Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

MATERIAL TEKNIK

PEMBUATAN TUNGKU PELEBURAN ALUMUNIUM

DISUSUN OLEH

JEFRI SURANTA PURBA NIM : 5183520003

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat dan hidayah-
Nya saya berhasil menyelesaikan penyusunan laporan “Material Teknik” ini tepat pada
waktunya. Laporan ini disusun sebagai syarat mata kuliah Material Teknik.

Saya menyadari bahwa didalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih kami yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini. saya menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dengan
kerendahan hati saya memohon maaf karena dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan-kekurangan baik teknis penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun sangat hari harapkan untuk kesempurnaan
makalah ini.

Demikian Laporan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebaik-baiknya. Semoga


laporan ini dapat menambah pengetahuan kita tentang Praktikum Kerja Bangku dan
memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya dan bagi kita semua.

Medan, Desember 2018

Penulis
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia industri saat ini terutama pengecoran sudah banyak media atau alat
yang digunakan terutama dalam peleburannya, tungku sebagai alat utama peleburan pada
pengecoran logam dan non logam, pada awal pengecoran bahan bakar yang digunakan
adalah minyak untuk proses pleburannya. Minyak bumi atau minyak sawit saat ini sudah
jarang digunakan serta harga yang mahal sehingga kita perlu melakukan perubahan bahan
bakar yang lebih efisien, mudah didapat, dan ramah lingkungan, sehingga baik digunakan
dalam peleburan logam dan non logam yaitu bahan bakar gas LPG sebagai bahan bakar
tungku krusibel. Tungku (tanur) sendiri adalah alat yang digunakan untuk memasak logam
ataupun non logam, dalam pengecoran tanur ada beberapa macam, tanur Besalen, tanur
Tukik, tanur Kupola, tanur Induksi, dan tanur Krusible. Peleburan alumunium skala kecil dan
sedang biasanya dilakukan dengan tungku krusible. Ciri khas tungku krusible adalah
digunakannya wadah untuk menempatkan logam yang akan di lebur. Wadah tersebut
berbentuk krus yaitu menyerupai pot yang diameter atasnya lebih lebar sehingga disebut
krusible atau dikenal sebagai kowi. Tungku ini dibedakan menurut jenis bahan bakar yang
digunakan yaitu, kokas atau arang, minyak dan gas.

Alumunium adalah logam ringan yang dipakai secara luas, bukan saja hanya untuk
keperluan rumah tangga tetapi untuk keperluan bahan pesawat terbang, mobil, kapal laut
dan konstruksi. Alumunium dan alumunium paduan tidak terlalu sulit dilebur karena suhu
lelehnya 700°C.Sebab itu, pengecoran alumunium banyak diaplikasikan diindrusti baik skala
kecil, sedang maupun besar. Dalam pembuatan produk cor harus dilakukan proses-proses
seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuangkan dan membongkar, lalu
membersihkan hasil coran. Untuk mencairkan logam bermacam-macam tanur dipakai.
Umumnya yang digunakan adalah krusibel, kupola, dan tanur induksi.

Pengecoran menggunakan cetakan pasir adalah proses produksi yang diawali dengan
menuangkan logam cair ke dalam sistem saluran (gating system) dan selanjutnya logam cair
akan mengisi seluruh rongga cetakan. Selama logam cair berada dirongga cetakan
mengalami penyusutan akibat pembekuan (solidifikasi). Kekurangan pada pengecoran salah
satunya adanya cacat yang dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya desain yang kurang
baik. Sistem saluran cetakan pasir meliputi sawing tuan, saluran masuk (in-gate), saluran
turun (sprue), saluran pengalir (runner), pasir cetak, dan waktu lamanya pembekuan
didalam cetakan.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diuji pada penelitian adalah :

1. Bagaimana proses perencanaan tungku peleburan alumenium


2. Bagaimana proses mendesain tungku peleburan aluminium
3. Bagaimana proses pembuatan meja portable
4. Bagaimana proses pembuatan tungku aluminium

