Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
“Sesi V: Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengkonsumsi Obat”

OLEH

JONRIS SAMLOY

NPM. 18180000112

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2019
RENCANA TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK

A. TOPIK : Resiko Perilaku Kekerasan


Sesi V : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengkonsumsi Obat

B. TUJUAN :
1. Tujuan Umum:
Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh mengkonsumsi
obat
2. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat.
b. Klien dapat menyebutkan akibat/kerugian tidak patuh minum obat.
c. Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.

C. LANDASAN TEORITIS
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2012).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (Fitria, 2015).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2010)
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi sensoris,
orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi (Yosep, 2011)
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di ekspresikan dengan
seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan
memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya
peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan
pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak
merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-
kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling
percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan
atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977) dalam
Yosep (2011) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan
cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis
dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin,
dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA. Faktor-faktor yang
mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2011):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
4. Tanda dan Gejala
Yosep (2011) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2011) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan.”
Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai
pada respon yang tidak normal (maladaptif).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek
yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan
dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang
harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul
halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk
melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan oleh
berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam
mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping
keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau
menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen
terapeutik inefektif).
D. PASIEN
1. Karakteristik/kriteria
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok iniadalah:
a. Klien dengan riwayat perilaku kekerasan.
b. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk,
dalam keadaan tenang.
c. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)
2. Proses seleksi
a. Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
b. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
c. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
d. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK meliputi: menjelaskan tujuan
TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok.

E. PENGORGANISASIAN
1. Waktu
No. Hari/Tgl Jam Jenis Tak
5. Rabu, 09/10/2019 10.20-10.30 TAK: Sesi 5
2. Tim Terapis:
a. Leader: Jonris Samloy
Uraian tugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
2) Memimpin jalannya terapi kelompok
3) Menetralisir masalah- masalah yang timbul pada saat pelaksanaan
b. Co-leader: Serty P. Lilimwelat
Uraian tugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
3) Menyampaikan infomasi jalannya kegiatan
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas
c. Observer: Adelin Hommy
Uraian tugas:
1) Mengobservasi respon klien selama proses kegiatan.
2) Mencatat perilaku klien selama dinamika kelompok.
3) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua anggota kelompok dengan
evaluasi kelompok
d. Fasilitator: Nur Rohmah Putri Ramadan dan Setia Ningsih
Uraian tugas:
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
3) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
4) Membimbing kelompopk selama permainan diskusi
5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
6) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
3. Metode dan Media
a. Metode
1) Dinamika Kelompok
2) Diskusi dan Tanya jawab
3) Bermain peran atau simulasi
b. Media:
1) Kertas HVS
2) Spidol

F. PROSES PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam perkenalan
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis dank lien memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah serta perilaku
kekerasan
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan sudah
dilakukan
c. Penjelasan tujuan dan aturan main
1) Penjelasan tujuan
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu patuh minum obat untuk mencegah perilaku
kekerasan.
2) Aturan main
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus meminta ijin pada
terapis
b) Lama kegiatan 10 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
2. Kerja
Langkah-langkah kegiatan
a. Mendiskusikan macam obat yang dimakan klien : nama dan warna (upayakan tiap
klien menyampaikan)
b. Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan klien.
c. Tuliskan di kertas HVS hasil a dan b.
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat,
benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.
e. Menjelaskan tentang prinsip 5 benar dan meminta klien menyebutkan lima benar
cara minum obat, secara bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di kertas HVS)
h. Mendiskusikan peranan klien jika teratur minum obat (catat di kertas HVS).
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
perilaku kekerasan/kambuh.
j. Menjelaskan akibat/kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu kejadian perilaku
kekerasan/kambuh.
k. Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian
tidak patuh minum obat.
l. Member pujian setiap kali klien benar.
3. Terminasi
a. Evaluasi respons subyektif pasien:
1) Terapis menyanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari.
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Evaluasi respons obyektif pasien:
Terapis meminta klien mencoba mempraktikan kembali aktivitas yang baru saja
dilakukan
c. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi social asertif, kegiatan
ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan.
2) Memasukkan minum obat dalam jadwal kegiatan harian klien.
d. Kontrak yang akan datang
1) Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan, dan disepakati jika klien
perlu TAK yang lain.
Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap keraj. Aspek yang
dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui lima
benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir
evaluasi sebagai berikut :
Sesi 5 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
Menyebutkan lima Menyebutkan Menyebutkan akibat
No Nama Klien
benar minum obat keuntungan minum obat tidak patuh minum obat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan menyebutkan lima benar cara minum
obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Beri tanda √ jika klien
mampu dan beri tanpa × jika klien tidak mampu
DAFTAR PUSTAKA

Farida, Kusumawati,dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai