Pembimbing:
dr. Musa Ghufron,MMR
dr. Desy Yudha R
Disusun oleh :
Winno Pradana
1. IDENTITAS
Identitas Penderita
Nama penderita : Tn.K
Umur : 63 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gresik
Jenis kelamin : Laki Laki
Bangsal : ICU
2. ANAMNESIS
2.1. Keluhan utama : Nyeri Dada
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Lokasi : Dada
b) Onset : 1 Hari
c) Kuantitas : Dirasakan terus menerus
d) Kualitas : Seperti Ditekan
e) Faktor perberat : Aktivitas
f) Faktor peringan : Istirahat
g) Kronologi : Pasien datang pada tanggal 7 April 2019 pukul 22.20 WIB,
datang ke igd dengan keluhan nyeri dada sejak sore, nyeri dada dirasakan
speerti ditekan dan terasa panas, tidak menjalar, pasien tidak sedang
melakukan kegiatan saat nyeri dada, dirasakan terus menerus sejak tadi sore
sampai sekarang. Keluhan lain (-)
Karena kondisi pasien akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke
RSMG
2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 7 April 2019 di ICU
Status Present
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 63 tahun
BB : 65 kg
o Tanda Vital
Tekanan darah : 167/89 -> Sebelumnya saat masuk IGD TD 206/104
Nadi : 62x
Suhu : 37,2ºC (aksila)
Frekuensi Nafas : 18 x / menit
o Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Komposmentis.
Kepala : Normocephale (+)
Rambut : Hitam kemerahan , tidak mudah dicabut.
Mata : Conjutiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia (+), secret (-/-). Gangguan pendengaran (-)
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-) septum deviasi (-)
Mulut : sianosis (-/-) stomatitis (-/-)
Thorax : Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
Paru-paru
o Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
o Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-/-), masa (-/-)
jejas (-/-)
o Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru, dan redup jantung
o Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (+/+)
Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat, tidak melebar.
o Perkusi : Redup, tidak ada pelebaran batas jantung
o Auskultasi : Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-), bising (-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar, sikatrik (-) tanda inflamasi (-)
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) hipokondriaka sinistra, turgor kulit
kembali cepat (+), massa (-) , hepar normal dan lien normal
o Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Extremitas :
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill <2” <2”
Sianosis -/- -/-
3. Assessment
1. HT Emergency
2. Sindrom Koroner Akut
-UAP
-NSTEMI
-STEMI
4.89 3,00-6,00
RBC
13.4 12,00-16,00
HGB
41.2 35,0-45,0
HCT
84.4 81,0-101,0
MCV
32.5 31,0-35,0
MCHC
206 150-400
PLT
0.95 0.6-1.3
Kreatinin
17.5 10-20
Ureum
12 5-35
SGOT
21 5-35
SGPT
119 70-125
GDA
Negatif Negatif
Troponin
Kualitatif
EKG
7 April 2019
8 April 2019
9 April 2019
X Foto Thorax
5. INITIAL PLAN
1. Initial plan Diagnosis :
Echocardiography
Angiography
Follow up :
8 April 2019
Subyektif Obyektif Assesment Planning
10 April 2019
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau
diastolik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan target organ yang bersifat progresif.
Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin (dalam menit sampai jam) agar
dapat mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi dengan memberikan obat-
obatan anti hipertensi intravena (Devicaesaria,dkk.,2014). Kerusakan target organ akut yaitu
ensefalopati, perdarahan intraserebral, kegagalan ventrikel kiri akut dengan edema paru,
unstable angina, diseksi aneurisme aorta, infark miokard akut, eklampsia, anemia hemolitik
menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. Penderita perlu dirawat di ruangan Intensive
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target
yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark cerebral,
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta;
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklampsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
2.3 Patofisiologi
Kegagalan autoregulasi normal dan kenaikan resistensi vaskuler sistemik tiba-tiba
biasanya awal dalam proses penyakit. Peningkatan resitensi vaskuler sistemik diperkirakan
terjadi dari pelepasan vasokonstriktor humoral dari dinding pembuluh darah yang mengalami
stres. Ketika tekanan meningkat dalam pembuluh darah akan memicu siklus kerusakan endotel
mulai dari aktivasi lokal faktor pembekuan intravaskular, nekrosis fibrinoid pembuluh darah
kecil, dan pelepasan lebih banyak vasokonstriktor. Jika proses ini tidak berhenti, siklus dari
cedera vaskular lebih lanjut, iskemia jaringan, dan disfungsi autoregulatori terjadi kemudian
(Herlianita,2010).
Presentasi klinis yang paling umum adalah hipertensi darurat infark cerebral (24,5%),
edema paru (22,5%), ensefalopati hipertensi (16,3%), dan gagal jantung kongestif (12%).
Kurang presentasi umum meliputi pendarahan intrakranial, diseksi aorta, dan eklampsia
(Herlianita,2010).
