Anda di halaman 1dari 23

MINI PROJECT

PENGENALAN DAN PENANGANAN TERKINI SAKIT SENDI DI WILAYAH


PUSKESMAS KOTA SUKABUMI

Disusun oleh :
dr. Herliza Refriani Zakariya Alwi

Pendamping :
dr. Tri Betawihanta

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS CIPELANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

MINI PROJECT
PENGENALAN DAN PENANGANAN TERKINI SAKIT SENDI DI WILAYAH
PUSKESMAS KOTA SUKABUMI

Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internsip di Puskemas

Sukabumi, Maret 2019

Pembimbing Kepala Puskesmas Cipelang

dr. Tri Betawihanta dr. Tri Betawihanta


NIP : 198111152010011007 NIP : 198111152010011007
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Pengenalan Dan Penanganan
Terkini Sakit Sendi Di Wilayah Puskesmas Kota Sukabumi.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam rangka menjalankan Program
Internsip Dokter Indonesia. Laporan ini dapat diselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
:

1. dr. Tri Betawihanta, selaku Kepala Puskesmas Cipelang.


2. dr. Tri Betawihanta selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
pelatihan selama kami menempuh Program Dokter Intensip Indonesia di Puskesmas
Cipelang, Kota Sukabumi.
3. Dokter, Paramedis, beserta Staf Puskesmas Cipelang atas bimbingan dan kerjasama
yang telah diberikan.
4. Teman sejawat dokter internsip yang telah membeikan bantuan dan dukungan dalam
pembuatan laporan ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Karena itu kami sangat berterima kasih atas
kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata kami berharap semoga hasil laporan Mini Project Pengenalan Dan Penanganan
Terkini Sakit Sendi Di Wilayah Puskesmas Kota Sukabumi Dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Sukabumi, Maret 2019


DAFTAR ISI
Halaman

Halaman Judul ................................................................................................ 1


Daftra Isi ......................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 5
1.3 Tujuan ......................................................................................... 5
1.4 Manfaat ....................................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6


2.1 Definisi Penyakit Osteoarthritis .................................................. 6
2.2 Etiologi ....................................................................................... 6
2.3 Klasifikasi .................................................................................. 6
2.4 Epidemiologi .............................................................................. 7
2.5 Faktor Resiko ............................................................................. 7
2.6 Patogenesis ................................................................................. 8
2.7 Gejala klinis ............................................................................... 11
2.8 Diagnosa Penyakit Osteoarthritis ............................................... 13
2.9 Pemeriksaan penunjang .............................................................. 13
2.10 Penatalaksanaan ......................................................................... 16

BAB 3 METODE ........................................................................................... 21


3.1 Rancangan Mini Project ............................................................. 21
3.2 Lokasi dan Waktu Kegiatan ....................................................... 21
3.3 Populasi Mini Project ................................................................. 21
3.3 Subyek Mini Project................................................................... 21

BAB 4 HASIL................................................................................................ 22
4.1 Data Geografis dan Demografis ............................................... 22
4.2 Sumber Daya Kesehatan .......................................................... 22
4.3 Sarana Pelayanan Kesehatan .................................................... 22
4.4 Hasil Pretest dan Posttest ......................................................... 22