C. Pembatasan Masalah

Batasan masalah yang diambil pada penelitian ini adalah :

1. Membuat desain tungku peleburan aluminium


2. Pembuatan tungku peleburan aluminium dengan bata tahan panas dan semen tahan
panas.
3. Pengujian dilakukan dengan melihat terjadinya perubahan suhu 5 menit tanpa
melihat perpindahan panasnya.
4. Bahan bakar tungku menggunakan gas LPG.
5. Logam yang digunakan aluminium
6. Tujuan penelitian ini adalah untuk :
7. Mendesain dan membuat tungku peleburan alumenium.
8. Meneliti proses peleburan yang dibuat.
9. Mengetahui cara membuat tungku peleburan alumnium menggunakan batu dan
semen tahan panas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dapur Peleburan

Dalam proses pengecoran logam tahapan peleburan untuk mendapatkan logam cair pasti
akan dilakukan dengan menggunakan suatu tungku peleburan di mana material bahan baku
dan jenis tungku yang akan digunakan harus disesuaikan dengan material yang akan dilebur.
Pemilihan tungku peleburan yang akan digunakan untuk mencairkan logam harus sesuai
dengan bahan baku yang akan dilebur. Paduan Aluminium, paduan tembaga, paduan timah
hitam, dan paduan ringan lainnya biasanya dilebur dengan menggunakan tungku peleburan
jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor menggunakan tungku induksi frekwensi rendah atau
kupola. Tungku induksi frekwensi tinggi biasanya digunakan untuk melebur baja dan material
tahan temperatur tinggi. Tungku yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam
antara lain ada lima jenis yaitu; Tungku jenis kupola, tungku pengapian langsung, tungku
krusibel, tungku busur listrik, dan tungku induksi. Dalam memproduksi besi cor tungku yang
paling banyak digunakan industri pengecoran adalah krusibel dan tungku induksi, jenis
kupola sudah mulai jarang digunakan karena pertimbangan tertentu. Berikut ini uraian
tentang tungku peleburan. Pada unit ini memperkenalkan tungku dan refraktori dan
menjelaskan berbagai aspek perancangan dan operasinya. Pemilihan dapur tergantung pada
beberapa faktor seperti :

1. Paduan logam yang akan dicor

2.Iemperatur lebur dan temperatur penuangan

3.Kapasitas dapur yang dibutuhkan

4.Biaya operasi

5.Pengoperasian

6. Pemeliharaan

7. Polusi terhadap lingkungan.

B. Klasifikasi Tungku

Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk mencairkan logam pada proses
pengecoran (casting) atau untuk memanaskan bahan dalam proses perlakuan panas (heat
Treatmet). Karena gas buang dari bahan bakar berkontak langsung dengan bahan baku, maka jenis
bahan bakar yang dipilih menjadi penting. Sebagai contoh, beberapa bahan tidak akan mentolelir
sulfur dalam bahan bakar. Bahan bakar padat akan menghasilkan bahan partikulat yang akan
mengganggu bahan baku yang ditempatkan didalam tungku .
Idealnya tungku harus memanaskan bahan sebanyak mungkin sampai mencapai suhu yang
seragam dengan bahan bakar dan tenaga kerja sesedikit mungkin. Kunci dari operasi tungku
yang efisien terletak pada pembakaran bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang
minimum. Tungku beroperasi dengan efisiensi yang relatif rendah (dibawah 70 %) dibandingkan dengan
peralatan pembakaran lainnya seperti boiler (dengan efisiensi lebih dari 90 %). Hal ini
disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi didalam tungku. Sebagai contoh, sebuah tungku
yang memanaskan bahan sampai suhu 1200 oC akan mengemisikan gas buang pada suhu 12000 C
atau lebih yang mengakibatkan kehilangan panas yang cukup signifikan.

a. Dapur Crucible
Dapur ini melebur logam tanpa berhubungan langsung dengan bahan pembakaran ( indirect
fuel-fired furnance).
Tiga jenis dapur krusibel Dalam gambar 2.1 ditunjukkan 3 jenis dapur krusibel yang biasa
digunakan :
a. Krusibel angkat (lift-out crucible),
b. Pot tetap (stationary pot),
c. Dapur tukik (tilting-pot furnance).

