Anda di halaman 1dari 47

BAB I

LAPORAN KASUS

Nama Dokter Muda : Lalu Arista Suwaji


NPM : 18710101
Dokter Penguji / Pembimbing : dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S
dr. Intan Sudarmadi, Sp.S

DOKUMEN MEDIK UNTUK DOKTER MUDA

IDENTITAS PENDERITA
• Nama pasien : Ny. Tumiut
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 53 tahun
• Alamat : Jl. Raya Gendong RW/RT 13/03 Probolinggo
• Suku : Jawa
• Agama : Islam
• Status marital : Menikah
• Pendidikan : SD
• Pekerjaan : Tani
• Ruangan : Poli Saraf
• Tanggal pemeriksaan : 20 Agustus 2019

SUBYEKTIF (S) DATA DASAR


(Autoanamnesa)
Keluhan utama :
Nyeri kaku dari bokong sampai kaki sebelah kanan
Riwayat penyakit sekarang :

Nyeri sejak 1 bulan yang lalu, nyerinya berupa cekot – cekot. Nyeri
dirasakan terus menerus dan sedikit berkurang dengan berbaring dan berubah
posisi serta bertambah berat jika beraktivitas seperti pasien duduk dan berdiri,
sehingga menyebabkan pasien sulit untuk duduk dan berjalan. Menurut
pengakuan pasien, keluhan ini belum diobati sama sekali dan sudah diderita
selama 2 tahun, pasien hanya berbaring untuk mengurangi nyeri. Nafsu makan
1
pasien berkurang tetapi tidak terjadi penurunan berat badan yang bermakna, gejala
tidak didahului dengan demam, mual, muntah, batuk, kelemahan anggota gerak
serta baal. Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK.

Riwayat penyakit dahulu


 Tidak pernah seperti ini sebelumya
 HT (-)
 DM (+)
 Asma (-)
 Kolesterol (-)

Riwayat pengobatan:
Belum berobat.

Riwayat intoksikasi :
Tidak ada alergi obat

Riwayat keluarga:
tidak terdapat riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien,
Riwayat hipertensi (-), DM (-), Asma (-)

Riwayat kebiasaan:
(-)
Riwayat sosial ekonomi:
(-)

OBYEKTIF (O)
Status Interna Singkat
- Tensi : 100/70 mmhg
- Nadi : 80 x/menit regular pulsasi kuat
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 35,5 ° C
2
- Gizi : Baik
- Kepala : a/i/c/d = -/-/-/-
- Leher : Pembesaran tyroid & KGB = -/-
- Paru-paru : Vesikuler = +/+, Rhonki / Wheezing = -/-
- Jantung : Suara S1S2 tunggal regular, murmur = -
- Abdomen : Datar, Nyeri tekan (-), BisingUsus = + (Normal)
- Hepar & Lien : Tidak ada pembesaran
- Ekstremitas : Akral hangat (+), Edema (-)

Status Psikiatri Singkat


Emosi dan afek : normal
Proses berpikir :
- Bentuk : Realistik
- Arus : Koheren
- Isi : Waham (-)
Kecerdasan :
- Ingatan : normal
- Pencerapan : normal
- Kemauan : normal
- Psikomotor : normal

Status Neurologik
A. Kesan Umum :
- Kesadaran
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : G C S : E4—V5—M6
- Pembicaraan
Disartri : (-)
Monoton : (-)
Scanning : (-)
3
Afasia :
- Motorik : (-)
- Sensorik : (-)
- Amnestik (anomik) : (-)

- Kepala
Bentuk /besar : Bulat
Asimetris : (-)
Sikap paksa : (-)
Torticollis : (-)
- Muka
Mask : (-)
Myopathik : (-)
Fullmoon : (-)
Lain – lain : (-)

B. Pemeriksaan Khusus :
1. Rangsangan Meningeal dan test provokasi
- Kaku Kuduk : (-)
- Laseque Test : (+) didaatkan rasa nyeri
- Patrick Test : (+) didapatkan rasa nyeri
- Contra Patrick : (+) didapatkan rasa nyeri
- Kernig Test : (-)
- Brudzinski Tanda Leher : (-)
- Brudzinski Tungkai Kontra lateral : (-)
- Brudzinski Tanda Pipi : (-)
- Brudzinski Tanda simpisis pubis : (-)

4
2. Saraf Otak
Nervus I KANAN KIRI
Anosmia (-) (-)
Hiposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Halusinasi (-) (-)

Nervus II KANAN KIRI


Visus >3/60 >3/60
Yojaya penglihatan (+) dbn (+) dbn
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak dievaluasi

Nervus III , IV , VI KANAN KIRI


Kedudukan bola mata : Tengah Tengah
Pergerakan bola mata :
Ke nasal (+) (+)
Ke temporal atas (+) (+)
Ke bawah (+) (+)
Ke atas (+) (+)
Ke temporal bawah (+) (+)
Celah mata (ptosis) (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Lebar 3mm 3mm

5
Letak Sentral Sentral
Perbedaan lebar Isokor Isokor
Refleks cahaya langsung miosis miosis
Refleks cahaya tidak langsung miosis miosis
Refleks akomodasi (+) (+)
Refleks konvergensi (+) (+)

Nervus V KANAN KIRI


Cabang motorik
Otot masseter (+) simetris (+) simetris
Otot temporal (+) simetris (+) simetris
Otot pterygoideus int/ext (+) simetris (+) simetris
Refleks kornea langsung Tidak dievaluasi
Refleks kornea konsensuil

Nervus VII KANAN KIRI


Waktu diam
Kerutan dahi (+) (+)
Tinggi alis Simetris Simetris
Sudut mata (+) Normal (+) Normal
Lipatan nasolabial (+) Normal (+) Normal

Waktu gerak
Mengerut dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
6
Pengecapan 2/3 depan lidah (tde) (tde)
Hyperakusis Tidak dievaluasi

Sekresi air mata Tidak dievaluasi

Nervus VIII KANAN KIRI


Vestibular
Vertigo (-) (-)
Nistagmus ke (-) (-)
Tinnitus aureum (-) (-)
Cochlear
Weber (-) (-)
Rinne (-) (-)
Schwabach (-) (-)
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli perseptif (-)

Nervus IX , X
Bagian Motorik
Suara biasa / parau / tak bersuara : Biasa
Menelan : (+)
Kedudukan arcus pharynx : simetris
Kedudukan uvula : Tengah
Pergerakan arcus pharynx / uvula : Terangkat +/+
Detik jantung : Normal reguler
Bising usus : Normal

Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx) : (+)
7
Refleks pallatum molle : tde

NERVUS XI KANAN KIRI


Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)

NERVUS XII KANAN KIRI


Kedudukan lidah
Waktu istirahat ke Tengah Tengah
Waktu gerak ke Tengah Tengah
Atrofi (-) (-)
Fasikulasi / tremor (-) (-)
Kekuatan lidah menekan (+) simetris (+) simetris

8
3. Extremitas KANAN KIRI
A. Superior
Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)
Pseudohypertrofi (-) (-)
Palpasi
Nyeri (-) (-)
kontraktur (-) (-)
konsistensi padat kenyal padat kenyal
Perkusi
normal normal normal
reaksi myotonik (-) (-)

Motorik
Kekuatan otot
(N.B : 5 = normal (100%) , 4 = dapat melawan tahanan minimal (75 %),
3 = dapat melawan gravitasi (50%), 2 = dapat menggerakan sendi (25%),
1 = masih ada kontraksi otot (10%), 0 = tidak ada gerak sama sekali (0%)).
Lengan KANAN KIRI
- M. Deltoid (abduksi lengan atas): 5 5
- M. biceps (flexi lengan bawah): 5 5
- M. Triceps (ekstensi lengan bawah): 5 5
- Flexi sendi pergelangan tangan: 5 5
- Ekstensi pergelangan tangan : 5 5
- Membuka jari – jari tangan : 5 5
- Menutup jari – jari tangan : 5 5
Tonus otot KANAN KIRI
- Tonus Otot Lengan Normal Normal
- Hypotoni (-) (-)
- Spastik (-) (-)
- Rigid (-) (-)
- Rebound Phenomen (-) (-)

9
Refleks fisiologis
- BPR (+2) (+2)
- TPR (+2) (+2)
- KPR (+2) (+2)
- APR (+2) (+2)

Refleks Patologis
- Hoffman (-) (-)
- Tromner (-) (-)

SENSIBILITAS
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superficial normal normal
- Rasa suhu tde tde
- Rasa raba ringan normal normal
Proprioseptik
- Rasa getar normal normal
- Rasa tekan normal normal
- Rasa nyeri tekan normal normal
- Rasa gerak dan posisi normal normal
Enteroseptik
Refered pain (-) (-)

Rasa kombinasi
- Stereognosis normal normal
- Barognosis normal normal
- Grapestesia normal normal
- Sensory extinction normal normal
- Loss of body image tde tde
- Two point tactile discrimination normal normal

B. Inferior KANAN KIRI


Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)
Pseudohypertrofi (-) (-)
10
Palpasi
Nyeri (+) (-)
Kontraktur (-) (-)
Konsistensi padat kenyal padat kenyal

Perkusi
Normal normal normal
Reaksi myotonik (-) (-)

Motorik
Kekuatan otot
(N.B : 5 = normal (100%) , 4 = dapat melawan tahanan minimal (75 %),
3 = dapat melawan gravitasi (50%), 2 = dapat menggerakan sendi (25%),
1 = masih ada kontraksi otot (10%), 0 = tidak ada gerak sama sekali (0%)).

Tungkai KANAN KIRI


- Flexi artic coxae (tungkai atas) : 5 5
- Extensi artic coxae (tungkai atas) : 5 5
- Flexi sendi lutut (tungkai bawah) : 5 5
- Extensi sendi lutut (tungkai bawah) : 5 5
- Flexi plantar kaki : 5 5
- Ekxtensi dorsal kaki : 5 5
- Gerakan jari-jari : 5 5

Tonus otot tungkai


- Hypotoni (-) (-)
- Spastik (-) (-)
- Rigid (-) (-)
11
- Rebound Phenomenon (-) (-)

Refleks fisiologis
- KPR (+2) (+2)
- APR (+2) (+2)

Refleks patologis
 Babinski (-) (-)
 Chaddok (-) (-)
 Oppenheim (-) (-)
 Gordon (-) (-)
 Gonda (-) (-)
 Schaffer (-) (-)
 Rossolimo (-) (-)
 Mendel-Bechterew (-) (-)
 Stransky (-) (-)

SENSIBILITAS
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superficial normal normal
- Rasa suhu tde tde
- Rasa raba ringan normal normal
Proprioseptik
- Rasa getar normal normal
- Rasa tekan normal normal
- Rasa nyeri tekan nyeri normal
- Rasa gerak dan posisi nyeri normal
Enteroseptik
Refered pain (-) (-)

Rasa kombinasi
- Stereognosis normal normal
- Barognosis normal normal
- Grapestesia normal normal
- Sensory extinction normal normal
- Loss of body image tde tde
- Two point tactile discrimination normal normal

12
4. Badan
 Inspeksi : Normal
 Palpasi
Otot perut : Dalam Batas Normal
Otot pinggang : Dalam Batas Normal
Kedudukan diafragma: - gerak : simetris
- istirahat : simetris

 Perkusi : thorax: sonor / sonor


Abdomen: Timpani / timpani

 Auskultasi : thorax: vesikuker / vesikuler


Abdomen: Bising usus (+)

 Motorik
- Gerak Cervical vertebrae
Fleksi : Normal
Ekstensi : Normal
Rotasi : Normal
Lateral deviation : Normal
- Gerakan dari tubuh
Membungkuk : nyeri
Ekstensi : tde
Lateral deviation : tde
- Refleks-refleks
Refleks dinding abdomen : Normal
Refleks interscapula : Normal
Refleks gluteal : Normal
Refleks cremaster : Normal

13
5. Kolumna Vertebralis
Kelainan lokal
Skoliosis : (-)
Kifose : (-)
Kifoskoliosis : (-)
Gibbus : (-)
Nyeri tekan/ketok lokal : (+)
Nyeri tekan sumbu : (+)
Nyeri tarik sumbu : (+)
Besar otot
Atrofi : (-)
Pseudohipertrofi : (-)
Respon terhadap perkusi
Normal Tidak dievaluasi

Reaksi myotonik Tidak dievaluasi

14
Palpasi otot
Nyeri
Kontraktur Tidak dievaluasi

Konsistensi
6. Gerakan-gerakan involunter
 Tremor
o Waktu istirahat : (-)
o Waktu gerak : (-)
 Chorea : (-)
 Athetose : (-)
 Myokloni : (-)
 Ballismus : (-)
 Torsion spasme : (-)
 Fasikulasi : (-)
 Myokymia : (-)
7. Gait dan keseimbangan
Koordinasi
Jari tangan-jari tangan : tidak terganggu
Jari tangan-hidung : tidak terganggu
Ibu jari kaki-tangan : tidak terganggu
Tumit-lutut : tidak terganggu
Pronasi-supinasi : tidak terganggu
Tapping dgn jari-jari tangan : tidak terganggu
Tapping dgn jari-jari kaki : tidak terganggu

Gait
Jalan diatas tumit :
Tidak dievaluasi
Jalan diatas jari kaki :
Tandem walking : tidak terganggu
Tidak dilakukan
Jalan lurus lalu berputar : tidak terganggu
Jalan mundur : tidak terganggu
Hoping : tidak terganggu
15
Berdiri dengan satu kaki : terganggu

Fungsi Luhur
Apraxia : (-)
Alexia : (-)
Agraphia : (-)
Fingeragnosia : (-)
Membedakan kanan dan kiri : (-)
Acalculia : (-)

8. Refleks-refleks Primitif
Grasp reflex :
Snout reflex :
Tidak dievaluasi
Sucking reflex :
Palmo-mental refleks :

9. Susunan Saraf Otonom


Miksi : normal
Salivasi : normal
Gangguan Tropik
Kulit : (-)
Rambut : (-)
Kuku : (-)
Defekasi : normal
Gangguan vasomotor : normal
Sekresi keringat : normal
Ortostatik hipotensi : (-)
16
10. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan PA : tidak dilakukan
 Pemeriksaan Radiologi
Tengkorak
- Plain X – Foto : tidak dilakukan
- CT Scan : tidak dilakukan
- Cerebral angiografi : tidak dilakukan
- MRI : tidak dilakukan
 Colimna vertebralis
- Plain X – Foto : tidak dilakukan
- Myelografi / Caudografi : tidak dilakukan
- CT – scan : tidak dilakukan
- MRI : tidak dilakukan
 Pemeriksaan EEG : tidak dilakukan
 Pemeriksaan Elektrodiagnostik : tidak dilakukan
 Pemeriksaan Laboratorium : tidak dilakukan
KESIMPULAN
Anamnesa
- Pasien datang ke poli dengan keluhan nyeri di bokong sampai kaki
sebelah kanan
- Nyeri dirasaka sejak 1 bulan yang lalu.
- Nyeri dirasakan dirasakan terus menerus
- Nyeri dirasakan berkurang saat beristirahat dan berubah posisi
- Nyeri bertambah saat beraktivitas seperti duduk dan berdiri sehingga
sulit berdiri da berjalan
- gejala tidak didahului dengan demam, mual, muntah, batuk, kelemahan
anggota gerak serta baal.
- Makan, minum (+) normal
- BAB (+) normal , BAK (+) normal.
- Tidak pernah sakit seperti ini
- Riwayat HT (-), DM (-), asma (-),
- ada alergi obat Ranitidin
- Tidak terdapat riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien

Status Interna Singkat :


- Tensi : 100/70 mmhg
- Nadi : 80 x/menit
- RR : 20 x/menit

17
- Suhu : 3,5 ° C
- Gizi : Baik
- Kepala : a/i/c/d = -/-/-/-
- Leher : Pembesaran tyroid & KGB = -/-
- Paru-paru : Vesikuler = +/+, Rhonki / Wheezing = -/-
- Jantung : Suara S1S2 tunggal regular, murmur = -
- Abdomen : Datar, Nyeri tekan (-), BisingUsus = + (Normal)
- Hepar & Lien : Tidak ada pembesaran
- Ekstremitas : Akral hangat (-), Edema (-)

Status Neurologi:
- Kesadaran : GCS 4,5,6 composmentis
- Meningeal sign : (-)
- Test provokasi :
o Laseque Test : (+) didapatk an rasa nyeri
o Patrick Test : (+) didapatk an rasa nyeri
o Contra Patrick : (+) didapatk an rasa nyeri
N I,N II : Dalam batas normal
N III, N IV, N IV : Ptosis (-), Pupil bulat, letak central, hitam,
isokor, diameter 3mm/3mm, R.Cahaya
(+)/(+), Nistagmus (-), Akomodasi (+)
normal
N V, N VII : Dalam batas normal
N VIII : Finger to finger (-) tidak terganggu
Finger to nose (-) tidak terganggu
Test Romberg (-) tidak terganggu
Steping test (-) tidak terganggu
N IX, N X, N XI, : Dalam batas normal
NXII : Bicara Pelo (-),
Melet : Tidak deviasi
Buka Mulut : Normal

18
Dorong pipi : Kuat kiri kanan
- Motorik
55
Kekuatan Motorik :
55

nn
Tonus :
nn

Refleks Fisiologis : BPR +2/+2 KPR +2/+2


TPR +2/+2 APR +2/+2
Refleks Patologis : (-)
- Sensori : dalam batas normal

Diagnosis Banding :
Spondylolisthesis
Spondilosis
Bamboo Spine

ASSESMENT
DIAGNOSA :
- Diagnosis Klinis : nyeri punggung bawah tipe extrusion
- Diagnosis Topik : Radiks Spinalis dari L4 – L5
- Diagnosis Etiologi : Hernia Nukleus Pulposus

PLANNING
 Terapi :
Tirah baring / Istirahat
Po : Tab. Meloxicam 7,5 mg 2 x 1 setelah makan
Tab. Esperison 2 x 1 setelah makan
Tab. Gabapentin 100 mg 1 x 1 malam setelah makan
Rehabilitas Medik : Fisioterapi

19
EDUKASI :
1. Memberitahu pasien untuk tidak bekerja yang terlalu berat ( menunduk,
terlalu lama berdiri dan mengangkat benda – benda yang berat )
2. Menghindari posisi duduk yang salah
3. Lebih banyak beristirahat
MONITORING :
- Monitor keluhan pasien
PROGNOSIS :
Lebih dari 85% penderita dengan HNP akan membaik tanpa operasi dalam jangka
waktu rerata 6 minggu, dan 70% dalam 4 minggu (Greenberg, 2002). Sebagian
besar penderita NPB akut (60%) akan dapat bekerja kembali dalam waktu 1 bulan
dan 90% dapat bekerja kembali dalam 3 bulan (Bratton, 1999). Pada penderita
HNP tanpa komplikasi, sebagian besar akan membaik secara nyata dalam 4
minggu (Humprhey, 1999).

20
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Low back pain (LBP) merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada
punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal
(punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut.
Low back pain (LBP) dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal
dari luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada testis atau
ovarium . Low back pain (LBP) adalah gangguan muskuloskeletal yang terjadi
pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan
aktivitas tubuh yang kurang baik. (Suma’mur.2009)
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan
sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus
intervertebralis, yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau
radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek.( Dorland, 2007)

B. Epidemiologi

Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


pada semua negara. Besarnya masalah yang diakibatkan oleh nyeri pinggang
dapat dilihat dari ilustrasi data berikut. Pada usia kurang dari 45 tahun, nyeri
pinggang menjadi penyebab kemangkiran yang paling sering, penyebab tersering
kedua kunjungan ke dokter, urutan kelima masuk rumah sakit dan masuk 3 besar
tindakan pembedahan. Pada usia antara 19-45 tahun, yaitu periode usia yang
paling produktif, nyeri pinggang menjadi penyebab disabilitas yang paling tinggi
(Anderson 1999 dalam Trimunggara 2010).
Di Indonesia, low back pain (LBP) dijumpai pada golongan usia 40 tahun.
Secara keseluruhan, low back pain (LBP) merupakan keluhan yang paling banyak
dijumpai (49 %). Pada negara maju prevalensi orang terkena low back pain (LBP)
21
adalah sekitar 70-80 %. Sekitar 80-90% pasien low back pain (LBP) menyatakan
bahwa mereka tidak melakukan usaha apapun untuk mengobati penyakitnya jadi
dapat disimpulkan bahwa low back pain (LBP) meskipun mempunyai prevalensi
yang tinggi namun penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (Sadeli dan
Tjahjono dalam Trimunggara 2010).
Prevalensi hernia nukleus pulposus berkisar antara 1-2% dari populasi.
Kejadian hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus
intervertebralis L5-S1 dan L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6)
dan paling jarang terkena di daerah torakalis (Mahadewa & Maliawan, 2009).
Prevalensi tertinggi terjadi antara umur 30-50 tahun, dengan rasio pria dua kali
lebih besar daripada wanita. Pada usia 25-55 tahun, sekitar 95% kejadian HNP
terjadi di daerah lumbal. HNP di atas daerah tersebut lebih sering terjadi pada usia
di atas 55 tahun (Jordon, 2009).

C. Etiologi

Penyebab LBP dapat dibagi menjadi (Sidharta,1980):


1. Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus
pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa
dalam bentuk suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan
keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling
sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang sekali pada daerah torakal.
Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan yang dapat menyerap air
sampai sekitar 25% dari beratnya. Sampai dekade ketiga, gel dari nukleus
pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus sampai
dekade keempat menjadi kira-kira 65%.
Nutrisi dari anulus fibrosis bagian dalam tergantung dari difusi air
dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian vertebra. Hanya bagian
luar dari anulus yang menerima suplai darah dari ruang epidural. Pada
trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat anulus baik secara

22
melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan
pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan
hidrasi nukleus. Perpaduan robekan secara melingkar dan radial
menyebabkan massa nukleus berpindah keluar dari annulus lingkaran ke
ruang epidural dan menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf
(Wheeler,2004).

2.Non-diskogenik
Biasanya penyebab low back pain yang non-diskogenik adalah
iritasi pada serabut sensorik saraf perifer, yang membentuk nervus
ischiadicus dan bisa disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik
atau imunologis, yang mengiritasi nervus ischiadicus dalam perjalanannya
dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi pelvis
sampai sepanjang jalannya n.Iskiadikus (neuritis nervus
iskiadikus).(Sidharta, 1980).

D. Faktor Resiko

Faktor risiko penderita HNP dapat dibagi atas (Mahadewa &


Maliawan, 2009):
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

 Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi.

 Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita.

 Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya

2. Faktor risiko yang dapat diubah

 Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama,


mengangkat ataupun menarik beban yang berat, terlalu sering
memutar punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat
dan berlebihan, paparan pada vibrasi yang konstan.
23
 Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah
sekian lama tidak dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam
jangka waktu yang cukup lama.

 Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu


kemampuan diskus menyerap nutrisi yang diperlukan dari darah.

 Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang


menyebabkan strain pada punggung bawah.

 Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.

E. Klasifikasi

Bagian yang bergerak (mobile) dengan bagian yang relatif tidak bergerak
(immobile), misalnya junctura cervicothoracalis dan junctura lumbosacralis
(Snell, 2003). Klasifikasi hernia nukleus pulposus, yaitu :
1. Diskus servikal
Diskus yang sering terjadi herniasi adalah vertebra servikalis kelima,
keenam, dan ketujuh (C5, C6, C7) (Snell, 2003). Hernia diskus servikal terjadi
di leher, belakang kranium, bahu, skapula, lengan, dan tangan (Brunicardi,
2015).
2. Diskus torakal
Herniasi diskus biasanya terjadi pada spina torakalis bawah dan cenderung
menghasilkan defisit neurologis. Lesi diduga berdasarkan riwayat trauma pada
tulang torakalis. Diagnosa dapat dilakukan dengan menggunakan X-ray dan
ditemukan penyempitan di sela vertebra (Brunicardi, 2015).

3. Diskus lumbal
Herniasi diskus lumbalis lebih sering terjadi dibandingkan dengan herniasi
pada diskus lainnya dan biasanya terjadi pada diskus L4 dan L5 (Snell, 2003).
Herniasi diskus lumbal terjadi di bagian punggung bawah, paling sering pada
vertebra L4, L5 dan S1 serta biasanya unilateral. Gejala yang timbul bisa
melibatkan punggung bawah, bokong, paha, dan bisa menjalar ke kaki
24
dan/atau jari-jari kaki karena melibatkan nervus skiatik. Nervus femoral juga
bisa terkena dan menyebabkan kebas pada satu atau kedua kaki serta rasa
terbakar di pinggang dan kaki (Brunicardi, 2015).
Menurut gradasinya (Gambar 2.1), hernia ini dapat dibagi atas (Ekayuda,
2005) :
 Protruded intervertebral disc
Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus
fibrosus.
 Prolapsed intervertebral disc
Nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.
 Extruded intervertebral disc
Nukleus keluar dan anulus fibrosus berada di bawah ligamentum,
longitudinalis posterior.
 Sequestrated intervertebral disc
Nukleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior.

Gambar 2.1 Hernia nukleus pulposus menurut gradasi


(Sumber: Highsmith, 2014)

25
F. Patofisiologi

1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang
berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna
vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air
diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai
menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi
kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan
ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan radiks saraf
spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada bagian kolumna
vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobil ke yang
kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak). (Autio,
2006)(Meli,2003)(Sylvia,1995)

2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi
intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain
degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi,
dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus.
Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus
pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan
herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan jatuh).
(Autio, 2006)(Meli,2003)
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan
herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang
sesungguhnya, yaitu: ). (Company,2000)(Autio, 2006)(Meli,2003)
 Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu
arah tanpa kerusakan annulus fibrosus.
 Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih
dalam lingkaran anulus fibrosus.

26
 Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus
dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.

 Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus


ligamentum longitudinalis posterior

Berdasarkan MRI, klasifikasi HNP dibedakan berdasarkan 5 stadium :

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan


nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus
fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau
kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang
berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus
pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai
darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada
nervus.(Autio, 2006)(Rasad,2005)

G. Gejala Klinis
Gejala klinik bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang
terkena. Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika
nucleus pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia
(nyeri radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut

27
menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan
gejala kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau
cauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri
yang timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan
otot sesuai dengan miotom yang terkena.(Autio,2006)(Sylvia,1995)

Gambar 2.2 Dermatom

Level HNP/ Lokasi Lokasi Kelemah Perubah


Akar Saraf
Nyeri Kebas an Otot an
yang
Terlibat Refleks
C4- C5 Leher C5 Deltoid Penurunan
C5 Bahu Dermatom Supraspin refleks
atus biceps
C5-C6 Leher C6 Biceps Penurunan
C6 Lengan Dermatom refleks
bawah biceps
brachii
28
C6- C7 Leher C7 Triceps Penurunan
C7 Jari Dermatom refleks
Tengah triceps
L3-L4 Punggung L4 Quadricep Penurunan
L4 bawah,pin Dermatom s refleks
ggul patella
Paha
posterolat
eral
Kaki
anterior
L4-L5 Sendi L5 Ekstensor Penurunan
L5 sacroiliac Dermatom dari refleks
Paha jempol biceps
lateral kaki femoris
hingga Sulit
tumit berjalan
dengan
tumit
L5-S1 Sendi S1 Plantar Penurunan
S1 sacroiliac Dermatom fleksi dari refleks
Paha jari-jari Achilles
posterior kaki
Kaki Sulit
lateral berjalan
sampai pada kaki
jari kaki
H. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis umum,


pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang.(Lumbantobing, FKUI)
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya.
Pertanyaan itu berupa :
 Mula timbul nyeri: apakah didahului trauma atau aktivitas fisik, ataukah
spontan.
 Sifat nyeri: nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber dari
sendi, tulang dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot.
 Lokasi nyeri: nyeri yang disertai penjalaran ke arah tungkai
menunjukkan keterlibatan radiks saraf.
 Hal-hal yang meringankan atau memprovokasi nyeri: bila berkurang
setelah melakukan tirah baring mungkin HNP tetapi bila bertambah,
mungkin disebabkan tumor; bila berkurang setelah berjalan jalan
mungkin tumor dalam kanalis vertebralis; nyeri dan kaku waktu bangun
pagi dan berkurang setelah melakukan gerakan tubuh mungkin
disebabkan spondilitis ankilopoetika; batuk, bersin dan mengejan akan
memprovokasi nyeri pada HNP.
 Klaudikasio intermitens dibedakan atas jenis vaskuler dan neurogenik,
jenis neurogenik memperlihatkan pulsasi pembuluh darah perifer yang
normal dan nyeri berkembang menjadi parestesia dan kelumpuhan.
 Adanya demam selama beberapa waktu terakhir menyokong adanya
infeksi, misalnya spondilitis.
 Nyeri bersifat stasioner mungkin karena gangguan mekanik kronik; bila
progresif mungkin tumor.
 Adakah gangguan fungsi miksi dan defekasi, fungsi genitalia, siklus
haid, penggunaan AKDR (IUD), fluor albus, atau jumlah anak.
 Nyeri berpindah-pindah dan tidak wajar mungkin nyeri psikogenik.
 Riwayat keluarga dapat dijumpai pada artritis rematoid dan
osteoartritis.

2. Pemeriksaan Fisik
 Posisi berdiri:
- Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
- Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus,
scoliosis, lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis),
pelvis yang miring tulang panggul kanan dan kiri tidak sama
tinggi, atrofi otot.
- Derajat gerakan (range of motion) dan spasme otot.
- Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
- Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada
sendi sakroiliaka, dan lain-lain.
- Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
 Posisi duduk:
- Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.
- Perhatikan bagian belakang tubuhnya.
 Posisi berbaring :
- Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.
- Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
- Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.
- Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological
overlay).
- Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan
nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan
jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil
melihat respons pasien.
- Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan
(step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena.
- Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan
untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
- Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis.
- Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu
berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak dapat dipakai untuk
melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina
atau adanya neuropati yang bersamaan.
- Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks
L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
- Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila
ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper
motor neuron (UMN).
- Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan
yang berupa UMN atau LMN.

3. Pemeriksaan Neurologis
Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam
gangguan saraf. Meliputi pemeriksaan sensoris, motoric dan
reflex.(Lumbantobing, FKUI)
 Pemeriksaan sensoris; pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang
terkena akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
 Pemeriksaan motoric; apakah ada tanda paresis, atropi otot.
 Pemeriksaan reflex. Bila ada penurunan atau reflex tendon
menghilang, misal APR (Achilles Pee Reflex) menurun atau
menghilang berarti menunjukkan segmen S1 terganggu.
Gambar 2.3 Level lokalisasi neurologik

Adapun tes yang sering dilakukan untuk diagnosis HNP, yaitu :


(Saunder;2000) (Reijo,Autio;2006) (Meli dkk;2003) (Rasad;2005)
 Pemeriksaan ROM (Range of Movements)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita
sendiri maupun secara pasif oleh pemeriksa.Pemeriksaan ROM
ini memperkirakan derajat nyeri, function laesa atau untuk
memeriksa ada/tidaknya penyebaran rasa nyeri.(Saunder;2000)
(Reijo,Autio;2006) (Rasad;2005)
 Straight Leg Raise (Laseque) Test
Tes untuk mengetahui adanya nervus ischiadicus.Pasien tidur
dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul
secara pasif, dengan lutut dari tungkai terekstensi
maksimal.Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada saat
mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari
akar saraf lumbal.(Saunder;2000) (Reijo,Autio;2006)
(Rasad;2005)
 Laseque Menyilang
Caranya sama dengan percobaan Laseque Test, tetapi disini
secara otomatis timbul pula rasa nyeri di tungkai yang tidak
diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral
juga turut tersangkut.(Saunder;2000) (Reijo,Autio;2006)
(Rasad;2005)
 Tes Patrick dan Kontrapatrick
 Ankle Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada Tendon Achilles.Jika tidak terjadi
dorsofleksi pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan
nervus di tingkat kolumna vertebra L5-S1.(Saunder;2000)
(Reijo,Autio;2006) (Rasad;2005)
 Knee Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon lutut.Jika tidak terjadi
ekstensi pada lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan
nervus di tingkat kolumna vertebra L2-L3-L4.(Saunder;2000)
(Reijo,Autio;2006) (Rasad;2005)

4. Diagnosis Penunjang
 X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak
secara akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-
Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus
maupun jebakan akar saraf.Namun, X-Ray dapat
memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran dengan
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
 Myelogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-
opaque dalam columna spinalis.Kontras masuk dalam columna
spinalis sehingga pada X-Ray dapat Nampak adanya
penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis.
 MRI
Merupakan Gold Standard diagnosis HNP karena dapat melihat
struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi
letak herniasi.

Gambar 2.4 Foto MRI

 Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk
mengidentifikasi kerusakan nervus.

I. Diagnosis Banding

 Herniasi diskus servikal


Beberapa kondisi yang menyerupai manifestasi klinis hernia diskus
servikalis, yaitu :
a. Akibat trauma dan inflamasi, seperti bursitis subdeltoid atau
subakromial dan bahu terkilir.

b. Gangguan neurologis :Entrapment neuropathy di ekstremitas atas,


scanelus anticus syndrome, carpal tunnel syndrome, tardy ulnar palsy,
primary peripheral atau tumor sistem saraf pusat dari pleksus brakialis,
korda servikalis, atau sambungan servikomedularis.

c. Gangguan paru : coronary insufficiency dan angina pektoris;


neoplasma pada apeks paru.

d. Gangguan pada tulang : fraktur, dislokasi, atau subluksasi dari spina


servikal (Way, 2003).

 Herniasi diskus lumbal


Karakteristik herniasi diskus lumbal adalah nyeri punggung yang
menyebar sampai ke kaki dan mempunyai banyak penyebab, seperti:
a. Kelainan tulang, misalnya spondilolistesis, spondilosis, atau Paget’s
disease.

b. Tumor primer dan metastatis dari cauda equina atau area panggul.

c. Inflamasi, meliputi abses di ruang epidural atau pleksus


retreoperitoneal lumbosakral, postinfeksius atau posttrauma araknoiditis,
dan reumatoid spondilitis.

d. Lesi degeneratif dari medulla spinalis dan neuropati perifer.

e. Penyakit oklusi vaskular perifer (Way, 2003).

f. Cauda Equina Syndrome (CES)


CES merupakan penekanan pada cauda equina dengan gejala
klinis dapat berupa nyeri punggung bawah, skiatika unilateral atau
bilateral, kelemahan otot ekstremitas bawah dan gangguan sensoris
(Gitelman, 2008).
g. Lumbar Degenerative Disc Disease (LDDD)
LDDD juga sering disebut spondilosis yang dapat menyebabkan
diskus berdegenerasi atau kehilangan fleksibilitas dan kurangnya bantalan
medula spinalis, sehingga medula spinalis tidak mendapatkan aliran darah
dan tidak dapat memperbaiki diri apabila ada kerusakan (Bohinski, 2010).

h. Lumbar Stenosis
Gejala klinis yang paling sering muncul adalah nyeri pada
punggung bawah dan ekstremitas bawah, gangguan berjalan dan disabilitas
lainnya (Katz & Harris, 2008).

i. Rematik
Biasanya nyeri dirasakan lebih berat pada pagi hari dan berangsur-
angsur berkurang pada siang dan sore hari (Mahadewa & Maliawan,
2009).

J. Penatalaksanaan
 Terapi Konservatif (Meli;2003) (Rahim dkk)
a. Terapi Non Farmakologis
1) Terapi Fisik Pasif
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri
punggung bawah akut, misalnya:
a. Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah
dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan
inflamasi.Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada
pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada
pengkompresan dingin.
b. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri
punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang
dikirimkan ke otak
c. Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan
dalam dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang
menembus sampai jaringan lunak dibawahnya.Ultrasound
terutama berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan
dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.
d. High frequency current( HFC CFM)
Arus kontinu elektromagnetik (CEM) berfrekuensi 27MHz
dan panjang gelombang 11,06 m, dapat memberikan efek lokal
antara lain :
- Mempercepat resolusi inflamasi kronik
- Mengurangi nyeri
- Mengurangi spasme
- Meningkatkan ekstensibilitas jaringan fibrous
e. Bugnet Exercises
Bugnet exercises (terapi tahanan sikap) adalah metode
pengobatan berdasarkan kesanggupan dan kecenderungan
manusia untuk mempertahankan sikap badan melawan kekuatan
dari luar. Kemampuan mempertahankan sikap tubuh melibatkan
aktivitas sensomotorik dan mekanisme refleks sikap.Aktivitas
motorik terapi ini bersifat umum yang diikuti oleh fungsi
sensorik untuk bereaksi mempertahankan sikap tubuh. Tujuan
terapi ini:
- Memelihara dan meningkatkan kualitas postur tubuh dan
gerakan tubuh
- Mengoreksi sikap tubuh yang mengalami kelainan
- Memelihara dan meningkatkan kekuatan dan kemampuan
fisik dan psikis sehingga tidak mudah lelah melalui perbaikan
sirkulasi darah dan pernafasan.
- Mengurangi nyeri

Double knee-to-chest stretch Pelvic tilt exercise

Curl-up exercise Lower trunk rotation stretch

Alternate arm-leg extension exercise


Trunk flexion stretch Prone Lumbar Extension

Hamstring stretch while standing

 Latihan Dan Modifikasi Gaya Hidup


Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan
memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting
untuk mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat badan
berlebihan.Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres
secepat mungkin.Endurance exercise latihan aerobit yang memberi stres
minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai
pada minggu kedua setelah awaitan NPB. Conditional exercise yang
bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah dua minggu karena
bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan pasien. Latihan
memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti lebih efektif
daripada latihan tanpa alat.

b. Terapi Farmakologis (Priguna,Shidarta;2004) (Priguna,Shidarta;2005)


1) Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib.
2) Obat pelemas otot (muscle relaxant)
Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot.Efek terapinya tidak
sekuat NSAID, seringkali di kombinasi denganNSAID.Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan
Carisoprodol.
3) Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh
lebih aman.Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
4) Kortikosteroid Oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi.Dipakai pada kasus HNP
yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
5) Anelgetik Adjuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri
pada HNP sesuai dengan neuropatik.Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.
6) Suntikan Pada Titik Picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal
dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar
tulang punggung.Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain
lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
 Terapi Operatif
Indikasi terapi operatif adalah :
- Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
- Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang
tersisa, atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif
diberikan selama 6 sampai 12 minggu.
- Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun
terapi konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat
menurunkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
- Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu
lama.
Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
a. Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
b. Percutaneous Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan
menggunakan jarum secara aspirasi.
c. Laminotomy/Laminectomy/Foraminotomy/Facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa
bagian dari vertebra baik parsial maupun total.
d. Spinal Fusion Dan Sacroiliac Joint Fusion:
Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang
rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.

K. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk
jangka waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan
fungsi kandung kemih dan usus (Sastrodiwirjo, 2000). Selain itu, kerusakan
permanen pada akar saraf dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik. Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis
dan spondilosis yang menekan medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga
dapat menimbulkan mielopati dengan spastik paraplegia atau kuadriplegia (Way,
2003).

L. Prognosis
Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi
medis yang memadai (10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut
dengan ketidaknyamanan dan parestesis ringan. Pada beberapa pasien, gejala
radikular atau mielopati kambuh setelah kembali beraktivitas penuh. Untuk 25%
pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan operasi.
Perbaikan tampak pada sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif pada
diskus servikalis. Pada hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus
membutuhkan penangan terapi bedah dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya
setelah penanganan bedah. (Way, 2003).

M. Pencegahan (Priguna,Shidarta;2004)
1. Latihan Punggung Setiap Hari
 Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan
satu lutut dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik.
Kemudian lakukan lagi pada kaki yang lain. Lakukanlah beberapa kali.
 Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke
lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke
lantai, tahanlah beberapa detik kemudian relaks. Ulangi beberapa kali.
 Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat di
lantai. Lakukan sit up parsial,dengan melipatkan tangan di tangan dan
mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari lantai. Lakukan beberapa kali.
2. Berhati-Hatilah Saat Mengangkat
 Gerakanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum
mengangkatnya.
 Tekukan lutut , bukan punggung, untuk mengangkat benda yang lebih
rendah
 Peganglah benda dekat perut dan dada
 Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda
 Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda
3. Lindungi Punggung Saat Duduk dan Berdiri
 Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama
 Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan
bahwa lutut sejajar dengan paha. Gunakan alat Bantu (seperti
ganjalan/bantalan kaki) jika memang diperlukan.
 Jika memang harus berdiri terlalu lama,letakkanlah salah satu kaki pada
bantalan kaki secara bergantian. Berjalanlah sejenak dan mengubah
posisi secara periodic.
 Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut daapt tertekuk dengan baik
tidak teregang.
 Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat
duduk dikursi
4. Tetaplah Aktif dan Hidup Sehat
 Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan
sepatu berhak rendah
 Makanlah makanan seimbang, diit rendah lemak dan banyak
mengkonsumi sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.
 Tidurlah di kasur yang nyaman.
 Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma.
DAFTAR PUSTAKA

Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus.Acta Universitatis Ouluensis D


Medica. 2006.

Brunicardi, et al.,2015. Neurosurgery. Schwartz’s Principles of Surgery tenth


edition. . United States of America : Mc Graw-Hill, 1740-1771.

Company Saunder.B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging


characterization of a lumbar.Volume 38. 2000

Dorland, W.A.N, 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta : EGC,
1992.

Ekayuda,I. 2005. Neuroradiologi. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta :


Balai Penerbit FK UI, 337.

Highsmith, J.M., 2014. Exam and Test for a Herniated Disc, Vertical Health.
Available From http://www.spineuniverse.com/conditions/herniated-
disc/exams-tests-herniated-disc.

Jordon,2009.Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2907819/.lumbar. Volume
38. 2000

Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148

Rahim H. A., Priharto K. Terapi Konservatif untuk Low Back Pain. Available
from http://www.jamsostek.co.id. Hal 1-15
Rasad, Sjahriar. Radiologi Doagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FK Universitas
Indonesia. Jakarta.2005. Hal 337

S.M Lumbantobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta Badan


Penerbit FK UI. Hal 18-19
Sidharta Priguna, 1999. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta:
PT Dian Rakyat

Sidharta Priguna, 2004. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri


Pinggang Bawah.In :http://www.kalbe.co.id

Sidharta Priguna, 2005. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : PT


Dian Rakyat

Sidharta, P. 1980. Anamnesa Kasus Nyeri di Ekstremitas dan Sakit Pinggang:


Pemeriksaan klinis dalam neurologis. Pustaka Universitas, Jakarta.

Snell, R.S.,2003. Cedera Medulla Spinalis dan Otak. Pendahuluan dan


Organisasi Susunan Saraf. Neuroanatomi Klinik, Ed 7. Jakarta : EGC, 17.

Snell, R.S.,2003.Uraian Singkat Columna Vertebralis. Pendahuluan dan


Organisasi Susunan Saraf. Neuroanatomi Klinik, Ed 7. Jakarta : EGC,
137-141.

Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja(HIPERKES),


Jakarta.

Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson.Patofisiologi Konsep-konsep prose


penyakit.Jakarta : 1995. EGC. Hal 1023-1026.
Tjokorda Mahadewa G.B, Sri Maliawan. (2009). Diagnosis dan Tatalaksana
Kegawat Daruratan Tulang Belakang. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.

Trimunggara, Kantana. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low


Back Pain pada Kegiataan Mengemudi Tim Ekspedisi PT.Enseval Putera
Megatrading Jakarta Tahun 2010. Skripsi:Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. Available


from: URL http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm.

Anda mungkin juga menyukai