Anda di halaman 1dari 6

J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2, Hal.

: 101 - 106
ISSN 1978-1873

SOLID-PHASE MICROEXTRACTION UNTUK MONITORING AIR LAUT


PELABUHAN PANJANG
Rinawati*, Nurul Utami dan Wasinton Simanjuntak

Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Lampung


Bandar Lampung 35145 Indonesia
*Alamat korespondensi e-mail: Rinawati@unila.ac.id

Diterima 20 Mei 2008, disetujui untuk diterbitkan 19 November 2008

ABSTRACT
Environment monitoring for volatile organic compound which volatile properties, toxic and trace
concentration urgently needs good analytical method. This work used Solid Phase Microextraction-Gas
Chromatography/Mass Spectrometry (SPME-GCMS). SPME is very simple and efficient, solventless sample
preparation so can reduce real time and cost analysis. Extraction, isolation and concentration are integrated
into one step and one device that can be transferred to GC/MS as determination instrument. This technique
is influenced many factor such as fiber, device, time extraction, sampling extraction, temperature extraction,
stirring, pH and sample volume. The optimum time and temperature extraction for chloroform, carbon
tetrachloride, benzene, and xylene was found to be 30 minutes and 35°C. Determination of volatile organic
pollutant in sea water sample from Panjang Port involved benzene, toluene, and xylena with 3.94%, 14,32 %
dan 19,70 % concentration. Precision method is range 9 – 14 % and recovery with spiked standard sample is
above 80%.

Keywords: SPME, polutan, volatile organik compound

1. PENDAHULUAN
Pelabuhan Panjang Lampung yang awalnya hanya tempat berlabuh kapal-kapal kecil sekarang telah
berkembang pesat menjadi pelabuhan besar, bahkan saat ini sedang dipersiapkan menjadi pelabuhan
internasional. Pemukiman dan industri baru yang terus bermunculan ikut mewarnai kawasan ini. Berbagai
aktivitas pembangunan tersebut telah memberikan peningkatan ekonomi yang berarti bagi penduduknya.
Akan tetapi di sisi lain berbagai aktivitas tersebut juga meningkatkan resiko terkena pencemaran. Karena itu
diperlukan monitoring lingkungan yang terus menerus untuk memantau tingkat pencemaran yang terjadi
sehingga pembangunan yang berlangsung tidak mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan.
Saat ini polutan pencemar lingkungan seperti senyawa organik volatil telah banyak mendapat
perhatian. Hal ini bukan saja karena sifat toksik yang dimilikinya tetapi juga karena senyawa tersebut mudah
menguap sehingga berada pada tingkat konsentrasi yang rendah, bahkan kelumit. Karena itu diperlukan
suatu metoda analisis yang sensitif, selektif, akurat, cepat dan mudah dalam pelaksanaannya.
Dalam metode analisis, preparasi sampel merupakan tahap yang sangat penting, yang akan
mempengaruhi kevalidan dan ketepatan hasil, serta menentukan waktu dan biaya analisis. Selama ini
preparasi sampel untuk mengekstrak analat umumnya dilakukan dengan ekstraksi cair-cair, dilanjutkan
dengan proses pemurnian mengunakan kolom kromatografi dan pemekatan dengan penguapan. Cara ini
memerlukan pelarut yang cukup banyak (sekitar 200 ml atau lebih), waktu ekstraksi yang lama sehingga
relatif mahal dan berpotensi menimbulkan pencemaran pula. Tahap preparasi yang panjang menimbulkan
kemungkinan kesalahan yang besar dan hilangnya senyawa volatil yang dianalisis. Teknik Solid Phase
Extraction, SPE, telah dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut, namun SPE memerlukan sampel
dalam jumlah yang cukup besar dan masih memerlukan penguapan sehingga kemungkinan hilangnya
senyawa volatil cukup besar1).
Untuk mengatasi kekurangan teknik ekstraksi cair-cair tersebut telah dikembangkan mikroekstraksi
fase padat (Solid Phase Microextraction, SPME) yang merupakan teknik preparasi sampel tanpa pelarut
sehingga mengurangi biaya, waktu dan pencemaran yang mungkin timbul karena penggunaan pelarut yang
banyak1). Tahap preparasi sampel seperti ekstraksi, pemurnian, dan pemekatan digabungkan menjadi satu

