Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS KASUS PEKERJA MIGRAN INDONESIA SETELAH

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR


18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN
INDONESIA

Guna Memenuhi Tugas Hkum Perlindungan Buruh Migran Kelas A

Disusun oleh:
Sila Rizki Mauliddini 165010100111010 (1)
Muhamad Elmi Habib 165010100111069 (2)

KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2019
Pemprov Sumut tangani kasus TKI Tapteng yang ditelantarkan
di Penang
Minggu, 25 Agustus 2019 23:19 WIB

Medan (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumut dan pihak Konsulat Jenderal


Republik Indonesia (KJRI) di Penang, Malaysia, sedang mempelajari kasus
terlantarnya TKI asal Tapanuli Tengah, Sumut, Meimeris Tumanggor (37) di
Penang dan termasuk mengupayakan kepulangannya.
“Saya dan tim atas instruksi Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sudah di Malaysia.
Besok (senin,read) akan bertemu pihak KJRI Penang dan TKI yang sedang
dirawat di Rumah Sakit Kerajaan Malaysia di Bukit Mertajam Penang”, ujar
Sekda Provinsi Sumut, Sabrina yang dihubungi melalui telepon selularnya,
Minggu Malam.
Sabrina mengaku begitu sampai di Penang, Malaysia, tim sudah bertemu dengan
Perkumpulan Persatuan Masyarakat Indonesia di Malaysia (Permai) yang pertama
kali menemukan Meimeris.
TKI bernama Meimeris Tumanggor itu saat ini masih dirawat di Rumah Sakit
Kerjaan Malaysia di Bukit Mertajam Penang, setelah ditemukan anggota Permai
dalam keadaan sakit di sekitar gedung KJRI di Penang.
Meimeris yang disebut-sebut kelahiran Tumba Jae Kabupaten Tapanuli Tengah
diinformasikan “dibuang” majikannya karena sakit.
Meimeris yang sudah bekerja 3 tahun di satu sekolah di Bukit Mertajam,Penang
bahkan mengaku tidak diberi gaji.
Bahkan saat sakit ditinggalkan majikannya di sekitar KJRI di Penang.
Diduga tidak punya passport karena ditahan pemasok TKI dan takut ditahan serta
dipulangkan, Meimeris tidak berani masuk KJRI.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sebelumnya yang lansung memerintahkan
Sekda Provinsi Sumut, Sabrina, Kepala Dinas Kesehatan Alwi Mujahit Hasibuan
dan Kepala Biro Hukum Andy Faisal berangkat ke Malaysia menegaskan,
Meimeris Tumanggor harus mendapat penanganan serius.
“Saya sudah minta tim menangani Meimeris dengan yang terpenting adalah
pengobatan dan pemulihan kesehatannya dan termasuk upaya pemulangannya
untuk dapat segera berkumpul dengan keluarganya”, ujar Edy.
(sumber: Evalisa Siregar dan Chandra Hamdani Noor,
https://www.antaranews.com/berita/1029388/pemprov-sumut-tangani-kasus-tki-
tapteng-yang-ditelantarkan-di-penang#mobile-src )
KASUS POSISI
Pemerintah Provinsi Sumatra Utara yang diwakili oleh Tim yang
dipimpin oleh Sekretaris Daerah pergi ke KJRI penang guna melihat Pekerja
Migran Indonesia (PMI) yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Bukit
Martajam, Penang, Malaysia. PMI ini bernama Meimiris Tumagor berusia 37
tahun yang berasal dari Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.
Dari informasi pihak-pihak yang ada di Malaysia, PMI ini dibuang
oleh majikannya di sekitar KJRI di Penang karena PMI itu sedang menderita
sakit. Dari informasi yang didapat, PMI itu sudah bekerja selama 3 tahun di
sebuah sekolah di Bukit Martajam, Penang. Selama bekerja tidak pernah
digaji sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. PMI ini tidak berani pergi
dan melapor ke KJRI diduga tidak punya pasport karena ditahan agen PMI
dan takut ditahan serta dipulangkan.

ANALISIS KASUS
Dapat dilihat bahwa pelindungan buruh migran yang tertuang pada
Pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia masih kurang penegakannya karena
dalam hal ini PMI masih diperlakukan tidak manusiawi dengan bekerja tidak
digaji dan mengabaikan hak asasi manusia. Dalam kasus tersebut, PMI
tersebut ditelantarkan dalam keadaan sakit oleh majikannya. Sehingga, tujuan
dari Undang-Undang tersebut tidak terlaksana dengan baik. Tidak hanya itu
dalam kasus tersebut terdapat pelanggaran terhadap beberapa pasal dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Pertama, terkait dengan hak pekerja
migran yang tertuang pada Pasal 6 Ayat (1) huruf f2 yaitu PMI tersebut tidak
diberikan upah selama ia bekerja oleh majikannya. Kedua, dalam Pasal 6

1
Pelindungan Migran Indonesia bertujuan untuk:
a. Menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia sebagai warga negara dan
Pekerja Migran Indonesia; dan
b. Menjamin pelindungan hukum, ekonomi, dan sosial Pekerja Migran Indonesia dan
keluarganya.
2
(1) setiap calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia memiliki hak:
f. memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan
penempatan dan/atau kesepakatan kedua negara dan/atau perjanjian kerja;
Ayat (1) huruf j3 terkait dengan dokumen-dokumen selama bekerja karena
dalam kasus ini PMI tidak menguasai paspornya dikarenakan disita oleh agen
PMI. Ketiga, pada Pasal 14 dijelaskan bahwa hubungan kerja antara pemberi
kerja dan pekerja migran Indonesia berdasarkan perjanjian kerja yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dalam kasus ini pemberi
kerja tidak memberi upah secara layak kepada PMI dan tidak sesuai dengan
pasal tersebut.
Pemerintah Indonesia khususnya Pemerintah Sumatera Utara telah
melakukan tindakan yang terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari memfasilitasi pemenuhan hak Pekerja
Migran4 Indonesia berupa memberikan bantuan terhadap biaya pengobatan
PMI tersebut selama berada di Rumah Sakit serta bantuan terhadap
pemulangannya5. Kemudian, memfasilitasi penyelesaian kasus
ketenagakerjaan dan melakukan mediasi oleh KJRI Penang dengan majikan
terkait tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan majikan PMI tersebut.
Hal ini dilakukan sesuai dengan Pasal 21 Ayat (1) huruf d dan f Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan
Pekerja Migran Indonesia. Kepulangan PMI tersebut terjadi dikarenakan sakit
yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan pekerjaanya lagi sebagaimana
termaktub dalam Pasal 27 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Migran Indonesia.
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah Sumatera Utara dalam mengurus
kepulangan PMI tersebut telah dilakukan sesuai dengan Pasal 40 huruf b
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Pelindungan Migran Indonesia.
Dalam penyelesaian kasus ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan non litigasi dan litigasi. Litigasi dapat dilakukan dengan musyawarah

3
(1) setiap calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia memiliki hak:
j. menguasai dokumen perjalanan selama bekerja;
4
Pasal 21 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentrang
Pelindungan Migran Indonesia
5
Pasal 24 Ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017
tentrang Pelindungan Migran Indonesia
oleh para pihak. Musyawarah ini telah sesuai dengan Pasal 77 Ayat (1) dan
(2) Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pelindungan Pekerja MIgran
Indonesia mengenai penyelesaian perselisihan. Apabila musyawarah tersebut
tidak menghasilkan sesuai harapan, penyelesaian dapat dilakukan melalui
cara litigasi yaitu mengajukan tuntutan terkait penelantaran PMI tersebut
yang sedang sakit sehingga hak sebagai manusia terancam. Serta melakukan
gugatan atas tidak membayar upah PMI tersebut. hal ini dapat dilakukan
dengan hukum nasional negara penempatan untuk mengadili majikan PMI
tersebut. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 77 Ayat (3) Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Pelindungan Pekerja MIgran Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai