Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“ Pembiayaan Pelayanan Kesehatan “

Dosen : Ainun Wulandari, S.Farm., M.sc., Apt

Disusun Oleh :
15334111 Ichda Choirunisa
15334112 Rizky Apriliani
15334119 Chrisna Widyya
15334121 Fitrian Anggraini
Kelas : K / P2K

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
hidayahNya, kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “Kualitas Hidup”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Dalam menyelesaikan tugas ini, kami mendapat bimbingan dan motivasi yang sangat berarti,
untuk itu pada kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Ainun Wuladari. S.Farm, M.sc., Apt sebagai dosen mata Farmakoekonomi. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Akhir kata kami sampaikan terimakasih.

Jakarta, Oktober 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mc Carney & Lason (1987, dalam Yuwono, 2000) memberikan pengertian kualitas
hidup sebagai derajat kepuasan hati karena terpenuhinya kebutuhan ekternal maupun
persepsinya. WHO (1994, dalam Desita, 2010) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi
individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan
sistem nilai dimana mereka tinggal, dan hubungan dengan standart hidup, harapan,
kesenangan, dan perhatian mereka.
Menurut Suhud (2009) kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit
yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual
serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain.
Kualitas hidup tidak terkait dengan lamanya seseorang akan hidup karena bukan domain
manusia untuk menentukannya.
Terdapat empat dimensi mengenai kualitas hidup meliputi kesehatan fisik,
kesejahteraan psikologis, hubungan social, dan hubungan dengan lingkungan (Fitriana &
Ambarini, 2012). Manfaat dari mengetahui kualitas hidup pasien adalah untuk meningkatkan
kualitas terapi (Spilker, 1996).
Salah satu terapi yang digunakan dalam pengobatan nyeri neuropatik post stroke dan
neuropati diabetik adalah gabapentin. Sampai saat ini perbandingan efektivitas gabapentin
dalam mengurangi intensitas nyeri pada pasien dengan nyeri neuropatik masih kontroversial.
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk membandingkan efektivitas antara amitriptilin
dengan gabapentin, namun hasil yang diperoleh dalam setiap penelitian sangat bervariasi.
Rudroju et al.(2013) melakukan penelitian meta analisis untuk menilai efikasi dan keamanan
dari beberapa obat yaitu gabapentin, pregabalin, venlafaxine, kombinasi
duloxetine/gabapentin, duloxetine, dan amitriptilin sebagai terapi polineuropati diabetes
menunjukkan hasil bahwa gabapentin merupakan terapi yang paling efektif dan amitriptilin
merupakan terapi yang paling aman.
Salah satu kuesioner untuk menilai kualitas hidup adalah formulir European Quality
of Life-5 Dimensions (EQ-5D) yang dikeluarkan oleh EuroQol dari Inggris. Kuesioner ini
telah digunakan di banyak negara termasuk Indonesia, dan dapat digunakan di berbagai
populasi termasuk pada usia lanjut(Anissa, 2013).

1.2. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari kualitas hidup
2. Mengetahui kuisioner ED 5D(European Quality of Life-5 Dimensions)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kualitas Hidup


Kualitas hidup merupakan ukuran konseptual atau operasional yang sering digunakan
dalam situasi penyakit kronik sebagai cara untuk menilai dampak dari terapi pada pasien.
Pengukuran konseptual ini mencakup; kesejahtraan, kualitas kelangsungan hidup,
kemampuan seseorang untuk secara mandiri dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Montazeri (1996 dalam Hartono 2009). Kreitler & Ben (2004) mengungkapkan
kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam
bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di
dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam
kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu
(Nofitri, 2009).
Kualitas hidup menjadi istilah yang umum untuk menyatakan setatus kesehatan,
kendati istilah ini juga memiliki makna khusus yang memungkinkan penentuan rangking
penduduk menurut aspek objektif maupun subjektif pada status kesehatan. Kualitas hidup
yang berkaitan dengan kesehatan Health-related Quality of Life (HQL) mencakup
keterbatasan fungsional yang bersifat fisik maupun mental, dan ekspresi positif kesejahtraan
fisik, mental, serta spiritual. HQL dapat digunakan sebagai sebuah ukuran integrative yang
menyatukan mortalitas dan morbidilitas, serta merupakan indeks berbagai unsur yang
meliputi kematian, morbidilitas, keterbatasan fungsional, serta keadaan sehat sejahtra
(wellbeing) (Micheal J.Gibney, 2009).
Kualitas hidup diartikan sebagai istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan
kesejahteraan fisik seseorang serta kemampuan aktifitas dalam kehidupan sehari-hari,
kualitas hidup dapat dikategorikan atas; kualitas hidup buruk dengan skor 0-50 dan kualitas
hidup baik 51-100 (Donald, 2009).

2.2. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


Menurut Kumar, dkk (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah:
a. Usia
Usia sangat mempengaruhi kualitas hidup individu, karena individu yang semakin tua akan
semakin turun kualitas hidupnya. Semakin bertambahnya usia, munculnya rasa putus asa akan
terjadinya hal-hal yang lebih baik dimasa yang akan datang. Seperti yang telah dijelaskan pada
penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) individu dewasa mengekspresikan
kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasamadya.
b. Pendidikan
Pendidikan juga merupakan faktor kualitas hidup, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring
dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Hal tersebut terjadi
karena individu yang memiliki pendidikan yang rendah akan merasa tidakpercaya diri dan merasa
bahwa dirinya tidak berguna.
c. Status Pernikahan
Individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak
menikah. Karena pasangan yang menikah akan merasa lebih bahagia dengan adanya pasangan
yang selalu ada menemaninya. Glenn dan Weaver melakukan penelitian di Amerika bahwa
secara umum individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda akibat pasangan meninggal (Veenhoven,
1989).
d. Keluarga
Keluarga juga merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Individu yang memiliki
keluarga yang utuh dan harmonis akan lebih tinggi kualitas hidupnya. Dikarenakan keluarga
dapat memberikan dukungan dan kasih sayang untuk meningkatkan kualitas hidup.
e. Finansial Pada penelitian yang dilakukan oleh Hultman, dkk (2006) menunjukkan bahwa aspek
finansial merupakan salah satu aspek yang berperan penting mempengaruhi kualitas hidup
individu yang tidak bekerja. Finansial yang baik akan membuat individu semakin tinggi kualitas
hidupnya.

Sedangkan faktor-faktor kualitas hidup menurut Pukeliene & Starkauskiene (2011) sebagai berikut:

a. Kesejahteraan Fisik (Psysical Well-beng)


Kesejahteraan fisik meliputi faktor-faktor seperti kondisi kesehatan, kemandirian
(kemampuan untuk bergerak dan bekerja), keamanan pribadi, kondisi fisik (sakit dan sensasi
menyenangkan, energi dan kelelahan, tidur dan istirahat) dan kondisi fungsional (kapasitas
fisik individu, kemampuan komunikasi, kondisi emosional).
b. Kesejahteraan Materi (Material Well-being)
Dari sudut pandang ekonomi, kesejahteraan materi sangat mempengaruhi kualitas hidup
individu. Di sisi lain, pada tingkat kualitas hidup individu, kesejahteraan materi meliputi
situasi keuangan (pendapatan dan akumulasi kekayaan), hidup/kondisi perumahan, dan
lapangan kerja.
c. Kesejahteraan Sosial (Social Well-being)
Kesejahteraan sosial juga merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor sosial kesejahteraan, membawa keluarga, kehidupan sosial, dan
hubungan sosial. Berdasarkan beberapa faktor yang telah dijelaskan bahwa kualitas hidup
individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah usia, pendidikan, keluarga,
status pernikahan, dan finansial.

2.3. Aspek-aspek Kualitas Hidup


Menurut WHOQOLBREF (1996) aspek-aspek yang dapat dilihat dari kualitas hidup, seperti:
a. Kesehatan fisik
Kesehatan fisik, seperti nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan beristirahat, tingkat energi
dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitasdalam bekerja, dan
ketergantungan pada obat dan perawatan medis. Kesehatan fisik dapat mempengaruhi
kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan
memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke
tahap selanjutnya.
b. Kesehatan Psikologis
Kesehatan psikologis, seperti, berfikir; belajar; mengingat; dan konsentrasi, harga diri,
penampilan dan citra tubuh, perasaan negatif, perasaan positif serta spiritualitas. Aspek
psikologis terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental mengarah pada
mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan
perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari
luar dirinya.

c. Hubungan sosial
Hubungan sosial, seperti hubungan pribadi, aktivitas seksual dan dukungan sosial. Aspek
hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku
individu tersebut akan saling mempengaruhi. Mengingat manusia adalah mahluk sosial
maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat
berkembang menjadi manusia seutuhnya.
d. Lingkungan
Lingkungan, seperti kebebasan; keselamatan fisik dan keamanan, lingkungan rumah,
sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial, peluang untuk memperoleh
keterampilan dan informasi baru, keikutsertaan dan peluang untuk berekreasi, aktivitas di
lingkungan, transportasi. Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di
dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas
kehidupan, termasuk didalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat menunjang
kehidupan.
SF 36 (Short Form 36) mengukur efek dari kondisi mental dan fisik sehari-hari yang bisa
digunakan untuk menjadi indikator kualitas hidup. Menurut Health Outcomes Assesment Unit (2007)
terdapat 8 dimensi dari kualitas hidup, yaitu :
a. Fungsi Fisik
(Physical Functioning) Berhubungan dengan seberapa banyak batasan dari kesehatan fisik
yang dapat dilakukan setiap hari, seperti berjalan dan menaiki anak tangga.
b. Peran Fisik (Role Physical)
Berhubungan dengan tingkat kesulitan yang dialami individu ketika melakukan aktifitas
sehari-hari di rumah dan ketika jauh dari rumah dalam ruang lingkup kesehatan fisik.
c. Tubuh Nyeri (Bodiliy Pain)
Berhubungan dengan seberapa parah sakit yang dialami oleh tubuh pada masing-masing
individu terkait penyakit yang dideritanya.
d. Kesehatan Umum (General Health)
Sebuah penilaian secara menyeluruh mengenai kesehatan yang dimiliki oleh masing-masing
individu.
e. Vitality (Vitality)
Berhubungan dengan jumlah dari energi dan rasa lelah yang dimiliki oleh masing-masing
individu.
f. Fungsi Sosial (Social Functioning)
Berhubungan dengan seberapa jauh kesehatan fisik dan masalah emosional membatasi
interaksi dan aktifitas sosial yang biasa dilakukan.
g. Peran Emosional (Role Emotional)
Berhubungan dengan seberapa banyak masalah pribadi atau emosional yang dialami
berdampak pada pekerjaan sehari-hari di rumah maupun jauh dari rumah.
h. Kesehatan Mental (Mental Health)
Berhubungan dengan sejauh mana keadaan responden dipengaruhi oleh masalah emosional
seperti rasa cemas, depresi atau mudah tersinggung.

Berdasarkan beberapa aspek-aspek yang telah dijelaskan, mengacu pada teori dari WHO
untuk mengukur kualitas hidup mencakup empat aspek yaitu kesehatan fisik, kesehatan psikologis,
hubungan sosial, dan lingkungan. Hal tersebut dikarenakan skala WHOQOL-BREF lebih sesuai
digunakan untuk penderita diabetes mellitus dan jumlah aitemnya pun tidak terlalu banyak ketika
diberikan kepada subjek yang notabennya adalah individu yang memiliki penyakit kronis.

Anda mungkin juga menyukai