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi Emergensi (Devicaesaria,dkk.,2014).
Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan resistensi vaskuler
sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan hipertensi emergensi. Dalam
homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor utama dalam mengatur tekanan darah.
Dengan mengeluarkan nitric oxide dan prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan vaskuler.
Disamping itu peran renin – angiotensin sistem juga sangat berpengaruh dalam terjadinya
hipertensi emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon vasodilatasi
endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan tekanan darah. Keadaan ini
akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi vaskuler yang menetap.
Gambaran klinis hipertensi emergensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta;
mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi
pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi harus dapat dilakukan dengan cepat
dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis
tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum,
kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat
penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-
tanda defisit neurologis harus diperiksa seperti sakit kepala, penurunan kesadaran, hemiparesis
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan
urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien
dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal jantung
kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah
2.5.1 Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan
(Tanto,dkk.,2014) :
f. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).
Tekanan darah harus dievaluasi pada kedua lengan dengan ukuran manset yang tepat.
Pemeriksaan fisik juga harus bertujuan untuk menentukan atau menjelaskan disfungsi target
organ. Fokus pemeriksaan nerologis untuk menilai perubahan status mental dan defisit
neurologis fokal juga harus dilakukan. Perubahan status mental dengan pemeriksaan
funduskopi yang menunjukkan adanya eksudat, perdarahan atau papiledema yang mengarah
pada ensefalopati hipertensi (Marik PE,2007). Pemeriksaan kardiovaskuler harus terfokus pada
adanya gallop (S3 dan S4) dan murmur patologis (seperti regurgitasi aorta). Pulsasi vena
jugularis yang meningkat dan ronki pada lapang paru menunjukkan adanya edema pulmonal
dan dekompensasi gagal jantung kongestif. Nadi distal harus dipalpasi pada semua ekstremitas,
dan nadi yang tidak sama seharusnya menimbulkan kecurigaan untuk terjadinya diseksi aorta.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Elektrokardiogram harus dilakukan untuk menilai hipertropi ventrikel kiri, aritmia, iskemia
akut atau infark. Urinalisis harus dilakukan untuk menilai hematuria dan proteinuria. Profil
basal metabolik termasuk nitrogen urea dan serum kreatinin darah penting untuk menilai
disfungsi ginjal. Biomarker jantung juga harus diperiksa jika dicurigai ACS (Acute Coronary
Syndrome).
2. Pemeriksaan Radiografik
Pasien yang datang dengan perubahan status mental atau defisit neurologis fokal harus
melewati pemeriksaan Computed Tomography (CT) otak untuk menilai adanya perdarahan
atau infark. X-Ray dada sering dilakukan untuk menilai adanya edema pulmonal. Jika dicurigai
adanya diseksi aorta (berdasarkan riwayat nyeri dada, nadi yang tidak sama dan/atau pelebaran
mediastinum pada X-Ray dada), pencitraan aorta (CT angiogram/ magnetic resonance
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.
Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat
terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang
dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan
ginjal.
Target terapi hipertensi emergensi ialah Mean Arterial Pressure (MAP) <25% semula
dalam waktu kurang dari 1 jam dengan menggunakan agen parenteral. Dalam 2 - 6 jam
setelah stabil, turunkan tekanan darah diastolik hingga mencapai 160/100-110 mmHg. Jika
masih tetap stabil, turunkan tekanan darah hingga sesuai target dalam 24 – 48 jam. Khusus
pada diseksi aorta tanpa syok, target tekanan darah sistolik 120 mmHg harus dicapai dalam
20 menit. (Tanto,2014).
availabilitas, dan kemudahan pemakaian, kebiasaan suatu institusi dan selera dari dokter
itu sendiri. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, bukan injeksi).
Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 µg/kg/menit.
Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sering sesak napas kacau, gangguan kesadaran
kali tanpa gejala
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
Fisik kerusakan organ target; muncul klinis gangguan fungsi ginjal,
target, tidak ada penyakit CVA, iskemia jantung
penyakit kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, naikkan pendek obat IV
dosis
penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak
memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat
pada tabel 6.
mungkin
labetalol
labetalol
nicardipine
Tabel 6. Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi (Vaidya CK,2009).
2.8 Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal
jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penanganannya tepat dan segera.
2.10 EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun di Amerika Serikat 1.300.000 pasien dirawat di RS dengan APTS / Infark Miokard
non Q, dibandingkan 350.000 pasien Infark miokard dengan gelombang Q ST elevasi
Etiologi:
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri
koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang rupture dan
biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh spasme
fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme
ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat adanya
disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal
pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga ACS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi, yang
mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis.
Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti
metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan ACS.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah ACS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar
arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri koroner yang
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang
kronik.
