Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

“Etika dan Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang Ajal”

Dosen Pembimbing :

Ibu Ilah Muhafilah, S.Kep, M.Kes

Di Susun Oleh :

Kelompok 1

1. Nurhilaliyah Fathull Jannah (1032161011)


2. Oktavea Bunnur M (1032161014)
3. Safitri Hanjani (1032161001)
4. Sinta Agustina (1032161038)
5. Wirda Rina (1032161041)

UNIVERSITAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Keperawatan Paliatif
tentang “Etik dan Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang Ajal”

Makalah ini kami buat semaksimal mungkin. Maksud dan tujuan kami menyelesaikan tugas
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang di berikan pada mata kuliah
Keperawatan Paliatif serta tanggung jawab kami pada tugas yang di berikan.

Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan di mana kami sadar bahwasanya kami pun
hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanyalah milik Allah ‘Azza Wa Jalla hingga dalam pembuatannya masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan senantiasa kami terima dan evaluasi diri.

Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa di balik ketidaksempurnaan pembuatan tugas
makalah ini ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat bahkan hikmah bagi kami,
pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Universitas Mohammad Husni Thamrin.

Jakarta, 22 September 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Etika Perawatan Menjelang Ajal


2.1.1 Definisi etika
2.1.2 Etika menjelang ajal
2.1.3 End of life care (EOL Care)
2.1.4 Aplikasi caring pada klien menjelang ajal
2.2 Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang Ajal
2.2.1 Definisi Kebijakan
2.2.2 Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang Ajal
2.2.3 Hak-Hak Pasien

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka karena kematian merupakan istilah yang dalam pandangan
umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat
disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan
atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka dalam
kematian sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini
ada keinginan untuk mencari bantuan kepada orang lain.
Menurut catatan Ikatan Dokter Anak Indonesia pada 2014, angka kasus mencapai
144 pasien baru dengan kasus kematian dengan ditelantarkan.
Kematian suatu bagian kehidupan yang takdapat dihindari dan bagian yang paling
sulit untuk diterima. Setiap orang meninggal dengan unit dan oleh karenanya harus
dirawat secara unit; karena itu perawat harus mengembangkan dan mempertahankan
hubungan kebutuhan-perseptif positif dengan pasien dan keluarga yang akan
memungkinkan pasien meninggal dalam keadaan nyaman dan dengan terhormat.
Manusia dapat mengantisipasi kematian. Hal ini dapat menyebabkan banyak
reaksi termasuk ansietas, perencanaan, menyangkal, mencintai, kesepian, pencapaian, dan
kurang pencapaian. Kematian dapat merupakan suatu pengalaman yang luar biasa
sehingga dapat mempengaruhi seseorang menjelang ajal dan keluarga, teman, dan
pemberi asuhan mereka. Cara seseorang meninggal mencerminkan gaya kehidupan orang
tersebut, latar budaya keluarga, keyakinan, dan sikap tentang kehidupan dan kematian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja Etika dalam Perawatan pasien Menjelang Ajal
2. Apa saja Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Pasien Menjelang Ajal
1.3 Tujuan Penulisan
Agar pembaca mampu mengetahui dan mengerti mengenai Etika Perawatan Menjelang
ajal dan Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang Ajal
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Etika Perawatan Menjelang Ajal