 2008 FMIPA Universitas Lampung 101


Rinawati dkk... Solid Phase Microextraction untuk Monitoring Air Laut

tahap dan satu alat) yang langsung dihubungkan dengan gas kromatografi dengan detektor spektrometri
massa (Gas Chromatography Mass Spektrofotometer, GC-MS) sebagai instrumen untuk penentuannya.
Prinsip dasar dari SPME adalah proses kesetimbangan partisi analit antara lapisan fiber dan larutan
sampel. Fiber silika dilapisi oleh suatu lapisan polimer organik yang berperan mengadsorpsi analit dari
sampel. Analit volatil organik diekstraksi dan dipekatkan dalam fiber. Analit yang berada dalam fiber
didesorpsi secara termal pada saat diinjeksikan ke dalam gas kormatografi untuk analisis dan selanjutnya
dideteksi dengan menggunakan detektor spektrometri massa1).
Secara umum ekstraksi dengan metode SPME mempunyai dua cara yaitu dengan cara ieksraksi
langsung (Dirrect Immersion, DI) dan ekstraksi headspace. Pada ekstraksi langsung fiber SPME dicelupkan
ke dalam sampel cair, baru kemudian diinjeksikan pada injection port pada GC-MS. Cara ini hanya cocok
untuk jenis sampel yang tingkat kekeruhannya rendah. Sampel dengan matriks yang kompleks tidak dapat
dilakukan dengan cara ini karena dapat menyebabkan flogging pada fiber sehingga mengurangi akurasi dan
merusak fiber SPME. Selain itu sampel dengan tingkat ionisasi yang tinggi atau kandungan garamnya tinggi
juga tidak dapat dilakukan dengan ekstraksi langsung karena dapat merusak fiber yang digunakan.
Mengingat sampel air yang digunakan keruh dan kadar garam tinggi maka dalam penelitian ini digunakan
cara ekstraksi yang kedua, headspace. Pada ekstraksi dengan headspace, fiber SPME diletakkan dalam
fasa uap di atas sampel kemudian diberi pemanasan, dan langsung diinjeksikan ke instrumen GC-MS. Pada
cara ini kesetimbangan partisi yang terjadi adalah antara analit pada lapisan fiber dan headspace.
Teknik ini dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya jenis serat yang dipilih, bentuk alat, waktu dan
suhu ekstraksi, cara ekstraksi, pengadukan, pH dan volume sampel. Beberapa penerapan SPME telah
dilakukan untuk analisis senyawa volatil dan semivolatil pada sampel lingkungan2-4), makanan5), atau pun
biologis6). Dalam penelitian ini digunakan fiber polimer polidimetilsiloksan (PDMS) yang merupakan fiber
pertama yang digunakan untuk ekstraksi senyawa-senyawa organik non polar7, 8).
Mengingat keunggulan teknik SPME dan masih sedikitnya data senyawa volatil maka pada penelitian ini
akan dicoba digunakan teknik SPME untuk menentukan senyawa-senyawa volatil yang ada di perairan
Pelabuhan Panjang dengan melakukan optimasi suhu dan waktu ekstraksi. Hasil kinerja analitik SPME/GC-
MS ditentukan berdasarkan nilai ketelitian (precision) dan recovey.

2. METODE PENELITIAN
2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik UNILA dan Laboratorium Kesehatan Propinsi
Lampung dari bulan Maret 2006 sampai dengan November 2006.

2.2. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas laboratorium, timbangan
analitik, holder SPME, fiber SPME jenis PDMS 100 µm, GC-MS jenis HP G1800C GCD Series II yang
dilengkapi dengan GCD modul dari software HP G1701 Chem Station. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel air laut di kawasan Pelabuhan Panjang, standar senyawa volatil terpilih
kloroform, karbon tetraklorida, benzen, toluen, dan xylena.

2.3. Prosedur Penelitian


2.3.1. Preparasi unit SPME
Sebelum digunakan untuk ekstraksi, terlebih dulu fiber dibersihkan dengan cara menempatkan
holder SPME pada injection port GC seperti ketika akan mendesorpsi sampel. Suhu diatur dengan suhu
maksimum 220°C.

2.3.2. Optimasi SPME/GC-MS


Larutan standar dibuat dari campuran senyawa standar volatil yang sudah dipilih. Larutan tersebut
diencerkan dengan aquades, dimasukkan ke dalam vial, dan larutan siap digunakan untuk optimasi SPME.
Optimasi SPME dilakukan dengan mengamati parameter berikut:
1. Waktu ekstraksi : 10, 20, 30 dan 40 menit
2. Suhu ekstraski : 20°C, ruang (27°C), 35°C dan 55°C
Hasil optimasi ke dua parameter tersebut akan digunakan untuk ekstraksi sampel.

102  2008 FMIPA Universitas Lampung


J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2

Alat GC/MS yang digunakan merk Hewlett Packard G1800 GCD II dengan detektor massa HP 5973.
Alat ini juga dilengkapi dengan perangkat lunak komputer G1035 kepustakaan Wiley yang berisi data base
senyawa. Kolom yang digunakan jenis HP 5 MS ukuran 30 m x 0,25 m x 0,25 µm.

2.3.3. Sampling
Sampel yang dianalisis terdiri dari sampel air laut masing-masing sebanyak 50 ml dari 3 tempat
dengan jarak masing-masing sekitar 1000 m yang berada di sekitar Pelabuhan Sampel dimasukkan ke
dalam botol kaca gelap tertutup, dilapisi aluminium foil dan disimpan pada tempat dengan suhu 4°C.

2.3.4. Ekstraksi sampel


Sampel air diekstraksi dengan menggunakan teknik head space SPME. Sampel ditempatkan pada
tabung yang diberi rongga udara dan ditutup dengan penutup karet. Tabung yang berisi sampel dipanaskan
pada suhu dan waktu ekstraksi optimum sehingga semua senyawa volatil yang ada pada sampel menguap.
Bersamaan dengan itu holder SPME dimasukkan ke dalam rongga tabung sehingga analit dapat diabsorpsi
oleh fiber. Kemudian holder SPME yang sudah berisi analit diinjeksikan ke alat GC-MS.

2.3.5. Penentuan Kinerja Analitik


Untuk menentukan ketepatan dan ketelitian maka sampel air dispiked dengan larutan standar pada
konsentasi 50 ppb, sampel kemudian diaduk, dan larutan dibiarkan selama 24 jam pada suhu 4oC untuk
memungkinkan senyawa standar berinteraksi dengan matriks sampel. Kemudian sampel diekstraksi dengan
mengunakan SPME dengan kondisi optimum yang sudah diperoleh. Dilakukan juga hal yang sama untuk
standar tanpa sampel, dan sampel tanpa standar. Analisis dilakukan tiga kali ulangan. Untuk ketelitian
metode senyawa standar dilakukan tiga kali ulangan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Optimasi kondisi ekstraksi
3.1.1. Suhu ekstraksi
Suhu ekstraksi merupakan faktor penentu untuk ekstraksi senyawa volatil karena kenaikan suhu
akan mempercepat pelepasan analit dari sampel dan akibat menurunnya viskositas sampel dan
meningkatnya koefisien difusi analit sehingga analit dapat mencapai fiber lebih cepat9). Namun demikian,
suhu yang terlalu tinggi dapat berpengaruh sebaliknya, karena proses penyerapan analit oleh serat umumnya
bersifat eksoterm, sehinga kenaikan suhu akan menurunkan koefisien distribusi analit antara fiber SPME dan
sampel.
Untuk mendapatkan suhu ekstraksi optimum dilakukan analisis senyawa standar kloroform,
tetraklorida, benzen, toluen dan xylen pada suhu yang berbeda yaitu pada suhu 20, suhu ruang (27), 35 dan
55°C. Pengaruh suhu ekstraksi terhadap ekstraksi sampel dapat dilihat pada kurva hubungan antara suhu
ekstraksi terhadap respon detektor (luas puncak) pada Gambar 1.
Kesetimbangan dinyatakan sudah tercapai bila respon detektor yang dinyatakan dengan luas
puncak tidak mengalami perubahan yang signifikan dengan rentang suhu yang berbeda. Dari grafik tersebut
dapat dilihat bahwa kloroform, tetraklorida dan toluen sudah mencapai kesetimbangan pada rentang suhu
27-35°C. Sedangkan bensen mencapai kesetimbangan pada suhu 35°C. Pada suhu yang lebih rendah
terlihat kesetimbangan untuk senyawa-senyawa tersebut belum tercapai. Namun demikian jika ekstraksi
dilakukan pada suhu yang lebih tinggi 55oC luas puncak untuk kloroform, tetraklorida, benzen dan toluen
menjadi menurun yang berarti kenaikan suhu tersebut telah menurunkan koefisien distribusi senyawa
tersebut. Sedangkan untuk xylen masih menunjukkan kenaikan luas puncak pada suhu 55°C. Hal ini dapat
disebabkan karena suhu didih xylen lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa standar lain. Dengan
demikian suhu ekstraksi yang digunakan dalam ekstraksi berikutnya dipertahankan pada suhu sekitar 35°C.

3.1.2. Waktu ekstraksi


Penentuan waktu ekstraksi optimum dalam penerapan SPME perlu dilakukan karena ekstraksi analit
dengan metode ini didasarkan pada kesetimbangan partisi analit antara fiber SPME dengan sampel yang
berarti diperlukan waktu yang tepat untuk melakukan ekstraksi tersebut.

 2008 FMIPA Universitas Lampung 103


Rinawati dkk... Solid Phase Microextraction untuk Monitoring Air Laut

Untuk mendapatkan waktu ekstraksi optimum dilakukan analisis larutan standar dengan konsentrasi yang
sama seperti dalam optimasi suhu dengan suhu ekstraksi optimum yang telah diperoleh. Hasil analisis dapat
dilihat pada Gambar 2.

peak area

1200000

1000000

800000

600000

400000

200000

0
20 27 35 55 60 Suhu
( oC)
kloroform tetraklorida benzena
toluen xylena

Gambar 1. Pengaruh suhu ekstraksi terhadap metode SPME

1000000
900000
800000
700000
area peak

600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
10 20 30 40 50 m enit

kloroform 0 tetraklorida 0 benzena 0


toluen 0 xylena 0

Gambar 2. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap metode SPME

Kesetimbangan dinyatakan telah tercapai sama seperti pada optimasi suhu adalah bila respon
detektor yang dinyatakan dengan luas puncak tidak lagi memberikan perubahan yang berarti. Dari Gambar 4
dapat dilihat bahwa kesetimbangan telah tercapai pada waktu 30 menit untuk senyawa kloroform, karbon
tetraklorida, benzen, toluen, dan xylen. Pada waktu yang kurang dari 30 menit kesetimbangan senyawa-
senyawa tersebut belum tercapai, sedangkan jika dilakukan kesetimbangan pada waktu yang lebih lama (40
menit) waktu analisis menjadi lebih lama sementara analit yang terekstrak tidak berbeda secara berarti
dengan waktu 30 menit. Karena itu waktu ekstraksi optimum yang digunakan untuk analisis selanjutnya
dilakukan selama 30 menit. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh oleh Panavaite et al.10) yang
menggunakan waktu ekstraksi pada rentang waktu 20-30 menit untuk senyawa BTEX saja

3.2. Ekstraksi Sampel


Hasil analisis sampel air laut dengan mengunakan kondisi ekstraksi suhu dan waktu optimum dapat
dilihat pada kromatogram (Gambar 3) berikut:

104  2008 FMIPA Universitas Lampung


J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2

Gambar 3. Kromatogram air laut

Identifikasi pada kromatogram sampel tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan VOC di Perairan Pelabuhan Panjang

Analit Waktu Kadar


Retensi Relatif (%)
(menit)
Benzn 14.3 3.94
Toluen 18.5 14.32
Xylen 23.67 19.70
Senyawa lain 62.04

Dari data tersebut dapat diduga bahwa air laut di sekitar Pelabuhan Panjang mengandung beberapa
senyawa organik volatil diantaranya benzen, toluen dan xylen dengan kadar xylen lebih besar dibandingkan
benzen dant oluen.
Sumber benzen pada sampel air laut diduga berasal dari tangki pertamina di bawah dasar laut,
kebocoran kapal, ataupun tumpaham bahan bakar dari tangki kapal. Xylen dalam ketiga sampel ditemukan
dengan kadar yang relatif lebih banyak dibandingkan benzen atau pun toluen. Kadar relatif benzen di laut
lebih kecil dari xylen dapat terjadi karena mudahnya benzen terurai menjadi turunan benzen dibandingkan
xylen yang relatif lebih stabil di lingkungan.