ACS jenis ini antara lain karena :
a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosiso
Berkurangnya aliran darah koroner,
b) berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab ACS di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi tumpang
tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait.
Klasifikasi:
Berdasarkan jenisnya, Sindroma Koroner Akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Jenis Penjelasan nyeri dada Temuan EKG Enzim Jantung
Angina Angina pada waktu · Depresi segmen T Tidak meningkat
Pectoris Tidak istirahat/ aktivitas ringan, · Inversi gelombang T
Stabil (APTS) Crescendo angina, Hilang · Tidak ada gelombang Q
dengan nitrat.
NonST elevasi Lebih berat dan lama (> 30 · Depresi segmen ST Meningkat
Miocard menit), Tidak hilang · Inversi gelombang T minimal 2 kali
Infark dengan pemberian nitrat. nilai batas atas
Perlu opium untuk normal
menghilangkan nyeri.
ST elevasi Lebih berat dan lama (> 30 · Hiperakut T Meningkat
Miocard menit), Tidak hilang · Elevasi segmen T minimal 2 kali
Infark dengan pemberian nitrat. · Gelombang Q nilai batas atas
Perlu opium untuk · Inversi gelombang T normal
menghilangkan nyeri.
2. Elektro Kardiografi
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV) atau inverse
gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.
Depresi ST pada iskemia miokard:
A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik untuk
iskemia
Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan paling awal terjadi
hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan
segera pada setiap orang yang dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.
2.14 PENATALAKSANAAN
2.14.1 TERAPI AWAL
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri dada tipikal
dengan kecurigaan ACS adalah:
1. Oksigenasi
Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul
hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).
Kontraindikasi: hipotensi
Manfaat:
o memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
o menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
o menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel;
o dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
o menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine
Dosis 2 – 4 mg intravena
Manfaat:
o mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
o mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
o meningkatkan venous capacitance;
o menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
o menurunkan nadi dan tekanan darah.
Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325
mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan
bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
Harus diberikan kepada semua pasien ACS jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster,
asma bronkial).
Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2, sehingga
mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu
perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian iskemi.
Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia berulang,
tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama
Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia, trombositopenia (jarang),
purpura trombotik trombositopenia perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada
minggu II – III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko
perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai
dalam 3–7 hari .
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis.
- Indikasi:
o Infark miokardium dengan elevasi segmen ST
- Kontraindikasi
o Absolut
Risiko perdarahan intrakranial
Riwayat stroke iskemik kurang dari 3 bulan
Malformasi atriovena
Neoplasma intrakranial
Risiko perdarahan
Perdarahan aktif
Trauma kepala kurang dari 3 bulan
Suspek diseksi aorta
o Relatif
Risiko perdarahan intrakranial
Hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 180/110mmHg
Stroke iskemik lebih dari 3 bulan
Riwayat hipertensi kronik yang tidak terkontrol
Risiko perdarahan
Pengguna antikoagulan
Riwayat bedah major kurang dari 3 minggu
Perdarahan dalam kurang dari 4 minggu. Misalnya perdarahan
traktus gastrointestinal, traktus urinarius
Ulkus peptik yang aktif
Lain-lain
Hamil
Pernah terapi trombolitik kurang dari 12 bulan lebih dari 5 hari
- indikator terapi yang berjaya
o Nyeri dada berkurang
o Segmen ST tidak lagi elevasi atau berkurang 50%
o CK dan CKMB meningkat lebih awal
o Hemodinamik menjadi lebih stabil
- Indikator terapi gagal
o Nyeri dada menetap
o Elevasi segmen ST yang menetap
o Hemodinamik tidak stabil
o Komplikasi gagal jantung dan aritmia
- komplikasi dari terapi trombolitik adalah :
o Hipotensi
o Alergi
o Aritmia
3. Nitrogliserin
- Menguntungkan dalam mengurangkan perluasan infark tapi tidak mempengaruhi
mortalitas.
- Kontraindikasi pada pasien dengan tekanan sistolik < 100 mmHg
- Dapat diberikan nitrogliserin atau isosorbid dinitrat (2-10 mg/jam)
- Diberikan pada waktu serangan jantung
2.15 KOMPLIKASI
Komplikasi:
Aritmia
Disfungsi ventrikel kiri
Hipotensi
Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Disfungsi dan Ruptur m. Papilaris
2.16 PROGNOSIS
Tergantung dari beberapa hal yaitu:
- Wilayah yang terkena oklusi
- Sirkulasi kolateral
- Durasi atau waktu oklusi
- Kebutuhan oksigen miokardium
Berikut adalah sistem skor yang dapat membantu dalam menentukan prognosis:
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan/atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
Skoring resiko TIMI untuk ACS:
Usia >65 tahun 1
>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, rokok) 1
Diketahui PJK 1
Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1
Angina berat (<24 jam) 1
↑ petanda biokimia 1
Deviasi ST 1