BAB 5 DISKUSI............................................................................................ 24

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ............................................................................... 25
6.2 Saran ......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27
LAMPIRAN.................................................................................................. 28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mialgia dan arthralgia merupakan gejala yang banyak menyertai berbagai penyakit di
masyarakat, baik penyakit infeksi hingga penyakit degeneratif dan metabolik. Keluhan ini sulit
dibedakan terutama pada masyarakat dengan tingkat pendidikan dan sosioekonomi menengah
ke bawah. Pasien biasanya menyatakan gejala tersebut sebagai keluhan yang hampir serupa
berupa rasa pegal-pegal. Sehingga seringkali dokter atau tenaga kesehatan lainnya hanya
membuat diagnosis berdasarkan gejala dan bukan diagnosis penyakit karena pada beberapa
kasus diperlukan suatu investigasi lebih lanjut, meliputi perjalanan penyakit, gejala penyerta ,
riwayat penyakit dahulu serta pemeriksaan laboratorium tertentu. Meskipun bukan merupakan
kasus terbanyak secara umum namun perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap gejala
mialgia untuk lebih dispesifikasikan ke dalam diagnosis penyakit tertentu. Selain itu,penyakit
mialgia menimbulkan beban masalah kesehatan yang cukup besar karena pasien yang terkena
mialgia tidak dapat melakukan pekerjaan sehari-harinya secara optimal, mengingat sebagian
besar pekerjaan mereka membutuhkan tenaga fisik yang cukup besar sehingga akan
menurunkan kualitas dan kuantitas dari kinerjanya.
Gejala nyeri sendi, khususnya pada pasien usia tua biasanya didominasi oleh penyakit
degenerasi dan metabolik yang meliputi peradangan sendi yang bersifat progresif. Penyakit
tersebut antara lain gout arthritis, osteoarthritis dan reumathoid arthritis. Osteoarthritis banyak
diderita terutama oleh pasien berusia >55 tahun, dimana penanganan yang dapat dilakukan di
puskesmas adalah sebatas terapi konservatif melalui pemberian analgetik dan suplemen.
Sedangkan untuk kasus rheumatoid arthritis, yang merupakan penyakit autoimun, selain lebih
sulit dalam hal diagnostik, juga memerlukan penanganan dokter spesialis dalam hal terapi.
Dari beberapa kasus dengan gejala nyeri sendi, arthritis gout dianggap sebagai kasus
yang paling memungkinkan untuk dilakukan intervensi berupa prevensi primer. Sebagian besar
kasus arthritis gout yang muncul di masyarakat dipicu oleh pola diet tinggi purin, dimana pola
diet keluarga secara umum ditentukan oleh ibu rumah tangga yang menyediakan makanan bagi
keluarga. Sehingga pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terkait pola diet yang sehat
khususnya bagi pencegahan kasus arthritis gout sangatlah penting.
Insidensi dan prevalensi arthritis gout di Indonesia masih belum diketahui secara pasti.
Penelitian Darmawan di Bandungan, Jawa Tengah 2007 mendapatkan 8% orang dewasa di atas
15 tahun menderita arthritis gout. Arthritis gout merupakan penyakit yang paling sering
dijumpai pada laki-laki dewasa dengan puncak insiden pada dekade keempat dan ke-lima.
Dengan mengetahui tingkat pengetahuan dan pola perilaku ibu rumah tangga dalam
penyediaan diet terkait arthritis gout diharapkan dapat diketahui tingkat resiko masyarakat di
Wilayah Kerja Puskesmas Batang I pada khususnya untuk menderita arthritis gout. Selanjutnya
hal ini dapat diimplementasikan dalam praktek pelayanan kesehatan terhadap masyarakat
Kecamatan Batang pada umumnya dengan lebih mengedepankan unsur prevensi dan edukasi
dalam penanganan prioritas masalah kesehatan masyarakat secara umum.

1.2 Rumusan Masalah

Apa saja penyebab tersering nyeri sendi dan bagaimana penanganan tekini sakit sendi di
Puskesmas Cipelang ?

1.3 Tujuan
Untuk memperoleh informasi mengenai penyebab sakit sendi dan penanganan terkini
sakit sendi di Wilayah Puskesmas Kota Sukabumi.

1.4 Manfaat
Diharapkan mini project ini dapat memberkan gambaran mengenai sakit sendi dan
penanganannya di Wilayah Puskesmas Cipelang sehingga dapat digunakan sebagai tambahan
ilmu sesuai dengan masalah yang ada di lapangan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoarthritis


Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal, progresif dan
degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu
berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan
ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit
pada tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan
lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.1

2.2 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan
biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis.
Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen,
otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi
multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga
bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya.

2.3 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa adanya
abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan beban tubuh (weight
bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan kerusakkan akibatproses penuaan. Paling
sering terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari
tangan, dan jari pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari suatu pekerjaan,
atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem sistemik. Osteoarthritis sekunder
biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada osteoarthritis primer.

2.4 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua.
Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat, prevalensi
osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80% dan diperkirakan

akan meningkat pada tahun 2020. 1,2 OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih
dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang
terkena OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%,
dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki
2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa
berusi 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3
kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari semua
kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA dan angka
tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2,4

2.5 Faktor resiko


a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada
sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago
yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada
orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan
mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah
yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot
yang menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang
cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang
bisa mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan
kerentanan sendi terhadap OA.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi
OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini
dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca menopause.
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam
gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi
seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial
pada osteoartritis.
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan pada
sendi.
Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada sendi dapat
menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi.5,6,7

2.6 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat
dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta
diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi. Perubahan
tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi,
disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan,
perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari
kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang
merangsang makrofag untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi
matriks ekstraseluler.5
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :8
1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk menahan kekuatan
tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan
yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri
akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi,
yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi
dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan
timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru
(osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali persendian. Dengan menambah luas
permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal
tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi.
Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-
tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral
merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat
(eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti
nyeri sendi, kaku, dan deformitas.6,7,8
Pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis serta distorsi.
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan
komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi
seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa
sakit.6
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi
seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau
ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada
sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses
keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi
serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal.
Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik
dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta
penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan
gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.5,7

Gambar 2.1 Osteoarthritis


Sumber: www.emedicine.com
2.7 Gejala Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya
telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat
dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA
masih tergolong dini ( secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti
dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA
berasal dari luar kartilago.7
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang
timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum
tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,
inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke
osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber
nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band.7,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.7
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya
tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi
berubah.7
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis.
Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih
jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.7

h. Perubahan gaya berjalan


Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu
berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.7

2.8 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-masing
tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

2.9 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran
radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya

kista, dan sklerosis subchondral. 10

Gambar 2.2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis


lutut.
Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi
(tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai
terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan
destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 2.3 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan


menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan
osteofit (panah).9

b. Pemeriksaan Laboratorium dan MRI


Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi masih
dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai
peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein. 10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang
diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit ini sudah bisa
dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
2.10 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi
yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh
karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan,
agar pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan
pendekatan multidisiplin atau holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
I. Nonfarmakologis: 11
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).
II. Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:
tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,
superoxide desmutase dan sebagainya.
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP.
Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan
belum dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan
cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987
c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit
pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik
bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok
vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel.
Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien
OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek
metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif
melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim
dan bermanfaat dalam terapi OA
f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in
vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan
proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara
langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide
dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan
campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat
digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac

3. Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama
dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan
untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya
melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam
bidang reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi
yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs
atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs.
Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang
timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari
sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga
tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-
sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular
biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-
turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml
Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat
timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril.
Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya
harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya
adalah Hyalgan, dan Osflex.

4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu
risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang
sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus
repair (Thomas, 2000).
2. . Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-
density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh
ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi
meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,
Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles Of


Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of
arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum.
58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo, Churchill
Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the United States:
arthritis data from the Third National Health and Nutrition Examination Survey 1991–
1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal
15 maret 2013.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin
Exp Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
OSTEOARTRITIS REMATOID ARTRITIS ARTRITIS GOUT Spondilitis Ankilosis (SA) / Marie Strumpell disease atau Bechterew's disease
Etiologi : Etiologi : Etiologi : Etiologi :
Inflamasi Faktor genetik, autoimun Metabolik akibat penimbunan Genetik
Idiopatik kristal Monosodium urat Sistem imun : adnya peningkatan IgA dan berhubungan erat dengan HLA B27
monohidrat.
Predileksi :
Predileksi : Predileksi : Predileksi : Vertebra (menyerang insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa
Sendi-sendi besar : Vertebra, Sendi-sendi kecil : PIP Cenderung sendi bagian kapsul sendi). Sendi tersering : sacroiliaka.
panggul, lutut, dan pergelangan (Proximal Interphalangeal), proksimal Manisfestasi di luar tulang  mata (uveitis anterior akut), jantung (insufisiensi
kaki. MCP(Metacarpophalangeal), Kronik  terbentuk tofus di aorta, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, gangguan konduksi), paru
Cenderung sendi bagian distal. MTP (Metatarsophalangeal). cuping telinga, MTP-1, (fibrosis), dan sindroma kauda ekuina
Simetris Simetris olekranon, tendon achiles, dan jari
(menyerang pada membran tangan. Faktor risiko :
sinovial Asimetris Usia 2 - 4 tahun
Laki-laki : perempuan = 5 : 1
Riwayat keluarga dengan SA

Gejala : Gejala : Gejala : Gejala :


Gejala cenderung pada malam Gejala cenderung pada pagi hari Onset sewaktu-waktu Nyeri pinggang menjalar ke paha.
hari. Kaku dipagi hari berlangsung > Gejala memburuk pada malam hari.
Kaku dipagi hari berlangsung < 60 menit Kaku dipagi hari yang akan hilang bila melakukan aktifitas.
30 menit Nyeri punggung dan kejang otot berkurang bila membungkukkan badan
kedepan.

Gambaran radiologi : Gambaran radiologi : Gambaran radiologi Gambaran radiologi :


Terdapat osteofit Terdapat Periosteal Pada fase awal  asimetris, Erosi pada persendian antara tulang belakang dan tulang panggul (sendi
pembengkakan di sekitar sendi sakroiliaka) dan pembentukan jembatan antara tulang belakang yang
yang terkena dan edema jaringan menyebabkan kekakuan pada tulang belakang.
lunak sekitar sendi. Terlihat pengapuran ligamen-ligamen spina anterior dan posterior disertai
Fase lanjut  perubahan tulang demineralisasi korpus vertebra membentuk gambaran
pada MTP 1. Gout kronis  tophi bamboo spine
interoseus banyak
Laboratorium : LED meningkat

Anda mungkin juga menyukai