Anda di halaman 1dari 23

Gemuruh suara mesin pesawat siang itu menandakan pesawat

Hercules yang saya tumpangi sudah siap take off. Kulayangkan pandangan
disekelilingku, terlihat beberapa relawan dan warga yang akan mengungsi,
sebagian mendapatkan tempat duduk terutama para ibu-ibu, orang tua dan
anak kecil, namun sebagian besar duduk dilantai seperti yang saya alami.
Beberapa wajah penumpang saat itu cukup familiar bagiku, maklum Palu
adalah kota kecil jadi mudah untuk saling mengenali. Hawa yang sebelumnya
cukup panas perlahan-lahan mulai terasa sejuk setelah pesawat mulai take
off. Siang itu merupakan pengalaman pertama bagiku naik pesawat Hercules
dan juga bagi Surya yang menemaniku dalam penerbangan menuju Kota
Makassar. Saat itu sudah hampir tiga minggu berlalu sejak gempa 7,4 M yang
melanda Palu, Sigi dan Donggala, dan saya bersama Surya menumpang
pesawat Hercules ke Makassar untuk mengambil kendaraan yang ditinggal
sewaktu keluarga kami mengungsi disana. Jika bercerita mengapa sampai
saya harus ke Makassar untuk mengambil mobil yang ditinggal disana ?
Sebenarnya ini cerita sedih terkait ayah Surya yang merupakan kakak ipar
saya yang meninggal setelah dirawat selama 12 hari di Makassar akibat
terkena tsunami di Pantai Teluk Palu. Jadi, saya lebih tertarik untuk
bercerita hal lain terutama pengalaman waktu saat terjadi gempa di tanggal
28 September 2018.

Hari itu hari Jum’at sebelum gempa 7,4 M disaat maghrib sebenarnya
sudah terjadi gempa sebanyak dua kali yang cukup besar yaitu pada siang
dan sore hari. Mungkin karena Palu sudah terbiasa dengan kejadian Gempa,
jadi saya merasa biasa-biasa saja walaupun sedikit khawatir. Karena baru
kali ini terjadi gempa besar dua kali dengan skala diatas 5 M dalam waktu
yang berdekatan. Senja itu, adzan maghrib sudah berkumandang. Biasanya
saya sudah beranjak ke Mesjid belakang rumah, namun kali itu saya
memutuskan sholat di rumah karena di rumah hanya saya berdua dengan
anak tertuaku Ayi, usia 14 tahun. Setahu saya, saat itu istriku dalam
perjalanan ke rumah setelah menjemput anak keduaku Aura yang baru
pulang dari sekolah. Sayapun masuk ke kamar mandi untuk mengambil
wudlu, dan sampai ketika membasuh tangan hingga siku itulah tiba-tiba
terdengar suara bergemuruh, tanah berguncang hebat, suasana tiba-tiba
gelap karena lampu mati. Segera saya berpegangan kedinding dan mencoba
sekuat tenaga mendorong pintu kamar mandi. Beberapa kali saya sempat
terpental ke dinding dan lemari kamar, sewaktu saya keluar dari pintu
kamar, saya sudah melihat putra saya Ayi berlari turun tangga dari
kamarnya di lantai 2 dan bersama-sama kami akhirnya bisa keluar ke
halaman rumah kami. Suasana saat itu sungguh mencekam, disana-sini
terdengar suara anak-anak dan wanita yang menangis sambil berteriak
ketakutan. Saat itu tanah masih bergetar hebat, kutatap dengan khawatir
bangunan rumahku yang berlantai dua. Instingku mengatakan ini adalah
gempa dengan skala diatas 8 M, dan bisa mengakibatkan bangunan rubuh.
Walaupun akhirnya gempa berhenti, tapi jantungku masih berdetak
kencang. Dikarenakan rumahku berhimpitan dengan rumah iparku, kami
saat itu berkumpul dihalaman berkisar 8 orang yang terdiri dari 3 orang
dewasa dan 2 remaja dan 3 anak kecil.

