Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Perilaku Perawat


2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup yang
bersangkutan. Dilihat dari sudut pandang biologis, semua makhluk
hidup berperilaku karena mempunyai kegiatan masing-masing
(Notoatmodjo, 2012). Sedangkan pendapat Sudarmo, Helmi, &
Marlinae, (2016) Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja perawat di
rumah sakit sangat penting, karena tindakan perawat sekecil apapun
dapat menimbulkan risiko terhadap perawat dan pasien.

Perilaku perawat dalam penggunaan alat pelindung diri merupakan


tindakan dalam menggunakan alat yang tersedia untuk melindungi
seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi
bahaya atau infeksi (Yusnita, 2017).

2.1.2 Pembentukan Perilaku


Ada beberapa cara pembentukan perilaku menurut Yusnita (2017)
diantaranya:
1. Kebiasaan
Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri untuk
bertindak/berperilaku seperti yang diharapkan.

2. Pemahaman
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pemahaman. Cara ini
berdasarkan teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai
adanya pemahaman.

3. Menggunakan model
Cara ini didasarkan atas adanya contoh dalam melakukan tindakan
seperti yang diharapkan.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menurut (Wijayanto, 2015) :
1. Faktor Predisposisi
a. Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh seseorang.
Pendidikan seseorang mempengaruhi pola fikir dalam
menghadapi pekerjaan. Biasanya semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat dan dipelajari oleh orang tersebut.

b. Umur
Dalam perjalanan hidup, manusia akan mengalami perubahan
fisik dan mental tergantung dari jenis pekerjaan. Biasanya usia tua
memiliki tenaga fisik lebih terbatas dari pada usia muda.

c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan proses dari yang tidak tahu menjadi tahu
melalui hasil dari pengamatan dan pengalaman individu terhadap
suatu hal baru yang dapat berguna bagi individu tersebut.

d. Sikap
Reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu objek. Sikap secara nyata meunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap objek tertentu.

e. Masa Kerja
Pengalaman seseorang dalam bekerja dapat diperoleh berdasarkan
masa kerja, semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
banyak pula pengalaman yang. Semakin lama seseorang bekerja
maka mereka akan lebih berhati-hati dalam bekerja karena
mereka sudah paham akan risiko akibat dari bekerja jika kurang
hati-hati.
2. Faktor Pemungkin
a. Ketersediaan Alat Pelindung Diri
Perubahan perilaku kadang-kadang membutuhkan dukungan
material dan penyediaan sarana. Alat pelindung diri harus tersedia
baik kecukupan dan jenisnya dalam melindungi seluruh atau
sebagian tubuh.

b. Informasi
Biasanya semakin banyak orang memiliki informasi dapat
mempengaruhi atau menambah pengetahuan terhadap seseorang
dan dengan pengetahuan tersebut bisa menimbulkan kesadaran
yang akhirnya seseorang itu akan berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.

3. Faktor Penguat
a. Pengawasan
Pengawasan termasuk segala usaha penegakan peraturan yang
harus dipatuhi dan salahsatu cara guna meningkatkan keselamatan
kerja.

b. Motivasi
Dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau
berperilaku yang tidak terlepas dari kebutuhan, yaitu suatu
potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon.

c. Kebijakan
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit.
d. Hukuman dan Penghargaan
Hukuman adalah konsekuensi yang diterima sebagai bentuk
akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman tidak hanya
berorientasi untuk menghukum tenaga kesehatan yang melanggar
peraturan melainkan sebagai kontrol terhadap lingkungan kerja
sehingga terlindungi dari kecelakaan kerja.

2.2 Konsep Kepatuhan


2.2.1 Definisi Kepatuhan
Kepatuhan petugas profesional (perawat) adalah sejauh mana perilaku
seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan
pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit (Sitorus & Sunengsih,
2016)

Kepatuhan diartikan sebagai kesetiaan, ketaatan dalam melakukan


prosedur yang telah dibuat dan merupakan tingkat seseorang
melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang
disarankan atau dibebankan kepadanya (Asmi, 2017).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan menurut (Sari, 2016)
antara lain :
1. Status lokasi
Semakin penting lokasi tempat diberikan alat pelindung diri maka
semakin tinggi pula tingkat kepatuhan.

2. Tanggung jawab personal


Semakin besar tanggung jawab seseorang maka tingkat kepatuhan
akan meningkat.

3. Legitimasi dari figur otoritas


Legitimasi dalam hal ini dapat diartikan seberapa jauh seseorang
mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan, atau
kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Sekelompok orang
cenderung untuk memenuhi perintah dari orang lain jika mereka
mengenal otoritas mereka dengan baik secara moral maupun hukum
yang berlaku dalam berbagai situasi.

4. Status dari figur otoritas


Status tinggi mengakibatkan pada peningkatan kepatuhan dalam
melakukan tindakan.

5. Dukungan rekan
Jika seseorang memiliki dukungan sosial dari teman mereka untuk
tidak patuh, maka ketaatan mungkin akan berkurang.

6. Kedekatan dengan figur otoritas


Semakin dekat jarak instruksi dari s otoritas maka tingkat kepatuhan
semakin tinggi.

Perilaku kepatuhan dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor yang


dikategorikan menjadi faktor internal seperti pengetahuan, kepribadian
sikap, persepsi dan kemampuan, motivasi, sedangkan faktor eksternal
seperti karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik
pekerjaan dan karakteristik lingkungan (Mardiana, 2017).

2.3 Konsep Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


2.3.1 Pengertian
Suatu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi di
rumah sakit. Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi
antara pejamu, agen infeksi serta cara penularan. Identifikasi faktor
risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat
mengurangi insiden terjadinya HAIs, baik pada pasien ataupun pada
petugas kesehatan (Adhiwijaya, 2017).

Menurut Kemenkes PPI, 2017 Infeksi Terkait pelayanan kesehatan atau


HAIs (Health Care Associated Infections) adalah infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatan dirumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lain nya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dalam rumah
sakit tapi muncul pada saat pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan
pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan
kesehatan dan fasilitas.

2.3.2 Tujuan Dan Sasaran


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat
dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan dan untuk
sasaran Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan disusun untuk
digunakan oleh seluruh pelaku pelayanan di fasilitas pelayanan
kesehatan (Menteri Kesehatan RI, 2017).

2.3.3 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi menurut Menkes RI
(2017) :
1. Peningkatan daya tahan pejamu
Daya tahan pejamu dapat ditingkatkan dengan pemberian imunisasi
aktif (contoh vaksinasi hepatitis B) atau pemberian imunisasi pasif
(immunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2. Inaktivasi agen penyebab infeksi


Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun
kimiawi. Contoh metode fisik, pemanasan (sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air,
disinfeksi peralatan dan lingkungan, serta penggunaan antibiotika.

3. Memutus rantai penularan


Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada
ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu
“Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan yaitu “Standard Precaution” (Kewaspadaan
berdasarkan cara penularan).

4. Tindakan pencegahan pasca pajanan terhadap petugas kesehatan


Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang
ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering
terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, hepatits
C, dan HIV (Human Immunodeficiency Virus).

2.3.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup program PPI meliputi kewaspadaan isolasi, penerapan
PPI terkait pelayanan kesehatan HAIs berupa langkah yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs, surveilans HAIs,
pendidikan dan pelatihan serta penggunaan anti mikroba yang bijak.
Disamping itu, dilakukan monitoring melalui Infection Control Risk
Assesment (ICRA), audit dan monitoring lainnya secara berkala. Dalam
pelaksanaan PPI wajib menerapkan seluruh program PPI (Adhiwijaya,
2017).

2.3.5 Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di ruang isolasi


Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan bagi pasien yang memerlukan isolasi, maka akan
diterapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi (MenKes RI, 2017) yaitu :
1. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang
telah didiagnosis,diduga terinfeksi atau kolonisasi sehingga penting
sekali pemahaman dan kepatuhan perawat untuk menerapkan
Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi. Terdapat 11 (sebelas)
komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam
kewaspadaan standar diantaranya kebersihan tangan, Alat Pelindung
Diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan
lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen,
perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene
respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan
praktik lumbal pungsi yang aman.

2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan Kewaspadaan
Standar yang dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis dan setelah
terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis kewaspadaan berdasarkan
transmisi sebagai berikut:
a. Melalui kontak
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan risiko timbulnya
HAIs, terutama risiko transmisi mikroba yang secara
epidemiologi diakibatkan oleh kontak langsung atau tidak
langsung.
1) Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit
yang terbuka dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi. Misalnya
pada saat petugas membalikkan tubuh pasien, memandikan,
membantu pasien bergerak, mengganti perban, merawat oral
pasien Herpes Simplex Virus (HSV) tanpa sarung tangan.

2) Transmisi kontak tidak langsung, kontak dengan cairan sekresi


pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas
yang belum dicuci atau benda mati dilingkungan pasien,
misalnya instrumen, jarum, kasa, mainan anak, dan sarung
tangan yang tidak diganti.
3) Hindari menyentuh permukaan lingkungan lain yang tidak
berhubungan dengan perawatan pasien sebelum melakukan
aktivitas kebersihan tangan (hand hygiene).

4) Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata,


hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan
terkontaminasi/tanpa sarung tangan.

b. Melalui droplet
Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet yang dikeluarkan
pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction,
bronkhoskopi, melayang di udara dan akan jatuh mengenai
mukosa atau konjungtiva, untuk itu dibutuhkan APD atau masker
yang memadai, bila memungkinkan dengan masker 4 lapis atau
yang mengandung pembunuh kuman (germ decontaminator).

c. Melalui udara (Airborne Precautions)


Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila
seseorang atau perawat menghirup percikan partikel yang
mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara dapat terhirup oleh individu atau perawat
lainnya rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber
mikroba. Penting mengupayakan pertukaran udara >12 x/jam (12
Air Changes per Hour/ACH).

d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan).

e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus).

2.3.6 SOP Alat Pelindung Diri (APD)\Kemenkes, 2017


1. Sarung tangan
a. Siapkan peralatan.
b. Meletakkan set sarung tangan steril pada trolley yang bersih dan
kering setinggi atau di atas pinggang.
c. Mencuci tangan dan keringkan.
d. Untuk sarung tangan steril yang masih terbungkus: Membuka
pembungkus sebelah luar dengan hati-hati dengan hanya
menyentuh bagian luarnya saja. Untuk sarung tangan steril re-use
yang sudah disterilkan: Buka tutup tromol atau baki instrumen,
kemudian ambil sarung tangan steril dengan menggunakan
korentang.
e. Dengan menggunakan tangan yang tidak dominan, ambil ujung
sarung tangan steril yang terlipat (untuk sarung tangan re-use
steril pegang bagian dalam dari sarung tangan) dan angkat
dengan hati-hati dengan ujung jari sarung tangan mengarah ke
bawah.
f. Jaga kesterilan dengan menghindarkan sarung tangan
bersentuhan dengan benda yang tidak steril.
g. Memasukkan jari-jari tangan ke dalam sarung tangan sesuai
tempatnya. Mengatur dan merapikan sarung tangan yang
terpasang dengan hanya menyentuh daerah yang steril saja
h. Dengan tangan dominan yang sudah bersarung tangan masukkan
jari-jari tangan (kecuali ibu jari) ke dalam lipatan sarung tangan
yang belum terpasang secara hati-hati dan ambil sarung tangan
tersebut dengan mengangkat ke atas. Lakukan prosedur
pemasangan sama dengan prosedur pada bagian (e).

2. Masker
a. Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika
menggunakan kaitan tali karet atau simpulkan tali di belakang
kepala jika menggunakan tali lepas).
b. Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.
c. Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung
dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk.
d. Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di
bawah
dagu dengan baik.
e. Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat
dengan benar.

3. Gaun Pelindung
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga
bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.

4. Sepatu Pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki petugas
dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan
alat kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal.
Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang
menutup seluruh permukaan kaki.

5. Topi Pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan
juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari
percikan darah atau cairan tubuh dari pasien.
Indikasi pemakaian topi pelindung:
a. Tindakan operasi
b. Pertolongan dan tindakan persalinan
c. Tindakan insersi CVL
d. Intubasi Trachea
e. Penghisapan lendir massive
f. Pembersihan peralatan kesehatan
2.4 Konsep HAIs (Healthcare Associated Infections)
2.4.1 Pengertian
Healthcare Associated Infections merupakan infeksi yang didapat di
rumah sakit, yang terjadi pada pasien selama perawatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan
tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi
muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada
petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (Sapardi,. etl al, 2018).

2.4.2 Proses Terjadinya Healthcare Associated Infections (HAIs) :


1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala ataupun dalam
masa inkubasi infeksi.
2. Infeksi terjadi 2x24 jam setelah melakukan perawatan pada pasien
baru.
3. Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme
yang berbeda dan mikroorganisme penyebab sama pada saat
melakukan perawatan pada pasien baru tetapi lokasi infeksi berbeda.
4. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit sehinngga
jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak daripada
ditempat lain
5. Adanya kontak langsung dengan pasien yang dapat menularkan
kuman pathogen dan penyakit lainnya.
6. Penggunaan alat yang telah terkontaminasi oleh kuman.
7. Kelalaian dalam melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
prosedur.

2.4.3 Faktor yang mempengaruhi Healthcare Associated Infections


(HAIs)
1. Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
2. Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised):
penderita dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas,
pengguna obat-obat imunosupresan.
3 Gangguan/Interupsi barier anatomis:
1. Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih
(ISK).
2. Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi
(IDO) atau “surgical site infection” (SSI).
3. Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian
“Ventilator Associated Pneumonia” (VAP).
4. Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD
e. Luka bakar dan trauma.
4 Implantasi benda asing :
a. Pemakaian mesh pada operasi hernia.
b. Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi,
alat pacu jantung.
c. “cerebrospinal fluid shunts”.

2.4.4 Pencegahan Healthcare Associated Infections (HAIs)


Kegiatan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko HAIs
merupakan komponen penting dari program pencegahan dan
pengendalian infeksi yang komprehensif. Berikut merupakan Pedoman
yang dibuat oleh Tim PPI menurut Jayanti (2015) :
1. Rekomendasi terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian Rumah
Sakit
2. Rekomendasi Hand Hygiene
3. Universal Precaution di Rumah Sakit
4. Contact Precaution di Rumah Sakit
5. Pencegahan dan manajemen Multi-drug Resistant Organisms
6. Pencegahan Ventilator-Associated Pneumonia
7. Pencegahan Infeksi Luka Operasi
8. Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer
9. Pencegahan Catheter-Associated Urinary Tract Infections

Landasan dari upaya untuk mengurangi HAIs di rumah sakit adalah


program pencegahan dan pengendalian infeksi yang efektif. Pasien,
petugas kesehatan, dan pengunjung juga dapat menjadi mitra dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi.

2.4.5 Jenis Healthcare Associated Infections (HAIs)


Menurut Kemenkes, (2017) Jenis Healthcare Associated Infections
(HAIs) yang paling sering terjadi yaitu :
a. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
b. Infeksi Aliran Darah (IAD)
c. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
d. Infeksi darah Operasi (IDO)

Menurut sistem National Nosocomial Infections Surveillance (NNIS)


dari Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) tahun 1994
dalam Dzikrina (2015), terdapat lokasi utama dan lokasi spesifik
Healthcare Associated Infections (HAIs) yang tampak pada tabel
dibawah ini:

Tabel 2.1 Daftar lokasi utama HAIs dan Lokasi Spesifik HAIs pada
kulit dan jaringan lunak .

Kode Lokasi Healthcare Associated Infections (HAIs)


UTI Urinary Tract Infection
SSI Surgical Site Infection
PNEU Pneumonia
BSI Bloodstream Infection
BJ Bone and Joint Infection
CNS Central Nervous System Infection
EENT Eye, Ear, Nose, Throat, or Mouth Infection
GI Gastrointestinal System Infection
LRI Lower Respiratory Tract Infection, Other Than Pneumonia
REPR Reproductive Tract Infection
SST Skin and Soft Tissue Infection
SKIN Skin
ST Soft tissue
DECU Decubitus ulcer
BURN Burn
BRST Breast abscess or mastitis
UMP Omphalitis
PUST Infant pustulosis
CIRC Newborn circumcision
SYS Systemic Infection

2.5 Konsep Penelitian


Skema 2.1
Kerangkap Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent


Kepatuhan pencegahan dan
Perilaku Perawat pengendalian healthcare
associated infections di RSU.
2.6 Hipotesa Penelitian Sari Mutiara Lubuk Pakam
Ha : Ada hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan pencegahan
2019.
dan pengendalian healthcare associated infections di ruang
isolasi di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam 2019.
H0 :Tidak ada hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian healthcare associated infections
di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam 2019.

Anda mungkin juga menyukai