3.3. Penetuan Kinerja Analitik


Dalam penelitian ini, ketelitian metode SPME dalam mengekstraksi sampel yang digunakan
dinyatakan dengan deviasi standar relatif (%RSD) luas puncak kromatogram yang dihitung untuk 3 kali
pengukuran. Untuk standar dengan konsentrasi 50 ppb hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Ketelitian metode SPME pada standar

Standar Ketelitian (%RSD)


Klorofom 14
Tetraklorida 14
Benzen 11
Toluen 10
Xylen 9
Dari Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa metode SPME yang dikembangkan mempunyai ketelitian
yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata %RSD yang diperoleh tidak melebihi nilai yang
ditetapkan oleh The Association of Official analytical Chemistry (AOAC) yaitu 15%, sehingga masih

 2008 FMIPA Universitas Lampung 105


Rinawati dkk... Solid Phase Microextraction untuk Monitoring Air Laut

memenuhi persyaratan sebagai metode yang baik. Hasil yang tidak jauh berbeda diperoleh oleh Chian Soh
and Abdullah11) dengan hasil yang lebih kecil yaitu rata-rata sekitar 10%.
Nilai recovery untuk benzen, toluen dan pada ekstraksi sampel yang dispiked dengan larutan
standar berturut-turut adalah 87.54%, 84,29% dan 80,56%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa metode yang
dikembangkan juga ternyata mempunyai recovery yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan persyaratan
AOAC untuk metode yang baik sampai batas konsentrasi standar yang dispiked 100 µg adalah antara 80 -
110%.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa suhu dan waktu ekstraksi
optimum untuk standar kloroform, karbon tetraklorida, benzen, toluen dan xylena adalah 35oC selama 30
menit. Pada air laut di sekitar Pelabuhan Panjang kemungkinan terdapat senyawa organik volatil diantaranya
benzen, toluen dan xylena dengan relatif kadar berturut-turut 3.94%, 14,32 % dan 19,70 %.
Dari hasil penelitian ini disarankan untuk melakukan analisis dengan mengunakan senyawa standar
yang lebih banyak sehingga senyawa-senyawa organik lain yang terdapat di perairan dapat teridentifikasi.
Selain itu validasi metode ini dapat diperbanyak dengan parameter yang lain sehingga metode ini dapat
digunakan sebagai metode analisis rutin senyawa organik volatil di perairan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pawliszyn. J., 1997. Solid Phase Microextraction Theory and Practice. Wiley VHC. Inc. New York.

2. Elsert, R. and Karsten, L. 1998. Solid Phase Microextraction to Gas Chromatography: A New Methods
for The Analysis of Organic in Water. J. Chromatograph. 133: 136-157.

3. Penalver, A., Pocurrul, E., Borul, F., and Marce, R.M. 1999. Trends in Solid Phase Microextraction for
Determining Organic Pollutant in Environmental Samples. Trends in Anal. Chem., 18 (8): 40-568.

4. Pino, V., Juan, H.A., Ana, M.., Venerando, G. 2003. Micellar Microwave Assisted Extraction Combined
with Solid Phase Microextaction for the Determination of Plycyclic Aromatic Hdyrocarbon in a Certified
Marine Sediment. Anal. Chim. Acta. 477: 81-91.

5. Liompart, M., Pazos, M., Landin, P., and Cela, R. 2001. Determination of PCB in Milk Samples by
Saponification-SPME. Anal. Chem., 73: 5858-5865.

6. Vas, G., Vekef, K. 2004. Solid Phase Microextraction: A Powerful Sample Preparation Tools Prior to
Mass Spectromeric Analysis. J. Mass Specrum. 39: 233-254.

7. Kopinke, F.D., Porschman, J. and George, A.1999. Application of SPME ti Study Sorption Phenomena
on Dissolved Humic Acid Organic Matter, in:Application of Solid Phasemicroextraction, Pawliszyn, J. (ed).
RSC Chromatography Monograps.

8. Zhang, Z., Yang, M.J. and Pawliszyn, J. 1994. Solid Phase Microextraction a Solvent Free Alternative
for Sample Preparation. Anal. Chem., 66 (17): 838-852.

9. Lord, H. and Pawliszyn, J. 2000. Review: Evolution of Solid-Phase Microextraction Technology. J.


Chrom. A. 885: 153-193.

10. Panavaite D., Padarauskas, A., and Viekaekaite, V. 2005. A New Solid Phase Microextraction fiber for
aromatic hydrocarbon. Chemija. T,. 16(2): 24-28.

11. Chian Souh, S. and Abdullah, Md. P. 2005. Applicability of Direct Extraction of Solid Phase
Microextraction to the Determination of 54 Volatile Organic Compound in drinking Water. Malay. J.
Chem., 7 ( 1): 19 – 25.

106  2008 FMIPA Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai