
dan penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
2. Formaldehid
Formaldehid adalah gas tidak berwarna dengan bau menyengat. Umumnya digunakan
sebagai disinfektan. Formalin adalah larutan yang mengandung formaldehid dan methanol
dengan kadar bervariasi (biasanya antara 12-15 %).
Dosis
toksik : Dosis letal pada manusia secara oral 0,5 - 5 g/kg BB
Akut : 2-3 ppm, rasa gatal pada mata, 4-5 ppm lakrimasi, 10 ppm
lakrimasi berat,10-20 ppm susah bernafas, batuk, terasa panas
pada hidung dan tenggorokan, 50-100 ppm iritasi akut saluran
pernafasan
Lambat : Sensitisasi dermatitis
: Karsinogenik, gangguan menstruasi dan kesuburan pada
Kronik wanita,
percikan larutan pada mata dapat menyebabkan kerusakan
berat
s/d menetap, kornea buram dan buta
: Menyebabkan luka korosif mukosa gastrointestinal disertai
Jika tertelan mual,
muntah, perdarahan
Jika
terhirup : Iritasi saluran nafas, nafas berbunyi, laringospasme
Kontak
kulit : Iritasi pada kulit
Kontak
mata : iritasi dan lakrimasi, pada konsentrasi pekat menyebabkan
kornea buram dan buta
32
Tindakan pertolongan
a. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi,
dan penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah
dalam wadah/plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
masker, apron
a. Segera beri pasien air atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk pengenceran.
Untuk orang dewasa maksimal 20 cc sekali minum, untuk anak-anak maksimal 100 ml.
c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel dapat
dipertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi
3. Etilen Oksida
Etilen oksida merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi kimia
alat-alat kesehatan, pereaksi dalam sintesa kimia organik terutama dalam pembuatan etilen
glikol, fungisida, dan fumigan bahan makanan dan tekstil.
33
Tindakan pertolongan
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi,
dan penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9% perlahan selama 15-20 menit
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah
dalam wadah/plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
masker, apron
34
c. Berikan karbon aktif dosis tunggal 1 gr/kg atau dewasa 30-100 gr dan anak-anak 15-30
gr. Cara pemberian : dicampur rata dengan perbandingan 5-10 gr karbon aktif dengan 100-
200 ml air. Dewasa 10 gr tiap 20 menit, anak-anak 5 gr tiap 20 menit
4. Lisol
Lisol merupakan nama lain dari kelompok zat kimia fenol, asam karbolat, hidroksibenzena,
asam fenilat, resol, karbon kreolin, likresol. Lisol banyak digunakan sebagai desinfektan
rumah tangga untuk membersihkan lantai, kamar mandi/WC dan untuk menghilangkan bau
busuk. Dalam bidang kesehatan digunakan sebagai larutan antiseptic dengan konsentrasi
antara 1-2 %. LDL oral pada manusia adalah 140 mg/kg.
Tindakan pertolongan
b. Berikan terapi suportif berup penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi
dengan oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
35
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah
dalam wadah/plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
masker, apron
f. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut
a. Segera beri pasien atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk pengenceran. Untuk
orang dewasa maksimal 250 cc sekali minum, untuk anak-anak maksimal 100 ml.
c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel dapat di
pertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi
5. Natrium Hipoklorit
Larutan pemutih pakaian yang biasa digunakan biasanya mengandung bahan aktif Natrium
hipoklorit (Na OCL) 5-10 %. Selain digunakan sebagai pemutih juga digunakan sebagai
disinfektan. Pada konsentrasi > 20 % zat ini bersifat korosif dan bila tertelan akan berbahaya
karena jika kontak dengan asam lambung akan melepaskan asam klorat gas klor bebas dalam
lambung yang apabila terhirup dapat menyebabkan kerusakan paru-paru
b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi
dengan oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
36
e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan air mengalir minimal 10 menit
d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah
dalam wadah /plastik tertutup
e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
masker, apron
a. Segera beri pasien air atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk pengenceran.
Untuk orang dewasa maksimal 250 cc sekali minum, untuk anak-anak maksimal 100 ml
c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel dapat
dipertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi.
Instalasi pusat sterilisasi harus dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti apron lengan
panjang yang tahan terhadap cairan atau karet yang tahan terhadap cairan kimia heavy-duty,
penutup kepala, masker “high-filtration”, dan “tight fitting”gogle, khususnya dipakai oleh
staf saat melakukan prosedur yang memungkinkan terjadinya cipratan atau kontaminasi dari
cairan yang mengandung darah atau cairan tubuh lainnya. Harus ada alas kaki khusus untuk
memasuki ruang dekontaminasi dan penutup sepatu tahan air yang diperlukan untuk
melindungi sepatu dan masker, dan gogle harus dilepaskan saat meninggalkan ruang
dekontaminasi. Sarung tangan, gaun pelindung, dan gogle harus dicuci setiap hari. Alat
pelindung yang dipakai ulang harus dilaundry setelah setiap pemakaian.