Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga
(kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya), masalah kesehatan,
kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi ganda
yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah
muncul masalah baru. Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat
pesat, Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun
sering luput dari perhatian. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu
kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi
yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit
gizi buruk Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang
timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk akibatnya tidak
baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh masing –
masing orang. Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat
ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran. Gizi seseorang dapat dipengaruhi
terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental
anak.
Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada
anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan.
Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama
pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk
terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan
berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak
kelahiran yang rapat Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia.
Sekelompok kecil penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok
lain masih berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang
dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh dibilang sangat
kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi,
balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan
akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur luas permukaan tubuh/menghitung
secara langsung konsumsi energi itu ( yang hilang atau terpakai ).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi yang
dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana berdasarkan berat
badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh
merupakan masalah serius.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang gizi
buruk dan tb paru terkait definisi, faktor resiko, patofisiologis, gejala klinis, diagnosis,
penatalaksanaan dan komplikasinya.
1.3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman
penulis maupun pembaca mengenai gizi buruk dan tb paru beserta patofisiologi dan
penanganannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Gizi Buruk
2. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Akibat
kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi
kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan
akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi, tanda
– tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat penting untuk mengetahui
seseorang menderita gizi buruk. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak
factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai proses
pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai
status gizi. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi
akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh
dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Hubungan
antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad – abad yang lampau..
Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak
cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang
pertama kali dikenal adalah penyakit sariawan. Kesehatan yang baik tidak terjadi karena
ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan tertentu atau berlebih. Kekurangan
umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan
umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak
perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan
kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas
dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan
kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok
penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan
gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang
menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan
memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi
kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit
dengan tingkat yang tinggi.
2.2. Klasifikasi
Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari karbohidrat
atau protein (protein-energy malnutrition–PEM). Kurangnya pasokan energi sangat
mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Keadaan gizi buruk ini secara klinis
dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-Marasmus. Ketiga
kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara berkembang yang berada
dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara jelas
menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati dari gejala
yang ditunjukkan penderita.
1. KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan anak-anak
penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya
jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita
ini. Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya:
a. Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak terlihat sangat
pasif.
b. Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.
c. Anemia.
d. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi
laktase dan enzim penting lainnya.
e. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia ( perdarahan kecil
yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red. ),
yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas
menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
f. Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa
licin dan kenyal.
Tanda-tanda kwashiorkor meliputi :
a) Edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu
d) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
e) Rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut
f) Otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk
g) Bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas
h) Menolak segala jenis makanan (anoreksia)
i) Sering disertai anemia, diare, dan infeksi.
2. MARASMUS
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki
bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya penderita
tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak
apatis atau kesadaran yang menurun Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena
kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan sebagian
lemak dan otot . Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Penderita
marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam
stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena
selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus.
Upaya rehidrasi ( pemberian cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat
mengakibatkan aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan terhentinya denyut jantung.
Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan seksama. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
c. Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
e. Sering menderita diare atau konstipasi.
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar hemoglobin yang
juga lebih rendah dari semestinya.
g. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
h. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput
3. MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang
menyertai :
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua
penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic seperti
gangguan pada ginjal dan pankreas.
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium
dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejalagejala masing-
masing penyakit tersebut.
2.3. Etiologi
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar ratarata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang
Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk :
a. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena
alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga faktor penyebab gizi buruk
pada balita, yaitu :
1) Keluarga miskin.
2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.
c. Faktor lain yang menyebabkan gizi buruk, yaitu :
1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat.
2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak.
3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak. Penyebab pertama
adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah
hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat.
Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi,
beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung
yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari
rakyat gagal dipanen. Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang
tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan
gizi yang kuang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-
fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anakanak ini dipastikan akan sangat kelam dan
buram. Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,' yakni
masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak
orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk
menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk
membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi
meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan
halaman rumah untuk menanam sayurmayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan dengan
persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan
pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para
pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang
paling berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja
tidak semua aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat
membutuhkan pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak
sosial mereka sebagai warganegara.
MALNUTRISI PRIMER
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut
malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan.
Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya
kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan
mineral lainnya. Kasus tersebut sering
dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat
dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun,
pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun.
Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di
dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat
mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan
saraf. berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau
kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
MALNUTRISI SEKUNDER
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan
disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada
fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang
terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung,
ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi
sekunder. Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan
karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak
anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya,
penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan
rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar. Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi
overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu
mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai
dengan panduan diagnosis yang ada. Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder
lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu
kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi,
tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini
sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu
cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik
dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi
atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan
2.4. Manifestasi Klinis
Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu
kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang
hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan
anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda
dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-
anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor
terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika,
marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers),
sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada
kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu
didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada
saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton,
lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga
menghilang sehingga memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak
menjadi tipis dan halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang
ikut menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan
serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada
pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain
itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah.
Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man
face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar.
Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa
rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai
diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan
pernafasan menjadi berkurang.