2.1.1 Definisi Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” menurut Araskar David
(1978) berarti “kebiasaan”, “model perilaku”atau “standar” yang diharapkan dan
kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Sedangkan dalam bentuk jamak (ta etha)
berarti adat kebiasaan; dengan kata lain etika diartikan sebagai ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Menurut Kamus Webster,
Etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara
moral. Penggunaan istilah etika dewasa ini banyak diartikan sebagai“motif atau
dorongan” yang mempengaruhi suatu perilaku manusia (Suhaemi, 2003). Potter dan
Perry (1997) menyatakan bahwa etika merupakan terminologi dengan berbagai
makna, etika berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak dan
bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain. Menurut Ismani
(2001)Etika adalah : Ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana
sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan – aturan
dan prinsip – prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar yaitu baik dan
buruk serta kewajiban dan tanggung jawab.
Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
adat istiadat, kebiasaan yang baik dan buruk secara moral serta motif atau dorongan
yang mempengaruhi perilaku manusia dalam berhubungan dengan orang lain yang
berdasarkan pada aturan-aturan serta prinsip yang mengandung tanggung jawab
moral.
Etika berhubungan dengan hal yang baik dan tidak baik ,peraturan untuk
perbuatan atau tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah, prinsip moralitas
karena etika mempunyai tanggung jawab moral.
2.1.2 Etika Menjelang Ajal
Menurut Maria etika keperawatan menjelang ajal pada pasien terlantar adalah :
1) Hati tersentuh pada pasien terlantar menjelang ajal
Merasa kasihan mengandung makna rasa iba hati dan menyatakan rasa belas
kasih. Merasa kasihan terbangun dari perasaan kasihan, empati, iba dan rasa
penyesalan.
2) Tidak membedakan perlakuan pada pasien terlantar dengan pasien lain yang
menjelang ajal
Perlakuan menjadi perbuatan yang dikenakan terhadap sesuatu atau oranglain.
Tidak membedakan perlakuan pada pasien terlantar dengan pasien lain yang
menjelang ajal mengandung makna kontekstual perawat memberikan hak dan
perlakuan yang sama bagi setiap pasien yang datang ke IGD walaupun pasien
tersebut tidak memiliki keluarga. Walaupun pasien terlantar tidak memiliki
keluarga dan kondisi yang sangat memprihatikan dari segi hygiene namun
secara psikologis perawat tidak membedakan-bedakan pasien dari sisi terlantar
maupun tidak terlantar.
3) Menghargai Harkat dan Martabat pasien terlantar
Mengupayakan memberikan perawatan menjelang ajal yang baik dan
bermartabat mengandung arti melakukan usaha perawatan menjelang ajal yang
baik dengan memperlakukan pasien terlantar sebagai seseorang dengan
manusiawi. Pasien terlantar tetaplah seorang manusia seutuhnya yang mana
tetap wajib mendapatkan perlakuan yang layak.
Selain memandang pasien terlantar sebagai seorang manusia seutuhnya, sikap
berusaha memberikan pelayanan secara manusiawi pada pasien terlantar,
perawat memposisikan seandainya pasien sebagai keluarganya. Hal ini menjadi
suatu alasan kuat untuk berusaha memberikan pelayanan yang layak, dalam fase
menjelang ajal.
4) Perawatan suportif sebagai tindakan terbaik
Perawatan suportif menjadi tindakan yang terbaik bagi pasien-pasien yang
menjelang ajal. Perawatan suportif mengandung makna perawatan yang
diberikan setelah tindakan resusitasi dan usaha komprehensif dinyatakan dan
ditentukan tidak berhasil. Usaha suportif adalah perawatan lanjutan pada pasien
tanpa melakukan intubasi dan pembukaan jalan nafas secara non-invasif. Pasien
yang menjelang ajal perawatannya lebih berfokus pada kebutuhan fisik dan
kebutuhan dasar. Perawatan suportif dalam pemenuhan kebutuhan dasar
meliputi pemberiaan oksigen, pemberiaan cairan, obat-obatan antinyeri.
5) Terpaksa meninggalkan pasien tanpa pedampingan spiritual
Meninggalkan pasien yang terlantar menjelang ajal ketika ada pasien kritis
yang membutuhkan penanganan, menjadi pilihan yang dilakukan oleh
partisipan, memilih pasien yang prioritas harapan hidup yang lebih tinggi.
6) Mengalami konflik dalam menempatkan pasien terlantar yang menjelang ajal
IGD RSUD dr. Saiful Anwar tidak memiliki ruangan khusus untuk pasien-
pasien yang menjelang ajal. Hambatan lain yang muncul yaitu dalam kesulitan
menjaga dan mempertahankan privasi pasien. Banyaknya pasien yang tidak
memiliki ruangan khusus untuk pasien yang menjelang ajal menjadi suatu
kesulitan untuk menjaga dan mempertahankan privasi pada pasien tersebut.
7) Mengharapkan situasi lingkungan kerja yang mendukung.
Adanya team kerohanian yang diharapkan dapat lebih berperan dan berfokus
dalam memberikan pendampingan dan dukungan spiritual pada pasien-pasien
yang menjelang ajal terutama bagi pasien yang tidak memiliki dan didampingi
oleh keluarga. Harapan adanya sarana ruangan khusus untuk perawatan pasien-
pasien yang menjelang ajal baik pasien terlantar maupun yang memiliki
keluarga. Dengan adanya ruangan khusus diharapkan pasien mendapatkan
suasana yang lebih nyaman, dan tenang.

2.1.3 End of Life Care (EOL Care)


1. Perawatan Hospice
Perawatan hospice berfokus pada pemberian dukungan dan perawatan bagi
orang yang menjelang ajal dan keluarganya, dengan tujuan memfasilitasi kematian
yang tenang dan terhormat. Perawatan hospice berdasarkan pada konsep holistik,
menekankan perawatan untuk lebih meningkatkan kualitas hidup daripada
pengobatan, mendukung klien dan keluarga melalui proses menjelang ajal, dan
mendukung keluarga melalui proses berkabung. Mengkaji kebutuhan keluarga klien
sama pentingnya dengan merawat klien yang mendapatkan perawatan hospice.
Kondisi klien biasanya memburuk dan perhatian harus difokuskan pada pemberi
perawatan untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan dan sumber-
sumber jika hal ini terjadi. Apabila tim hospice bertemu secara teratur, kebutuhan
ini dapat didiskusikan dan intervensi dimulai. Kebutuhan fisik biasanya tampak
jelas, tetapi tanda emosional dan perilaku sering kali tidak terlihat jelas. Pengkajian
yang baik dan evaluasi berkelanjutan dapat membantu menunjukkan kapan waktu
dibutuhkannya modifikasi atau perubahan.
Prinsip perawatan hospice dapat dilaksanakan di berbagai lingkungan, yang
tersering adalah di rumah dan di unit berbasis rumah sakit (atau panti werda).
Layanan berfokus pada pengontrolan gejala dan penatalaksanaan nyeri. Umumnya
klien memenuhi syarat untuk perawatan hospice atau mendapat manfaat asuransi
hospice jika disertifikasi oleh seorang dokter untuk meninggal dalam 6 bulan.
Perawatan hospice selalu diberikan oleh sebuah tim yang terdiri atas professional
kesehatan untuk memastikan layanan perawatan yang lengkap.

Perawatan hospice berfokus pada hal-hal berikut ini:


1) Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
2) Perawatan rumah yang terkoordinasi dengan tetap tersedianya tempat tidur
rumah sakit.
3) Mengontrol gejala (fisik, sosiologis, psikologis, dan spiritual).
4) Pelayanan langsung oleh dokter.
5) Fasilitas medis dan keperawatan tersedia setiap saat.
6) Tindak lanjut proses kehilangan setelah kematian.

