Kata Pengantar

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

Kata Pengantar

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
hidayah-NYA serta keluasan ilmu-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.

Makalah yang berjudul “ECT (Electroconvulsive Therapy)” disusun untuk memenuhi tugas
seminar pendidikan yang diampu oleh dr. Nugroho E. Brodjonegoro, SpKJ. MARS. Makalah ini
telah kami susun dengan baik dan saksama berdasarkan landasan teori dari seluruh referensi
yang terkumpul sehingga dari beberapa refrensi tersebut kami pilih untuk dijadikan referensi
utama. Tidak pula dipungkiri bahwa bantuan dari banyak pihak yang dengan sukarela membantu
kami sehingga mempermudah proses penyusunan makalah ini.

Kami sebagai penyusun menyadari akan adanya beberapa kekurangan dalam susunan makalah
kami, sehingga saran dan masukan dari pembaca kami harapkan untuk memperbaiki kekurangan-
kekurangan dalam susunan makalah ini di penyusunan makalah berikutnya.

Besar harapan kami bahwa makalah ini bisa bermanfaat bagia siapapun yang membacanya, serta
dapat menjadi sumber kontribusi penambahan pengetahuan bagi para pembaca.

Surabaya, 22 Agustus 2019

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan gangguan jiwa di Indonesia dianggap sebagai penyakit yang kronis dan

akut. Jumlah penderita gangguan jiwa meningkat setiap tahunnya. Permasalahan kesehatan

jiwa tersebut perlu mendapatkan penanganan yang tepat. Dunia kesehatan telah menemukan

terapi yang cukup efektif untuk pasien penderita masalah kejiwaan. Terapi tersebut yakni

Electroconvulsive Therapy (ECT) (Pratiwi dan ernita 2016).

ECT sebelumnya dikenal sebagai terapi kejut listrik. ECT diperkenalkan pertama kali

oleh Carleti dan Bini pada tahun 1937, menggunakan aliran listrik yang menimbulkan

kejang. Efek samping yang ditimbulkan setelah dilakukan terapi ECT sangat beraneka ragam

seperti konvusi, delirium, gangguan daya ingat, dan aritmia jantung ringan. Sehingga terapi

ECT banyak mengundang kontroversi yang dikarenakan efek samping yang ditimbulkan

(Nandinanti, 2015)

ECT adalah suatu bentuk terapi fisik yang masih sering digunakan oleh psikiater

dengan menggunakan suatu alat yang menghantarkan arus listrik pada elektroda dan

dipasang pada kepala sehingga menyebabkan konvulsi. Semakin banyak ditemukan bukti

tentang efektivitas ECT dalam membantu mengatasi gejala skizofrenia yang tidak respon

terhadap psikoterapi atau antidepresan, namun ECT juga mengundang banyak kontroversi

karena efek samping yang ditimbulkannya (Nandinanti, 2015).

2
1.2 Tujuan

Makalah ini disusun dengan harapan, setiap pembaca khususnya kalangan medis, lebih

mengetahui bagaimana pengetahuan tentang ECT (Electro convulsive therapy) , sehingga

terapi ECT dapat diberikan secara maksimal dan tepat, yang nantinya memberikan efek

postif atau kesembuhan yang diharapkan. Dan juga untuk memberikan informasi tentang

bagaimana tata cara penggunaan, indikasi, kontra indikasi dari alat ECT.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan

menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik yaitu bentuk terapi pada klien

dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk

membangkitkan kejang grandmall (Riyadi, 2009)

ECT (Electro Convulsive Therapy) merupakan perawatan untuk gangguan psikiatrik

dengan menggunakan aliran listrik singkat melewati otak pasien yang berada dalam pengaruh

anestesi dengan menggunakan alat khusus. Pasien berada di bawah anestesi umum. Terdapat

kejang yang telah dimodifikasi oleh muscle relaxant. ECT bertujuan untuk menginduksi

suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi (therapeutic clonic seizure) setidaknya

selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan

kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat

ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian

menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum brain-derived neurotrophic factor

(BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis. Terapi ini

menghasilkan kejang-kejang karena pengaruh aliran listrik yang diberikan pada pasien

melalui elektroda-elektroda pada lobus frontalis. Dalam electroconvulsive terapi, arus listrik

dikirim melalui kulit kepala ke otak. Elektroda ditempatkan pada kepala pasien dan

dikendalikan, menyebabkan kejang-kejang singkat di otak. Pada saat terapi ini dijalankan,

pasien akan kejang-kejang dan kehilangan kesadaran, kemudian kejang-kejang lambat laun

4
hilang. Sebelum ECT, pasien diberi relaksan otot setelah anestesi umum. Bila ECT dilakukan

dengan benar, akan menyebabkan pasien kejang, dan relaksasi otot diberikan untuk

membatasi respon otot selama episode. Karena otot rileks, penyitaan biasanya akan terbatas

pada gerakan kecil tangan dan kaki. Pasien dimonitor secara hati-hati selama perawatan.

Pasien terbangun beberapa menit kemudian, tidak ingat kejadian seputar perlakuan atau

perawatan, dan sering bingung (Pridmore, 2009)

5
Dafus

Willy F. Maramis, Albert A. Maramis .2012. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Jakarta :
Airlangga Universty Press.

Pratiwi, Arum dan Enita Dewi. 2016. Jurnal. “Reality Orientation Model for Mental Disorder
Patients Who Experienced Auditory Hallucinations”. Jurnal INJEC Vol. 1 No. 1 Juni 2016: 82–
89. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Nandinanti, Ikky Nabila, Yaslinda Yaunin, dan Siti Nurhajjah. Jurnal. “Efek Electro Convulsive
Therapy (ECT) terhadap Daya Ingat Pasien Skizofrenia di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang.
Volume 4, Nomor 3. journal.fk.unand.ac.id/index. php/jka/article/view/381, diunduh pada 16
Januari 2018, 15.30 WIB.

Pridmore. Download of Psychiatry Chapter 28: Electro Convulsive Therapy. 2009

Riyadi, Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graham Ilmu

Anda mungkin juga menyukai