Anda di halaman 1dari 4

Book Report

D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Nama : Susi Susanta Barus
Prodi : S2-PAK
Judul buku : Hakikat Pendidikan Kristen
Penulis : Dr. Richard J. Edlin
Penerbit : BPK GM
Jumlah halaman : 492 halaman

Sekolah Tinggi Teologia Sumatera tara


Penulis : Dr. Richard J. Edlin
Penerbit : BPK GM
Jumlah halaman : 492 halaman

Richard J. Edlin (2014) menjelaskan panjang lebar mengenai isu netralitas pendidikan ini
dalam bukunya Hakikat Pendidikan Kristen. Ia menyatakan bahwa, pendidikan tidaklah dan
tidak akan pernah bersifat netral. Konteks netral yang dimaksud di sini adalah seolah-olah
pendidikan itu tidak berpihak kepada agama, kepercayaan, filsafat atau cara pandang
(worldview) tertentu. Pernyataannya menjadi jelas saat kita melihat praktik maupun
kebijakan pendidikan yang terjadi di Negara kita ini. Indonesia memiliki sekolah milik
Negara, yang sering disebut sekolah negeri; disamping itu kita juga memiliki sekolah-sekolah
berbasis agama, baik itu Islam, Katholik, Kristen, Budha dan lainnya; di luar itu, Indonesia
juga ternyata memiliki sekolah-sekolah swasta konvensional dan modern yang ‘tidak
berbasis’ pada agama. (UU No.20/2003)

Sekolah-sekolah berbasis agama tentunya tidak mungkin netral. Segala pandangan,


kebijakan, maupun praktik yang ada dalam sekolah tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh
filosofi keagamaannya. Bagaimana dengan sekolah negeri milik pemerintah? Secara sekilas
sekolah-sekolah ini terasumsi netral dari berbagai pandangan keagamaan atau filisofi tertentu.
Namun secara tidak mengejutkan, tidak sedikit pandangan, kebijakan maupun praktik yang
berkembang di sekolah negeri ini berlandaskan kepada salah satu agama tertentu. Dengan
demikian, Edlin tidak salah menilai bahwa pendidikan tidak akan pernah netral. Benarkah?
Bagaimana dengan sekolah-sekolah swasta yang tidak berbasis agama? Baik yang
konvensional maupun modern sepertinya mereka menunjukkan netralitas dari pandangan-
pandangan atau filosofi tertentu.

Jika kita menyadari bahwa agama merupakan bentuk lain dari suatu cara pandang atas dunia
ini (worldview), maka kita dapat berkata bahwa worldview dan agama tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, sekolah-sekolah swasta yang tidak berbasis
agama sebenarnya memilki ‘agama’. Salah satu contoh praktis, ada sekolah tertentu yang
tidak menyertakan pelajaran agama pada kurikulum mereka; lainnya sangat mementingkan
sisi kemanusiaan dari peserta didiknya; ada juga yang memprioritaskan teknologi dalam
setiap kegiatan pembelajarannya. Perbedaan-perbedaan yang dihasilkan oleh pilihan-pilihan
tersebut menandakan bahwa ada suatu pandangan pada lembaga pendidikan yang membuat
mereka menganggap penting yang satu dan tidak terlalu mementingkan yang lain. Oleh
karena itu, seharusnya kita menyadari sekarang bahwa tidak ada pendidikan yang netral.
Pendidikan selalu membawa filosofi dan pandangannya sendiri.

Demikian pula pada pendidikan dan sekolah Kristen. Pendidikan Kristen seharusnya
memiliki signifikansi, khususnya secara pandangan dan filosofinya. Walaupun dalam dimensi
kebijakan atau praktik pendidikan ada yang serupa dengan sekolah pada umumnya, namun
sistem berpikir dan kepercayaan yang mendorong para pendidik dalam membuat dan
menjalan kebijakan dan praktik pendidikan tetap terlihat berbeda. Apakah pembeda
pendidikan Kristen dari pendidikan lainnya?

Sumber pembeda Pendidikan Kristen bukan dimulai dari kebijakannya, bukan pula cara
pandangnya maupun filosofinya. Sumber utama yang menjadi pembeda Pendidikan Kristen
dari pendidikan lain adalah dasar kekristenan itu sendiri, yaitu Allah di dalam pribadi Yesus
Kristus. Meniadakan Allah dan pribadi Kristus dalam pendidikan Kristen adalah sesuatu yang
absurd. Pendidikan tersebut tidaklah mungkin disebut suatu Pendidikan Kristen. Tanpa
kehadiran Allah, maka keberadaan dosa pada manusia dapat dan mungkin untuk disangkal.
Tanpa dosa, kita tidak membutuhkan penyelamat dan tanpa penyelamat artinya Kristus tidak
diperlukan. Pada akhirnya, tanpa Kristus, bukankah kekristenan dan Pendidikan Kristen
menjadi tidak ada maknanya?

Pendidikan non-kristen dan Kristen mungkin sama-sama meninggikan moralitas, menghargai


siswa, mengembangkan teknologi, membangun iman dan lainnya. Namun ciri khas yang
tidak dimiliki oleh Pendidikan non-kristen adalah pribadi Yesus Kristus. Pribadi inilah yang
nantinya akan merasuk ke dalam setiap praktik-praktik pendidikan sehingga praktik-praktik
tersebut memiliki suatu efek pembeda dari pendidikan lainnya.

Ketika pribadi Yesus Kristus tidak menjadi yang utama, tidak menjadi sumber rujukan
kebijakan dan tidak menjadi inspirasi praktik pendidikan; maka dipastikan sekolah tersebut
tidak sedang menjalankan pendidikan Kristen yang sejati. Sekolah yang berlabel Kristen
belum tentu menjalankan suatu pendidikan Kristen. Adakalanya sekolah Kristen hanya
menempelkan label, aktifitas atau istilah agamawi kekristenan tanpa adanya kesadaran,
pemahaman terus-menerus dan pertumbuhan iman akan pribadi Yesus Kristus. Ini adalah
sinkretisme. Pendidikan tanpa Kristus bukanlah pendidikan Kristen.
Para orangtua Kristen seharusnya mengambil banyak manfaat dari pemahaman ini. Orang tua
Kristen perlu lebih berhati-hati dalam memilih sebuah sekolah. Apakah Kristus menjadi yang
terutama di sekolah tersebut dan bagaimana setiap warga sekolah berpusat pada Kristus
dalam setiap praktik-praktik pendidikan yang terjadi di sekolah. Tanpa pertimbangan yang
matang atas hal ini, anak akan kehilangan momen dan kesempatan terbaik mereka di dalam
kehidupan ini.

Para guru pun seharusnya bisa bercermin, apakah seluruh praktik pendidikan yang
dijalankanny telah bersumber dan bertujuan pada pribadi Yesus Kristus; atau praktik selama
ini hanya ‘menempelkan’ label kristen saja. Para guru dapat menjadikan hal ini sebagai acuan
dalam merancang suatu kegiatan pembelajaran; bagaimana pada setiap topik pembelajaran,
siswa dapat melihat dan memahami pribadi dan karya Kristus atas dunia ini

Anda mungkin juga menyukai