1. Krusibel angkat
Krusibel angkat yaitu Krusibel ditempatkan didalam dapur dan dipanaskan hingga logam
mencair. Sebagai bahan bakar digunakan minyak, gas, dan serbuk batubaru. Bila logam telah
melebur, krusibel diangkat dari dapur dan digunakan sebagai label penuangan. Dapur pot
tetap Dapur tidak dapat dipindah, logam cair diambil dari kontainer dengan ladel. Dapur
tukik Dapat ditukik untuk menuangkan logam cair. Dapur krusibel digunakan untuk
peleburan logam non-besi seperti perunggu, kuningan, paduan seng dan aluminium.
Kapasitas dapur umumnya terbatas hanya beberapa ratus pound saja. Dapur Crucible adalah
dapur yang paling tua yang digunakan dalam peleburan logam. Dapur ini mempunyai
konstruksi paling sederhana.
Dapur ini ada yang menggunakan kedudukan tetap dimana penmgambilan logam cair
dengan memakai gayung. Dapur ini sangat fleksibel dan serba guna untuk peleburan yang
skala kecil dan sedang. Bahan bakar dapur Crucible ini adalah gas atau bahan bakar minyak
karena akan mudah mengawasi operasinya. Ada pula dapur yang dapat dimiringkan sehingga
pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini biasanya dipakai untuk skala
sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada yang dioperasikan dengan tenaga listrik
sebagai alat pemanasnya yaitu dengan induksi listrik frekuensi rendah dan juga dapat
dengan bahan bakar gas atau minyak, sedangkan dapur Crucible yang memakai burner
sebagai alat pemanas dengan kedudukan tetap terlihat.

2. Dapur kedudukan tetap Tanur udara terbuka


adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang agak rendah dan logam cair akan akan
melebur dan dangkal. Pada bagian bawah tanur dipasang 4 buah ruang pemanas
(regenerator ). Tanur juga disangga oleh dua buah rol yang memungkinkan untuk
dimiringkan pada saat pengeluaran terak atau logam cair. Burner diletakkan pada kedua sisi
tanur dan dioperasikan secara periodik untuk mendapatkan panas yang merata. Bahan bakar
yang digunakan adalah gas atau minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar biasanya
dipanaskan mula dengan melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur.
Pemanasan ini bertujuan untuk mempeercepat terjadinya pembakaran dan menjaga
agar tidak terjadi perubahan suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di
sisi depannya. Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja. Tanur udara
adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka. Bentuknya hampir sama dengan
tanur udara terbuka, penampang tempat logam cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur
dipanaskan dengan alat pemanas dengan bahan bakar minyak . Burner dan udara
pembakaran ditempatkan pada salah satu ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan
keluar dari ujung yang lain. Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini
dibanding dengan dapur kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan
membuka tutup tanur dan menuangkannya dari atas. Tanur ini biasanya digunakan untuk
melebur besi cor putih dan besi cor mampu tempa, dan kadang juga digunakan untuk
peleburan logam non besi. Biaya operasi tanur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola .
Sering juga tanur ini dikombinasikan dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan
dilakukan dengan kupola kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk diatur
komposisinya.

b. Tungku Kupola
Kupola merupakan tungku yang memiliki bentuk silinder vertikal yang memiliki kapasitas
besar. Tungku ini diisi dengan material pengisi antara lain besi, kokas, flux atau batu kapur,
dan elemen paduan yang memungkinkan. Tungku ini memiliki sumber energi panas dari
kokas dan gas untuk meningkatkan temperatur pembakaran. Hasil peleburan dari tungku ini
akan ditapping secara periodik untuk mengeluarkan besi cor yang telah mencair.

c. Tungku Busur Listrik


Peleburan logam menggunakan tungku ini dilakukan dengan menggunakan energi yang
berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat mencairkan logam. Tungku jenis busur
listrik ini biasanya digunakan untuk proses pengecoran baja

d. Tungku Induksi
Tungku induksi adalah tungku yang menggunakan energi listrik sebagai sumber energi
panasnya, arus listrik bolak-balik ( alternating current ) yang melewati koil tembaga akan
menghasilkan medan magnetik pada logam pengisi (charging material ) didalamnya. Medan
magnet ini juga akan melakukan mixing pada logam cair akibat adanya gaya magnet antara
koil dan logam cair yang akan menimbulkan efek pengadukan ( stiring effect ) untuk
menghomogenkan komposisi pada logam cair. Logam cair didalam tungku harus dihindarkan
dari kontak langsung terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperatur tinggi sebagai
lining tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban logam cair
didalamnya.

e. Tungku Converter Bessemer


Converter ialah sebuah tabung baja dengan dinding berlapis dan tahan terhadap
temperatur tinggi serta ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk sedemikian rupa
agar posisinya dapat diubah secara vertikal mapun secara horizontal dengan posisi mulut
berada disamping atau diatas bahkan dibawah. Posisiposisi ini diperlukan untuk pengisian,
penghembusan karbon dioksida dan penuangan hasil pemurnian
Proses pemurnian ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi mentah ke
dalam converter yang berada pada posisi horizontal kemudian converter diubah posisinya
pada posisi vertikal dan pada posisi ini udara bertekanan 140KN/m 2 dihembuskan melalui
dasar converter ke dalam besi mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan
bersenyawa dengan oksigen menjadi karbon dioxida (CO2) dan mengikat unsur-unsur
lainnya (Abrianto Akuan, 2009). Dengan tekanan udara 140KN/m 2 unsur-unsur tersebut
akan terbawa keluar dari converter, proses ini dilakukan dalam waktu 20 menit, dari proses
ini besi mentah memiliki unsur-unsur paduan tidak lebih dari 0,05 % dan 0,006 %
diantaranya adalah unsur karbon dan dianggap sebagai besi murni atau Ferrite (Fe),
selanjutnya ditambahkan unsur karbon ke dalam converter ini dengan jumlah tertentu
sesuai dengan jenis baja yang dikehendaki hingga 2,06%, coverter ini berkapasitas antara 25
ton sampai 60 ton. Pada dasarnya berbagai metoda dalam proses pembuatan baja ini ialah
proses pemurnian unsur besi dari berbagai unsur yang merugikan sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu, oleh karena itu dalam proses pembuatan baja dengan
menggunakan sistem converter ini ialah salah satu proses pemurnian atau pemisahan besi
dengan menggunakan bejana sebagai alat pemanasan (peleburan) besi kasar tersebut.

f. Tungku Thomas dan Bessemer


Thomas dan Bessemer melakukan proses pemurnian besi kasar dalam pembuatan baja
ini pada prinsipnya sama yakni menggunakan Converter, namun Bessemer menggunakan
Converter dengan dinding yang dilapisi dengan Flourite dan Kwarsa sehingga dinding
Converter menjadi sangat keras kuat dan tahan terhadap temperature tinggi, akan tetapi
dinding converter ini menjadi bersifat asam sehingga tidak dapat mereduksi unsur Posphor,
oleh karena itu dapur Bessemer hanya cocok digunakan dalam proses pemurnian besi kasar
dari bijih besi yang rendah Posphor (Low-Posphorus Iron Ores). Sedangkan Thomas
menyempurnakannya dengan memberikan lapisan batu kapur (limestone) atau Dolomite
sehingga dinding converter menjadi basa dan mampumereduksi kelebihan unsur Posphor
dengan mengeluarkannya bersama terak.
Salah satu proses pemurnian besi dengan sistem converter ini pertama dikembangkan di
austria, proses dengan hembusan udara bertekanan hingga 12 bar di atas convertor dengan
posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron) bersama dengan sekrap dimasukan yang
kemudian dibakar, udara yang dihembuskan menghasilkan pembakaran dengan unsur
karbon, belerang dan phosphor yang terkandung didalam besi mentah tersebut, hal ini
terjadi pada saat converter dalam posisi miring .

C. Batu tahan api


Batu tahan api yang umum digunakan untuk dapur peleburan jenis crucible adalah batu
tahan api yang memiliki sifat-sifat :
1. Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi
2. Sanggup menahan lanjutan panas yang tiba-tiba ketika terjadi pembebanan suhu
3. 3.Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan pada suhu
yang tinggi
4. Mempunyai koefisien thermal yang rendah sehingga dapat memperkecil panas yang
terbuang
5. 5.Memiliki tekanan listrik tinggi jika digunakan untuk dapur listrik Bahan tahan api
diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu golongan basa, asam, dan netral.
Pemilihan ini tergantung pada jenis dapur apa yang akan digunakan). Adapun bahan-bahan
dari batu tahan api ini adalah) :
1. 1.bahan tahan api jenis asam biasanya terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api
(fire clay).
2. Silika adalah bentuk murni melebur pada suhu 17100C. bahan tahan api ini terdiri
dari hidrat alumunia silika (Al2O, 2SiO2, 2H2O).
3. bahan tahan api jenis basa biasanya terdiri dari magnesia, clionie magnesia, dan
dolomite magnesia. Bahan ini mempunyai titki lebur tinggi dan baik untuk mencegah
korosi, bahan-bahan ini terdiri dari 20-30% MgO dan 70-80% Cliromite dolomite yang
terdiri dari kalsium karbonat dan magnesia (CaCO3, MgCO3), Dolomite stabil yang
terdiri dari CaCO3, SiO3, dan MgO adalah batu tahan api yang lebih baik dari pada
dolomite biasa sehingga lebih tidak mudah retak.
4. 3.bahan tahan api jenis netral terdiri dari karbon, grafit, cliromite, dan silimanite.
Bahan tahan api ini tidak membentuk phasa cair pada pemanasan penyimpanan
kekutan pada suhu tinggi. jenis cliromite terbuat dari biji cliromite yang komposisinya
terdiri dari 32% FeO dan 68% CrO3 dan mempunyai titik cair sekitar 2189 0C, dan
silimite terdiri dari 63% Al2O3 dan 37% SiO2 dan memiliki titik cair sekitar 1900 0C.
5.
Batu bata silika merupakan suatu refraktori yang mengandung paling sedikit 93 % SiO2.
Bahan bakunya merupakan batu yang berkualitas. Batu bata silika berbagai kelas memiliki
penggunaan yang luas dalam tungku pelelehan besi dan baja dan industri kaca. Sebagai
tambahan terhadap refraktori jenis multi dengan titik fusi yang tinggi, sifat penting lainnya
adalah ketahanannya yang tinggi terhadap kejutan panas (spalling) dan kerefraktoriannya.
Sifat batu bata silika yang terkemuka adalah bahwa bahan ini tidak melunak pada beban
tinggi sampai titik fusi terdekati. Sifat ini sangat berlawanan dengan beberapa refraktori
lainnya, contohnya bahan silikat alumina, yang mulai berfusi dan retak pada suhu jauh lebih
rendah dari suhu fusinya. Keuntungan lainnya adalah tahanan flux dan stag , stabilitas volum
dan tahanan spalling. Tabel 2.1 Sifat-sifat batu bata tahan api