Dalam hospice, perawatan yang diberikan juga lebih berfokus pada perawatan
orang yang sedang menghadapi kematian daripada berfokus pada upaya memenuhi
kebutuhan fisiologis mereka. Beberapa peranan perawat, antara lain:
1) Perawat Menyelenggarakan Pelayanan Psikososial
Klien pada akhir kehidupan mengalami suatu variasi gejala psikologis,
misalnya: kecemasan, depresi, perubahan bentuk tubuh, penyangkalan,
ketidakberdayaan, ketidakberdayaan, ketidakyakinan, dan isolasi ( Caroll-
Johnson, Gorman, dan Bush, 2006)
Klien mengalami kesedihan yang mendalam karena tidak mengetahui atau
tidak menyadari aspek dari status kesehatan atau pengobatan mereka. Sediakan
Informasi yang dapat membantu klien memahami kondisi mereka, perjalanan
penyakit mereka, keuntungan dan kerugian dari pilihan pengobatan, serta nilai-
nilai dan tujuan mereka untuk menjaga otonomi klien yang diganggu oleh
ketidaktahuan akan penanganan masa depan atau ketidakyakinan tentang tujuan
pengobatan (Weiner dan Roth, 2006)
2) Meningkatkan Martabat dan Harga Diri Klien
Perihal martabat melibatkan penghormatan diri positif seseorang,
kemampuan untuk menanamkan dan mendapatkan kekuatan dari arti hidup
individu itu sendiri, dan bagaimana individu diobati oleh pemberi layanan.
Perawat meningkatkan harga diri dan martabat klien dengan
menghormatinya sebagai individu seutuhnya dengan perasaan, prestasi, dan
keinginan untuk bebas dari penyakit (Chochinov, 2002). Sangat penting bagi
perawat untuk memberikan sesuatu yang klien hormati kewenangannya, pada
saat yang sama memperkuat komunikasi antar-klien, anggota keluarga, dan
perawat. Berikan keleluasan selama prosuder keperawatan, dan sensitif ketika
klien dan keluarga membutuhkan waktu sendiri bersama.
3) Menjaga Lingkungan yang Tenang dan Nyaman
Lingkungan yang nyaman, bersih, menyenangkan membantu klien untuk
beristirahat, mempromosikan pola tidur yang baik dan mengurangi keparahan
gejala.
4) Mempromosikan Kenyaman Spiritual dan Harapan
Bantu klien membuat hubungan dengan praktik spiritual atau komunikasi
budaya mereka. Klien merasa nyaman ketika mereka memiliki asuransi bahwa
beberapa aspek kehidupan mereka akan melampaui kematian. Dengarkan secara
teratur harapan-harapan klien dan temukan cara untuk membantu mereka
mencapai tujuan yang mereka inginkan.
5) Melindungi Terhadap Keterbelakangan dan Isolasi
Banyak klien dengan penyakit terminal takut untuk mati seorang diri.
Kesendirian membuat mereka jadi ketakutan dan merasa putus asa. Perawat
dalam suatu institusi harus menjawab panggilan klien dengan cepat dan
memeriksa klien sesering mungkin untuk meyakinkan mereka bahwa seseorang
berada didekatnya.
6) Mendukung Keluarga
Aspek terpenting dalam menyediakan dukungan untuk anggota keluarga
dari klien yang menjelang ajal melibatkan penggunaan komunikasi terapeutik
untuk memfasilitasi ekspresi perasaan mereka. Saat tidak ada apapun yang dapat
membalikan proses menjelang ajal yang tidak dapat dihindari, perawat dapat
memberi perawatan yang empati dan penuh perhatian. Perawat juga berperan
sebagai seorang guru, dengan menjelaskan apa yang sedang terjadi dan apa
yang dapat diharapkan oleh keluarga. Karena efek stres saat melalui proses
berduka, anggota keluarga mungkin tidak menyerap apa yang dikatakan dan
perlu mendapatkan informasi secara berulang. Perawat perlu memiliki perilaku
yang tenang dan sabar.
Anggota keluarga harus didorong untuk berpartisipasi dalam perawatan
fisik orang yang menjelang ajal sebanyak yang mereka inginkan dan yang
mereka mampu lakukan. Perawat dapat menyarankan mereka membantu saat
memandikan, berbicara atau membacakan cerita bagi klien, dan memegang
tangan klien. Namun perawat tidak boleh memiliki harapan spesifik untuk
partisipasi anggota keluarga. Mereka yang merasa tidak mampu berada bersama
dengan orang menjelang ajal juga memerlukan dukungan dari perawat dan dari
anggota keluarga lain. Mereka harus ditunjukkan tempat menunggu yang tepat
jika mereka berharap untuk tetap dekat dengan klien.
Setelah klien meninggal, keluarga harus didorong untuk melihat jenazah,
karena itu telah terbukti memfasilitasi proses berduka. Mereka dapat mengambil
sejumput rambut sebagai kenang-kenangan. Anak-anak harus dilibatkan dalam
peristiwa seputar kematian jika mereka ingin melakukannya.
7) Membantu Membuat Keputusan Akhir Kehidupa
Klien dan anggota keluarga sering menghadapi keputusan pengobatan
yang kompleks dengan pengetahuan yang terbatas, perasaan takut atau bersalah
yang tidak terselesaikan. Anjurkan klien untuk mengkomunikasikan dengan
jelas keinginannya terhadap perawatan akhir kehidupan sehingga anggota
keluarga dapat bertindak sebagai pengganti yang tepat ketika klien tidak dapat
lagi berbicara untuk dirinya sendiri.