Panik ? mungkin untuk menggambarkan suasana saat itu bisa


dikatakan lebih dari panik bahkan histeris. Saya mencoba menelpon ke HP
istriku, ternyata tidak ada sinyal. Sepertinya saat itu semua orang
melakukan hal yang sama, mencoba mencari tahu ataupun mengabari
tentang kejadian gempa yang barusan terjadi, tapi tidak bisa. Perlahan-
lahan sinar matahari mulai menghilang, kegelapan menjadikan suasana
lebih mencekam. Samar-samar terlihat istriku datang berjalan bersama Aura
dengan tergopoh-gopoh. Masih terpancar raut kepanikan di wajahnya, dan
dia bercerita terpaksa meninggalkan mobil tidak jauh dari belakang rumahku
dikarenakan gempa membuat orang-orang pada berlarian kejalan dan
beberapa kendaraan terhenti menghalangi jalan menuju ke rumahku. Saat
itu gempa susulan beberapa kali terjadi, kami hanya bisa mencoba
menenangkan diri terutama menenangkan anak-anak yang ketakutan.
Waktu mengambil mobil di belakang rumah saya masih melihat suasana
kepanikan disana-sini. Banyak kendaraan roda dua yang berjatuhan di
tengah jalan dan warga masih berhamburan.

Malamnya, beberapa anggota keluargaku sudah berkumpul. Masih ada


anggota keluarga yang tercerai berai, kebetulan kakak iparku memiliki ruko
tepat didepan anjungan di Pantai Teluk Palu. Saya mendapat cerita tentang
tsunami yang terjadi di Pantai, sugguh mengerikan ! Hingga malam hari itu,
beberapa kali terjadi gempa susulan yang cukup besar. Tentu saja ini masih
membuat kami khawatir dan gelisah. Terlebih setelah kami mendapatkan
cerita, Petobo dan Balaroa luluh lantak dikarenakan gempa. Kebetulan
diantara kami ada yang menggunakan nomor XL, dan ternyata jaringan XL
ini yang masih bisa terkoneksi baik itu untuk menelpon ataupun internet.
informasi sudah banyak beredar mengenai kejadian gempa termasuk video
dan foto-foto. Bahkan malam itu kami sudah mendengar beberapa teman dan
sanak saudara kami telah menjadi korban. Innalillahi Wa innalillahi Rojiun
...... hanya itu yang kami bisa ucapkan selain berdoa bagi keselamatan kami
sendiri. Malam itu kami semua tidur di halaman dengan udara terbuka dan
hanya beralaskan karpet dan terpal yang tersedia di rumah. Saya bersyukur
mempunyai halaman yang cukup luas, sehingga malam itu bisa menampung
beberapa anggota keluarga yang mengungsi di rumah kami. Sungguh malam
yang mencekam !

Hari ini hari senin 3 hari pasca gempa, sekitar jam 8 pagi saya sudah
berada di bandara Mutiara Sis Aljufrie untuk mengantar adik iparku, Tanti
bersama seorang anaknya yang hendak mengungsi keluar Palu. Kondisi Palu
yang tidak menentu pasca gempa, menjadikan ini adalah alasan terbaik bagi
Tanti untuk segera mengungsi dengan membawa anaknya yang berusia
sekitar 8 tahun. Tiba di bandara, saya melihat lautan manusia memenuhi
halaman Bandara yang terdiri dari pengungsi dan relawan. Antrian untuk
naik pesawat Hercules sungguh membludak, kami kebingungan bagaimana
harus mendapatkan antrian. Dalam kondisi normal, orang Indonesia
masih susah diatur, apalagi kondisi darurat seperti ini. Setelah melalui
drama yang cukup panjang dan melelahkan akhirnya Tanti dan putranya
bisa terbang ke Makassar menggunakan Pesawat Hercules. Saya salut atas
perjuangan Tanti ini, dia tiba tengah malam di Makassar, dan memberi kabar
dengan menelpon saya yang masih terlelap tidur sekitar jam 3 subuh. Di
ujung telpon dia menyarankan kami untuk segera mengungsi ke Makassar,
Tanti bercerita betapa luar biasanya respon warga Makassar dan sekitarnya
dalam membantu korban gempa di Sulawesi Tengah. Ide mengungsi ini
sebenarnya sudah menjadi perdebatan diantara kami. Saya sudah
mengusulkan untuk itu, tapi kurang direspon oleh anggota keluarga yang
lain. Saat itu saya berpikir mengungsi adalah jalan terbaik dikarenakan ada
beberapa anggota keluarga yang sudah sakit parah dan terluka, selain itu
terdapat lebih 20 anak-anak dan remaja tanggung yang beresiko sakit jika
terlalu lama tidur di tenda pengungsian. Sebelum kondisi fisik dan mental
jatuh, saya menyarankan untuk segera mengungsi keluar daerah yang
terpapar bencana. Saat itu hanya saya sendiri yang berpendapat demikian,
anggota keluarga yang lain memilih untuk tetap bertahan di Palu.

Saat itu kami tidur di tenda yang cukup besar dan nyaman, namun
jika siang hari panas terik matahari sungguh tak tertahankan. Saya yakin
semua yang tidur di tenda pasti merasakan hal yang sama. Parahnya, malam
kedua dan ketiga sempat hujan keras, tenda yang bocor sempat mengganggu
nyenyaknya tidur kami. Saat itu sudah beberapa malam saya sendiri tidur di
udara terbuka dan memilih tempat tidur agak jauh untuk sekedar berjaga-
jaga. Alhamdulilah...saat itu kondisi fisikku sangat fit, tidak kurang apapun.
Angin malam dan nyamuk tidak terlalu mengganggu tidurku, dan saat itu
saya hanya tidur sekitar 3-4 jam setiap malamnya.

Hari Kamis 4 Oktober 2018, setelah perdebatan panjang dan melihat


kondisi yang semakin parah, diputuskan untuk segera mengungsi ke
Makassar. Mobil sudah dipersiapkan dengan perhitungan BBM bisa
mencapai daerah Mamuju Utara di Sulawesi Barat. Saya bersama Surya dan
Harun tetap tinggal di Palu untuk menjaga rumah, disebabkan ramainya issu
penjarahan. Sekitar jam 10.00 WITA lewat, perlahan-lahan rombongan
bergerak, ada sekitar 5 mobil yang berangkat mengungsi. Saat itu jaringan
telpon dan internet sudah mulai bagus, jadi komunikasi dengan anggota
keluarga yang mengungsi membuat saya tidak terlalu khawatir dan gelisah.
Dikarenakan tenda sudah kosong, saya mengajak beberapa tetangga didepan
rumah untuk tidur di tenda halaman rumahku. Keberadaan genset di
rumahku, sangat membantu selama masa tanggap darurat dikarenakan
menjadi satu-satunya sumber listrik untuk penerangan, pompa air dan tentu
saja cas HP ! Dan karena inilah tetangga-tetangga jadi sering datang kerumah
setiap mendengar suara genset dihidupkan, karena mereka bisa menumpang
untuk caz HP.

Dengan bergabungnya beberapa tetangga di tendaku menjadikan


rumahku tetap ramai dan kompleks sekitar rumah tetap terjaga aman.
Disinilah baru kita merasakan pentingnya hidup bertetangga yang baik.
Saat-saat seperti ini, kita dapat saling bahu membahu dan saling
menguatkan. Ada satu momen ketika salah seorang tetangga yang minta
pendapat ke saya apakah perlu mengungsi hingga pulang ke kampungnya di
jawa atau keluar kota Palu dulu dikarenakan dia memiliki dua anak yang
semuanya perempuan yang masih kecil dan istrinya yang dalam kondisi
trauma. Disinilah momen untuk kita saling menguatkan dan saling
mendukung, dan Alhamdulillah hingga tulisan ini saya buat tetangga saya
itu tidak mengungsi. Saat itu dimalam ke enam setelah bencana, jaringan
listrik di rumahku normal. Genset sudah bisa diistirahatkan, dan malam itu
saya sudah dapat menonton berita di televisi yang ternyata hampir
didominasi berita gempa di Palu,Sigi dan Donggala.

Esoknya, Jum’at tanggal 5 oktober 2018 saya kedatangan rombongan


relawan dari almamaterku Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Dikomandani oleh La’bang alumni teknik angkatan 91 (setahun di atasku)
datang bersama 20 orang lebih relawan dengan logistik bantuan sebanyak 2
truk penuh. Kedatangan tim ini termasuk cepat karena mereka sudah
melakukan persiapan sehari setelah kejadian gempa, mereka baru tiba dihari
ke tujuh disebabkan perjalanan yang memakan waktu dua hari dua malam,
dan juga masih menunggu informasi mengenai keamanan rute perjalanan
darat mengingat adanya penjarahan oleh warga sepanjang perjalanan.
Kembali halaman rumahku jadi ramai, bahkan kali ini penuh dengan logistik
bantuan yang siap dibagi. Tetangga silih berganti berdatangan begitu melihat
kami membongkar logistik bantuan yang datang. Walaupun beberapa pasar
dan toko sudah buka, tapi saat itu situasi masih sulit bagi warga baik untuk
mendapatkan barang yang dibutuhkan ataupun ada korban gempa yang
sama sekali sudah tidak memiliki uang. Dengan sigap dan tanpa kata lelah,
segera anggota tim relawan membagi logistik dalam bentuk paket, selain
dibagikan ke warga sekitar rumahku, juga bantuan ditujukan terutama ke
alumni-alumni Fakultas Teknik yang di Palu dan sekitarnya. Saat itu baru
saya ketahui ternyata ada seorang alumni (E’07) yang menjadi korban beserta
keluarganya di Petobo, dan sebagai bentuk solidaritas beberapa rekan alumni
hendak mengevakuasi jenazah korban. Tentu saja ini menjadi berita yang
menyedihkan disebabkan alumni tersebut adalah seorang ibu muda yang
meninggal beserta bayinya.

Kondisi rumahku dengan listrik dan air yang tersedia sangat


membantu tim relawan dalam menjalankan tugasnya. Hanya dalam 3 hari
semua logistik sudah terbagi habis, dan tim relawan akhirnya bertolak
pulang ke Makassar. Sungguh luar biasa solidaritas dari teman-teman
alumni FT-UH Makassar, saya sangat bangga dengan mereka. Diantara
mereka semua hanya La’bang seorang yang saya kenal akrab sejak jaman
kuliah dulu, sedangkan anggota tim relawan lainnya merupakan yunior-
yunior yang angkatan kuliahnya jauh dibawah saya dan La’bang, bahkan
beberapa orang masih berstatus mahasiswa hingga saat itu. Walaupun kami
tidak saling mengenal, tapi dibawah nama Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin kami semua adalah keluarga besar, saling mendukung dan tetap
menghargai senioritas, itulah prinsip kami.

Memasuki minggu kedua, suasana Kota Palu sudah berangsur-angsur pulih.


Walaupun gempa hampir tiap hari terjadi, tapi masih skala kecil. Palu harus
Bangkit, Palu Kuat, begitu tagline yang marak di suarakan. Seiring dengan
kondisi yang mulai membaik, keluargakupun sudah balik dari pengungsian
di Makassar. Banyak kisah yang mereka ceritakan, terutama kebaikan warga
Makassar di tempat mereka mengungsi. Namun, saat itu tidak semua
anggota keluargaku balik ke Palu disebabkan Kak Joni, ayah Surya masih
dirawat di Rumah Sakit akibat infeksi lukanya. Meskipun sempat membaik,
rupanya Kak Joni tidak bisa tertolong. Hari Kamis, 11 Oktober 2018 sekitar
pukul 12 siang, Kak Joni menghembuskan nafas terakhirnya. Sungguh saya
tidak menyangka, karena luka-luka akibat tsunami yang Kak Joni alami
menurut pengamatanku tidaklah parah, ternyata kita tidak boleh pandang
enteng untuk luka seperti itu. Esoknya hari Jum’at jenazah dibawa ke Palu
dan siangnya segera dikebumikan. Dengan kepergian Kak Joni, kami
sekeluarga sangatlah bersedih, karena Beliau ibarat orang tua kami semua.
Sungguh bencana ini menyisakan kisah yang teramat pilu bagi kami dan
seluruh warga di Palu,Sigi dan Donggala. Tidak terhitung kerugian baik itu
harta, benda, jiwa, serta kondisi psikologis warga yang menjadi korban.
Hingga memasuki bulan ke 3 saat saya menulis kisahku ini, orang dimana-
mana masih bercerita tentang gempa yang terjadi, bahkan beberapa hari lalu
baru ditemukan seorang korban di lokasi Hotel Roa-Roa yang rubuh.
Sebenarnya banyak kisah yang terjadi dibalik bencana ini, ada yang
mengatakan kita harus bangkit dengan lembaran baru, dan melupakan kisah
pilu ini dan cukup mengambil hikmah dari bencana yang terjadi. Memang
sungguh mudah untuk di katakan, tapi sangatlah berat di lakukan. Kembali
siang itu, saya menatap satu persatu wajah-wajah dalam pesawat Hercules
yang saya tumpangi, mencoba mencari tahu apa kisah dibalik raut wajah
mereka. Saya yakin, semua mempunyai cerita masing-masing dibaliknya dan
bencana tanggal 28 september 2018 di Palu,Sigi dan Donggala menjadi awal
cerita itu.
MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL DAN PERKEMBANGANNYA

PENDAHULUAN

Ketika Islam mengalami masa kemunduran sekitar abad ke-11


disebabkan berbagai macam permasalahan diantaranya adalah
konfliknya umat Islam dengan umat Kristen yang tidak bisa diatasi lagi.
Hal tersebut dimanfaatkan oleh Eropa. Eropa mulai bangkit dari
keterbelakangan, kebangkitan tersebut bukan saja terlihat dalam bidang
politik, dengan mengalahkan kerajaan-kerajan Islam dan bagian dunia
yang lain. Tetapi terutama dalam bidang pengetahuan dan teknologi.
Kemajuan Eropa saat ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam
yang pernah jaya di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah Eropa, itulah sedikit
gambaran yang akan di bahas dalam makalah ini terkait sejarah Islam
masuk di Spanyol serta masa keemasan yang mempengaruhi Renaisans
(kemajuan) di Eropa.
A. Masuknya Islam ke Spanyol

Spanyol diduduki Islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M) yaitu


salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika utara
dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang
dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana mereka
adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, Musa ibn Nushair. Thariq dapat
di sebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada
diantara Marokko dan Benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima
ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda. Selanjutnya Thariq ibn
Ziyad lebih dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih
besar dan hasilnya lebih nyata dengan mendapat tambahan pasukan
sebanyak 7000 orang dari Musa ibn Nushair.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan
untuk menaklukkan wilayah yang lebih luas lagi, untuk itu Musa ibn
Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran
dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Kemenangan-kemenangan
yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat
dipisahakan dari adanya faktor internal dan eksternal.

Faktor eksternal yang dimaksudkan adalah suatu kondisi yang terdapat


didalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-
orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini dalam keadaan
yang menyedihkan, secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan
terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil. Perpecahan politik
memperburuk keadaa ekonomi masyarakat ketika Islam masuk ke Spanyol.
Adapaun yang dimaksud faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat
dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang
terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para
pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak bersatu dan
penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang
ditunjukkkan tentara Islam yaitu, toleransi, persaudaraan, dan tolong
menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam
pribadi kaum muslimin itu memyebabkan penduduk Spanyol menyambut
kehadiran Islam di sana.

B. Perkembangan Islam Di Spanyol

Setelah takluknya raja Roderick yaitu pengusa kerajaan Goth yang terahir.
Umat Islam mulai mengembangakan dan memainkan peran dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga peranan umat Islam itu berpengaruh bagi
kehidupan Spanyol masa itu yang berlangsung lebih dari tujuh setengah
abad, sejarah panjang itu dapat dibagi menjadi enam periode yaitu :

1. Periode Pertama (711-755 M)


Pada periode pertama ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan
para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat
di Damaskus, pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum
tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi baik
dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam berupa
perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan
etnis dan golongan.
Sedangkan gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di
Spanyol yang bertempat di daerah pegunungan yang tak pernah
tunduk pada pemerintahan Islam.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan seseorang
yang bergelar Amir (panglima/gubernur) tetapi tidak tunduk kepada
pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah
Abbasiyyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang
masuk Spanyol Tahun 135 H/755 M. Abdurrahman Ibn Muawiyah
Ibn Hisyam Ibn Abdul Malik yang terkenal dengan sebutan
Abdurrahman Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol), sebelumnya
Abdurrahman merupakan golongan Umayyah yang lolos dari
pengejaran dan pembersihan terhadap semua pengikut Umayyah
yang dilakukan oleh Daulah Abbasiyah. Abdurrahman lari dari Irak
mengarungi gurun Syria menuju Palestina, lalu menyebrangi gurun
Sinai di Mesir, melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia
yang telah ditaklukkan oleh nenek moyangnya dari Dinasti Umayah.
Pada periode ini pula, umat Islam Spanyol mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam
bidang peradaban, misalnya Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan
masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol.
Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan
Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran, dialah
yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-
Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu,
pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama pada
di zaman Abd al-Rahman al-Ausath. Dia mengundang para ahli dari
dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu
pengetahuan di Spanyol mulai menarik.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode dimulai dari pemerintahan Abd Al- Rahman III yang bergelar
An-Nasir sampai munculnya raja-raja kelompok yang terkenal dengan
sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini gelar seorang raja yang
semula di sebut Amir berganti menjadi Khalifah, gelar ini dipakai
mulai tahun 929 M.
Pada periode ini pula umat Islam Spanyol mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan Daulat Abbasiyah di
Baghdad. Yang mana masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan
kemakmuran.
Awal dari kehancuran Khalifah Bani Umayah di Spanyol adalah
ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Sementara itu
kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat, dan pada tahun 981
M, Ibnu Abi Amir yang mendapat gelar Al Manshur Billah itu ditunjuk
sebagai pemegang kekuatan secara mutlak. Dan setelah kematiannya
ia digantikan oleh anaknya Al Muzaffar pada tahun 1002 M dan
masih bisa mempertahankan kerajaan. Namun hal itu tidak
berlangsung lama karena setelah ia wafat pada tahun 1008 M, ia
digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.
Sehingga terjadilah kekacauan dan kehancuran yang menjadikan
Spanyol sebagai Negara terpecah.
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Perpecahan di periode ini tidak bisa dielakkan lagi sehingga Spanyol
pecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara kecil yang berpusat di
kota Sevvile, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang mana
pemerintahan di pegang oleh raja-raja golongan (Muluk al-Thawaif)
Pada periode ini pula umat Islam Spanyol kembali memasuki
pertikaian intern. Ironisnya diantara perang saudara ini ada yang
meminta bantuan kepada raja-raja Kristen, dan oleh raja-raja Kristen
situasi ini dimanfaatkan untuk mengambil inisiatif
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada masa ini Spanyol masih terpecah dalam beberapa bagian,
namun terdapat kekuatan yang masih dominan yaitu kekuasaan
dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahidun (1146-
1235 M) kedua dinasti itu pada awalnya dapat mempertahankan
kekuasannya pada beberapa dekade namun tidak dapat berlangsung
lama. Karena pada tahun 1212 M tentara Kristen mampu
mengalahkan Dinasti Muwahidin di Las Navas de Tolesa, kekalahan-
kekalahan yang dialami Muwahiddun menyebabkan penguasanya
memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara
tahun 1235 M. dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu
bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin membesar.
Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville
jatuh pada tahun 1248 M.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Mungkin dalam periode ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada
saja di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban Granada
tetap maju, namun secara politik dinasti ini hanya berkuasa di
wilayah yang kecil. Akhirnya bencanapun datang saat orang-orang
berselisih dalam memperebutkan kekuasaan, sehingga ketika Abu
Abdullah Muhammad meminta bantuan kepada Ferdinand dan
Isabella untuk menghancurkan saudaranya, Ferdinand dan Isabella
pun menyanggupinya, dan setelah menghancurkan saudara Abu
Abdullah Isabella pun akhirnya menghabisi kekuasaan Abu Abdullah
di tahun 1492 M. Dan di tahun ini pula hilang kekuasaan Islam di
Spanyol.

C. Masa keemasan Islam di Spanyol Kontribusi Dunia Intelektual Muslim


Ke Barat

Kemajaun Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang
budi kepada Khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang diperiode
klasik. Diantara kemajuannya dalam bidang:

1. Kemajuan Intelektual diantaranya :

- Kemajuan bidang Filsafat (tokoh Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh


yang lebih dikenal dengan sebutan ibn Bajjah.)

- Bidang Sains (Abbas ibn Farnas Ahli ilmu Kimia dan Astronomi)

- Bidang fikih (tokoh Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id)

- Bidang musik dan kesenian (tokoh Hasan ibn Nafi

- Bidang bahasa dan sastra (tokoh ibn Sayyidih, ibn Malik pengarang
Alfiah, ibn al-Hajj)

2. Kemegahan pembangunan fisik


Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam
sangat banyak. Dalam perdagangan , jalan-jalan dan pasar dibangun,
dibidang pertanian demikan juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan
kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam,
kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air
didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat
jatah air.
Tahun 771 M ketika pasukan Islam dibawah panglima Thariq ibn Ziyad,
menghancurkan king Roderick dan pasukannya, kemudian semenanjung
Iberia berada di bawah kekuasaan kekuatan Islam yang diperintah oleh
pembesar-pembesar Arab dan Barbar, oleh karena itu wilayah tersebut
dikenal dengan nama Andalusia. Dirunut dari segi historisnya yaitu;
Abdurrahman adalah dari golongan Daulah Umayyah, pada saat itu
terdapat pengejaran dan pembersihan terhadap semua pengikut
Umayyah yang dilakukan oleh Abbasiyah. Namun ada seorang pangeran
(Amir) Abdurrahaman ibn Muawiyyah ibn Hisyam ibn Abdul Malik yang
lari dari Irak didampingi oleh ajudannya yang bernama Baddar. Melewati
beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia yang telah ditaklukkan oleh
nenek moyangnya dari dinasti Umayyah, dengan demikian Abdurrahman
bisa meloloskan diri masuk Andalusia untuk membangun kebudayaan
dan peradaban Islam.
Spanyol telah mencapai puncak kejayaan di bawah para penguasa Daulat
Umayyah, Abdurrahman III (912-916M) yang mempermaklumkan dirinya
sebagai khalifah. Pada waktu itu, ibu kota Cordova menyala bagaikan
cahaya kilau-kemilau di dalam gelapnya daratan Eropa dengan Bagdad
dan konstantinopel dapat diperkirakan sebagai salah satu dari pada tiga
pusat peradaban dunia.
Jangkauan akan peradaban dan kemakmurannya dapat diukur dengan
persaksian para sejarawan masa kini, seperti Ibnu Idhari dan Maqarri,
bahwa kota Cordova memiliki 113.000 buah bangunan, 21 buah kota
pinggiran, 70 buah perpustakaan, sejumlah besar toko buku, masjid-
masjid dan tempat dan jalan-jalan plesiran yang diterangi dengan
cahaya-cahaya dari rumah-rumah perbatasan. Selain itu dibangun
Universitas Cordova yang ditempatkan di Masjid Raya kemudian di pugar
oleh Khalifah Al-Hakam yang mengeluarkan biaya sejumlah 2615307
dinar untuk keperluan itu, Universitas Cordova tersohor sebagai salah
satu akademi dunia yang paling terpercaya dan menarik para pelajar dari
dekat dan jauh, termasuk banyak pelajar Kristen dari Eropa, sebagai
tambahan Hakam juga mendirikan 27 buah sekolah swasta di kota
Cordova.
Diantara hal yang menunjang masa kejayaan/keemasan Islam di Spanyol
adalah ketika Islam berkuasa, penduduk muslim maupun bukan muslim
memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam
pembangunan Negara dalam bidang perkembangan kota dan seni
bangunan, Oleh karena itu pada masa pemerintahan Umayyah di
Andalusia mampu mensejajarkan Cordova dengan Konstantinopel dan
Bagdad.
Selain yang telah dipaparkan diatas mengenai Andalusia, masih banyak
sejarah yang harus diungkap terkait kejayaan Islam disana, diantaranya
Cordova terkenal sebagai pusat intelektual di Eropa dilengkapi dengan
berbagai bidang : bidang kedokteran, matematika, filsafat,
kesusasteraan, musik, dan penyalinan naskah-naskah Yunani dan latin
secara luas. Dari tempat inil lahir sejumlah ilmuwan dan filosof besar,
diantaranya Ibn Rusyd, Ibn Thufail (1100-1185 M), dan Ibn Bajjah.
Kondisi ini didukung oleh pembangunan fisik yang memadai. Kemajuan
sebagaimana yang terpaparkan di atas juga di tandai dengan kemegahan
istana al-Zahra yang dibangun dengan arsitekturnya yang indah,
sehingga Zia Pasya (sejarawan berkebangsaan Turki) menggambarkan
bahwa istana al-Zahra merupakan mukjizat zaman yang belum pernah
ada sebelumnya.
D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Spanyol

Ada beberapa hal yang menyebabkan Spanyol hancur diantaranya:

a) Konflik Islam dengan Kristen


Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi dengan sempurna,
mereka sudah merasa puas dengan dengan hanya menagih upeti dari
kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka
mempertahankan hukum dan adat mereka.
b) Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang
pribumi setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih
memberi istilah Ibad dan Muwalladun kepada para Muallaf itu, suatu
ungkapan yang dinilai sangat merendahkan.
c) Kesulitan Ekonomi
Para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina
perekonomian, akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat
memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
d) Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris,
bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk
al-Thawaif muncul.

e) Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain, Ia selalu
berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika
Utara, dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu
membendung kebangkitan Kristen disana.

Damaskus, Gerbang Kejayaan Peradaban Islam

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sejarah Islam, Damaskus merupakan kota pusat


pemerintahan pertama di luar Jazirah Arab. Pendiri Dinasti Umayyah,
Mu’awiyah bin Abu Sufyan, memindahkan ibu kota dari Madinah ke
Damaskus pada 661. Namun, Damaskus sesungguhnya sudah jatuh ke
tangan Islam sebelumnya, yakni sejak era Khalifah Umar bin Khathab pada
635 M.

Sebagai kelanjutan dari masa khulafaur rasyidin, Dinasti Umayyah


menjadikan Damaskus sebagai cermin pencapaian peradaban umat Islam.
Pada 707, di kota tersebut berdiri rumah sakit sekaligus pusat studi
kedokteran pertama atas perintah Khalifah Walid bin Abdul Malik.
Sampai abad ke-13, menurut sejarawan Thomas Goldstein, sebagaimana
dikutip Husain Heriyanto (2011), ada 30 rumah sakit di Damaskus sampai
abad ke-13. Sebelumnya, perpustakaan publik pertama juga berdiri di
Damaskus pada 704. Inisiatornya adalah Khalifah Khalid bin Yazid, yang
tidak lain merupakan cucu pendiri Dinasti Umayyah.

Di perpustakaan inilah mula-mula pusat kegiatan intelektual berlangsung.


Di antaranya ada aktivitas filologi kesusastraan Arab serta kajian-kajian
ilmu hadiyts, fiqih, kalam, dan sejarah

Masa keemasan meliputi Damaskus begitu Sultan Nuruddin berkuasa pada


1154. Pada eranya, banyak masjid, madrasah, dan pusat kesehatan publik
dibangun untuk menunjukkan pencapaian peradaban Islam. Demikian pula
dengan peningkatan kekuatan militer negara.

Adapun aktivitas intelektual di Damaskus pada zaman itu berkembang


pesat, antara lain, lantaran kontribusi dari dua suku, yakni Bani Asakir
dan Bani Qudama.

Sultan Nuruddin mendirikan pusat studi hadits pertama, Dar al-Hadits di


Damaskus. Madrasah yang khusus bagi mazhab Maliki, al-Shalahiyyah,
juga dibina. Begitu pula dengan madrasah al-‘Adiliyyah pada 1171, yang
kini menjadi Arab Academy.

Salah satu pemikir yang unggul di Damaskus dalam masa keemasan Islam
adalah Ibnu Taimiyah (1263-1328). Orang tuanya membawanya hijrah dari
Harran, yang diserbut tentara Mongol pada 1269, ke Damaskus ketika Ibnu
Taymiyyah masih berusia tujuh tahun

Di Damaskus, ayahnya ditunjuk menjadi kepala madrasah Sukkariyyah.


Dia sempat mengajar di madrasah yang sama mengenai ilmu hadits. Di
Masjid Umayyah, Ibnu Taimiyyah juga mengajar di zawiyah.
Hubungannya dengan rezim penguasa dalam masa itu kerap bermasalah.
Bahkan, ia pernah merasakan dinginnya penjara beberapa kali. Di dalam
bui, dia tetap melanjutkan menulis karya-karyanya.

Selain Ibnu Taimiyah, ada pula Ibnu al-Syatir (wafat 1375), seorang Muslim
astronom sekaligus pakar matematika. Pria kelahiran Damaskus ini pada
setahun lamanya belajar di al-Iskandariah, Mesir. Karyanya yang paling
dikenang adalah Zij al-Jadid, Taliq al-Arsad dan Nihayat al-Sul.

Dia juga meletakkan dasar-dasar teori peredaran planet-planet serta


merancang pelbagai instrumen untuk mendukung kajian astronomi secara
presisi.Pada 1337, dia menciptakan dua alat pengukur jarak benda-benda
langit (astrolabe).

Pada 1371, dia membuat jam matahari raksasa untuk Masjid Damaskus.
Sebagai astronom, rumus-rumusnya mendahului para astronom Eropa
abad pencerahan, misalnya Copernicus yang menggegerkan Gereja dengan
teori matahari-sentris.

Bahkan, beberapa riwayat menyebut, perhitungan Copernicus sama persis


dengan al-Syatir. Apalagi, al-Syatir merupakan pengoreksi teori astronomi
Yunani Kuno, Ptolemy, yang banyak dipakai Gereja untuk dalih “bumi
sebagai pusat semesta.”

Anda mungkin juga menyukai