Anda di halaman 1dari 10

NAMA : M.

IRVAN PRATAMA

NPM : 15311328

UTS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM

1.AL-QUR’AN

A. PENGERTIAN AL-QUR’AN

Etimologi = Al-Qur’an –> Qara’a – Yaqra’u – Qur’anan yang berarti bacaan.

Terminologi = Al-Qur’an adalah Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad saw., ditulis dalam Mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan
membacanya adalah ibadah.

Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan
kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, sesuai
dengan firmannya sebagai berikut:
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al=Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS 15:9)
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an. Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS 4:82

kita dapat meyimpulkan bahwa Alquran adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah,
turunnya secara bertahap melalui malaikat Jibril., pembawanya Nabi Muhammad Saw., susunannya
dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat Al-Nas, bagi yang membacanya bernilai
ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad
Saw., keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik.

B. KEDUDUKAN AL-QURAN
Sebagai sumber Tasyri’(hukum) Islam, Al-Quran berkedudukan sebagai sumber hukum yang
pertama dan utama, tidak ada satu jenis hukumpun yang tidak terdapat dasar-dasarnya dalm
Al-Quran. Sebagaimana firman Allah SWT.:
“tidaklah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.” QS. Al An’am, 6:38
Kedudukan Al-Quran itu sebagai sumber pertama dan utama bagi sumber hukum Islam
sehingga seluruh ketetapan hukum supaya berpegang kepada Al-Quran dalam pembuatannya,
baik secara tersurat maupun tersirat. Sebagaimana isyarat Allah SWT. Dalam Al-Quran:
“maka berpegang teguhlah kamu kepada apa (agama) yang telah diwahyukan kepadamu.
Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.” QS. Az-Zukhruf, 43:43.

C.FUNGSI AL-QUR’AN

1. Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)


2. Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
3. Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10:
37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
4. Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
5. Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
6. Sebagai pemberi kabar gembira
7. Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
8. Sebagai peringatan
9. Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
10. Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
11. Sebagai pelajaran

12. · Al- Huda (petunjuk), bahwa al-qur’an adalah petunjuk bagi kehidupan manusia disamping
sunnah Rasul yang merupakan yang kedua yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia.
13. · Al-Furqan (pembeda). Sebagaimana firman Allah “Bulan Ramadhan adalah bulan yang
diturunkannya al-qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yan batil)..(QS. Al-Baqarah : 185).
14. · Al-Syifa (obat). Sebagaimana firman Allah “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada….(QS. Yunus : 57).
15. · Al-Mau’izhah (nasihat). Sebagaiman firman Allah “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi
seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran : 38).[7]

D.KANDUNGAN AL-QUR’AN

1. Prinsip-prinsip keimanan(tauhid) kepada Allah swt., malaikat, rasul, hari akhir, qadha dan qadar,
dan sebagainya.
2. Prinsip-prinsip syari’ah baik mengenai ibadah khusus maupun ibadah umum sepertiperekonomian,
pemerintahan, pernikahan, kemasyarakatan dan sebagainya.

3.. Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat
dosa (nadzir).

4. Kisah para nabi dan Rasul Allah swt. serta umat-umat terdahulu ( sebagai i’tibar / pelajaran ).

5. Konsep ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang masalah ketuhanan ( agama ), manusia, masyarakat
maupun tentang alam semesta.( astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian,
kesehatan, teknologi, sastra, budaya, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.)

E.KODIFIKASI AL QURAN

Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama 22 tahun 2 bulan 22 hari ,sekitar 13
tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun setelah hijrah. Al Quran terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6.236
ayat. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah disebut ayat-ayat Makiyyah sebanyak 4.780 ayat yang
tercangkup dalam 86 surat,sedangkan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah disebut ayat-ayat
Madaniyah sebanayk 1.456 ayat yang tercangkup 28 surat.Isi ayat-ayat makiyyah banyak
mengedepankan prinsip-prinsip dasar kepercayaan meletakkan kaidah-kaidah umum
syariah(peraturan) dan akhlak,dan ayat-ayatnya pendek.

Adapun ayat madaniyyah menerangkan aspek syariah baik menyangkut tentang ibadah maupun
muamalah dan akhlak.

Ayat-ayat yang diturunkan tersebut dihapal oleh Rasul, lalu dihapalkan oleh sahabat-sahabat rasul dan
diajarkan kepada orang lainnya.

2. AS-SUNNAH

Sunnah dalam bahasa berarti tradisi, kebiasaan adat-istiadat. Dalam terminologi Islam, sunnah berarti
perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (af’al, aqwal, dan taqrir).

Dalam mengukur keotentikan suatu hadits (As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu ilmu yang
dikenal dengan ”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadits, para
muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan periwayat hadits
tersebut yang dengan sanaad.

A.Macam-macam As-Sunnah:

 ditinjau dari bentuknya


1. Fi’li (perbuatan Nabi)
2. Qauli (perkataan Nabi)
3. Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)

 ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya

1. Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak


2. Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada
derajat mutawir
3. Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.

 Ditinjau dari kualitasnya

1. Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah


2. Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan
pembawaannya yang kurang baik.
3. Dhaif, yaitu hadits yang lemah
4. Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.

 Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya

1. Maqbul, yang diterima.


2. Mardud, yang ditolak.

B.KEDUDUKAN AS-SUNNAH / HADITS

1. Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an


2. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)
3. Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’,
4: 65)

Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan
mengalami kesulitan-kesulitan seperti :

1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an
dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci
adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti
pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.

4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang
diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan
bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.

C.HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN

1. Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat umum).

2. Sebagai Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an ).

3. Sebagai Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ).

D.PERBEDAAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM

Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara
keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :

1. – Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.

- As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.

2. – Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.

- Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula
Hadits yang Dhaif .

3. – Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.

- As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.

4. – Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka
setiap muslim wajib mengimaninya.

- Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap
muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :

- Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat,
sedangkan;

- Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-
dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar
berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup
memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.

3. IJTIHAD

A.PENGERTIAN IJTIHAD

Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja


semaksimal munggkin.

Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki syarat-syarat
tertentu, untuk merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang
belum ditetapkan hukumnya secara explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Ra’yu mencakup 2 pengertian, yaitu :

1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh
al-Qur’an dan as-Sunnah.

2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu
ayat atau Hadits.

Dari segi bahasa, Ijtihad berarti sungguh-sungguh. Menurut istilah Ulama Fiqih, Ijtihad ialah
mengerahkan segenap kemampuan berpikir untuk mencari dan menetapkan hukum-hukum syara, dari
dalil-dalilnya yang tafshili (terinci).

Jadi: merupakan suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum dalil-dalil, untuk itu dan
sebagai cara untuk memberikan ketentuan hukum yang timbul karena tuntutan kepentingan hokum

B.Dasar Hukum Ijtihad

Ø Al-Quran

Ø Al-Hadits
Ø Atsar Shahabat

Ø Fatwa Imam Mujahidin

C.Tujuan Ijtihad

Tujuan Ijtihad ialah untuk menggali dan mengistimbatkan (menetapkan) berbagai macam hukum yang
berkenaan dengan kemaslahatan hidup mereka yang belum ada ketetapan hukumnya secara pasti
dalam Al-Quran dan As-Sunnah Nabi SAW.

D.Metode-Metode Ijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain. Diantara metode atau cara berijtihad adalah:
a. Ijma’, adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu
tempat disuatu masa.
b. Qiyas, adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al-
Qur’an dan As-Sunah dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul
karena persamaan illat-Nya.[4]
Contoh : Larangan meniru khamr yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90. Yang
menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-Nya yakni memabukkan. Sebab minuman yang
memabukan, dari apapun ia dibuat, hukumnya sama dengan khamr yaitu dilarang untuk diminum.
Dan untuk menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu, maka dengan qiyas
pula ditetapkan semua minuman yang memabukkan, apapun namanya, dilarang diminum dan
diperjual belikan untuk umum.
c. Istidlal, adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.
Contoh : Menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum islam.
d. Masalin Al-Mursalah, adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya baik di dalam Al-Qur’an maupun dalam kitab-kitab hadits, berdasarkan pertimabangan
kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
Contoh : Pembenaran pemungutan pajak penghasilan untuk kemaslahatan, yang sama sekali tidak
disinggung di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah Rasul.
e Istishan, adalah cara menentukan hukum dengan cara menyimpang dari ketentuan yang sudah ada
demi keadilan dan kepentingan social. Istishan adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang
tepat menurut suatu keadaan.
Contohnya : Pencabutan hak milik sesorang atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk
mengairi sawah-sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.
f. Istisab, adalah menetapkan hukum suatu hel menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada
dalil yang mengubahnya.
Contoh : A mengadakan perjanjian utang-piutang dengan B menurut A utangnya telah dibayar
kembali, tanpa menunjukan bukti atau saksi. Dalam kasus ini bedasarkan istisab dapat ditetapkan
bahwa A masih belum membayar utangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada
bukti yang menyatakan bahwa perjanian utang-piutang tersebut telah berakhir.
g. Adat-Istiadat atau ‘Urf, adalh yang tidak bertentangan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus
berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
Contoh : Melamar wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat), pembayaran mahar secara
tunai atau utang atas persetujuankedua belah pihak, dan lain-lain.[5]

E.Macam – Macam Ijtihad


Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagiannya sesuai dengan pendapat al-
Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqot, yaitu :
a Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash
b.Ijtihad Al-Qiyasi, yaitu ijtihad terdapat permasalahan yang tidak terdapat dalam Al Qurab dan
sunnah dengan menggunakan metode qiyas.
c.Ijtihad Al Istishah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat didalam al Qur’an dan
sunnah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah
Pembagian diatas masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Taqiyu Al
Hakim dengan mengemukakan ebberapa alas an diantaranya Jami’ wal Mani, menurutnya, ijtihad itu
dapat dibagi menjadi dua bagian saja, yaitu :
a) Istihad al Aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya di dasarkan pada akal, tidak menggunakan dalil
syara’
Contoh : Menjaga kemudaratan, hukuman itu jelek bila tidak disertai
penjelasan dan lain-lain.
b) Ijtihad syari’, yaitu ijtihad didirikan pada syara’, termasuk dalam pembagian ini adalah ijma’,
qiyas, istishan, istishlah, ‘urf, istishab, dan lain-lain.

Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 48!

48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap
Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu,

[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang
diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.

[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

F.LAPANGAN IJTIHAD

Secara ringkas, lapangan Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :

1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai / muncul ) dan dhalala (
kesesatan ) nya.

3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

G.KEDUDUKANIJTIHAD

Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga terikat
dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan
aktivitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka
keputusan Ijtihad pun relatif.

2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi tidak berlaku bagi
orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.

3. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

4. Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan


nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa ajaran Islam.

5. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.

4. Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat

1. Fungsi Ibadah
2. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar

3. Fungsi Jawazir

4. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah

5.Kesimpulan

Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita simpulkan bahwa segala sesuatu
yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain sebagainya itu berlandaskan Al-qur’an yang
merupakan Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir dan ditrunkan
melalui malaikat Jibril dan membacanya dinilai Ibadah, dan Al-Sunnah sebagai sumber hukum yang
kedua yang mempunyai fungsi untuk memperjelas isi kandungan Al-qur’an dan lain sebagainya.

Saran

marilah kita menjadikan Al-qur’an dan Al-hadist sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari kita
yang merupakan sumber hukum agama Islam dan sekaligus pembawa kita kedalam kehidupan yang
bahagia baik itu di dunia dan akhirat kelak nanti.

Anda mungkin juga menyukai