2.1.4 Aplikasi Caring pada Klien Menjelang Ajal


Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi ke tengah keluarga,
kenyataan ini sangat berat bagi keluarga yang akan ditinggalkannya. Untuk
menghindari hal di atas, bukan hanya keluarganya saja yang berduka, bahkan klien
lebih tertekan dengan penyakit yang dideritanya.
Tujuan aplikasi caring pada klien menjelang ajal adalah:
1) Memberikan perasaan tenang dan tentram kepada klien dalam menghadapi maut
dengan memberikan bantuan fisik dan spiritual sehingga meringankan
penderitaannya
2) Membantu keluarga memberi support pada klien
3) Membantu klien dan keluarga untuk menerima perhatian.
Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat menuntut dan
menegangkan. Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih
kembali martabatnya dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan.
Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan mengintervensi dalam
cara meningkatkan kualitas hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan
respek dan perhatian.
Secara umum, pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa:
1) Peningkatan Kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan
distres psikobiologis. Perawat memberi berbagai tindakan penenangan bagi
klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri mengganggu
tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Higiene personal adalah
bagian rutin dari mempertahankan kenyamann klien dengan penyakit terminal.
Klien mungkin pada akhirnya bergantu ng pada perawat atau keluarganya untuk
pemunuhan kebutuhan dasarnya.
2) Pemeliharaan Kemandirian
Sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan
diri. Mengizinkan klien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi dan
makan akan mempertahankan martabat dan rasa makna diri. Ketika klien tidak
mampu secara fisik untuk melakukan perawatan diri, perawat dapat
memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk
memberikan rasa kontrol diri pasien.
3) Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi
untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Klien menjelang ajal tidak harus
secara rutin ditempatkan dalam ruang tersendiri di lokasi yang sangat jauh.
Klien merasakan keterlibatan ketika dirawat bersama dan memperhatikan
aktivitas perawat. Klien menjelang ajal dapat merasa sangat kesepian terutama
pada malam hari dan mungkin merasa lebih aman jika seseorang tetap
menemaninya di smping tempat tidur. Perawat harus mengetahui cara
menghubungi kondisi anggota keluarga jika kunjungan diperlukan atau kondisi
klien memburuk. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian.
Perawat tidak boleh merasa bersalah jika tidak dapat selalu memberikan
dukungan ini. Perawat harus mencoba untuk berada bersama klien menjelang
kematian ketika diperlukan dan memperlihatkan perhatian dan keharuan.
4) Peningkatan Ketenangan Spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar
kunjungan rohaniawan. Perawat dapat memberi dukungan kepada klien dalam
mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering
mencari ketenangan dengan menganalisis nilai dan keyakinan yang
berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat membantu
klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan
tentang nilai dan keyakinan. Perawat dan keluarga dapat memberikan
ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi,
mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien, membaca literatur yang
memberi inspirasi, dan memainkan musik.
5) Dukungan untuk Keluarga yang Berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian
dari orang yang mereka cintai dan, waktu yang bersamaan, siap sedia untuk
memberikan dukungan. Perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai
sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh perawat dalam mempersiapkan klien, antara lain:

a. Fase Denial
1) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan
suasana tenang
2) Konfirmasikan rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya dengan
menanyakan kepada klien apa yang dipersepsikannya tentang kehidupan
setelah mati
3) Tanyakan tentang pengalaman klien menghadapi kematian yang diketahui
klien, tanyakan apa saja ketakutan yang dihadapi proses kematian
4) Menganjurkan klien untuk tetap diam dalam pertahanan dengan tidak
menghindar dari situasi sesungguhnya.
b. Fase Anger
1) Pertahankan sentuhan fisik dan suasana tenang dan juga rahasia klien
2) Membicarakan klien untuk mengekspresikan keinginan, apa yang dan
sedang terjadi pada mereka
3) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injury.
c. Fase Bargaining
1) Ajarkan klien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang
bermakna
2) Dengarkan klien saat berscerita tentang hidupnya mengenai apa yang
diperolehnya, kesukaan dan kegagalannya, kesenangan dan keputusan yang
dialaminya.
d. Fase Depresi
1) Beri kenyataan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan
lingkungan yang tenang
2) Perlakuan klien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas
3) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi klien, jika salah pengertian
harusnya diklarifikasi
4) Untuk klien yang tidak mau berkomunikasi secara verbal, tetap berikan
support
e. Fase Acceptance
1) Bina hubungan saling percaya sehingga klien akan terbuka, menanyakan
dan mengklarifikasikan alternatif pemecahan masalah bila klien didiagnosa
penyakit terminal
2) Identifikasikan dengan siapa klien ingin bicara terbuka, beri tahu keluarga
untuk menghadapi masalah regresi yang akan terjadi
3) Bantu klien memperoleh dan membertitahukan kualitas hidup jika mungkin
4) Bantu klien dalam mengatur waktu agar merasa kepuasan dalam hidup
mereka
5) Pertahankan hubungan klien dengan orang-orang tedekat
6) Bantu klien dalam mendapatkan informasi dan apa yang dapat klien
lakukan dengan informasi yang diberikan olehnya
7) Berikan jawaban terbuka dan jujur terhadap semua pertanyaan yang
diajukan klien
8) Tetap merespon dan mencari tahu bagaimana klien menerima
informasi sebelum mereka mencari kolaborasi lebih jauh.

2.2 Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang Ajal


2.2.1 Definisi Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak
(Balai Pustaka, 2007). Menurut Titmuss (1974) (Edi Suharto,2008), kebijakan
adalah prinsip-prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan
tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk
mencapai tujuan tertentu. Menurut Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu
tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson merumuskan
kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu
yang dihadapi (Winarno,Budi,2002)

2.2.2 Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang Ajal


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan

a) Bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatan kualitas


pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat
mampu untuk meningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomi serta sebagai salah satu unsure kesejahteraan umum sebagaimana
dimaksud dalam pembukaan undang undang dasar Negara republic Indonesia
tahun1945
b) Bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwuudkan dalam bentuk
pemberian berbagai pelayan kesehatan kepada seluruh masyarakat melaui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang mnyeluruh oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan
berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau
oleh masyarakat.
c) Bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakuan oleh tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab, yang memiliki etika dan moral yang tinggi,keahlian ,
dan kewenangan yang secara terus menerus harus di tingkatkan mutunya
melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi,
perizinan,serta pembinaan , pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilandan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.

2.2.3 Hak-Hak Klien Menjelang Ajal


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien yang sedang dalam keadaan
terminal, perawat harus memperhatikan hak-hak pasien berikut ini:
a. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba
b. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang
terjadi,
Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya,
apapun yang terjadi

c. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian


yang sedang dihadapinya
d. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan
e. Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara
berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi
tujuan memberikan rasa nyaman
f. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian
g. Hak untuk bebas dari rasa sakit
h. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur
i. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga
yang ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya
j. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat
k. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil
keputusan yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut
l. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya
bagi orang lain
m. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati
setelah yang bersangkutan meninggal
n. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat
mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam mnghadapi kematian.

Hak dan Kewajiban Klien Pasal 38 Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak:
a) Mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan
keperawatan yang akan dilakukan
b) Meminta pendapat perawat lain atau tenaga kesehatan lainnya Mendapatkan
pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan
keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Dalam pasien
menjelang ajal, tentunya etika perawat sangat mendukung pada pasien end of life.
Etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang adat istiadat, kebiasaan
yang baik dan buruk secara moral serta motif atau dorongan yang mempengaruhi perilaku
manusia dalam berhubungan dengan orang lain yang berdasarkan pada aturan-aturan
serta prinsip yang mengandung tanggung jawab moral.
Tujuan aplikasi caring pada klien menjelang ajal adalah memberikan perasaan
tenang dan tentram kepada klien dalam menghadapi maut dengan memberikan bantuan
fisik dan spiritual sehingga meringankan penderitaannya, membantu keluarga memberi
support pada klien, membantu klien dan keluarga untuk menerima perhatian. Asuhan
keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat menuntut dan menegangkan. Namun
demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya dapat
menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Perawat dapat berbagi penderitaan
klien menjelang jal dan mengintervensi dalam cara meningkatkan kualitas hidup. Klien
menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perhatian, yang secara umum berupa
peningkatan kemnyaman, pemeliharaan kemandirian, pencegahan kesepian dan isolasi,
peningkatan kekuatan spiritual, dan dukungan untuk keluarga yang berduka.

3.2 Saran
Penulis selanjutnya di harapkan dapat memberikan atau menambahkan beberapa
referensi untuk teori ini. Penulis di harapkan lebih dapat menghubungkan antara etik satu
dengan yang lain dan kebijakan satu dengan yang lain
Daftar Pustaka

Stanley, Mickey. Keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta: EGC, 2002.

Videbeck, Sheila L. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC, 2001.

Potter and Perry. Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC, 2005.

Mubarok, Wahit Iqbal. Kebutuhan dasar manusia. Jakarta: EGC, 2008

Undang Undang Keperawatan Pasal 38 tahun 2004

Undang Undang kesehatan No.36 tahun 2014 menimbang a dan c

Margaret L, Campbell. 2013. Nurse to Nurse: Perawatan Paliatif. Jakarta:


Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai