Anda di halaman 1dari 11

Nama: Safira Huria Azzah

Kelas: 5a
NIM: 11170183000007
A. Pengertian dan Analisis Fungsi Kemampuan Awal Siswa
1. Pengertian Kemampuan Awal Siswa
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk membelajarkan para siswa,
artinya membuat para siswa mau belajar. Setiap individu dalam pembelajaran
mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Kemampuan awal merupakan
hasil belajar yang didapat sebelum mendapat kemampuan yang lebih tinggi.
Kemampuan awal peserta didik merupakan prasyarat untuk mengikuti
pembelajaran sehingga dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
Mohammad Syarif Sumantri mengemukakan bahwa “Kemampuan awal siswa
adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa sebelum ia mengikuti
pembelajaran yang akan diberikan”.1
Kemampuan awal juga bisa disebut dengan prior knowledge (PK).
Kemampuan awal ini merupakan langkah penting di dalam proses belajar, dengan
demikian setiap guru perlu mengetahui tingkat kemampuan awal yang dimiliki para
peserta didik.2 Dalam proses belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta
didik menyaring informasi baru dan mencari makna tentang apa yang sedang
dipelajari olehnya. Proses membentuk makna melalui membaca didasarkan atas
kemampuan awal di mana peserta didik akan mencapai tujuan belajarnya.
Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum ia mulai
dengan pembelajarannya, karena dengan demikian dapat diketahui:
1. apakah siswa telah mempunyai atau pengetahuan yang merupakan prasyarat
(prerequisite) untuk mengikuti pembelajaran;
2. sejauh mana siswa telah mengetahui materi apa yang akan disajikan.3
Dengan mengetahui kedua hal tersebut, guru akan dapat merancang
pembelajaran dengan lebih baik, sebab apabila siswa diberi materi yang telah
diketahui maka mereka akan merasa cepat bosan. Berdasarkan uraian di atas dapat

1
Mohammad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar,
(Jakarta: Raja Grafindo, 2015), h. 183
2
Siwi Puji Astuti, Pengaruh Kemampuan Awal dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Fisika,
Jurnal Formatif, Vol, 5, No. 1, 2015, h. 71
3
Firdha Razak, Hubungan Kemampuan Awal Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Pada
Siswa Kelas VII SMP Pesantren Immim Putri Minasatene, Jurnal Mosharofah, Vol. 6, No. 1, 2017, h. 120
disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa adalah suatu kemampuan yang telah
dimiliki sebelum pembelajaran berlangsung yang merupakan prasyarat untuk
mengikuti proses belajar selanjutnya.

2. Analisis Fungsi Kemampuan Awal Siswa


Kemampuan awal siswa dapat berfungsi untuk mempermudah dan
mengoptimalkan perolehan, pengorganisasian dan mengungkap kembali
pengetahuan baru (hasil belajar) seseorang. Menurut Suprayekti dan Agustyarini,
identifikasi pengetahuan tentang kemampuan awal peserta didik sangat penting
karena memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Memberikan dosis pelajaran yang tepat. Artinya, materi yang diberikan dapat
diorganisasikan dengan lebih baik, tidak terlalu mudah bagi peserta didik,
ataupun tidak terlalu sulit karena bisa saja terjadi kesenjangan yang cukup jauh
antara kemampuan awal peserta didik dengan pengetahuan baru yang harus
dikuasai;
b. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan, seperti misalnya apakah peserta
didik memerlukan remedial sebelum mereka siap menerima materi baru.
Melalui identifikasi kemampuan awal peserta didik maka guru dapat
merancang kegiatan pembelajaran yang tepat termasuk pemilihan strategi,
media, dan penilaian pembelajaran dengan lebih baik;
c. Mengukur apakah peserta didik memiliki prasyarat yang dibutuhkan. Prasyarat
disini adalah kompetensi yang harus dimiliki peserta didik sebelum mengikuti
pelajaran tertentu. Analisis kemampuan peserta didik berfungsi juga untuk
menggambarkan statistik kemampuan yang dimiliki peserta didik. Dalam hal
ini, jika kemampuan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran telah dimiliki
peserta didik, maka pembelajaran dapat dilanjutkan ke topik/materi
berikutnya. Sebaliknya jika tidak maka guru dapat meminta peserta didik
mengambil tambahan pelajaran khusus/tertentu atau bahkan melakukan
review/kajian terhadap materi terkait sebelum masuk pada materi
pembelajaran yang sebenarnya;
d. Memilih pola-pola pembelajaran yang lebih baik. Dengan mengidentifikasi
kemampuan awal peserta didik, maka guru dapat mendesain skenario
pembelajaran dengan lebih baik, serta menentukan materi dengan lebih
terorganisir, memilih strategi apa yang tepat dan dapat digunakan untuk
membantu kegiatan pembelajaran.4

B. Jenis-jenis Kemampuan Awal Siswa


Ada tujuh jenis kemampuan awal yang dapat digunakan untuk memudahkan perolehan,
pengorganisasian, dan pengungkapan kembali pengetahuan baru. Ketujuh jenis
pengetahuan awal itu adalah sebagai berikut.5
1. Pengetahuan bermakna tak terorganisasi (arbitraly meaningful knowledge) sebagai
tempat mengaitkan pengetahuan hapalan (yang tak bemakna) untuk memudahkan
retensi. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang sama sekali tidak ada
kaitannya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari Pengetahuan ini sangat
berguna untuk mengingat hapalan dan pengetahuan yang tak bermakna, yang
bertujuan mnemonic misalkan “MEJIKUHIBINIU” untuk menghapalkan warna
pelangi.
2. Pengetahuan analogis (analogi knowledge), yang mengaitakan pengetahuan baru
dengan pengetahuan lain yang amat serupa, yang berada di luar isi yang sedang
dibiarakan/dipelajari. Pengetahuan analogis ini berada di luar konteksisi
pengetahuan baru yang sedang dipelajari, namun terdapat kaitan berikut :
a. berada pada tingkat keumuman yang sama.
b. Memiliki kesamaan dalam hal-hal pokok.
c. Contoh-contoh pengetahuan analogis tidak temasuk dalam contoh-
contohpengetahuan baru. Misalnya pengertahuan baru tentang prinsip
penawaran dan permintaan, maka bisa dianalogikan dengan peminat masuk
keperguruan tinggi dengan daya tamping perguruan tinggi. Meskipun
pengetahuan analogis ini tidak ada kaitan dengan pengetahuan baru, tetapi
sangat bemanfaat untuk mempermudah mencapai pengetahuan baru yang
sedang dipelajari.
3. Pengetahuan tingkat yang lebih tinggi (superordinte knowledge) yang dapat
berfungsi sebagai kerangka kaitan lanjut bagi pengetahuan baru. Gagne
menyebutnya sebagai kapabilitas belajar. Hubungan antar kapabilitas tersebut
sebagai hubungan prasyarat dan syarat. Jadi kapabilitas konsepabstrak sebagai

4
Suprayekti dan Agustyarini. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran Dalam Dinamika Belajar
Siswa (Deepublish: Yogyakarta, 2015), h. 50.
5
Yatim, Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran. (Prenada Media Group: Jakarta, 2009), h. 63-64
superordinat dari konsep konkrit, Kapabilitas belajar menurut Gagne dibedakan
atas lima bagian yaitu; diskriminasi, konsep konkrit, konsep abstrak, kaidah (rule),
dan kaidah tingkat lebih tinggi lagi.
4. Pengetahuan setingkat (coordinate knowledge), yang dapat memenuhi fungsinya
sebagai pengetahuan asosiatif dan/atau komparatif. Pengetahuansetingkat ini
memiliki tingkat keumuman dan kekhususan yang sama dengan pengetahuan yang
sedang dipelajri. Misalnya, konsep “hewan berkaki ruas”dan konsep “hewan
bertulang belakang”. Kedua hewan tersebut tidak sama, tetapi keduanya
merupakan contoh “hewan”. Jadi mengaitkan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari dengan pengetahuan coordinate yang telahdiketahui oleh pebelajar akan
memudahkan perolehan pengetahuan barutersebut.
5. Pengetahuan tingkat yang lebih rendah (subordinate knowledge), yang berfungsi
untuk mengkonkritkan pengetahuan baru atau juga penyediaan contoh-contoh. Ini
kebalikan dari pengetahuan yang lebih tinggi. Ada kesamaan fungsi dengan
pengetahuan pengalaman.
6. Pengetahuan pengalaman (experienitial knowledge) yang memiliki fungsi sama
dengan pengetahuan tingkat yang lebih rendah, yaitu untuk mengkonkritkan dan
menyediakan ontoh-contoh bagi pengetahuan baru. Pengetahuan pengalaman
mengacu kepada ingatan seseorang pada peristiwa-peristiwa atau objek-objek
khusus dan yang tersimpan di dalam experienitial data base (istilah yang digunakan
Reigeluth).
7. Strategi kognitif, yang menyediakan cara-cara mengolah pengetahuan baru,mulai
dari penyandian, penyimpanan, sampai dengan pengungkapan kembali
pengetahuan yang telah tersimpan dalam ingatan. Hal ini berfungsi membantu
mekanisme pembuatan hubungan-hubungan antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa. Gagne mengemukakan bahwastrategi
kognitif adalah keterampilan lepas-isi (content-free skill) yang dapatdigunakan
oleh seseorang untuk memudahkan perolehan pengetahuan, atau memudahkan
pengorganisasian dan pengungkapan pengetahuan yang telah dipelajari
C. Klasifikasi Jenis-jenis Awal Siswa
Tujuh jenis kemampuan awal ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:6
1. Pengetahuan yang akan diajarkan. Yang termasuk di dalamnya adalah:
pengetahuan tinggi, pengetahuan sedang, pengetahuan rendah, dan pengetahuan
pengalaman.
2. Pengetahuan yang berada di luar pengetahuan yang akan dibicarakan. Yang
termasuk di dalamnya adalah pengetahuan bermakna tak terorganisasi dan
pengetahuan analogis.
3. Pengetahuan mengenai keterampilan generik. Yang termasuk didalamnya adalah
strategi kognitif
Pada penelitian ini, teori beban kognitif berasumsi bahwa pengetahuan dalam
bidang tertentu disimpan dalam memori jangka panjang dalam bentuk skemata. Hal ini
mengapa perlunya mengintegrasikan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang
sudah ada dalam ingatan jangka panjang7, Sehingga peneliti memfokuskan pada
klasifikasi pertama, yang berkaitan dengan pengetahuan yang akan diajarkan, meliputi
pengetahuan tinggi, pengetahuan sedang, dan pengetahuan rendah.
1. Pengetahuan Tinggi (Superordinate Knowledge)
Superordinate menurut bahasa merupakan tingkatan tinggi dalam suatu kondisi
atau peringkat. Pengetahuan tinggi termasuk pengetahuan yang lebih luas dan
inklusif. Pengetahuan tinggi (superordinate knowledge) dianggap sebagai indikasi
bahwa anak telah membuat pergeseran dari tahap awal atau generalisasi serta
membangun jaringan dalam pemikirannya menuju tahapan akuisisi leksikal
(pengambilan makna suatu kata) Namun, disaat anak-anak tumbuh dan
berkembang dalam suatu pendidikan, mereka
perlu membuktikan dan menerapkan pengetahuan ini dalam pembelajaran
akademik
Pengetahuan tinggi ini merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa yang
dapat digunakan sebagai kerangka bagi pengetahuan baru yang akan dipelajari.
Ausabel mengatakan bahwa pengetahuan superordinate yang telah dimiliki siswa

6
Nana S.S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 5
M. Diyat Mahmud, “Psikologi Pendidikan”, Fakultas Ilmu Pendidikan Institut Keguruan dan Keilmuan
7

Yogayakarta, h. 135
dapat menjadi “kerangka cantolan” bagi pengetahuan baru yang dipelajari,
sehingga pengetahuan baru tersebut akan bermakna
Gagne mengaitkan pengetahuan superordinate dengan hubungan prasyarat
belajar antara jenis-jenis keterampilan intelektual. Keterampilan sebagai
kapabilitas belajar oleh Gagne dibedakan menjadi 58:
a. Diskriminasi
Diskriminasi merupakan suatu konsep kemampuan untuk mengadakan
respon-respon yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda pula dalam satu
atau lebih dimensi fisik. Diskriminasi dapat diartikan sebagai pemberian reaksi
yang berbeda padastimulus-stimulus yang mempunyai kesamaan.
Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari aringan, terkadang apabila
jaringan terlalu luas dapat mengakibatkan intervensi atau siswa tidak dapat
membedakan.
b. Konsep Konkret
Konsep konkret menunjukkan suatu sifat objekatau atribut objek. Dalam
hal ini diyakini bahwa penampilan manusia merupakan sebuah konsep yang
konkret. Belajar konkret merupakan prasyarat dari belajar abstrak. Konsep
konkret bisa didapatkan dari mengenal bentuk-bentuk tertentu dan
menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tersebut. Misalnya: siswa
mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola, dan lain
sebagainya. Lalu siswa merangkai hal tersebut menjadi suatu pengetahuan
geometris, sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang
bujur sangkar, dan lain sebagainya
c. Konsep Abstrak
Konsep abstrak dipelajari karena manusia membutuhkan kemampuan
untuk dapat melakukan representasi internal tentang dunia disekitarnya dengan
menggunakan bahasa verbal. Manusia dapat melakukan representasi ini tanpa
terbatas karena memiliki bahasa yang luas dan memiliki kemampuan untuk
mengabstraksi. Dengan menguasai konsep siswa dapat menggolongkan dunia
disekitarnya menurut konsep tersebut, misalnya bentuk, jumlah, warna, dan
lain sebagainya
d. Kaidah (Rule)

8
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 59
Kaidah menunjukkan bagaimana penampilan mempunyai semacam
"keteratuan" dalam berbagai situasi khusus. Dalam hal ini konsep terdefinisi
merupakan merupakan suatu bentuk khusus dari aturan yang bertujuan untuk
mengelompokkan objek-objek, dan kejadian-kejadian. Dapat pula dikatakan
bahwa konsep terdefinisi merupakan suatu aturan pengklasifikasian
e. Kaidah Tingkat Tinggi (Higher Order Rule)
Kaidah tingkat lebih tinggi merupakan gabungan dari berbagai aturan-
aturan sederhana yang dipergunakan untuk memecahkan masalah. Aturan-
aturan yang kompleks atau aturan-aturan tingkat tinggi ditemukan untuk
memecahkan suatu masalah praktis atau sekelompok masalah. Dalam
pengertian ini, kaidah tingkat lebih tinggi merupakan pengetahuan
superordinate. Kaidah menjadi pengetahuan superordinate konsep abstrak,
konsep abstrak menjadi pengetahuan superordinate konsep konkret, dan
konsep konkret menjadi pengetahuan superordinate diskriminasi. Dengan
pengertian demikian maka suatu kapabilitas belajar akan menjadi prasyarat
bagi belajar kapabilitas lainnya. Ini berarti, kapabilitas prasyarat harus
dikuasai lebih dahulu sebelum mempelajari kapabilitas lainnya. Misalnya,
konsep konkret sebagai superordinate dari diskriminasi, hanya dapat dipelajari
jika diskriminasi sebagai kapabilitas prasyarat telah dikuasai lebih dahulu.
Begitu seterusnya, dengan kapabilitas kapabilitas lainnya

2. Pengetahuan Sedang (Coordinate Knowledge)


Pengetahuan sedang termasuk pengetahuan dimana keluasan dan
keinklusifannya memiliki level yang sama9. Pengetahuan ini dapat memenuhi
fungsinya sebagai pengetahuan asosiatif dan komparatif. Pengetahuan ini memiliki
tingkat keumuman atau tingkat kekhususan yang sama dengan pengetahuan yang
sedang dipelajari. Contoh-contoh coordinate knowledge harus berbeda atau tidak
saling termasuk pada contoh-contoh pengetahuan yang baru dipelajari. Jika
pengetahuan yang sedang dipelajari adalah konsep, maka konsep yang menjadi
cordinatenya adalah konsep lain yang memiliki konsep superordinate yang sama10.
Sehingga, mengaitkan dan membandingkan pengetahuan yang sedang dipelajari

9
D. S. Srivastava dan Sarita, Curriculum and Instruction, (Isha Books: Delhi, 2005), h. 269
10
Nadia Zulfi, Skripsi, “Profil Penyebab Beban Kognitif Siswa DalamPembelajaran Matematika
Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa” (Surabaya: Uin Sunan Ampel, 2018), h. 24
dengan pengetahuan coordinate yang telah dikuasai siswa, akan mempermudah
pamahaman pengetahuan baru tersebut dan memudahkan siswa mengorganisasi
struktur ingatannya. Pengetahuan coordinate juga memudahkan pengungkapan
kembali apa yang telah diorganisasi dalam ingatan

3. Pengetahuan Rendah (Subordinate Knowledge)


Subordinate memiliki arti yaitu pangkat yang lebih rendah atau tempat yang
lebih rendah. Pengetahuan yang lebih rendah termasuk pengetahuan yang lebih
sempit dan sedikit inklusif11. Pengetahuan ini berfungsi untuk mengkonkretkan
pengetahuan baru atau juga penyediaan contoh-contoh. Ada dua jenis pengetahuan
subordinate,yaitu
a. Pengetahuan subordinate yang merupakan “jenis” dari pengetahuan yang
sedang dipelajari.
b. Pengetahuan subordinate yang merupakan “bagian”dari pengetahuan yang
sedang dipelajari. Artinya, pengetahuan yang sedang dipelajari adalah
superordinate, sedangkan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa adalah
sebagai pengetahuan subordinate. Contohnya, persegi panjang, belah ketupat,
dan jajargenjang merupakan subordinate dari konsep “segiempat”.
Pengetahuan subordinate mempunyai fungsi yang sama dengan pengetahuan
yang diperoleh dari pengetahuan pengalaman (experiential knowledge).
Oleh karena itu subordinate knowledge akan berjalan seiring dengan
experiental knowledge, kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah
tersebut, akan bergantung pada pengalaman siswa menyelesaikan masalah
tersebut. Sangat penting bagi siswa untuk mengorganisasi ingatan dimana
pengetahuan baru dikaitkan dengan pengetahuan subordinate (baik jenis
maupun bagian), dan diintegrasikan lebih lanjut kedalam struktur kognitif
yang sudah dimiliki siswa.

D. Langkah-langkah Identifikasi Kemampuan Awal Siswa


Identifikasi kemampuan awal dan karakteristik peserta didik adalah salah satu
upaya para guru yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman tentang; tuntutan,
bakat, minat, kebutuhan dan kepentingan peserta didik, berkaitan dengan suatu program

11
Ibid., 25
pembelajaran tertentu. Tahapan ini dipandang begitu perlu mengingat banyak
pertimbangan seperti; peserta didik, perkembangan sosial, budaya, ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kepentingan program pendidikan/ pembelajaran
tertentu yang akan diikuti peserta didik. Identifikasi kemampuan awal dan karakteristik
peserta didik bertujuan12:
1. Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan
serta karakteristik awal siswa sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu.
2. Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan, serta kecenderungan peserta didik
berkaitan dengan pemilihan program-program pembelajaran tertentu yang akan
diikuti mereka.
3. Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu
dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.
Penilaian awal siswa dilakukan dengan cara memberikan tes, yang berupa
pretest. Tes ini dilakukan untuk mengukur tentang penguasaan siswa terhadap tujuan
yang harus dicapai. Ada tiga langkah yang perlu dilakukan dalam menganalisis
kemampuan awal siswa. Langkah-langkah itu adalah13:
1. Melakukan pengamatan (observation) kepada siswa secara perorangan
Pengamatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan awal yang
digunakan untuk mengetahui konsep-konsep, prosedur-prosedur atau prinsip-
prinsip yang telah dikuasai oleh siswa dengan konsep, prosedur, atau prinsip, yang
akan diajarkan. Wawancara atau angket dapat digunakan untuk menggali informasi
mengenai kemampuan awal yang lain seperti kemampuan yang tidak terorganisasi,
pengetahuan pengalaman alogi dan strategi kognitif.
2. Tabulasi karakteristik pribadi siswa. Hasil pengemasan yang dilakukan pada
langkah pertama ditabulasi untuk mendapatkan klasifikasi dan rinciannya. Hasil
tabulasi akan digunakan untuk daftar klasifikasi karakteristik menonjol yang perlu
diperhatikan dalam menetapkan strategi pengelolaan.
3. Pembuatan daftar strategi karakteristik siswa. Daftar ini perlu dibuat sebagai dasar
menentukan strategi pengelolaan pembelajaran. Satu hal yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan daftar ini adalah daftar harus disesuaikan dengan kemajuan-
kemajuan belajar yang dicapai siswa secara pribadi. Ada beberapa macam

12
Trianto, Mendesai Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 199
13
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2009), h. 54-60
instrumen yang bisa digunakan untuk memperoleh data tentang karakteristik siswa
meliputi observasi, wawancara, angket, daftar pertanyaan dan melakukan tes.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Siwi Puji. Pengaruh Kemampuan Awal dan Minat Belajar Terhadap Prestasi
Belajar Fisika. Jurnal Formatif. Vol. 5. No.1. 2015

Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensido.


2009.

M. Diyat. “Psikologi Pendidikan”. Fakultas Ilmu Pendidikan Institut Keguruan dan


Keilmuan Yogayakarta.

Nana, S.S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005.


Mahmud

Razak, Firdha. Hubungan Kemampuan Awal Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis


Matematika Pada Siswa Kelas VII SMP Pesantren Immim Putri
Minasatene. Jurnal Mosharofah. Vol. 6. No. 1. 2017.

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.


2009.

Srivastava, D. S. dan Sarita. Curriculum and Instruction. Isha Books: Delhi. 2005.

Suprayekti dan Agustyarini. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran


Dalam Dinamika Belajar Siswa. Deepublish: Yogyakarta. 2015.

Sumantri, Mohammad Syarif. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di Tingkat


Pendidikan Dasar. Jakarta: Raja Grafindo. 2015

Trianto. Mendesai Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.


2014.

Uno, Hamzah B. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.

Zulfi, Nadia. Skripsi “Profil Penyebab Beban Kognitif Siswa DalamPembelajaran


Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa”. Surabaya: Uin Sunan
Ampel. 2018.

Anda mungkin juga menyukai