Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
Dosen Pembimbing: Ahmad Khusyairi,S.Kep.,Ners.,M.Kep

Kelompok 2 :

1. Merina H.Z 14201.08.160


2. Umi Asiseh 14201.08.160
3. Nur Aziza 14201.08.16033

SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PAJARAKAN-PROBOLINGGO
2019-2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga Makalah Konsep Remaja ini dapat diselesaikan tepat waktu. Semoga shalawat
serta salam dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, atas segenap keluarga, para
sahabat dan mereka yang setia kepadanya.
Harapan penulis dengan diselesaikanya makalah ini, semoga memberi manfaat baik
untuk diri sendiri agar dapat mengetahui lebih dalam mengenai Keperawatan Teori Model
Konseptual Keluarga ataupun untuk pembaca yang bisa menjadikan makalah ini sebagai
referensi.
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak
lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina Yayasan
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., M.Kes. selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong
3. Ns. Shinta Wahyusari. S.Kep,. M. Kep. Sp. Kep Mat selaku kepala prodi 1
keperawatan
4. Ns. Ahmad Khusyairi, S.Kep., M.Kep selaku dosen Keperawatan Kritis
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material
6. Rekan-rekan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Zainul Hasan Genggong Tingkat 4
Teriring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada saya
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiin.
Dalam penulisan makalah ini, saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan ruang dan waktu. Oleh sebab itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini

Genggong, Oktober 2019

2
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Ketua Kelompok

Ns. Ahmad Khusyairi, S.Kep., M.Kep

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Lembar Pengesahan..................................................................................... ii
Lembar Konsultasi ...................................................................................... iii
Daftar Isi ...................................................................................................... iv
BAB 1 Pendahuluan ....................................................................................
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 3
D. Manfaat ......................................................................................... 3
BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................
A. Definisi trauma brain injury ......................................................... 8
B. Etiologi dan patofisiologi .............................................................. 9
C. Penatalaksanaan ............................................................................ 11
D. Trend Dan Issue Journal Of Brain Tissue Saving Effects By Single-Dose
Intralesional Administration Of Neuroprotectin D1 On Experimental Focal
Penetrating Brain Injury In Rats (Journal Experiment) ................ 12
E. Trend issue of traumatic brain injury ............................................ 13
BAB III Penutup..........................................................................................
A. Kesimpulan ................................................................................... 15
B. Saran.............................................................................................. 15
Daftar Pustaka ............................................................................................. 16

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera otak traumatis (TBI) didefinisikan sebagai gangguan pada fungsi normal
Otak yang bisa disebabkan oleh benjolan, pukulan, atau tersentak ke kepala hinnga
menyebabkan cedera (journal of Mubashir Pervez, 2017).

Cidera cranial cerebral dalam berbagi literature disebutkan dengan berbagai


macam istilah lain yaitu Traumatic Brain Injury (TBI) yang pada intinya menyatakan
suatu cedera akut pada susunan syaraf pusat, selaput otak, syaraf kranial termasuk fraktur
tulang kepala, kerusakan jaringan lunak pada kepala dan wajah baik yang terjadi secara
langsung (kerusakan primer) maupun tidak langsung (kerusakan sekunder), yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis berupa gangguan fisik, kognitif, dan fungsi
psikososial baik bersifat sementara. Perubahan perfusi jaringan serebral tersebut sering
terjadi pada klien yang mengalami kecelakaan lalu lintas, benturan sehingga
mengakibatkan Cidera Otak. menurut jurnal dari S. galliazo 2018 menyatakan
bahwa sampai di tahun ini Cidera otak traumatis (TBI) adalah masalah kesehatan
masyarakat utama yang menjadi penyebab utama kehadiran departemen gawat darurat
dinegara maju (journal of S. gallizo, 2018)

Cedera otak traumatis (TBI) adalah masalah unik dalam dunia medis, komunitas
sosial dan ekonomi, dengan berbagai tantangan di berbagai Negara baik negara maju
maupun negara berkembang. Beban TBI adalah sangat besar, dengan perkiraan mengenai
insiden TBI berkisar dari 10 juta orang di seluruh dunia1 hingga 13 juta di Eropa dan
Amerika Utara saja, 2 dan hingga 14.000 per hari kematian akibat kejadian trauma.
(journal of Rand Wilcox vanden berg, 2019)

Cedera otak traumatis (TBI) adalah penyebab utama kematian dan morbiditas di
seluruh dunia. (journal of Rand Wilcox vanden berg, 2019)

Oleh sebab itu menurut jurnal Adam J. wels 2018, Cedera otak traumatis (TBI)
adalah masalah global dengan dampak sosial ekonomi yang sangat besar. Pemahaman

5
terkini tentang patofisiologi TBI telah mengarah pada pendekatan sistematis terhadap
manajemen di pra rumah sakit, ruang operasi dan pengaturan perawatan kritis.

Manajemen dini dalam penatalaksanaan TBI diarahkan untuk melindungi otak


dari cedera sekunder, diharapkan dapat mengurangi resiko dari kematian akibat TBI,
sehingga para tim medis menguapayan berbagai intervensi dalam penatalaksaan TBI
seperti dalam journal of Rand Wilcox vanden berg, 2019 yang menjadi trend dan issue
pada tahun 2019, yang mana akan dibahas didalam makalah keperawatan kritis ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian cedera otak trauma brain injury ?
2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari cedera otak trauma brain injury?
3. Apa saja manifestasi klinis dari cedera otak trauma brain injury?
4. Apa saja penatalaksanaan dari cedera otak trauma brain injury?
5. Apakah yang dibahas dalam Trend dan Issue journal untuk penatalaksanaan
cedera otak trauma brain injury?

A. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata ajar keperawatan kritis dan mengetahui
tentang TBI serta trend dan issue mengenai TBI pada saat ini.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari TBI
b. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi
c. Untuk mengetahuimanifestasi klinis TBI
d. Untuk mengetahui Trend dan Issue TBI
B. Manfaat
1. Untuk mahasiswa
Dapat mengatahui dan menambah wawasan tentang Trauma Brain Injury
serta trend dan issue yang saat ini terjadi yang membahas tentang TBI.

2. Untuk dosen

6
Sebagai tambahan literature dalam menambahan wawasan tentang Trauma
Brain Injury serta trend dan issue yang saat ini terjadi yang membahas tentang
TBI.
3. Untuk kampus
Untuk menjadi audit internal kualitas pengajar Untuk tambahan infomasi
dan bahan keperpustakaan dalam memberi materi pada mahasiswa mahasiswi
instusi pendidikan tentang Trauma Brain Injury serta trend dan issue yang saat
ini terjadi yang membahas tentang TBI.
4. Untuk pembaca
Untuk pembaca memahami dan mengetahui tentang Trauma Brain Injury
serta trend dan issue yang saat ini terjadi yang membahas tentang TBI.

7
BAB II

A. DEFINISI TRAUMA BRAIN INJURY


Cedera otak traumatis (TBI) didefinisikan sebagai gangguan pada fungsi normal
Otak yang bisa disebabkan oleh benjolan, pukulan, atau tersentak ke kepala hinnga
menyebabkan cedera (journal of Mubashir Pervez, 2018).
Cidera Otak Berat (COB) adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa perdarahan instertitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada
kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, Traumatic Brain Injury (TBI) yang pada
intinya menyatakan suatu cedera akut pada susunan syaraf pusat, selaput otak, syaraf
kranial termasuk fraktur tulang kepala, kerusakan jaringan lunak pada kepala dan wajah
baik yang terjadi secara langsung (kerusakan primer) maupun tidak langsung (kerusakan
sekunder), yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis berupa gangguan fisik,
kognitif, dan fungsi psikososial (Putri, 2013)
Klasifikasi cedera otak menurut journal dari Mubashir Pervez, 2018 yaitu :
1. Ringan
a. Hilangnya kesadaran berlangsung selama 6 sampai 24 jam.
b. Berkurangnya daya ingat yang ringan.
c. mengalami amnesia paska trauma sela beberapa jam.
d. Kekurangan motorik ringan.
2. Sedang
a. Hilangnya kesadaran lebih dari 24 jam.
b. Berkurangnya daya ingat yang ringan.
c. pasca trauma mengalami amnesia sehari
d. Kekurangan motorik ringan.
3. Berat
a. Hilangnya kesadaran berlangsung selama berhari-hari atau
minggu.
b. Berkurangnya daya ingat yang berat.
c. Mengalami amnesia beberapa minggu
d. Defisit motorik yang parah.
Sedangkan menurut jurnal dari Adam J wels, 2018 klasifikasi TBI keparahannya
penilaian berdasarkan keadaan klinis pasien yaitu menggunakan Glasgow koma scale
8
(GCS) skor GCS terdiri dari tiga komponen: respon membuka mata, respon verbal, dan
respon motor :
a. GCS 13-15 (ringan)
b. GCS 9-12 (sedang)
c. < 8 (berat)
B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
1. Etiologi
a) Trauma tajam
Menyebabkan cidera setempat dan menimbulkan cidera lokal.
Kerusakan lokal merupakan: contusion serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
b) Trauma tumpul
Trauma benda tumpul menyebabkan cidera menyeluruh (difusi)
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam bentuk: cidera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragik kecil,
multiple pada otak koma terjadi karena cidera menyebar pada heimisfer,
serebral, batang otak, atau kedua-duanya. (Wijaya, 2012).
2. Patofisiologi
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda
tajam. Cidera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat
atau lokal dan cidera yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat
ringannya cidera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cidera, kekuatan
benturan dan rotasi saat cidera.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses mekanik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pebuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood
Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / 100 gr jaringan otak, yang merupakan 15 %
dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung
sekuncup aktivitas Myocardial. (Wijaya, 2012).
C. Penatalaksanaan
9
1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Resusitasi dan manajemen awal pasien TBI harus dilakukan dengan hati-hati,
sistematis dan tanpa penundaan. trauma sangat rentan terhadap cedera otak
sekunder, yang pada dasarnya berupa hipoksia dan hipotensi, dan untuk
sebagian besar penderita TBIdilakukan pencegahan trauma sekunder, prioritas
awalnya diberikan kepada pasien yaitu menjaga jalan napas pasien,
pernapasan dan oksigenasi, dan sirkulasi jantung. Hal ini sangat penting dalam
konteks TBI, keadaan sadar berkurang lebih mungkin terkait dengan hilangnya
pemeliharaan jalan napas, dan cedera otak. (Adam J wels, 2018)
2. Pemeriksaan CT-SCAN
CT akurat akan menunjukkan keberadaan dan lokasi yang mengalami
pendarahan, patah tulang tengkorak, tekanan intrakranial, benda asing, dan
cedera jaringan lunak ekstrakranial. cedera ekstrakranial diduga lain juga
dapat diselidiki untuk selama pemeriksaan CT-SCAN. (Adam J wels, 2018)
3. Pemberian obat
obat penenang memiliki beberapa manfaat pada pasien TBI. Manfaat primer
adalah penekanan metabolisme otak, yang dapat mengurangi kebutuhan
oksigen dari otak yang terluka, dan kemudian mengurangi aliran darah ke
otak, contoh obat melalui intravena dengan propofol ataumidazolam yang
umumnya merupakan obat penenang, sering dilengkapi oleh analgesia opioid
seperti fentanil atau remifentanil. Namun, masing-masing obat memiliki
kelebihan dan kekurangan, terutama dengan penggunaan jangka
panjang.Propofol dapat mengakibatkan hipotensi yang harus ketat dihindari,
dengan rekomendasi tekanan darah saat ini menjadi pemeliharaan tekanan
darah sistolik. (Adam J wels, 2018)
4. Pembedahan
operasi pengangkatan sebagian dari tengkorak, yang dikenal sebagai
kraniektomi dekompresi, telah dipelajari untuk tujuan menghilangkan tekanan
intrakranial yang meningkat dan hasil yang lebih baik di TBI. (journal of
Mubashir Pervez, 2018).

10
D. Trend Dan Issue Journal Of Brain Tissue Saving Effects By Single-Dose
Intralesional Administration Of Neuroprotectin D1 On Experimental Focal
Penetrating Brain Injury In Rats (Journal Experiment)
Cedera otak traumatis (TBI) adalah penyebab utama kematian dan
morbiditas di seluruh dunia. Trauma primer diikuti oleh proses inflamasi sekunder
yang mungkin berlangsung selama berminggu-minggu, melibatkan banyak
mediator inflamasi langsung setelah trauma primer, ekstravasasi neutrofil,
pendarahan otak, aktivasi astrosit dan microglia juga dapat terjadi pada penderita
TBI berat.
cedera otak traumatis (TBI) diikuti oleh factor sekunder yaitu peradangan
di otak. Neuroprotectin D1 (NPD1) disintesis dari asam docosahexaenoic (DHA)
dan memiliki anti-inflamasi dan efek antiapoptotic dalam model eksperimental
penyakit neurodegenerative dan iskemia otak reperfusi. Hal ini tidak diketahui
apakah pemberian intralesi dari NPD1 ameliorates memiliki efek untuk
peradangan dan kematian sel setelah TBI yang parah. Oleh karena itu peneliti dari
jurnal ini meneliti efek dari NPD1. Sebanyak 30 tikus Sprague Dawley laki-laki
dengan berat antara 350 dan 450 g dengan teknik operasi kemudian tikus-tikus
secara acak diberikan pengobatan NPD1 (50 mg intralesionally, segera setelah
TBI) atau tanpa pengobatan.
Sebelumnya peneliti di swedia melakukan penelitian sesuai dengan aturan
yang sudah di tentukan di swedia, sebanyak 30 tikus dibagi menjadi 6 kelompok,
kemudian tikus-tikus tersebut dilakukan operasi sebelum dilakukan operasi tikus-
tikus tersebut sudah di anastesi terlebih dahulu, pada proses operasi dilakukan
sayatan daerah durameter dan diberikan NPD1 dengan dosis 50 mg, setelah itu
sayatan ditutup kembali dengan jahitan yang rapi kemudian tikus-tikus tersebut
dikembalikan ke ruang anatesi
Setelah di analisis didapatkan NPD1 selama 24 jam tidak mengakibatkan kondisi
lebih buruk seperti keparahan lesi, atau pendarahan. Tetapi pada 72 jam
selanjutnya keparahan lesi berkurang, didaptakn juga pada penelitian ini bahwa
pemberian NPD1 dapat mencegah kerusakan jaringan pada otak yang mengalami
TBI.
Penelitian ini terus dikembangkan oleh peneliti, namun penelitian ini juga
memiliki kekurangan yaitu dalam penentuan dosis yang harus diperhatikan dan

11
masih diteliti untuk menentukan dosis yang aman untuk diberikan pada pasien
TBI, kendala dalam penelitian ini juga terdapat pada biaya, peneliti masih harus
focus pada evaluasi yang komperhensif pada penelitian ini.
E. Trend issue of traumatic brain injury

TBI adalah perubahan dalam fungsi otak, atau perubahan dalam fungsi otak yang
disebabkan oleh kekuatan eksternal, salah satu tanda klinis dari tbiadalah sebagai berikut:
setiap periode penurunan kesadaran (loc), hilangnya daya ingat (amnesia retrograde) atau
setelah cedera (post traumatic amnesia pta), defisit neurologis, dan perubahan dalam
keadaan mental pada saat cedera (misalnya, kebingungan atau disorientasi).

Perawatan kritis di awal pasca trauma cedera otak (TBI) untuk menstabilkan
hemodinamik dan oksigenasi sistemik dengan tujuan mencegah cedera otak sekunder
karna gangguan neurobehavioral pasca terjadinya trauma akan terjadi ketika selama
perawatan gawat darurat atau perawatan intensive (ICU).

Mereka yang menderita tbi yang parah memiliki harapan hidup lebih rendah
daripada populasi umum, menghadapi rawat inap berkepanjangan dan rehabilitasi di
samping afektif jangka panjang, perilaku, kognitif, dan gangguan fisik, yang memiliki
dampak gangguan dalam hubungan interpersonal, kemandirian, dan bekerja. Selain itu,
TBI berat menimbulkan konsekuensi sosial ekonomi yang signifikan, dengan biaya medis
langsung dan tidak langsung diperkirakan sebesar 60 miliar pada tahun 2000, dengan
biaya dan produktivitas sangat lazim untuk mereka dalam perawatan medis dan
rehabilitas.

TBI sering dikategorikan sebagai ringan, sedang, atau berat menggunakan glasgow
coma scale (gcs) selama fase akut cedera, menilai 3 komponen: membuka mata, respon
verbal dan respon motorik.

Defisit kognitif terjadi pada hingga 80% pasien dengan signifikan TBI. Ada
berbagai macam defisit kognitif pada TBI, termasuk kehilangan memori (kemampuan
verbal dan nonverbal), gangguan pada fungsi eksekutif, penurunan gairah, gangguan
konsentrasi, gangguan perhatian, gangguan penghakiman, dan kontrol impuls. Defisit
kognitif setelah tbi. Tak lama setelah cedera ada periode koma dan kehilangan kesadaran,
seperti yang dijelaskan sebelumnya. Hal ini kemudian transisi ke periode delirium pasca-
trauma, melibatkan kelainan kognitif dan perilaku agitasi, kebingungan, dan disorientasi
12
yang dijelaskan sebelumnya. Selama 6 sampai 12 bulan ke depan adalah masa pemulihan
paling cepat dari fungsi kognitif.

1. Penatalaksanaan farmakologi untuk pasien TBI


a) Antikonvulsan
Antikonvulsan digunakan untuk mengobati beberapa gangguan
neuropsikiatri dari TBI, termasuk gangguan kejang, suasana hati labil,
impulsif, dan agresi. Serangkaian kasus melaporkan agitasi dan agresi yang
lebih rendah dengan asam valproik pada pasien TBI. Dosis dimulai pada
250 mg dua kali sehari ditingkatkan hingga 2000 mg per hari dengan
pantauan. Jarang ditemukan namun serius efek samping harus dipantau
termasuk trombositopenia, agranulositosis, transaminitis, dan
hiperamonemia.
Antikonvulsan adalah obat yang digunakan untuk mengembalikan
kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat mencegah atau mengatasi
kejang. Selain mengatasi kejang, antikonvulsan juga digunakan untuk
meredakan nyeri akibat gangguan saraf (neuropati).Saraf-saraf dalam sel
otak saling berkomunikasi melalui sinyal listrik, sehingga dapat
memerintahkan tubuh untuk bergerak atau bertindak. Pada kondisi kejang,
jumlah rangsangan sinyal listrik saraf melebihi batas normal. Perubahan
rangsangan sinyal saraf tersebut dapat disebabkan oleh cedera pada otak,
tumor otak, stroke, atau gangguan di luar otak, misalnya gangguan
elektrolit. Obat antikonvulsan dapat menormalkan kembali rangsangan di
sepanjang sel saraf, sehingga kejang dapat dicegah atau diatasi. Contoh
obat adalah diazepam.
Diazepam adalah salah satu jenis obat benzodiazepine yang dapat
memengaruhi sistem saraf otak dan memberikan efek penenang. Diazepam
bekerja dengan cara mempengaruhi neurotransmiter, yang berfungsi
memancarkan sinyal ke sel otak. Obat ini digunakan untuk mengatasi
gangguan kecemasan, insomnia, kejang-kejang, gejala putus alkohol akut,
serta digunakan sebagai obat bius sebelum operasi.
b) Alpha-2 antagonis
Obat jenis seperti guanfacine, dan dexmedetomidine digunakan untuk
mengurangi overdrive adrenergik yang terlihat dalam pasien dengan
13
delirium hiperaktif di ICU. Dexmedetomidine, yang sangat selektif alpha-2
adrenergik reseptor agonis, telah diteliti dan bermanfaat dalam mencapai
sasaran agitasi sedasi skala pada pasien di ICU. Hal ini menjadi lebih
umum digunakan dalam pengaturan ICU, dan merupakan agen obat
penenang yang sering digunakan, penggunaannya sangat mengurangi
pengembangan delirium lebih, obat lainnya seperti, namun tekanan darah
harus dipantau, dan efek samping adalah hipotensi.
Propofol adalah obat yang digunakan dalam proses pembiusan
ketika seseorang akan menjalani tindakan pembedahan. Obat ini berfungsi
untuk menenangkan dan menurunkan tingkat kesadaran pasien selama
tindakan berlangsung.
Obat ini digunakan untuk menurunkan tingkat kesadaran pasien sebelum
melakukan tindakan medis, bukan sebagai penahan rasa sakit. Propofol
bekerja dengan mengganggu sinyal di dalam otak yang merespon rasa sakit
dan ingatan selama prosedur berlangsung.
c) Pengobatan kognitif pasca trauma
Defisit awal rehabilitasi kognitif dan fisik sangat penting untuk pemulihan
kognitif pasca trauma. Ini harus dimulai di icu, setelah pasien sadar dan
mampu untuk melakukan aktivitas dasar di icu dilatih untuk melakukan
gerakan dasar karna pergerakan sangat membantu untuk pemulihan
kognitif. Di luar ruang icu, juga dilakukan terapi karna rehabilitasi kognitif
penting, terutama dalam 6 bulan pertama setelah cedera.
d) Jenis dopaminergik
Agen dopaminergik seperti amantadine, bromocriptine, dan levodopa yang
umum digunakan agen dopaminergik, dan pada pasien TBI bermanfaat
untuk menstabilkan lobus frontal yang menurun . Amantadine
meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake, dan
meningkatkan aktivitas di reseptor pasca trauma. Amantadine telah terbukti
untuk meningkatkan tingkat pemulihan fungsional selama pengobatan aktif
pada pasien dengan gangguan kesadaran disebabkan oleh TBI, dan
tampaknya menjadi cara yang efektif dan aman untuk mengurangi
frekuensi dan keparahan mudah marah dan agresi. Pada dosis 200 sampai
400 mg, pada dosis tinggi dikhawatirkan mengakibtkan resiko kejang.

14
Neurotransmiter dopamin diproduksi di otak tengah, tepatnya di
neuron dopaminergik. Secara anatomis bagian ini terletak pada area
ventral tegmental di bagian dasar otak tengah. Bagian yang aktif
memproduksi adalah subtantia nigra bagian pars compacta serta pada
arcuate nukleus di hipotalamus. opamin memegang peranan penting dalam
banyak fungsi tubuh manusia. Oleh sebab itu, ketika substansi ini sampai
mempengaruhi fungsi tubuh akibat kadarnya yang berlebih atau meurun,
maka tindakan untuk menambah atau memodifikasi efek dopamin bisa
dilakukan.
e) Psychostimulants
Obat psikostimulan yang banyak digunakan pada pasien TBI,
psychostimulants seperti amphetamine dan methylphenidate menghasilkan
stimulasi ssp luas untuk meningkatkan aktivitas katekolamin dengan
menghalangi reuptake dopamin dan norepinefrin. Kedua jenis diawali pada
2,5 mg (mulai rendah,), dan dosis pertama dapat diberikan lebih awal di
600, dengan dosis selanjutnya setiap 2 jam untuk memantau respon, dengan
dosis terakhir. Dosis maksimum untuk kedua obat adalah 60 mg/ hari.
Denyut jantung dan tekanan darah harus dipantau pada pasien dimulai pada
jenis ini. Modafinil adalah stimulan ssp yang bekerja pada sejumlah jalur
(monoamine, glutamat, gaba, orexin), dan selektif ke daerah-daerah otak
yang mana bermanfaat untuk menjaga pola istirahat dan tidur, dan ritme
sirkadian terjaga, obat tersebut berpikir untuk merangsang daerah-daerah
tertentu untuk mengatur dan menjadi normal. Modafinil dapat dimulai pada
25 atau 50 mg setiap hari di pagi hari, dengan dosis maksimum 400 mg
seharicedera otak traumatis.

15
BAB III

A. KESIMPULAN

Cedera otak traumatis (TBI) didefinisikan sebagai gangguan pada fungsi normal
Otak yang bisa disebabkan oleh benjolan, pukulan, atau tersentak ke kepala hinnga
menyebabkan cedera (journal of Mubashir Pervez, 2018).

Menurut jurnal dari Adam J wels, 2018 klasifikasi TBI keparahannya penilaian
berdasarkan keadaan klinis pasien yaitu menggunakan Glasgow koma scale (GCS) skor
GCS terdiri dari tiga komponen: respon membuka mata, respon verbal, dan respon
motorik.

Mereka yang menderita TBI yang parah memiliki harapan hidup lebih rendah
daripada populasi umum, menghadapi rawat inap berkepanjangan dan rehabilitasi di
samping afektif jangka panjang, perilaku, kognitif, dan gangguan fisik, yang memiliki
dampak gangguan dalam hubungan interpersonal, kemandirian, dan bekerja. Selain itu,
TBI berat menimbulkan konsekuensi sosial ekonomi yang signifikan, dengan biaya medis
langsung dan tidak langsung diperkirakan sebesar 60 miliar pada tahun 2000, dengan
biaya dan produktivitas sangat lazim untuk mereka dalam perawatan medis dan
rehabilitas.

Perawatan kritis di awal pasca trauma cedera otak (TBI) untuk menstabilkan
hemodinamik dan oksigenasi sistemik dengan tujuan mencegah cedera otak sekunder
karna gangguan neurobehavioral pasca terjadinya trauma akan terjadi ketika selama
perawatan gawat darurat atau perawatan intensive (ICU). Karna (TBI) merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas resiko kematian di dunia sehingga
pengobatannya merupakan sebuah tantangan untuk spesialis perawatan kritis.

B. SARAN

Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang
kamiuraikan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk memperbaiki makalah selanjutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Mubasir Pervez, MD, Ryan S. Kitagawa, Md, Tifflany R . Chang, MD


.Definition Of Traumatic Brain Injury, Neurosurgery, Trauma
Orthopedics, Neuroimaging, Psychology,And Psychiatry In Mild
Traumatic Brain Injury.2018.: https://doi.org/10.1016/j.nic.2017.09.010.
B. Rand Wilcox Vanden Beng Johan Davidsson Erik Lidin Maria Angeria
Marten Risling Mattias Gunther. Brain tissue saving effect by single-dose
intralesional administration of neuroprotectin d1 on experimental focal
penetrating brain injury in ras. https://doi.org/10.1016/j.jocn.2019.03.032
C. Jefferson Building Suite 607, 80 Saymour Street, Po Box 5037 Hartford
Ct Usa The Vivian L. Psychomatic medicine Departeman of psychiatry.
https://doi.org/10.1016/j.nic.2017.09.010
D. Adam J Wells Peter JA Hutchinson. The management of traumatic brain
injury. https://doi.org/10.1016/j.nic.2017.09.010

xvii

Anda mungkin juga menyukai