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara
kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan
sehariharinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan
dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda
kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi.
Kelainan rambut pada kwashiokor adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa
reaksi sakit dari penderita, warna rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga
putih. Kelainan kulit yang khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu
kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan
mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan dikelilingi batas-
batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan dikarenakan
kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi,
asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan
biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan
kadar kolesterol yang rendah.
2.5. Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui
penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat
penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai
dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada
daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi
tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat
kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot
dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka
metabolism basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian
menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare
dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.
Ciri dari marasmus antara lain:
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental - Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun
Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu
kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat
berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat
dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup. Bentuk
malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada
didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu
anak yang tidak lagi menghisap, gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal
sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan
tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan
tinggi dan berat badan anak normal.
Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia
2.6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat
berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan
penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu
mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi
dalam dua fase.1,7,8,9
Pada fase initial, tujuan yan diharapkan adalah untuk menangani atau mencegah
hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan
masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan
dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah
larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200
ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140
ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain
mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak
tetap dapat bernafas.
Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk mencegah
komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang spesifik tergantung dari
diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak tersebut. Pada anak diatas 2 tahun
diberikan obat anti parasite sesuai dari protocol
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan
dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian
makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg
BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini
dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg
BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet
tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg
BB/hari. Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75 yang mengandung
75kcal/100ml dan 0,9 protein/100ml) yang diberika terus menerus setiap 2 jam.
Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral
atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u.
oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A untuk
mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A serum sangat
rendah. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau
dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg
BB/hari atau magnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan
1 ml vit. C (IM), selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.
Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi yang ada berhasil
ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar gulanya untuk
mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita
malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan F-100. Dalam pemilihan jenis
makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman
BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu
formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan
makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1
tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 2 fase yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari
1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), ditambah fase tindak lanjut
(Minggu ke 7 – 26) seperti tampak pada tabel diatas.
BAB 3
KESIMPULAN
Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition (kekurangan energi dan protein) merupakan
salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara-negara tertinggal maupun negara
berkembang seperti Indonesia dan lainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak
dibawah umur lima tahun (balita), dan ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada
kondisi ini ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi
maupun protein dalam tingkat yang bermacam-macam. Akibat dari kondisi tersebut, ditemukan
malnutrisi dari derajat yang ringan hingga berat. Pada keadaan yang sangat ringan tidak
ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang sedangkan kelainan
biokimiawi dan gejala klinis tidak terlihat. Pada keadaan yang berat ditemukan dua tipe
malnutrisi, yaitu marasmus dan kwashiokor, serta diantara keduanya terdapat suatu keadaan
dimana ditemukan percampuran ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan
marasmus-kwashiokor. Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejalagejala klinis yang khas.
Pada semua derajat maupun tipe malnutrisi ini mempunyai persamaan bahwa adanya gangguan
pertumbuhan pada penderitanya. Untuk membedakan tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi
terdapat beberapa cara maupun klasifikasi, salah satunya menurut Gomez atau Wellcome trust
dan yang biasa dipakai sehari-hari menurut perhitungan antropometri. Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada anak, terutama adalah peranan diet sehari-hari yang
kurang mencukupi kebutuhan gizi seimbang anak pada masa usia pertumbuhan, adanya
penyakit penyerta yang memperburuk keadaan gizi serta peranan sosial ekonomi yang
mempunyai peranan tinggi terutama kemiskinan dalam hal mempengaruhi status gizi
seseorang. Gejala klinis yang timbul pada kekurangan gizi tipe marasmus mempunyai
gambaran yang khas dalam hal membedakannya dengan kekurangan gizi tipe kwashiokor.
Pada tipe marasmus, gejala klinis yang lebih menonjol bahwa penderita terlihat wajahnya
seperti orang tua dan anak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari
otot-ototnya. Sedangkan pada tipe kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah
penampilannya yang gemuk disertai adanya edema ringan maupun berat dan adanya ascites
dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga terlihat perubahan warna rambut menjadi
merah seperti rambut pada jagung serta mudah dicabut. Pengobatan marasmus adalah dengan
pemberian diet tinggi protein, sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan
pemberian diet tinggi protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika
ada. Selain itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya
dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita. Penyakit ini
mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus urinarius hingga yang berat
seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya dilakukan secara bersama-sama dengan memperbaiki
keadaan gizinya. Walaupun prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan penganganan yang cepat
dan tepat dapat menghindarkan penderitanya dari kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak
edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-137
Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy Malnutrition and
Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica Indonesiana, 42th volume,
December, 2002 : 261-266
Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy Malnutrition and
Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica Indonesiana, 48th volume, May, 2008
: 166-169
Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe Malnutrition in
Management of The Child With a Serious Infection or Severe Malnutrition, World Health
Organization, 2004 : 80-91
Bernal, C.,Velasquez, C., Alcaraz &G., Botero, J. 2007. Treatment of Severe Malnutrition in
Children: Experience in Implementing the World Health Organization Guidelines in
Turbo, Colombia.http://journals.lww.com.

Anda mungkin juga menyukai