Jenis batu bata SiO2 (%) Al2O3 (%) Kandungan lain (%) PCE (0C)
Super Duty 49-53 40-44 5-7 1745-1760
High Duty 50-80 35-40 5-9 1690-1745
Menengah 60-70 26-36 5-9 1640-1680
Low Duty 60-70 23-33 6-10 1520-1595

D. Semen Tahan Api


Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu
mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan kompak. Sifat
pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya. Adapun bahan utama
yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida
(Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam jumlah kecil. Bahan pengikat berfungi
untuk mengikat batu bata tahan api, serta untuk menutup celah yang terjadi dari
penyusunan batu bata. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang juga
dapat menambah ketahanan bahan tahan api terhadap suhu tinggi.
Refraktori semen tahan api, seperti batu bata tahan api, semen tahan api silica dan refraktori
tanah liat alumunium dengan kandungan silika (SiO2) yang bervariasi sampai mencapai 78%
dan kandungan Al2O3 sampai mencapai 44%. Tabel 2.1 memperlihatkan bahwa titik leleh
(PCE) batu bata tahan api berkurang dengan meningkatnya bahan pencemar dan
menurunkan Al2O3 . Bahan ini seringkali digunakan dalam tungku, kiln dan kompor sebab
bahan tersebut tersedia banyak dan relatif tidak mahal.

Hidarsi Semen

Proses hidarsi pada semen Portland sangat kompleks, tidak semua reaksi diketahui
secara terperinci. Rumus proses kimia (perkiraan) untuk reaksi hidrasi dari unsur C 2S dan C3S
ditulis 2 C3S + 6 H2O→ C3S2H3+ 3 Ca (OH)2

C2S + 4 H2O→ C3S2H3 + Ca (OH)2 Hasil utama dari proses diatas adalah C3S2H3 yang disebut
“Tobermorite”.

Panas juga keluar selama proses berlangsung (panas hidrasi). Kekuatan semen yang
telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu proses hidrasi
berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan sewaktu proses hidrasi berkisar 35%
dari berat semen, penambahan jumlah air akan mengurangi setelah mengeras. Kelebihan air
akan mengakibatkan jarak butir-butir semen lebih jauh sehingga hasilnya kurang kuat dan
beronggaKehalusan Butir Semen

Reaksi antara semen dan air dimulai dimulai dari permukaan butir-butir semen,
sehingga makin luas permukaan butir-butir semen makin cepat proses hidrasinya. Hal ini
berarti butir-butir semen yang halus akan menjadi kuat dan menghasilkan panas hidrasi yang
lebih cepat daripada buti-butir semen yang besar. Secara umum butir semen yang halus
meningkatkan kohesi konstruksi dan ”bleeding”.

Sehingga menurut aturan minimal 78% berat semen harus dapat lewat ayakan
nomor 200 (lubang 1/200 inchi). Sehingga dalam pemilihan semen harus memperhatikan
kehlusan dai butir semen Karen mempengaruhi kekuatan konstruksi yang akan dirancang.

Kekuatan dan Daya Konstruksi

Kekuatan dan daya tahan sangat ditentukan oleh:

1. 1.Pemadatan.
2. Pemadatan ini betujuan untuk menghilangkan udara yang ada di dalam beton. Tentu
saja pemadatan ini dilakukan ketika beton masih cair.
3. Pemeliharaan (Curing).
4. Curing adalah “membasahi” beton yang sudah setting (keras) untuk beberapa waktu
tertentu. Tujuannya adalah untuk mengurangi penguapan air yang berlebihan,
sehingga air yang ada di dalam campuran beton dapat bereaksi secara optimal.
Semakin lama proses
5. curing, semakin tinggi daya tahan beton yang dihasilkan.
6. Cuaca.
7. Cuaca yang agak hangat dapat membuat beton mencapai kekuatan yang tinggi dalam
waktu yang tidak lama.
8. Tipe Semen.
9. Tipe semen yang berbeda juga berpengaruh terhadap kekuatan dan daya tahan
beton. Rasio air terhadap semen, biasa disebut w/c ratio. Kebanyakan air atau
kekuarangan semen dapat mengakibatkan beton menjadi tidak kuat dan tentu saja
tidak tahan lama. W/c ratio adalah perbandingan berat air terhadap berat semen.
Karena berat 1 liter air sama dengan 1 kilogram, maka orang lebih banyak
menggunakan perbandingan volume air dalam liter terhadap berat semen dalam
kilogram.

E. Alumunium dan Paduannya

Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam. Bauksit ini
banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah Bintan dan pulau Kalimantan.
Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humprey Davy pada tahun 1809 sebagai
suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C. Oersted pada tahun 1825. C.M.
Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult berkebangsaan Prancis, pada tahun
1886 mengolah alumunium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi.
Selain itu Karl Josep Bayer seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan
proses yang dikenal dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni. Proses
Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus yang sudah dikeringkan
kedalam pencampur lalu diolah dengan soda sapi (NaOH) dibawah pengaruh tekanan dan
suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium
yang larut. Selanjutnya tekanan dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon,
titanium dan kotoran-kotoran lainnya disaring dan dikesampingkan. Lalu alumina natrium
tersebut dipompa ketangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida alumina
sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu 980°C dan menghasilkan
alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi oksigen dan aluminium murni. Pada
setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2 kilogram alumina dan 4 kilogram bauksit, 0,6
kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya.

Struktur sifat-sifat alumunium

Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif. Apabila di udara
terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka alumunium
akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan alumunium sebenarnya bereaksi bahkan lebih
cepat daripada besi. Namun lapisan luar alumunium oksida yang terbentuk pada permukaan
logam itu merekat kuat sekali pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap.
Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia
yang sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah
larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut pada
cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat tidak berpengaruh
terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap asam.
Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat
baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam dari
korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali daya hantar listrik besi. Berat jenis
alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan dibandingkan logam lain. Kekuatan alumunium yang
berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas.
Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan
kekuatan melebihi 700 MPa paduannya. Alumunium dapat ditempa, diekstruksi,
dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, diembos, dirol dan ditarik untuk
menghasilkan kawat. Sipanasan dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat foil,
lembaran pelat dan profil. Semua paduan alumunium ini dapat di mampu bentuki (wrought
alloys) dapat di mesin, di las dan di patri

Alat dan bahan yang digunakan dalam project ini

1. Tungku peleburan
2. LPG 3kg
3. Kowi
4. Mesin las
5. Drum bekas
6. Semen tahan api SCR C 16
7. Batu tahan api SK 36
8. RODA 8” 2 hidup 2 mati
9. Mesin gerinda
10. Mesin bor
11. Mesin gergaji
12. Palu
13. Penumbuk
14. Besi siku 4 mm biasa
15. Plat 2,5 mm
16. Baut 12/16 + mur dan ring
17. Selang gas LPG
18. Regulator gas LPG
BAB III

LANGKAH PENGERJAAN

A. Pembuatan meja portable

Meja prtable ini di buat dengan besi siku 4 mm biasa dan plat dengan tebal 2,5 mm
menggunakan 4 buah roda berukuran 8 inch dengan 2 roda mati dan 2 roda hidup. Cara
pembuatan meja portable :

1. Potong besi siku dengan ukuran 76,5 cm menggunakan gerinda setelah tu Las besi
siku dengan bentuk persegi.
2. Potong plat sesui dengan ukuran persegi yang telah di buat menggunakan siku, las
pelat dengan besi siku tersebut.plat ini berguna untuk tempat dudukan roda meja
tersebut
3. Lubangi plat tersebut dengan bor sesui dengan ukuran lubang dudukan roda
tersebut,pasang 2 roda mati bersebelahan dan 2 roda hidup bersebelahan. Roda
hidup berguna sebagai kemudi agar mudah belok pada saat tungku peleburan ingin
di pindahkan

Foto pada saat membuat lubang dudukan roda pada meja portable

4. Pemasangan roda pada meja menggunakan baut + ring dan mur 12/16 , sebagian
baut di potong menggunakan gerinda agar lebih rapi.
5. Lanjut lagi dengan pembuatan dudukan penarik meja/kemudi terbuat dari besi siku
yang digabungkan memiliki tunggu 10 cm di las di bagian meja yang terdapat 2 roda
hidup.
B. Pembuatan pegangan/kemudi meja portable
Pegangan ini berfungsi untuk menarik atau mengemudikan meja portable pada saat berjalan
terbuat dari bahan plat ASTM A36 memiliki panjang 1 m dan pegangan 20 cm. Berikut
langka kerja membuat kemudi meja portable

Potong besi ASTM A36 sepanjang 1 m dan 20 cm.

Las besi yang panjang 20 cm pada ujung besi yang 1 m pastikan sebelum mengelas besi
tersebut terbagi rata/seimbang pembagiannya

C. Pembuatan tungku peleburan

Pembuatan tungku menggunakan drum bekas yang telah di potong menjadi dua.drum
tersebut berdiameter 57cm dan tinggi 50 cm. Bahan pendukung yang lain ialah semen tahan
api kali ini kita menggunakan SCR C-16 yang mampu tahan terhadap suhu tinggi yaitu
16000C. Selain itu menggunakn batu tahan api SK 36 yang tahan terhadap suhu 1500 0C.

Berikut ini adalah cara pembuatan tungku peleburan

1. Bersihkan drum bekas yang akan di buat menjadi tungku peleburan. Lubangi drum
menggunakan bor untuk tempat keran gas/ atau pembakaran di pasang.
2. Campurkan semen tahan api dengan air dengan perbanding 1kg semen dengan air
10% aduk hingga merata. Setelah itu lapisi dinding bagian dalam drum bekas
menggunakan semen ini berguna agar drum bekas tidak lebur pada saat
pengoperasian peleburan. Semen yang di gunakan kali ini jenis SCR C 16 dengan
tahan terhadap suhu 1600 o celcius. Lapisi juga bagian bawah dalam drum tersebut
agar tidak meleleh.

Foto pada saat pencampuran semen

3. Susun batu tahan api pada bagian dalam drum sisakan bagian tengahnya untuk
tempat kowi berikan jarak antara batu dan kowi agar pada saat pembakaran api tidak
akan terhalang apapun.sisakan sedikit rongga untuk tempat keluarnya bahan bakar.
Hancurkan sebagian batu tahan api untuk mengisi rongga yang kosong pada
penyusunan tadi.

Foto pada saat penghancuran batu tahan api

4. Setelah batu tahan api tersusun rapi masukkan kowi pada tungku peleburan. Semen
bagian bawah kowi agar kowi tidak bergerak pada saat proses peleburan nanti.

Foto pemasangan kowi

5. Setelah kowi terpasang susun kembali lagi batu tahan api hingga menutupi dinding
permukaan dalam tungku peleburan. Pastikan tidak ada rongga antar batu yang
disusun ini berguna agar panas saat peleb
uran tidak akan keluar dari rongga batu.

Foto penyusunan batu kembali kedalam tungku peleburan

6. Setelah itu semen kembali permukaan batu agar lebih terlihat rapi

Foto penyemenan permukaan batu

D. Pembuatan tutup tungku peleburan


Pembuatan tutup tungku ini menggunakan semen yang digunakan untuk membuat tungku
peleburan dan menggunakan besi beton sebagai pegangannya. Berikut proses pembuatan
tungku peleburan :

1. Campurkan semen tahan api dengan air dengan rata lalu bentuk semen tersebut
berbentuk lingkaran dengan diameter 57 cm dan lobang tengahnya 27 cm.
Tambahkan pegangan pada tutup tersebut agar mudah untuk membukanya pada
saat selesai melakukan pengecoran.

Anda mungkin juga menyukai